Anda di halaman 1dari 18

KERTAS DISKUSI

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA


Dosen Pengampu: La Ode Muhamad Sulihin, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 6

 Karni Astuti (B1B122121)


 Meiling Tan (B1B122132)
 Melliana Putri (B1B122134)
 Muh. Fadil Ayman (B1B122141)
 Muh. Rahmad Hidayat Ramadhan (B1B122144)
 Muhammad Alfandhy (B1B122145)
 Nadila Sulfika Almaira (B1B122149)
 Nur Wulan (B1B122155)
 Salmawati (B1B122163)

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perlindungan hak asasi manusia (HAM) adalah salah satu pilar utama dari Negara
Demokrasi, selain supremasi hukum yang dicerminkan dengan prinsip the Rule of Law.
Sebagai suatu Negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), sudah
selayaknya Indonesia mengatur perlindungan hak asasi manusia (HAM) ke dalam
konstitusinya. Perlindungan hak asasi manusia (HAM) diberikan kepada semua orang,
termasuk juga orang yang diduga dan atau telah terbukti melakukan Tindak Pidana.
Terhadap orang yang diduga melakukan suatu Tindak Pidana (sebagai tersangka atau
terdakwa) seharusnya diberikan atau perhatian atas hak-haknya sebagai manusia, sebab
dengan menyandang setatus sebagai tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, dia akan
dikenakan beberapa tindakan tertentu yang mengurangi hak-hak asasinya tersebut.

Hak asasi manusia sangatlah penting, mengingat bahwa hak asasi manusia
merupakan hak universal yang harus dilindungi dan dihormati oleh setiap individu dan
negara. Hak asasi manusia meliputi hak atas kebebasan, kesetaraan, martabat, dan hak untuk
tidak didiskriminasi, dihormati, dan dilindungi oleh hukum.
Namun, kenyataannya masih banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia di
berbagai negara, baik oleh negara itu sendiri maupun oleh pihak-pihak yang bertindak di
luar negara. Pelanggaran hak asasi manusia ini dapat berupa diskriminasi, penyiksaan,
pemerkosaan, eksekusi mati, penghilangan paksa, dan lain-lain.

Perlindungan hak asasi manusia menjadi suatu hal yang sangat penting karena
pelanggaran hak asasi manusia dapat mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan bagi
individu atau kelompok yang terkena dampaknya. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk
memperjuangkan dan melindungi hak asasi manusia harus terus dilakukan, baik di tingkat
nasional maupun internasional.

Dalam konteks internasional, ada beberapa lembaga dan instrumen hukum yang
berperan dalam perlindungan hak asasi manusia, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Di tingkat nasional, negara harus memastikan
bahwa hak asasi manusia dihormati dan dilindungi oleh hukum, serta adanya lembaga atau
mekanisme yang bertanggung jawab untuk memperjuangkan hak asasi manusia.
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian dan makna hak
asasi manusia, bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia, prinsip-prinsip hak asasi
manusia, fungsi dan tujuan perlindungan hak asasi manusia, instrumen hukum dan lembaga
internasional yang berperan dalam perlindungan hak asasi manusia, serta upaya-upaya yang

1
dapat dilakukan untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia di tingkat nasional dan
internasional.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian diatas dapat ditemukan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia?
2. Apa saja prinsip-prinsip hak asasi manusia?
3. Apa saja jenis-jenis dan contoh kasus pelanggaran hak asasi manusia?
4. Apa fungsi dan tujuan perlindungan hak asasi manusia?
5. Insturmen hukum dan lembaga internasional apa saja yang berperan dalam perlindungan
hak asasi manusia?
6. Bagaimana upaya untuk meningkatkan perlindungn hak asasi manusia di tingkat nasional
maupun internasional?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami pengertian hak asasi manusia
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip hak asasi manusia
3. Mengetahui jenis-jenis dan contoh kasus pelanggaran hak asasi manusia
4. Dapat mengetahui fungsi dan tujuan perlindungan hak asasi manusia
5. Dapat mengetahui Insturmen hukum dan lembaga internasional yang berperan dalam
perlindungan hak asasi manusia
6. Untuk mengetahui dan memahami upaya untuk meningkatkan perlindungan hak asasi
manusia di tingkat nasional maupun internasional

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia


HAM merupakan hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai
machluk Tuhan yang Maha Esa, dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.1
Pengertian HAM menurut Jan Materson dalam ungkapan yaitu Human rights could
be generally defines as those rights which are inherent in our nature and without which we
can not live as human being ( HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri
manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia).
Oleh sebab sifatnya yang dasar dan pokok HAM sering dianggap sebagai hak yang
tidak dapat dicabut atau dihilangkan oleh siapapun, bahkan tidak ada kekuasaan apapun
yang memiliki keabsahan untuk memperkosanya . Dengan kata lain, HAM perlu mendapat
jaminan oleh Negara atau Pemerintah, maka siapa saja yang melanggarnya harus mendapat
sangsi yang tegas.
Akan tetapi HAM tidak berarti bersifat mutlak tanpa batas, karena batas HAM
seseorang adalah HAM yang melekat pada orang lain. Jadi disamping Hak Asasi ada
Kewajiban Asasi; yang dalam hidup kemasyarakatan seharusnya mendapat perhatian telebih
dahulu dalam pelaksanannya.Jadi memenuhi kewajiban terlebih dahulu, baru menuntut hak.2

HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena manusia. Umat
manusia memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.3
Asal usul gagasan mengenai HAM sebagaimana disebut terdahulu bersumber dari
teori hak kodrati (natural rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori
hukum kodrati (natural law theory). Dalam perkembangannya melawan kekuasaan muncul
Gerakan pembaharuan (Renaissance) yang mengharapkan kembali kebudayaan Yunani dan
Romawi yang menghormati orang perorang.
Gerakan pembaharuan diteruskan oleh aliran hukum kodrat yang dipelopori oleh
Thomas Aquinas dan Grotius yang menegaskan bahwa setiap orang dalam kehidupan
ditentukan oleh Tuhan, tetapi semua orang apapun statusnya tunduk pada otoritas Tuhan.
Artinya, bukan hanya kekuasaan Raja saja yang dibatasi oleh aturan-aturan Ilahiah tetapi
semua manusia dianugerahi identitas individual yang unik; yang terpisah dari negara di
mana ia memiliki hak kodrati yang menyatakan bahwa setiap individu adalah makhluk
otonom.

1
UU HAM No. 39 tahun 1999 pasal 1
2
Eko Hidayat, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Indonesia, Vol. 8, Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah, 2016, hal. 81
3
Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press, Ithaca and London,
2003, p. 7.

3
Pada bagian lain, John Locke pendukung hukum kodrati berpandangan bahwa:
semua individu dikarunia alam hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan, dan harta yang
merupakan milik mereka dan tidak dapat dicabut oleh negara. Melalui suatu kontrak sosial
pengunaan hak mereka yang tidak dapat dicabut itu diserahkan kepada penguasa, apabila
penguasa memutuskan kontrak sosial itu dengan melanggar hakhak kodrati individu, rakyat
dapat menggantikannya dengan penguasa yang mampu menghormati hak-hak tersebut.
Dalam perkembangannya hak-hak individu itu memperoleh tempatnya pada:
1. Magna Carta (1215) yang berisi kompromi pembagian kekuasaan Raja John dengan
bangsawannya dan memuat gagasan HAM yang menjamin adanya perlindungan rakyat
dari penangkapan, penahanan dan pembuangan kecuali ada keputusan pengadilan yang
sah.
2. Habeas Carpus (1679) di Inggris yang mengharuskan seseorang yang ditangkap
diperiksa dalam waktu singkat.
3. Glorius Revolution di Inggris pada tahun 1688 disusul Bill of Rights (1689) yang
memuat hak-hak rakyat dan menegaskan kekuasaan Raja tunduk di bawah Parlemen.
4. Declaration of Independence 1788 yang disusun Thomas Jefferson mencantumkan
bahwa manusia karena kodratnya bebas merdeka serta memiliki hak-hak yang tidak
dapat dipisahkan atau dirampas dengan sifat kemanusiaannya berupa; hak hidup, hak
memiliki, hak mengejar kebahagiaan dan keamanan.
5. Pandangan inilah yang dibawah Marquis de lafayette ke Perancis dan dimuat di Des
Droit De L’Homme et Du Citoyen (Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara 1789)
Pasal 1 : “Tujuan setiap organisasi politik adalah pelestarian HAM yang kodrati dan
tidak dapat dicabut. Hak-hak itu adalah kebebasan (Liberty), Harta (Property), keamanan
(Safety), perlawanan terhadap penindasan (Resistence of Oppression)4

2.2 Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia

HAM mengenal beberapa prinsip yang terkandung di dalamnya. Prinsip-prinsip itu

adalah:
1) Universal
HAM harus diberikan kepada semua orang tanpa pengecualian dan tanpa
diskriminasi. Alasan mengapa semua orang berhak atas pemenuhan HAM adalah karena
mereka manusia.

2) Kesetaraan/equality
Konsep kesetaraan menekankan penghargaan terhadap martabat seluruh insan manusia.
Manusia dilahirkan setara, hal ini diakui dalam Deklarasi Universal HAM 1948.

3) Non-diskriminatif
4
Retno Kusniati, SEJARAH PERLINDUNGAN HAK HAK ASASI MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN
KONSEPSI NEGARA HUKUM,Vol. 14 No. 5, Jurnal Ilmu Hukum, 2011, hal. 83-84

4
Non diskriminatif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsep kesetaraan.
Konsep ini mendorong bahwa tidak seorangpun dapat diingkari hak asasinya karena
alasan faktor eksternal, seperti: ras, warna kulit, seks, bahasa, agama, politik dan
pandangan lain, asal nasionalitas atau sosial, kepemilikan, kelahiran atau status lain.
HAM harus dijamin bebas dari segala bentuk diskriminasi baik yang sengaja ditujukan
bagi kelompok tertentu (purposed discrimination) atau diskriminasi yang diakibatkan
oleh kebijakan tertentu.

4) Martabat manusia
Prinsip-prinsip HAM didasarkan atas pandangan bahwa setiap individu, patut untuk
dihargai dan dijunjung tinggi, tanpa memandang usia, budaya, kepercayaan, etnik, ras,
jender, orientasi seksual, bahasa, ketidakmampuan atau kelas sosial.
5) Inalienability (tidak dapat direnggut)
Hak yang dimiliki individu tidak dapat dicabut, diserahkan atau dipindahkan. Namun
dengan demikian tidak berarti HAM tidak dapat dibatasi atau dikurangi. Hal ini dapat
dilakukan oleh pemerintah dengan alasan tertentu, misalnya keamanan nasional.

6) Kewajiban (Obligation) dan tanggung jawab (responsibility)


Pemerintah merupakan pemegang tanggung jawab utama (duty bearer)dalam pemajuan,
perlindungan dan pemenuhan HAM warga Negara. Pemerintah harus mampu menjamin
bahwa HAM dipenuhi tidak secara diskriminatif. Pemerintah juga wajib untuk mengatur
agar aktivitas pihak swasta tidak mengganggu individu dalam menikmati haknya.
Kewajiban ini dikenal dengan Kewajiban untuk pemajuan (to promote), untuk
melindungi (to protect), dan untuk memenuhi (to fulfill).

7) Indivisibility (tidak dapat dipisah-pisahkan) dan Interdependensi (saling bergantung)


HAM harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan termasuk
diantaranya, hak sipil, politik, sosial, ekonomi, budaya serta hak-hak kolektif. Demikian
pula bahwa pemenuhan hak yang satu dapat mempengaruhi pemenuhan ham lainnya,
sebaliknya pelanggaran salah satu HAM juga akan melanggar HAM yang lain.5

2.3 Jenis dan Contoh Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Pelanggaran HAM diklasifikasikan menjadi pelanggaran ham berat dan ringan.
Contoh kasus pelanggaran ham ringan adalah kelalaian puskesmas memberikan vitamin
kedaluwarsa kepada ibu hamil di Jakarta pada 23 Agustus 2021. Sedangkan, salah satu
contoh kasus pelanggaran ham berat adalah kasus bom Bali pada tahun 2002 yang
menewaskan ratusan orang.
Pelanggaran HAM Ringan Pelanggaran HAM ringan adalah pelanggaran yang tidak
mengancam nyawa seseorang, tetapi tetap merugikan orang tersebut.
Macam-macam bentuk pelanggaran HAM ringan adalah:
1) Melakukan penganiayaan.
5
https://ernadkusumawati.com/2018/05/07/bagian-v-prinsip-prinsip-dalam-hak-asasi-manusia/

5
2) Melakukan hal yang dapat mencemarkan nama baik seseorang.
3) Menghalangi seseorang untuk menyampaikan aspirasinya dengan berbagai cara.
4) Melakukan aksi kekerasan dengan pemukulan.
5) Mengambil barang atau hak milik orang lain.
6) Menghalangi seseorang menjalankan ibadah. Melakukan pencemaran lingkungan.
7) Melakukan perundungan, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
8) Tindakan pemaksaan orang tua terhadap anaknya.

Pelanggaran HAM berat pelanggaran yang mengakibatkan timbulnya perbuatan


pidana terhadap raga, jiwa, martabat, peradaban, dan sumber daya kehidupan manusia.
Menurut UU Nomor 26 Tahun 2000, pelanggaran HAM berat terbagi menjadi dua yaitu
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan Genosida
1) Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
etnis, dan agama. Yang termasuk dalam tindakan kejahatan genosida adalah:
Membunuh anggota kelompok.
2) Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok.
3) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan secara
fisik.
4) Memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
5) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik. Berikut tindakan yang tergolong ke dalam
kejahatan kemanusiaan:
1) Pembunuhan.
2) Pemusnahan.
3) Perbudakan.
4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
5) Perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar ketentuan pokok hukum internasional.
6) Penyiksaan.
7) Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan kehamilan, pemandulan secara paksa,
dan bentuk kekerasan seksual lain.
8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu yang telah dilarang secara universal
oleh hukum internasional.
9) Penghilangan orang secara paksa.

6
10) Kejahatan apartheid.6

Pro kontra hukuman mati

Hukuman mati atau pidana adalah praktik yang dilakukan suatu negara untuk
membunuh seseorang sebagai hukuman atas suatu kejahatan. Vonis yang memerintahkan
seorang tersangka didakwa dengan hukuman mati dapat dikatakan telah divonis mati, dan
tindakan pelaksanaan hukuman disebut sebagai eksekusi.

Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap persoalan pilihan nilai menyangkut


hukuman mati terus berkembang secara dinamis. Kesadaran inilah yang menimbulkan pro
dan kontra terkait hukuman mati. Disatu pihak ada yang setuju dengan hukuman mati dan
dipihak lain menghendaki hukuman mati dihapuskan. Masing-masing pihak tentu
mempunyai berbagai argumen mulai dari yang paling emosional sampai pada yang paling
rasional. Perdebatan muncul lantaran pidana mati menyangkut nyawa manusia dan
merupakan vonis paling menakutkan dan dianggap paling menjerakan dibanding vonis
hukuman lainnya. Disatu sisi suara publik yang terus menyuarakan hukuman mati itu
bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Disisi lain saat ini hukum positif
mengakui adanya hukuman mati, oleh karena itu masih berlaku karena pidana di Indonesia
menganut asas Legalitas.

Menurut kelompok yang pro hukuman mati sudah selayaknya di berikan bagi para
pelaku kejahatan tertentu yang mana kejahatan tersebut termasuk dalam kategori kejahatan
luar biasa (extra ordinary crimes) seperti menghilangkan nyawa orang lain. Dimana rasa
keadilan bahwa hak untuk hidup dari pelaku kejahatan pembunuhan berencana, genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, terorisme dan pengedar narkotika itu harus dihapuskan
dengan mengabaikan hak hidup korban dari kejahatan mereka? Mereka saja telah merenggut
ham yang dimiliki orang lain untuk hidup lantas hukuman apa yang tepat selain hukuman
mati.

Kelompok yang pro terhadap hukuman mati beranggapan bahwa isu ham tetap
mempunyai batasan yaitu ham orang lain. Hal yang mendasar adalah antara HAM dengan
kewajiban asasi manusia itu seharusnya sama. Ketentuan dalam hukum positif kita bahwa
seseorang tidak bisa dipidana sebelum ada aturannya, sementara aturan saat ini diatur
sampai hukuman mati, dalam kasus-kasus tertentu diatur maksimal hukuman mati karena
saat ini masih berlaku dan sah.

Pada tahun 2007 dalam uji materi atas hukum mati pada UU No.22 Tahun 1997
tentang Narkotika, sejumlah dalil menolak hukuman mati disampaikan pada uji materi.
6
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/08/03000081/jenis-pelanggaran-ham-ringan-dan-
berat

7
Namun Mahkamah Konstitusi dengan sejumlah hakim melakukan dissenting, menolak uji
materi tersebut dan menyatakan hukuman mati tidak bertentang dengan konstitusi karena
UUD 1945 tidak menganut kemutlakan hak asasi manusia.

Namun ada kelompok orang yang menolak hukuman mati dengan beberapa alasan
pertama adalah bahwa hukuman mati itu bertentangan dengan hak untuk hidup yang dijamin
oleh pasal 28A ayat (1) UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Hukuman mati juga dianggap pengingkaran
terhadap hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaaan apapun seperti
termuat dalam pasal 28I ayat (1) UUD 1945 bahwa “Hak untuk hidup, adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Mengingat hak hidup
merupakan hak asasi manusia, maka perampasan nyawa orang lain berupa pembunuhan
dalam bentuk penjatuhan hukuman mati adalah pelanggaran ham. Indonesia juga telah
meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) melalui UU No. 12
Tahun 2005 dalam Pasal 6 ayat (1) menegaskan hak hidup adalah suatu hak yang melekat
kepada setiap individu, tanpa memandang perbedaan status kewarganegaraan.

Kedua, hukuman mati merupakan salah satu bentuk penghukuman yang kejam dan
tidak manusiawi. Hukum internasional hak asasi manusia, termasuk juga yurisprudensi
pengadilan di beberapa negara dan kawasan telah menegaskan bahwa praktik eksekusi
hukuman mati merupakan suatu tindakan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan
merendahkan derajat dan martabat seseorang.

Ketiga, rapuhnya sistem peradilan pidana, sehingga sangat terbuka peluang


kesalahan penghukuman. Dalam banyak kasus, termasuk di Indonesia, kesalahan
penghukuman (wrongful conviction) menjadi sesuatu yang seringkali tak-terhindarkan dalam
praktik hukum pidana.

Keempat, tidak sejalan dengan arah pembaruan hukum pidana. Pemberlakuan pidana
mati cenderung menekankan aspek balas dendam (retributive). Padahal di sisi lain,
paradigma dalam tatanan hukum pidana telah mengalami perubahan ke arah keadilan
restoratif (restorative justice).

Kelima, Menurut pandangan konvensional, hukuman mati dianggap perlu untuk


mencegah seseorang agar tidak melakukan kejahatan. Sebaliknya, survei komprehensif yang
dilakukan oleh PBB, pada 1988 dan 1996, menemukan fakta tiadanya bukti ilmiah yang
menunjukan bahwa eksekusi hukuman mati memiliki efek jera yang lebih besar dari
hukuman penjara seumur hidup.

Keenam, penderitaan mendalam yang dialami keluarga korban akibat eksekusi.


Penderitaan yang dialami dalam pemberian hukuman mati tidak hanya dialami korban atau
orang yang dieksekusi semata (terpidana), tetapi juga oleh keluarganya (co-victims).
Penderitaan tersebut terjadi dalam beberapa tahapan, mulai dari shock, emosi, depresi dan
kesepian, gejala fisik distress, panik, bersalah, permusuhan dan kebencian, ketidakmampuan
untuk kembali ke kegiatan biasa, harapan, dan penegasan realitas baru mereka.

8
Ketujuh, kecenderungan internasional yang semakin meninggalkan praktik hukuman
mati. Laporan Amnesty International menyebutkan, sampai dengan April 2015, sedikitnya
140 negara telah menerapkan kebijakan abolisionis terhadap hukuman mati, baik secara
hukum (de jure) maupun secara praktik (de facto). Sedangkan yang masih menerapkan dan
menjalankan praktik hukuman mati, tinggal 55 negara.

Namun Pilihan sudah ditetapkan. Pidana mati sudah merupakan suatu ketentuan
hukum positif. Kesadaran sebagian besar masyarakat Indonesia masih menghendaki untuk
mempertahankan hukuman mati. Konsekwensinya eksekusi pidana mati harus dijalankan.
Immanue Kant pernah berkata, “Bahkan jika suatu masyarakat telah berketetapan hati untuk
membubarkan dirinya sendiripun, pembunuh terakhir yang meringkuk di dalam penjara
harus dieksekusi”.

Mungkin suatu saat nanti apabila kesadaran masyarakat sudah lebih baik tidak perlu
ada hukuman yang bernama hukuman mati, karena sudah tidak ada lagi orang yang
melakukan kejahatan yang harus diancam dengan hukuman mati.7

Pro Kontra Hukuman Mati Ferdy Sambo

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada
Ferdy Sambo terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua
Hutabarat atau Brigadir J.

Ferdy Sambo bukan orang pertama yang mendapat hukuman mati, namun sebelumnya ada
beberapa orang yang dijatuhi hukuman mati seperti Amrozi, Mary Jane hingga Freddy
Budiman. Vonis hukuman mati sendiri sebenarnya menuai banyak pro kontra di Indonesia.

Bagi pihak keluarga, hukuman mati ini merupakan hukuman yang diharapkan sebab sepadan
dengan perbutan yang Ferdy Sambo lakukan pada putra mereka, Ibunda Brigadir J juga
mengatakan harapannya agar seluruh terdakwa mendapat hukuman yang setimpal pula.

Vonis mati pada Mantan Kadiv Propram Polri ini juga mendapat perhatian dari
Menkopolhukam Mahfud Md, menurutnya vonis mati yang dijatuhkan sudah sesuai dengan
rasa keadilan publik, ia juga menambahkan vonis tersebut dijatuhkan bukan tanpa alasan
namun karena perbuatan tersebut sudah termasuk perbuatan yang sangat kejam. Mahfud Md
juga memuji kinerja para Hakim yang baik dan independen.

Mahfud mengatakan vonis itu sesuai dengan rasa keadilan publik. “Makanya vonisnya
sesuai dengan rasa keadilan publik, Sambo dijatuhi hukuman hati,”

Meskipun banyak pihak pro terhadap putusan hakim, ada pula sebagian pihak yang menolak
vonis mati terhadap Ferdy Sambo ini. Menurut Maulidiyanti selaku koordinator Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan bahwa vonis mati
tidak sejalan dengan semangat moratorium terhadap eksekusi mati. Koordinator KontraS
juga mengatakan bahwa kritik ini tidak hanya berlaku untuk kasus Sambo, namun juga pada
7
Hukuman Mati dan HAM (kemenkumham.go.id)

9
siapapun.

Begitu hal nya dengan pihak Komnas HAM yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
vonis mati yang dijatuhkan pada terdakwa. Menurut Komisioner Komnas HAM Hari
Kurniawan, penggunaan hukuman mati dalam pemidanaan seharusnya dihapus dari sistem
hukum di Indonesia.

"Komnas HAM memandang bahwa penggunaan hukuman mati dalam pemidanaan


seharusnya dihapus dari sistem hukum di Indonesia.”8

2.4 Fungsi dan Tujuan Perlindungan Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada setiap individu sebagai
manusia. Fungsi utama dari perlindungan HAM adalah untuk memastikan bahwa hak-hak
tersebut diakui, dihormati, dan dilindungi oleh negara serta masyarakat, dan bahwa setiap
pelanggaran terhadap hak tersebut diatasi. Fungsi perlindungan HAM adalah untuk
menjamin bahwa hak asasi manusia diakui, dihormati, dan dilindungi oleh negara serta
masyarakat, dan bahwa setiap pelanggaran terhadap hak tersebut diatasi. Perlindungan HAM
juga berfungsi untuk memperkuat demokrasi dan menjaga ketertiban dalam masyarakat.
Fungsi dari perlindungan HAM adalah untuk menjamin hak-hak dasar individu dan
mencegah penindasan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Tujuan dari perlindungan HAM adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil,
setara, dan sejahtera di mana hak asasi manusia dipenuhi untuk semua orang tanpa
diskriminasi.Tujuan dari perlindungan HAM adalah untuk melindungi martabat dan nilai-
nilai kemanusiaan individu, memastikan kebebasan dan hak-hak dasar individu, dan
mencegah penindasan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Tujuan dari perlindungan HAM adalah untuk menjamin bahwa hak-hak asasi
manusia diakui dan dihormati dalam konstitusi dan undang-undang negara, serta melalui
lembaga-lembaga seperti ombudsman dan pengadilan hak asasi manusia. Selain itu
perlindungan HAM juga bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil, setara, dan
sejahtera di mana hak asasi manusia dipenuhi untuk semua orang tanpa diskriminasi. 9

8
tempo.co, Rentetan Pro-kontra Hukuman Mati Ferdy Sambo, https://nasional.tempo.co/read/1691587/rentetan-
pro-kontra-hukuman-mati-ferdy-sambo (diakses pada 28 maret 2023)
9
Fauzi, Wildan. (2021) Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Mewujudkan Keberlanjutan
Pembangunan. Jurnal Kajian Hukum dan Sosial, vol. 3, no. 1, pp. 14-22.

Yuliana, Nana. (2021) Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kedaulatan Negara. Jurnal Hukum
Reformasi, vol. 7, no. 1, pp. 85-94.

Faisal, Ahmad. (2021) Peran Perlindungan HAM dalam Mewujudkan Pembangunan


Berkelanjutan. Jurnal Sosial Humaniora, vol. 3, no. 1, pp. 28-38.
10
2.5 Instrumen Hukum dan Lembaga yang Berperan Dalam Perlindungan Hak Asasi
Manusia
A. Intrumen Hukum Perlindungan HAM
Ketentuan atau peraturan hukum Hak Asasi Manusia atau dengan istilah lain di
sebut Instrumen hukum HAM adalah instrumen atau alat digunakan untuk menegakkan
Hak Asasi Manusia dan menjamin perlindungan HAM yang dalam hal ini berupa
peraturan Perundangundangan. Di bawah ini beberapa contoh instumen hukum dalam
rangka penagakan HAM Indonesia di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mengandung pemikiran bahwa
manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek
individual (pribadi) dan aspek sosial (bermasyarakat). Pancasila menjunjung
tinggi keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makluk Tuhan sehingga
setiap orang memiliki kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang
lain.
2) TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM yang di kukuhkan Pada sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang di selenggarakan pada tanggal 13
November 1998 sebagai salah satu bentuk dan upaya pemerintah pusat untuk
menghadapi masalah pelanggaran HAM yang kian marak di Indonesia dan
tentang penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Selain itu, hadirnya TAP MPR
ini adalah sebagai upaya untuk menjawab tuntutan reformasi yang berlangsung
pada tahun 1998. Adapun kandungan dari TAP MPR tersebut
No.XVII/MPR/1998 tentang HAM yaitu :
 Pasal 2 berbunyi “Menugaskan kepada Lembaga-Lembaga Tinggi Negara dan
seluruh Aparatur Pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan
menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh
masyarakat”.
 Pasal 3 yang berbunyi “Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan
Dewan Perwailan Rakyat Republik Indonesia untuk meratifikasi berbagai
instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang
tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD
1945)
Hak Asasi Manusia dalam bidang politik, ekonomi, social, dan budaya dalam hal
ini sangat di tegaskan di dalam pasal-pasal dalam UUD 1945. Pasal-pasal
tersebut adalah:
• Pasal 27 ayat (1), (2), dan (3);
• Pasal 28 A;

11
• Pasal 28 B ayat (1), (2);
• Pasal 28 C ayat (1) dan (2);
• Pasal 28D ayat (1), (2), (3) dan (4);
• Pasal 28E ayat (1), (2), (3)
• Pasal 28F
• Pasal 28G ayat (1) dan (2)
• Pasal 28H ayat (1), (2), (3) dan (4)
• Pasal 28I ayat (1), (2), (3), (4) dan (5)
• Pasal 28J ayat (1) dan (2)
4) Undang-Undang
a. Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang ini merupakan salah satu instrumen hukum tentang Hak Asasi
Manusia yang merupakan instrumen pokok untuk melindungi dan menjamin
semua hak setiap individu manusia. Undang-undang ini merujuk pada
kategorisasi yang termasuk dalam ICCPR, UDHR, CRC, ICESCR, dan lain
sebagainya. Sehingga pembahasan tentang pengakuan, penghormatan dan
perlindungan hak-hak asasi manusia yang sangat luas di muat secara detail
dalam Undangundang ini. Selain itu, Undang-Undang ini memiliki beberapa
kekurangan yang cukup mendasar, beberapa di antaranya yaitu tentang
penjabaran dan pemahaman hak asasi manusia dan masih menempatkan
kewajiban asasi manusia yang seharusnya termasuk ke dalam ranah hukum
pidana. Selain itu, konsep tentang HAM dalam Undang- Undang ini terdapat
pengkaburan dalam hal pertanggungjawaban hukumnya hal ini di sebabkan
karena Undang-Undang ini masih belum bisa membedakan secara jelas antara
konsep tentang hak asasi manusia dan konsep tentang hukum pidana pada
umumnya.
b. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
e. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis.
f. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau
Buruh.
g. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Di samping berbagai instrumen hukum dalam hal penegakan hukum hak asasi manusia
di sebutkan diatas, peraturan hukum yang mengatur tentang penegakan HAM lainnya
yang menjadi media tanggung jawab masih cukup banyak yang di gunakan untuk
memenuhi, menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia, seperti UU No. 21 tahun
2007 tentang Perdagangan Orang, UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganeraan
12
Indonesia, UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 3
tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 40 tahun 1999 tentan Pers, UU No. 2 tahun 2002
tentang Kepolisian, UU No. 3 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 3 tahun 2009 tentang Mahkamah
Agung, dan beberapa lainnya. Dalam kondisi ini dimensi penghormatan, perlindungan,
dan pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam instrumen hukum hak asasi manusia tersebut
memberikan pengaruh yang cukup besar dalam rangka penegakan hak asasi manusia di
Indonesia.10

B. Lembaga yang Berperan dalam Perlindungan HAM


Berikut nama-nama lembaga yang berperan dalam perlindungan HAM:
1) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI
2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
3) Pengadilan Hak Asasi Manusia
4) Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan
5) Komisi Nasional Perlindungan Anak
6) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
7) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
8) Komisi untuk orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
9) Lembaga Study dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
10) Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI).11

2.6 Upaya Peningkatan Perlindungan Hak Asasi Manusia Secara Nasional dan
Iternasional
A. Upaya Peningkatan Perlindungan HAM Secara Nasional
1) Penetapan Undang-Undang tentang HAM
Undang-Undang tentang HAM menjadi dasar hukum yang memberikan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia di Indonesia. Sumbernya adalah
UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

2) Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)


Komnas HAM adalah lembaga independen yang dibentuk untuk melindungi,
mempromosikan, dan memajukan HAM di Indonesia. Sumbernya adalah UU No.
39 Tahun 1999 tentang HAM.

10
Islamica, Justicia. (2018) Instrumen Hukum Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Jurnal Instrumen Hukum Penegakan Hak Asasi Manusia, vol. 15, no. 1, pp. 130-133.
11
https://www.bola.com/ragam/read/5070777/daftar-nama-lembaga-perlindungan-ham-di-
indonesia

13
3) Pelaksanaan program pembangunan HAM
Program pembangunan HAM dilaksanakan untuk memastikan bahwa hak asasi
manusia diakui dan dilindungi dalam pembangunan nasional. Sumbernya adalah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

4) Pelaksanaan kebijakan pemenuhan hak-hak khusus


Kebijakan pemenuhan hak-hak khusus meliputi hak anak, hak perempuan, hak
disabilitas, hak buruh migran, dan hak kelompok minoritas. Sumbernya adalah
berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah terkait.

5) Peningkatan pengawasan terhadap pelanggaran HAM


Peningkatan pengawasan terhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui berbagai
mekanisme, seperti pemeriksaan oleh lembaga independen, pengadilan, dan
investigasi oleh Komnas HAM. Sumbernya adalah berbagai undang-undang dan
peraturan pemerintah terkait.

6) Pelatihan dan pengembangan kapasitas aparat penegak hukum


Pelatihan dan pengembangan kapasitas aparat penegak hukum diperlukan untuk
memastikan bahwa mereka dapat menangani kasus pelanggaran HAM secara
profesional dan efektif. Sumbernya adalah berbagai program pelatihan dan
pengembangan kapasitas yang diselenggarakan oleh pemerintah, lembaga
independen, dan organisasi masyarakat sipil.12

B. Upaya Peningkatan Perlindungan HAM Secara Internasional


Berikut beberapa upaya peningkatan perlindungan HAM secara internasional:
1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia merupakan salah satu dokumen penting
dalam upaya peningkatan perlindungan HAM di tingkat internasional. Dokumen ini
disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 dan
menguraikan 30 hak asasi manusia yang diakui secara universal.

2) Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial


oleh PBB
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
merupakan salah satu instrumen internasional dalam upaya peningkatan
perlindungan HAM. Konvensi ini disahkan oleh PBB pada tanggal 21 Desember
1965 dan menetapkan bahwa segala bentuk diskriminasi rasial harus dihapuskan.

3) Deklarasi dan Program Aksi Wina tentang Hak Asasi Manusia oleh PBB
12
https://www.bola.com/ragam/read/5103310/macam-macam-upaya-penegakan-ham-di-
indonesia
14
Deklarasi dan Program Aksi Wina tentang Hak Asasi Manusia merupakan salah
satu hasil dari Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan
oleh PBB pada tahun 1993. Dokumen ini berisi serangkaian rekomendasi dan
tindakan konkret untuk memperkuat perlindungan HAM di tingkat internasional.

4) Pengadilan Pidana Internasional oleh PBB


Pengadilan Pidana Internasional (ICC) adalah lembaga internasional yang dibentuk
untuk mengadili pelanggaran HAM yang dilakukan oleh individu atau negara. ICC
didirikan oleh Statuta Roma pada tahun 1998 dan saat ini memiliki 123 negara
anggota.

5) Komisi Hak Asasi Manusia PBB


Komisi Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) adalah badan internasional yang
bertanggung jawab untuk mempromosikan dan melindungi HAM di seluruh dunia.
UNHRC didirikan pada tahun 2006 dan saat ini terdiri dari 47 anggota yang dipilih
oleh Majelis Umum PBB.13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat dikatakan bahwa perlindungan hak asasi manusia (HAM) merupakan sebuah
kebutuhan yang sangat penting bagi seluruh manusia di dunia. Setiap individu berhak
mendapatkan perlindungan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap hak-haknya sebagai
manusia. Hal ini diakui secara universal melalui berbagai instrumen hukum dan deklarasi
yang disahkan di tingkat nasional dan internasional.

Upaya-upaya peningkatan perlindungan HAM telah dilakukan di berbagai negara di


seluruh dunia, baik melalui regulasi hukum, kebijakan publik, maupun pengawasan dan

13
https://kumparan.com/myanda-jovanka/perlindungan-ham-dalam-kerangka-hukum-
internasional/4

15
pemantauan. Namun, masih banyak pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai negara dan
wilayah, baik oleh negara maupun oleh pihak swasta.

Dalam rangka meningkatkan perlindungan HAM, perlu dilakukan kerjasama dan


koordinasi yang erat antara pihak-pihak terkait, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Pihak pemerintah, lembaga HAM, organisasi masyarakat sipil, dan
masyarakat secara keseluruhan harus bekerja sama untuk mendorong terwujudnya
perlindungan HAM yang lebih baik di masa depan.
Dengan terus meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang HAM, diharapkan
masyarakat dapat menjadi lebih proaktif dalam mengawasi pelanggaran HAM dan
membantu memperkuat perlindungan HAM di berbagai tingkat, sehingga seluruh manusia
dapat hidup dengan martabat yang sama dan sejahtera.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, terdapat beberapa saran yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan perlindungan HAM di masa depan. Pertama, negara-negara
perlu mematuhi dan melaksanakan konvensi dan perjanjian HAM yang telah disepakati
secara internasional. Kedua, dibutuhkan upaya lebih lanjut dalam mengedukasi masyarakat
mengenai pentingnya HAM dan bagaimana masyarakat dapat memperjuangkan hak-hak
tersebut. Ketiga, lembaga HAM perlu diberikan otoritas yang lebih besar untuk mengawasi
dan menindak pelanggaran HAM.

DAFTAR PUSTAKA
UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Hidayat, Eko. “Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Indonesia”, Vol. 8,
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 2016, hal. 81

Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press,
Ithaca and London, 2003, p. 7.

Kusniati, Retno. “SEJARAH PERLINDUNGAN HAK HAK ASASI MANUSIA DALAM KAITANNYA
DENGAN KONSEPSI NEGARA HUKUM”,Vol. 14 No. 5, Jurnal Ilmu Hukum, 2011, hal. 83-84

https://ernadkusumawati.com/2018/05/07/bagian-v-prinsip-prinsip-dalam-hak-asasi-manusia/
(diakses pada 28 maret 2023)

16
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/08/03000081/jenis-pelanggaran-ham-ringan-dan-berat
(diakses pada 28 maret 2023)

Hukuman Mati dan HAM (kemenkumham.go.id) (diakses pada 27 maret 2023)

tempo.co, Rentetan Pro-kontra Hukuman Mati Ferdy Sambo,


https://nasional.tempo.co/read/1691587/rentetan-pro-kontra-hukuman-mati-ferdy-sambo
(diakses pada 28 maret 2023)

Fauzi, Wildan. (2021) Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Mewujudkan Keberlanjutan
Pembangunan. Jurnal Kajian Hukum dan Sosial, vol. 3, no. 1, pp. 14-22.

Yuliana, Nana. (2021) Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kedaulatan Negara. Jurnal Hukum
Reformasi, vol. 7, no. 1, pp. 85-94.

Faisal, Ahmad. (2021) Peran Perlindungan HAM dalam Mewujudkan Pembangunan


Berkelanjutan. Jurnal Sosial Humaniora, vol. 3, no. 1, pp. 28-38.

Islamica, Justicia. (2018) Instrumen Hukum Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jurnal
Instrumen Hukum Penegakan Hak Asasi Manusia, vol. 15, no. 1, pp. 130-133.

https://www.bola.com/ragam/read/5070777/daftar-nama-lembaga-perlindungan-ham-di-
indonesia (diakses pada 28 maret 2023)
https://kumparan.com/myanda-jovanka/perlindungan-ham-dalam-kerangka-hukum-
internasional/4 (diakses pada 28 maret 2023)
https://www.bola.com/ragam/read/5103310/macam-macam-upaya-penegakan-ham-di-indonesia
(diakses pada 28 maret 2023)

17

Anda mungkin juga menyukai