Anda di halaman 1dari 7

Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah

teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu
metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari
mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan
oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Teknologi ini dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards pada tahun 1977.

Bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya (yi dari pertemuan antara sel telur dan sperma) yang
dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium.
Didalam laboratorium tabung tsb dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai dengan tempat
pembuahannya yang asli yaitu rahim ibu atau wanita...ya nggak..?
Dibuat sedemikian rupa sehingga temperatur dan situasinya persis sama dengan aslinya.

Prosenya mula-mula dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi dilakukan pengambilan
sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi.
Kemudian sel telur yang diambil tadi dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan dalam tabung
yang suasananya dibuat persis seperti dalam rahim.

Setelah pembuahan hasil konsepsi tsb dipelihara beberapa saat dalam tabung tadi sampai pada suatu
saat tertentu akan dicangkokan ke dalam rahim wanita tsb.
Selanjutnya diharapkan embrio itu akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita..
Sudah tentu wanita tsb akan mengalami kehamilan ,perkembangan selama kehamilan seperti biasa.

Tlngkut keberhusllun progrum buyl tubung 25-35
persen
Bayi tabung menjadi salah satu pilihan bagi pasangan yang sulit memiliki momongan. Menjadi solusi
di tengah banyaknya pasangan yang telah mencoba teknik pembuahan alami selama belasan
tahun, namun belum berhasil memiliki keturunan.

Perkembangan teknologi untuk program bayi tabung di Indonesia bisa dikata pesat. Bahkan, tingkat
keberhasilannya mampu menyamai keberhasilan program bayi tabung di luar negeri yakni 25-35
persen.

Menurut dr Andon Hestiantoro SpOG, Reproductive Endoctrinology and Infertility Consultant Rumah
Sakit Ciptomangunkusumo, usia maksimal wanita yang bisa melakukan program bayi tabung adalah
35 tahun. Namun, ini bukan aturan kaku karena semua tergantung kondisi sel telurnya.

Proses program bayi tabung tidak singkat. Pasangan harus menunggu kurang lebih 10 bulan hingga
dapat dipastikan keberhasilannya.


Berikut beberapa tahapan dalam proses bayi tabung:

1. Seleksi pasien. Pada proses ini, tingkat kesuburan Anda dan suami akan dilihat. Anda pun harus
menjalani pemeriksaan untuk memastikan kondisi rahim sehat, bebas dari mioma atau kanker, dan
tidak mengidap penyakit menular.
2. Merangsang indung telur. Dalam ovulasi alami dibutuhkan hanya satu sel telur. Dalam proses
bayi tabung dibutuhkan banyak sel telur untuk dibuahi oleh sperma sehingga dokter dapat memilih
embrio yang paling berkualitas untuk dimasukkan kembali ke rahim sang ibu.

3. Pemantauan pertumbuhan folikel (cairan tempat pertumbuhan sel telur) melalui ultrasonografi
untuk melihat kematangan sel telur yang akan diambil.

4. Mematangkan sel telur.

5. Pengambilan sel telur dari tubuh ibu.

6. Pengambilan sel sperma suami melalui mansturbasi. Pemilihan sel
sperma berkualitas yaitu sperma yang gesit dan berjalan lurus.

7. Pembuahan yang dibantu oleh dokter di laboratorium.

8. Pengembangan menjadi embrio. Embrio terbaik akan dimasukkan kembali
ke dalam rahim ibu.

9. Penguatan dinding rahim agar siap menerima kehadiran janin.

10. Embrio yang tersisa akan dibekukan dan disimpan, dan akan kembali dimasukkan ke dalam
rahim ibu jika kehamilan gagal terjadi atau untuk kehamilan selanjutnya.






2008-09-03
Bayi Tabung

Teknologi reproduksi kini telah menembus berbagai metode canggih untuk menolong pasangan yang kesulitan
mendapatkan keturunan. Gebrakan pertama terjadi saat metode "bayi tabung" pertama melahirkan Louise Brown
asal Inggris pada 1978. Setelah itu, banyak teknik lain yang lebih mengagumkan berturut-turut ditemukan, termasuk
metode penyuntikan satu sperma terhadap satu sel telur secara in vitro.

Setelah menunggu delapan tahun, akhirnya Rina (nama samaran) berhasil melahirkan seorang bayi mungil berkat
bantuan teknologi rekayasa reproduksi in vitro atau lebih populer disebut "bayi tabung".

Ia bahagia sekali saat diberi tahu dirinya berhasil mengandung. Semula suaminya sempat putus asa karena hasil
laboratorium menunjukkan, pada cairan maninya tidak ditemukan sperma. Namun, berkat kecanggihan teknologi
reproduksi, pasangan ini berhasil menimang bayi laki-laki sehat melalui penyuntikan sel mani suami ke sel telur
istrinya secara in vitro.

Seorang wanita Inggris bahkan mengalami kasus yang lebih unik. Suaminya dinyatakan menderita kanker pada
testisnya dan organ ini harus dibuang. Padahal, keduanya sangat ingin mendapatkan keturunan. Betapa cemasnya
mereka, sebab lima tahun sebelumnya, testis yang satu sudah dibuang karena penyakit yang sama. Karena tak
sempat mengekstraksi sperma menjelang operasi kedua, maka testis yang sudah dipotong segera dikirim ke klinik
pelayanan fertilitas di Aldridge untuk diambil spermanya dan dibekukan.

Berkat teknik yang sama, akhir Juni lalu wanita itu dikabarkan berhasil mengandung. Calon bayinya bahkan diduga
kembar. Kebahagiaan bertambah ketika suaminya dinyatakan sembuh dari kanker.

Dengan semakin meningkatnya jumlah pasangan tidak subur pada 30 tahun terakhir, khususnya di negara-negara
industri, para ahli di negara-negara seperti Amerika, Inggris, dan Australia, terus mencari teknik yang dapat
membantu pasangan tak subur. Jumlah kasus pasangan tak subur diperkirakan sekitar 15% di dunia maupun di
Indonesia.

Penyebab infertilitas bermacam-macam, bisa akibat tersumbatnya saluran sel telur pada istri (35%), masalah
antibodi, lendir mulut rahim tidak normal, endometriosis, problem sperma suami, dll.

20 tahun teknik bayi tabung


Teknik bayi tabung sempat mencatat keberhasilan luar biasa dan menggemparkan dunia. Metode yang diprakarsai
sejumlah dokter Inggris ini berhasil menghadirkan bayi perempuan bernama Louise Brown pada 1978. Sebelum itu,
untuk menolong pasangan suami-istri tak subur digunakan teknik inseminasi buatan, yakni penyemprotan sejumlah
cairan semen suami ke dalam rahim dengan bantuan alat suntik. Dengan cara ini diharapkan sperma lebih mudah
bertemu dengan sel telur. Sayang, tingkat keberhasilannya hanya 15%.

Pada teknik in vitro yang melahirkan Brown, pertama-tama dilakukan perangsangan indung telur sang istri dengan
obat khusus untuk menumbuhkan lebih dari satu sel telur. Perangsangan berlangsung 5 - 6 minggu sampai sel telur
dianggap cukup matang dan sudah saatnya "dipanen". Selanjutnya, folikel atau gelembung sel telur diambil tanpa
operasi, melainkan dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal (melalui vagina).

Sementara semua sel telur yang berhasil diangkat dieramkan dalam inkubator, air mani suami dikeluarkan dengan
cara masturbasi, dibersihkan, kemudian diambil sekitar 50.000 - 100.000 sperma. Sperma itu ditebarkan di sekitar sel
telur dalam sebuah wadah khusus. Sel telur yang terbuahi normal, ditandai dengan adanya dua sel inti, segera
membelah menjadi embrio. Sampai dengan hari ketiga, maksimal empat embrio yang sudah berkembang
ditanamkan ke rahim istri. Dua minggu kemudian dilakukan pemeriksaan hormon Beta-HCG dan urine untuk
meyakinkan bahwa kehamilan memang terjadi.

Sejak kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) semakin populer saja di dunia. Di
Indonesia, IVF pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, pada 1987. Teknik
yang kini disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada 2 Mei
1988. Setelah itu lahir sekitar 300 "adik" Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar empat.

Semakin canggih saja
Sukses besar teknik IVF konvensional ternyata masih belum memuaskan dunia kedokteran, apalagi kalau mutu dan
jumlah sperma yang hendak digunakan kurang. Maka dikembangkanlah teknik lain seperti PZD (Partial Zona
Dessection) dan SUZI (Subzonal Sperm Intersection). Pada teknik PZD, sperma disemprotkan ke sel telur setelah
dinding sel telur dibuat celah untuk mempermudah kontak sperma dengan sel telur. Sedangkan pada SUZI sperma
disuntikkan langsung ke dalam sel telur. Namun, teknik pembuahan mikromanipulasi di luar tubuh ini pun masih
dianggap kurang memuaskan hasilnya.

Sekitar lima tahun lalu Belgia membuat gebrakan lain yang disebut ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection). Teknik
canggih ini ternyata sangat tepat diterapkan pada kasus mutu dan jumlah sperma yang minim. Kalau pada IVF
konvensional diperlukan 50.000 - 100.000 sperma untuk membuahi sel telur, pada ICSI hanya dibutuhkan satu
sperma dengan kualitas nomor wahid. Melalui pipet khusus, sperma disuntikkan ke dalam satu sel telur yang juga
dinilai bagus. Langkah selanjutnya mengikuti cara IVF konvensional. Pada teknik ini jumlah embrio yang ditanamkan
cuma 1 - 3 embrio. Setelah embrio berhasil ditanamkan dalam rahim, si calon ibu tinggal di rumah sakit selama satu
malam.

Di Indonesia, menurut dr. Subyanto DSOG dan dr. Muchsin Jaffar DSPK, tim unit infertilitas MELATI-RSAB Harapan
Kita, ICSI sudah diterapkan sejak 1995 dan berhasil melahirkan anak yang pertama pada Mei 1996. Dengan teknik
ini keberhasilan bayi tabung meningkat menjadi 30 - 40%, terutama pada pasangan usia subur.

Berdasarkan pengalaman, menurut dr. Muchsin, peluang terjadinya embrio pada teknologi bayi tabung sekitar 90%,
di antaranya 30 - 40% berhasil hamil. Namun, dari jumlah itu, 20 - 25% mengalami keguguran. Sedangkan wanita
usia 40-an yang berhasil melahirkan dengan teknik in vitro hanya 6%. Karena rendahnya tingkat keberhasilan dan
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan pasien, teknik ini tidak dianjurkan untuk wanita berusia 40-an.

Pasangan yang masuk program MELATI tidak harus mengikuti program IVF. Teknik ini hanya ditawarkan kalau
setelah diusahakan dengan cara lain, tidak berhasil. Sebelum mengikuti program ini pun pasutri diminta mengikuti
ceramah dan menerima penjelasan semua prosedurnya agar diikuti dengan mantap.

Biaya mengikuti program IVF memang tidak murah. Pada akhir 1980-an biayanya sekitar Rp 5 juta. Kini, berkisar
antara Rp 13,5 juta - Rp 18 juta. Harga obat suntik perangsang indung telur saja sudah naik hampir empat kali lipat.
Padahal, suntikan yang dibutuhkan selama dua minggu mencapai 45 ampul.

Selain RSAB Harapan Kita, Jakarta, teknik IVF juga sudah diterapkan di FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo
(Jakarta), Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Surabaya), dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
dan RS Dr. Sardjito (Yogyakarta).

Kalau sperma kosong
Pada kasus cairan air mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin akibat penyumbatan atau gangguan saluran
sperma, kini bisa dilakukan pengambilan sperma dengan teknik operasi langsung pada saluran air mani atau testis.
Tekniknya ada dua, MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE (Testicular Sperm Extraction). Pada MESA,
sperma diambil dari tempat sperma dimatangkan dan disimpan (epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma
langsung diambil dari testis yang merupakan pabrik sperma. Setelah sperma diambil, dipilih yang paling baik.
Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah menurut prosedur ICSI. Teknik ini juga sudah diterapkan di RSAB Harapan
Kita sejak 1996 dan telah berhasil melahirkan dua anak.

Seperti di negara lain, sejak 1992 Indonesia sudah melakukan simpan beku embrio. Perangsangan indung telur
wanita pada prosedur bayi tabung memungkinkan terbentuknya banyak embrio. Tidak mungkin semua embrio
ditransfer ke dalam rahim pada saat bersamaan. Embrio yang untuk sementara tidak digunakan dapat disimpan
dengan cara kriopreservasi, yang selanjutnya disimpan dalam tabung berisi cairan nitrogen pada suhu 196oC di
bawah nol derajat. Kapasitas tabung sekitar 100 embrio.

Simpan beku embrio ini menghemat biaya karena pasangan tidak perlu lagi mengulang proses pengerjaan dari awal
lagi bila embrio berikutnya perlu ditanamkan kembali. Tidak seperti di Barat, embrio ataupun sperma yang tersimpan
beku di Indonesia hanya diperuntukkan bagi pasutri yang bersangkutan.

Salah satu contoh keberhasilan teknik penyimpanan embrio bisa ditemukan di Belgia. Baru-baru ini lahir seorang
bayi laki-laki sehat hasil penanaman embrio yang sudah dibekukan selama 7,5 tahun dari pasangan lain (anonim).
Bayi yang dibantu kelahirannya oleh dr. Michael Vermesh ini beratnya 4 kg. Daya tahan embrio yang dibekukan bisa
puluhan tahun dan tetap bisa menjadi bayi sehat.

Teknologi reproduksi in vitro ternyata sangat membantu pasangan yang mengalami gangguan reproduksi.
Mengupayakan pasutri agar bisa mempunyai anak sungguh merupakan perbuatan mulia dan membahagiakan,
sekalipun pembuahannya dilakukan di laboratorium. Seperti halnya Louise Brown, mungkin banyak anak yang
dilahirkan melalui teknik ini ikut bersyukur bahwa kedua orang tuanya mengikuti program itu.

Anda mungkin juga menyukai