Anda di halaman 1dari 6

FERTILITAS IN VITRO, ALTERNATIF PARA ORANG TUA UNTUK MELAHIRKAN

SANG BUAH HATINYA

Oleh Muhammad Aulia Rizki

Sejatinya, setiap pasangan tentu memiliki impian besar untuk memiliki buah hatinya,
karena kehadiran seorang anak acapkali menjadi simbol penerus garis keturunan keluarga,
sebagai investasi masa depan, dan anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia
lanjut. Ia dianggap sebagai modal untuk meningkatkan peringkat hidup sehingga dapat
mengontrol status sosial orang tua. Begitu pentingnya kehadiran seorang anak di dalam keluarga
sehingga setiap pasangan suami isteri selalu menginginkan kehadirannya. Tetapi pada
kenyataannya tidak semua yang dapat memperoleh keturunan secara normal. Banyak ditemui
dilapangan, bahwa setelah sekian lama menikah belum juga mendapatkan keturunan walaupun
sudah berusaha dengan berbagai cara.

Dewasa ini, ilmu dan teknologi di bidang kedokteran mengalami perkembangan yang
sangat pesat serta memberikan dampak positif bagi manusia yaitu dengan ditemukannya cara-
cara baru yang menjadi jalan keluar bagi pasangan suami isteri yang tidak dapat memperoleh
anak secara alami dan sudah cukup lama menanti sang buah hatinya. Ada beberapa teknik
inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran, yang biasa disebut dengan
Fertilitas In Vitro atau yang lebih populer dan sering di dengar ditelinga masyarakat dengan
sebutan Bayi Tabung. Fertilitas in Vitro sebagai hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya
bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi yang mampu menolong
pasangan yang kesulitan mendapatkan keturunan

Fertilisasi in Vitro pertama kali diperkenalkan oleh dokter asal Inggris, Patrick C. Steptoe
dan Robert G. Edwards sekitar tahun 1970-an dan melahirkan bayi tabung pertama di dunia
bernama Louise Brown di rumah sakit Oldham General Hospital Inggris. Di Indonesia, bayi
tabung pertama bernama Nugroho Karyanto lahir pada tanggal 2 Mei 1988 di Rumah Sakit Anak
dan Bersalin Harapan Kita Jakarta yang dipimpin oleh Prof. Dr. dr. Sudraji Sumapraja, SpOG.
Pada awalnya, teknologi ini ditentang oleh kalangan kedokteran dan agama karena kedua dokter
itu dianggap mengambil alih peran Tuhan dalam menciptakan manusia. Setelah itu secara
berturut-turut muncullah teknik-teknik lain yang lebih mengagumkan (Suwito, 1995, hal.2).

Wiryawan Permadi (2008, h.1) mengemukakan bahwa secara bahasa Fertilisasi In Vitro
terdiri dari dua suku kata, yaitu Fertilisasi dan In Vitro. Fertilisasi berarti pembuahan sel telur
wanita oleh spermatozoa pria. In Vitro berarti di luar tubuh. Dengan demikian, Fertilisasi In
Vitro berarti proses pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria (bagian dari proses
reproduksi manusia), yang terjadi di luar tubuh. Dalam Kamus Kedokteran Dorland, (2002,
h.814) istilah in vitro fertilization diartikan sebagai pengeluaran oosit sekunder yang dilakukan
pembuahannya dalam medium biakan laboratoris dan kemudian pemasukan zigot yang
membelah ke dalam rahim.
Sadler (2015, h.48) menjelaskan definisi dari Fertilisasi In Vitro adalah “suatu metode
reproduksi berbantu untuk mempertemukan sperma lelaki dengan telur wanita di luar tubuh,
yakni di dalam cawan laboratoris, di mana apabila terjadi pembuahan, satu atau lebih dari embrio
hasil pembuahan itu ditransfer ke dalam rahim wanita yang diharapkan menghasilkan kehamilan.
Singkatnya, fertilisasi in vitro melibatkan pembuahan telur dalam suatu medium pembiakan dan
meletakkannya ke dalam rahim pada fase pembelahan sel menjadi delapan. Bayi tabung (test
tube baby) menjadi suatu bayi yang proses pembuahannya dilakukan di luar tubuh ibunya, yaitu
melalui apa yang dikenal dengan proses in vitro fertilization (pembuahan dalam tabung).

Tono Djuantono (2008,59) menyebutkan, dalam proses bayi tabung, sel telur matang
yang dihasilkan oleh sistem reproduksi istri akan dipertemukan dengan spermatozoa suami
dalam sebuah cawan berisi cairan khusus di laboratorium. Cairan yang digunakan untuk
merendam serupa dengan cairan yang terdapat dalam tuba wanita dengan tujuan untuk membuat
suasana pertemuan antara sel telur matang dan spermatozoa senormal mungkin. Dengan
demikian, keaktifan gerak spermatozoa dan kondisi sel telur dapat terjaga. Proses pembuahan sel
telur oleh spermatozoa akan terjadi di dalam cawan tersebut, dan selanjutnya dari pembuahan
tersebut akan menghasilkan embrio. Setelah embrio sudah berusia cukup (Pada umumnya 2
sampai dengan 3 hari) maka akan ditanamkan kembali ke dalam rahim sang ibu. Embrio tersebut
diharapkan terus tumbuh dan berkembang hingga menjadi bayi yang pada akhirnya dilahirkan
oleh sang ibu

Pada umumnya proses fertilisasi in vitro dilakukan karena adanya gangguan/kelainan


pada proses inseminasi, baik dari fungsi organ reproduksi pihak suami maupun istri. Hal inilah
yang mengakibatkan terjadinya infertilitas (kemandulan). Fertilisasi in vitro pada satu pihak
merupakan suatu alternatif, teknologi berbasis dibidang kedokteran ini justru dapat membantu
pasangan suami istri yang mengalami suatu gangguan pada organ reproduksi, sehingga mereka
tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di
luar tubuh kemudian zigot yang mengalami pembuahan ditanam dalam kandungan istri. Dalam
hal ini kiranya tidak ada pendapat pro kontra terhadap bayi hasil fertilisasi in vitro yang lahir
karena keturunan genetik suami dan istri.

Wiryawan Permadi (2008, h.4) menjelaskan latar belakang dilakukannya proses bayi
tabung atau Fertilisasi In Vitro itu dibagi menjadi dua bagian, yang pertama yaitu dari faktor pria
biasanya memiliki indikasi gejala seperti gangguan pada saluran keluar spermatozoa,
kelumpuhan fisik yang menyebabkan pria tidak mampu melakukan hubungan seksual (misalnya
kelumpuhan pada bagian pinggang ke bawah setelah terjadi kecelakaan), sangat terbatasnya
jumlah spermatozoa yang mampu membuahi sel telur (yang memiliki bentuk tubuh spermatozoa
normal dan bergerak secara aktif), serta hal lain yang masih belum dapat dijelaskan secara
ilmiah. Faktor yang kedua ialah wanita, dengan memiliki indikasi gejala seperti gangguan pada
saluran reproduksi wanita (seperti pada perlengketan atau sumbatan tuba), adanya antibodi
abnormal pada saluran reproduksi wanita, sehingga menyebabkan spermatozoa pria yang masuk
ke dalamnya tidak mampu bertahan hidup, serta hal lain yang masih belum dapat dijelaskan
secara ilmiah.

World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences (2014) mengemukakan


bahwasanya Fertilisasi In Vitro dilakukan melalui lima langkah pokok sebagai berikut. Pertama,
pemantauan dan stimulasi perkembangan telur yang sehat di dalam indung telur wanita. Prosedur
Ini dilakukan untuk mengendalikan dan mengetahui waktu kematangan telur itu dan
meningkatkan kesempatan mendapatkan sejumlah telur saat siklus menstruasi perempuan.
Perolehan lebih dari satu telur diperlukan sebagai cadangan karena tidak semua telur itu dapat
dikembangkan dan dibuahi setelah diambil. Proses stimulasi ini disebut induksi ovulasi, yaitu
proses mengobati infertilitas wanita dengan pemberian hormon yang merangsang ovulasi.
Kedua, pengambilan telur dari indung telur wanita menjelang ovulasi (pelepasan telur).
Ini dilakukan dengan suatu pembiusan lokal dan prosedur pembedahan minor dan menggunakan
jarum tipis berlobang melalui rogga panggul yang dipandu dengan pencitraan ultrasonik yang
memperlihatkan gambar folikel (kantong) yang berisi telur, kemudian dilakukan penyedotan
telur yang dimaksud. Proses ini disebut follicular aspiration (penyedotan kantung telur). Pada sisi
lain, dilakukan pengambilan sperma laki laki yang dilakukan dengan masturbasi atau mengambil
sperma yang tertampung dalam kondom setelah hubungan seksual.
Ketiga, fertilisasi (pembuahan) dan pembiakan embrio. Telur yang diambil dari
indungnya diuji untuk diketahui kematangan dan kualitasnya. Telur yang matang dan baik
ditaruh ke dalam suatu medium pembiakan fertilisasi in vitro dan ditransfer ke dalam incubator
untuk menanti pembuahan oleh sperma. Pembuahan dilakukan dengan inseminasi, yaitu
mempertemukan sel telur (oosit) dengan sperma yang telah dibersihkan dari cairan semen yang
mengandungnya atau dengan cara penyuntikan satu sperma tunggal ke dalam telur yang matang
(intracytoplasmic sperm injection).
Keempat, transfer embrio ke dalam rahim perempuan. Ini dilakukan pada hari ketiga
sampai kelima setelah telur diambil dari indungnya, yakni setelah ia membelah menjadi empat
sampai delapan sel atau setelah mencapai tahap blastosista. Transfer dilakukan dengan
menggunakan spekulum dan kateter lembut untuk memasukkan blastosista ke dalam rongga
rahim. Jumlah embrio yang dimasukkan ke dalam rahim tergantung kepada keadaan dan umur
wanita penerima transfer, bisa antara satu sampai tiga embrio. Kelima, setelah dua minggu sejak
dilakukan transfer embrio, dilakukan pengujian kehamilan dan tindak lanjut pemeliharaannya.

The American Society for Reproductive Medicine juga menjelaskan bahwa embrio yang
dihasilkan melalui fertilisasi invitro berjumlah banyak sebagai cadangan. Yang dimasukkan ke
dalam rahim perempuan hanya satu sampai tiga embrio saja. Sisanya dipandang sebagai sampah
klinik dan dibuang. Embrio yang baik dapat disimpan dengan dibekukan untuk penggunaan di
kemudian hari atau untuk kepentingan penelitian sel induk embrionik. Embrio yang dibekukan
(dikriopreservasi) bisa bertahan mencapai 20 tahun.
Sri Wahyuni (2007) menjelaskan bahwasanya ada tujuh macam metode yang digunakan
dalam bayi tabung, yaitu:
1. Sel sperma suami disuntikkan langsung ke sel telur (ovum) istri. Sperma seorang
suami diambil lalu diinjeksikan langsung pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri
sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur yang dipancarkan sang istri dan berproses
dengan cara yang alami sebagaimana dalam hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan
itu terjadi, dia akan menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami
memiliki problem sehingga spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim.
2. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian ditanamkan
ke dalam rahim istri. Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan keduanya diletakkan di
dalam saluran eksperimen (tabung), lalu diproses secara fisika hingga sel sperma suami mampu
membuahi sel telur istrinya di tabung eksperimen. Lantas, setelah pembuahan terjadi, pada waktu
yang telah ditentukan, sperma tersebut dipindahkan kembali dari tabung ke dalam rahim istrinya
sebagai pemilik sel telur, agar sel mani yang telah mengalami pembuahan dapat melekat pada
dinding rahim hingga ia berkembang dan memulai kehidupannya seperti janin-janin lainnya.
Pada akhirnya si istri dapat melahirkan bayi secara alami. Anak itulah yang sekarang dikenal
dengan sebutan bayi tabung. Metode ini ditempuh, apabila si istri mandul akibat saluran fallopi
tersumbat. Yakni, saluran yang menghubungkan sel telur ke dalam rahim.
3. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian ditanamkan
ke dalam rahim istri Sperma seorang lelaki (sperma donor) diambil lalu diinjeksikan pada rahim
istri sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel pada dinding
rahim sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena sang suami mandul, sehingga
sperma diambilkan dari lelaki lain.
4. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari donor kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri. Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) yang
berlangsung antara sel sperma yang diambil dari suami dan sel telur yang diambil dari indung
telur wanita lain yang bukan istrinya (kini disebut donatur). Kemudian, pembuahan lanjutan
diproses di dalam rahim istrinya. Mereka menempuh metode kedua ini, ketika indung telur milik
istrinya mandul (tidak berproduksi), tapi rahimnya sehat dan siap melakukan pembuahan
(fertilisasi).
5. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum) berasal dari donor kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri. Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) yang
berlangsung antara sel sperma pria dan sel telur wanita yang bukan istrinya, kemudian
pembuahan bertempat di dalam rahim wanita lain yang telah bersuami (ada 2 wanita
sukarelawan). Mereka menempuh metode ketiga ini ketika indung telur wanita yang bersuami
tersebut mandul, tapi rahimnya tetap sehat, demikian pula suaminya juga mandul. Kedua
pasangan suami istri yang mandul ini sangat menginginkan anak.
6. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian ditanamkan
ke dalam rahim wanita lain (rahim sewaan). Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung)
antara 2 bibit sel milik suami-istri, lalu proses pembuahannya dilangsungkan di dalam rahim
wanita lain yang siap mengandung. Metode keempat ini ditempuh, ketika pihak istri tidak
mampu hamil karena ada kendala di dalam rahimnya, tetapi indung telurnya tetap sehat dan
bereproduksi atau ia tidak mau mengandung dan meminta wanita lain supaya mengandung
anaknya.
7. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian ditanamkan
ke dalam rahim istri lainnya. Pelaksanaan metode ketujuh ini sama dengan metode keenam,
hanya saja wanita yang ditunjuk sebagai sukarelawan yang bersedia mengandung itu adalah istri
kedua dari suami wanita pemilik sel telur, sehingga istri kedua yang mengalami kehamilan dan
proses pembuahan. Metode ketujuh ini tidak berlaku di negara-negara yang hukumnya melarang
poligami dan hanya berlangsung di negara-negara yang melegalisasi poligami.

Dalam beberapa dekade terakhir bahwasanya ilmu kedokteran telah berupaya untuk
dapat mengatasi setiap penyebab yang menghalangi impian suami isteri untuk mendapatkan
keturunan. Penerapan hasil teknologi reproduksi (fertilisasi dalam tabung) berbantu dalam hal ini
tidak bertentangan dengan keharusan penghormatan terhadap hidup manusia sesuai dengan
prioritas kemaslahatan hidup manusia. Di sisi lain, pelaksanaan fertilisasi dan implantasi serta
seluruh proses inseminasi buatan seyogyanya dilakukan oleh dokter pria dan tenaga dokter/medis
wanita dengan persetujuan dari suami isteri tersebut. Karenanya, penerapannya harus secara
ketat memperhatikan norma-norma moral dan agama.

Pada hakikatnya, proses bayi tabung bertujuan untuk membantu pasangan suami isteri
yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami yang disebabkan karena ada kelainan pada
tubanya, yaitu endometriosis (radang pada selaput lender rahim), oligospremia (sperma suami
kurang baik), unexplained infertility (tidak dapat diterangkan sebabnya), dan adanya faktor
immunologic (faktor kekebalan). Ternyata, proses bayi tabung ini mampu memberikan salah satu
solusi bagi pasangan suami istri dalam memperoleh keturunan pada perkawinan yang sah
menurut peraturan yang berlaku. Pelaksanakan bayi tabung bagi pasangan yang tidak dapat
melakukan fertilisasi alamiah adalah sah secara hukum dengan ketentuan bahwa benih berasal
dari pasangan suami-istri terikat dalam perkawinan yang sah dan embrio diimplantasikan ke
dalam rahim istri yang bersangkutan. Teknologi reproduksi berbantu menjadi suatu hasil
pengembangan ilmu dan telah berhasil membantu pasangan tidak subur untuk dapat memperoleh
keturunan sebagaimana diimpikan setiap pasangan yang menikah.
Daftar Pustaka

Djuantono, Tono et al, Hanya 7 Hari Memahami Infertilitas, Bandung: Refika Aditama, 2008.

Dorland, W. A. Newman, Kamus Kedokteran Dorland, E/29, alih bahasa Huriawati Hertanto, dkk., cet. ke-
1, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.

Permadi, Wiryawan et al, Hanya 7 Hari Memahami Fertilisasi In Vitro, Bandung: PT Refika Aditama,
2008

Sadler, T. W., Longman’s Medical Embryology, cet. ke-13 (Philadelphia: Wolter Kluwer Health, 2015

Sri Wahyuni, “Status Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut KHI”, h.10, http://eprints.
undip.ac.id/15327/1/sri_wahyunib4b004176.pdf,2007.
Suwito,”Inseminasi Buatan Pada Manusia Menurut Tinjauan Hukum Islam,” dalam Chuzaimah T. Yanggo
dan Hafidz Anshary (ed.), Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995, hal. 2.

The American Society for Reproductive Medicine, Assisted Reproductive Technology, publikasi online,
https://www.asrm.org/ uploadedFiles/ ASRM_Content/ Resources/ Patient_ Resources/Fact_Sheets_and_Info_
Booklets/ART.pdf, diakses Kamis, 24-12-2015.

World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, vol. 3: 4 (2014), h. 648-649;Rani dan Paliwal,
“A Brief Review of In Vitro Fertilization (IVF): An Advanced and Miraculous Gateway for Infertility Treatment,”
The American Society for Reproductive Medicine, Assisted Reproductive Technology, publikasi online,
https://www.asrm.org/uploadedFiles/ASRM_Content/Resources/Patient_Resources/Fact_Sheets_and_Info_Booklets
/ART.pdf, h. 4-10 (diakses Kamis, 24-12-2015); Holub, “Some Ethical Reflections on In Vitro Fertilization,” Intus
Legere Filosofia, vol. 5: 1 (2011), hlm. 108-109.

Anda mungkin juga menyukai