Anda di halaman 1dari 21

1

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HAM dan Demokrasi dalam
Islam” dengan baik.
Makalah ini disusun berdasarkan tugas yang diberikan oleh Bapak Ahmad Farhan
Syadadd selaku Dosen Pendidikan Agama Islam. Dengan adanya makalah ini kami berharap
dapat memberikan manfaat bagi semua dan terutama bagi penulis itu sendiri.
Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan kepada semua pihak yang telah terlibat
dalam penyusunan makalah ini, antara lain :
1. Ucapan syukur kami kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tanpa gangguan.
2. Dosen Pendidikan Agama Islam, yaitu Bapak Ahmad Syadadd yang telah membimbing
kami dalam menyusun makalah ini.
3. Keluarga yang senantiasa mendukung kami.
4. Teman-teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah.
5. Semua pihak yang telah terlibat yang tak dapat kami sebutkan satu-persatu.
Kami menyadari makalah ini masih memiliki banyaki kekurangan. Sehingga kami
mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih
baik lagi.

Bogor, 10 November 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HAM dan demokrasi dalam islam berisi tentang penjelasan konsep-konsep hukum islam,
HAM menurut islam dan demokrasi dalam Islam meliputi prinsip bermusyawarah dan
pengambilan keputusan sesuai sesuai dengan sya’riat Islam.
Islam sebagai agama bagi pengikutnya meyakini konsep Islam adalah sebagai way of life yang
berarti pandangan hidup. Islam menurut para penganutnya merupakan konsep yang lengkap
mengatur segala aspek kehidupan manusia. Begitu juga dalam pengaturan mengenai hak asasi
manusia Islam pun mengtur mengenai hak asasi manusia. Islam adalah agama rahmatan lil
alamin yang berarti agama rahmat bagi seluruh alam. Bahkan dalam ketidakadilan sosial
sekalipun Islam pun mengatur mengenai konsep kaum mustadhafin yang harus dibela.
Dalam Islam, konsep mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat tersendiri dalam
pemikiran Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam sebenarnya yang telah
mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam demokrasi, pengakuan terhadap
hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial. Berbagai macam pemikiran tentang demokrasi
dapat dengan mudah kita temukan didalamnya konsep tentang penegakan HAM.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak pengertian
diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi Islam dianggap
sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, yaitu
musyawarah (syura), persetujuan (ijma’), dan penilaian interpretative yang mandiri (ijtihad).
Hukum, Hak Asasi Manusia, dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah adanya
penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu rapuh
apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemenuhan dan perlindungan
HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hak-hak asasi manusia menurut pandangan dalam Islam ?
2. Bagaimana pelaksanaan demokrasi dalam Islam ?
C. Tujuan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum Islam sebagai bagian dari Agama Islam di
Indonesia
2. Untuk memahami hak-hak asasi manusia menurut pandangan dalam Islam dan pandangan
Barat
3. Untuk mengetahui pelaksanaan demokrasi dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
HAM DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM
A. KONSEP HAM DALAM ISLAM
APA ITU HAM?

Secara universal, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat
pada diri manusia semenjak ia berada dalam kandungan sampai meninggal dunia yang harus
mendapat perlindungan.

Dalam Islam hak-hak asasi manusia tidak hanya menekankan kepada hak-hak manusia saja,
tetapi hak-hak itu dilandasi oleh kewajiban asasi untuk mengabdi hanya kepada Allah sebagai
penciptanya. Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat
memaafkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi
haknya. Bahkan suatu negara Islam pun tidak dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak yang
dimiliki seseorang. Negara harus terikat memberikan hukuman kepada pelanggar HAM dan
memberikan bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang dilanggar
HAM nya telah mema’afkan pelanggar HAM tersebut.

B. MACAM MACAM HAM DALAM ISLAM DAN BARAT

1. HAM Menurut Konsep Barat

Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis
berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki
sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini,
muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan
tentang hak asasi manusia.

Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun
1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-
tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26
Agustus 1789.
Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember
1948. Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan
yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi
bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat
manusia.

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran
barat, diantaranya :

1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan,
kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di
dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan
kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
3. Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap
negara untuk kepentingan warga dan kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara
kepada warganya.

Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara
menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya
mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya.
Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik
di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi
seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.

2. HAM Menurut Konsep Islam


Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal.
Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh
diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan
kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja
menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban
memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa
ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya
menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi
melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-
orang yang tidak mau membayar zakat.

Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab
pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk
tetap memerintah. Allah berfirman:

"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka
menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan
munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)

Jaminan Hak Pribadi

Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst."  (QS. 24: 27-28)

Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam
Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah ointu atau melalui lubang
tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga
mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya, walaupun ia mampu membayar
denda. Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada negara.
Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu masyarakat. Rasulullah
saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak
mereka." Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar: 

"Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah
terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari
amal perbuatan kalian."
Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah
Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-
cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan upayanya
dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran
bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang dilarang agama.

Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya


menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari
bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa
setiap kemunkaran yang berlum tampak bukti-buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu
dianggap kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya.
Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.
C. PANDANGAN ISLAM

Dalam konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas kepada
Allah, karena ia harus mematuhi hukum-Nya.

Manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah sebagaimana dinyatakan
dalam Al-Qur’an surat Al-Zariyat ayat 56, artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

Dari ketentuan ayat di atas, menunjukan manusia mempunyai kewajiban mengikuti ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang diperintahkan kepada umat manusia
dibagi dalam 2 kategori, yaitu:

1) huququllah (hak-hak Allah)  yaitu kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah yang


diwujudkan dalam sebuah ritual ibadah

2) huququl’ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewaajiban manusia terhadap


sesamanya dan terhadap makhluk-mahkluk Allah lainnya.

Hak Asasi Manusia dijamin oleh agama Islam bagi manusia dikalsifikasikan kedalam dua
kategori yaitu :
1. HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
2. HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda dalam situasi
tertentu. Status, posisi, dan lain-lain yang mereka miliki. Hak-hak khusus bagi non muslim,
kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya seperti hak hidup, hak-hak milik,
perlindungan kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan pribadi dan sebagainya.
The Universal Declaration Of Human Rights di dunia mengikat semua bangsa, untuk
menghargai Hak Asasi Manusia, meski faktanya dunia barat cukup banyak melanggarnya.
Dengan demikian para ahli hukum Islam mengemukakan “Universal Islamic Declaration
Human Right”, yang diangkat dari al-qur’an dan sunnah Islam terdiri XXIII Bab dan 63 pasal
yang meilputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia antara lain :
o Hak hidup
o Hak untuk mendapatkan kebebasan
o Hak atas persamaan kedudukan
o Hak untuk mendapatkan keadilan
o Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan
o Hak untuk mendapatkaan perlindungan dari penyiksaan
o Hak untuk mendapatkan perlindungan atas kehormatan nama baik
o Hak untuk bebas berpikir dan berbicara
o Hak untuk bebas memilih agama
o Hak untuk bebas berkumpul dan berorganisasi
o Hak untuk mengatur tata kehidupan ekonomi
o Hak atas jaminan sosial
o Hak untuk bebas mempunyai keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
o Hak-hak bagi wanita dalam kehidupan rumah tangga
o Hak untuk mendapatkan pendidikan dan sebagainya.

D. PRINSIP-PRINSIP HAM DALAM ISLAM

Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights diungkap


dalam berbagai ayat antara lain :

1. Martabat manusia

Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang tinggi.
Kemulian martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pada makhluk lain. Martabat
yang tinggi yang dianugerahkan Allah kepada manusia, pada hakekatnya merupakan fitrah yang
tidak dapat dipisahkan dari diri manusia.

Q.S Al Isra’ (17) ayat 70. Artinya : “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan…”

Q.S Al Maidah (5) ayat 32. Artinya : “ …Barang siapa yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya…”

Mengenai martabat manusia ini telah digariskan dalam Universal declaration of Human Rights
dalam Pasal 1 dan Pasal 3.
Pasal 1 menyebutkan, ”...Semua makhluk manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai hak-hak
serta maratabat yang sama …”

Pasal 3 menyebutkan, “...Setiap orang berhak untuk hidup, berhak akan kemerdekaan dan
jaminan pribadi...”

2. Persamaan

Pada dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya satu
ukuran yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yakni
ketaqwaannya.

Q.S Al Hujurat (49) ayat 13. 

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Prinsip persamaan ini dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam Pasal 6 dan
Pasal 7.

Pasal 6 menyebutkan, “...Setiap orang berhak mendapat pengakuan di mana saja sebagai


seorang pribadi di muka hukum...”

Pasal 7 menyebutkan, “...Semua orang sama di muka hukum dan berhak atas perlindungan
yang sama di muka hukum tanpa perbedaan…”

3. Kebebasan menyatakan pendapat

Al Qur’an memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal pikiran mereka
terutama untuk menyatakan pendapat mereka yang benar. Perintah ini secara khusus ditujukan
kepada manusia yang beriman agar berani menyatakan kebenaran.

Q.S Ali Imran (3) ayat 110. Artinya : “...Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar…”
 Hak untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal Declaration of
Human Rights Pasal 19 “...Semua orang berhak atas kemerdekaan mempunyai dan melahirkan
pendapat…”

4. Kebebasan beragama

Prinsip kebebasan beragama ini dengan jelas disebutkan dalam Al Qur’an 

surat Al-Baqarah (2) ayat 256. 

Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” Dan

Q.S Al Kafirun (109) ayat 6. Artinya : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”

Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan
beragama. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 dari Universal Declaration of Human Rights, yang
menyatakan “...Setiap orang mempunyai hak untuk merdeka berfikir, berperasaan, dan
beragama …”

5. Hak jaminan sosial

Di dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup bagi
seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah kehidupan fakir miskin harus diperhatikan
oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya
berputar di antara orang-orang yang kaya saja.

Q.S Az-Zariyat (51) ayat 19. Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”

Q.S Al Ma’arij (70) ayat 24. Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian
tertentu.”

Dalam Al Qur’an juga disebutkan dengan jelas perintah bagi umat Islam untuk menunaikan
zakat. Tujuan zakat antara lain adalah untuk melenyapkan kemiskinan dan menciptakan
pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila jaminan sosial yang ada
dalam Al Qur’an diperhatikan dengan jelas sesuai dengan Pasal 22 dari Universal Declaration
of Human Rights, yang menyebutkan “Sebagai anggota masyarakat, setiap orang mempunyai
hak atas jaminan sosial…”
6. Hak atas harta benda

Sesuai dengan harkat dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang
merupakan kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun,
tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum, menurut
tatacara yang telah ditentukan lebih dahulu. Allah telah memberikan sanksi yang berat terhadap
mereka yang telah merampas hak orang lain.

surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya : “Laki-laki yang mecuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah …” Hal ini sesuai dengan Pasal 17 dari Universal Declaration of Human
Rights menyebutkan:

Ayat (1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama orang lain.

Ayat (2) Tidak seorangpun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang.
E. HAK-HAK MANUSIA

Ada beberapa hak kemanusiaan yang secara tekstual digariskan dalam Alquran. Setidaknya kita
menjumpai adanya lima belas hak yang tertera-dan harus dijamin oleh setiap manusia- dengan
jelas dalam Alquran.

Pertama, “hak persamaan dan kebebasan.”

Alquran sangat berkepentingan dalam penjaminan bagi persamaan seluruh entitas kemanusiaan,
serta memberikan kebebasan bagi mereka untuk berbuat apa saja, termasuk didalamnya untuk
menjadi penentang Tuhan. Karena itu agama Islam kemudian juga sangat dikenal sebagai agama
pembebas. Terutama bagi orang-orang yang tertindas. Baik tertindas karena kultur maupun
struktur. Citra pembebasan dan persamaan itu dapat kita lihat dalam Q.S. Ali Imran: 104, 110 &
159, An-Nisa’: 58, 105, 107 & 135, At-Thur: 21. Asy-Syura: 10 & 38, At-Tahrim: 10, Al-A’raf:
185 & 199.

Kedua, “hak hidup”.

Alquran sangat menekankan perlunya kehdupan seseorang demi suatu tujuan yaitu menyembah
pencipta-Nya. Karenanya Alquran mengutuk seseorang yang membunuh nyawa tanpa suatu
alasan yang dapat membenarkannya. Barangsiapa membunuh tanpa alasan yang benar, baginya
juga mendapat hukuman kematian (qishas). Dan barangsiapa membunuh satu jiwa, Alquran
menganggap sama dengan membunuh jiwa-jiwa yang lainnya. Pengakuan itu dapat kita baca
dalam QS. Al-Baqarah: 256. Al-Isra’; 45. Al-Maidah: 17-18 & 45. Al-Bayyinah: 5. An-Nur: 27
& 28.

Ketiga, “hak memperoleh perlindungan.”

Alquran sangat menghargai bagi seseorang yang mau saling menolong dan saling melindungi.
Terutama berkenaan dengan hal-hal yang dianjurkan oleh agama. Sikap ini terdapat dalam QS.
Al-Insan : 8. Al-Balad : 12-17.

Keempat, “hak kehormatan pribadi”.

Alquran meminta kepada semua orang tanpa kecuali untuk menghormati dan menjaga
kehormatan seseorang. Sampai-sampai, bagi orang Muslim apabila diminta untuk melindungi
orang musyrik di waktu perang dia pun harus melindunginya. Orang Islam juga dilarang
memasuki rumah tetangga kecuali setelah mendapat izinnya. Hal ini dilakukan demi menjaga
kehormatan yang punya rumah. Juga dilarang mengolok-olok sesama manusia. Sikap dan
perintah ini dapat kita lihat dalam QS. An-Nur 24:27, At-Taubah 9: 6, Al-Hujurat 49: 11-12, An-
Nisa’ 4: 148-149.

Kelima, “hak menikah dan berkeluarga”.

Alquran menyarankan bagi setiap orang untuk menikah dengan etika yang dijelaskan kemudian.
Karena keluarga adalah tulang punggung agama dan negara. Sehingga setiap orang punya hak
yang sama untuk berkeluarga. Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 187, 221 & 223. Rum: 21.
An-Nisa’ 17, 32 & 34. At-Tahrim :6, Thaha: 132.

Keenam, “hak sederajat”.

Setiap orang tanpa kecuali dijamin kesamaannya. Yang membedakan dari setiap orang hanyalah
ketakwaannya. Jaminan kesederajatan ini dapat dilihat dalam QS. Al-Hujurat 49: 13 dan Al-
Baqarah : 228.

Ketujuh, “hak anak terhadap orang tuanya.”

Setiap anak mempunyai hak yang dijamin juga oleh Alquran. Dengan jaminan tersebut, orang
tua tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap anak-anaknya. Hal ini terdapat dalam QS.
Al-Baqarah: 233. Al-Isra’ : 23-24.

Kedelapan, “hak memperoleh pendidikan dan berperang serta dalam pengembangan iptek.”

Alquran sangat menganjurkan setiap manusia untuk berpikir, bertindak dan berbuat sesuai
dengan kaidah ilmiah. Sehingga kaum Muslim diharuskan pandai dalam segala urusannya. Hal
tersebut terdapat dalam QS. At-Taubah: 122, Al-‘Alaq: 1-5.

Kesembilan, “hak bebas memilih agama”.

Alquran juga menjamin kebebasan seseorang dalam beragama, bahkan untuk tidak beragama.
Bagi siapa saja yang ingin beragama selain Islam, Alquran menyatakan harus
mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan.
Sehingga menjadi urusan privat antara Tuhan dan Manusia yang bersangkutan. Hal tersebut
terdapat dalam QS. Al-Baqarah : 217 & 256, Al-Kahfi : 29, Yunus : 99, An-Nahl : 125, Al-
Ankabut: 46.

Kesepuluh, “hak bebas bertindak dan mencari suaka.”

Setiap orang yang merasa terancam, dapat meminta suaka atau perlindungan pada siapa pun. Dan
bagi siapa saja yang diminta perlindungan atau suaka, harus memberikannya tanpa pandang bulu.
Kecuali nantinya terbukti, orang tersebut berbuat salah. Hal ini terdapat dalam QS. An-Nisa’ : 97
F. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HAM DALAM PANDANGAN ISLAM & BARAT

1. PERSAMAAN

 MARTABAT MANUSIA
ISLAM : Q.S 17:70, 17:33, 5:32, Dll
UDHR : Pasal 1 dan 3
 PRINSIP PERSAMAAN
ISLAM : Q.S 49:13
UDHR : Pasal 6 dan 7
 PRINSIP KEBEBASAN BERAGAMA
ISLAM : Q.S 2:256, 88:22, 50:45
UDHR : Pasal 18
 HAK ATAS JAMINAN SOSIAL
ISLAM : Q.S 51:19, 70:24
UDHR : Pasal 22

2. PERBEDAAN
HAM ISLAM
 Bersumber pada ajaran al-Qur’an dan Hadits
 Bersifat theosentris
 Keseimbangan antara hak dan kewajiban
 Kepentingan social di perhatikan
 Manusia diliat sebagai makhluk yang dititipi hak dasar oleh Tuhan (ALLAH SWT),
dank arena itu mereka wajib mensyukuri dan memeliharanya.

HAM BARAT (UDHR)

 Bersumber pada pemikiran filosofis semata


 Bersifat antroposentris
 Lebih memetingkan hak dari pada kewajiban
 Lebih bersifat individualis
 Manusia diliat sebagai pemilik sepenuhnya hak-hak dasar
G. DEMOKRASI DALAM PANDANGAN ISLAM

Secara umum, Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, Demos berarti rakyat, dan kratein
bermakna kekuasaan. Karena kekuasaan itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat, oleh
karena itu demokrasi diartikan dengan kedaulatan rakyat.

Demokrasi Islam adalah ideologi politik yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip Islam ke


dalam kebijakan publik dalam kerangka demokrasi. Teori politik Islam menyebutkan tiga ciri
dasar demokrasi Islam: pemimpin harus dipilih oleh rakyat, tunduk pada syariah, dan
berkomitmen untuk mempraktekkan "syura", sebuah bentuk konsultasi khusus yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW yang dapat ditemukan dalam berbagai hadits dengan komunitas
mereka.

Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah
lama berurat berakar yaitu:

1. Musyawarah (syura)

Demokrasi = Syuro (Musyawarah)?


Sebagian kalangan menyatakan bahwa Demokrasi itu sesungguhnya berasal dari Islam, yakni
sama dengan syuro (musyawarah), amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa. Hal ini
tidaklah tepat karena syuro, amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa merupakan
hukum syara’ yang telah Allah swt tetapkan cara dan standarnya, yang jauh berbeda dengan
demokrasi.
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Oleh karena itu
perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah.
Hal ini disebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria
mauoun wanita adalah khalifah Allah di bumi. Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan
kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani
masalah negara.
Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat Al-
syura ayat 3 :
“Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (QS Asy-Syura : 38).

Demokrasi memutuskan segala sesuatunya berdasarkan suara terbanyak (mayoritas). Sedang


dalam Islam, tidaklah demikian. Rinciannya adalah sebagai berikut :

(1) Untuk masalah yang berkaitan dengan hukum syara’, yang menjadi kriteria adalah kekuatan
dalil, bukan mayoritas. Dalilnya adalah peristiwa pada Perjanjian Hudaibiyah, dimana Rasulullah
saw membuat keputusan yang tidak disepakati oleh mayoritas shahabat, dan ketika Umar r.a
protes, beliau saw menyatakan:

ِ ‫ْت أَ ْع‬
ِ ‫صي ِه َوهُ َو ن‬
‫َاص ِري‬ ُ ‫إِنِّي َرسُو ُل هَّللا ِ َولَس‬

“Aku ini utusan Allah, dan aku takkan melanggar perintahNya, dan Dia adalah penolongku.” 
(HR Bukhari)

(2) Untuk masalah yang menyangkut keahlian, kriterianya adalah ketepatan atau kebenarannya,
bukan suara mayoritas. Peristiwa pada perang Badar merupakan dalil untuk ini.

(3) Sedang untuk masalah teknis yang langsung berhubungan dengan amal (tidak memerlukan
keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas. Peristiwa pada Perang Uhud menjadi dalilnya.

2. Persetujuan (ijma)

Ijma atau konsensus telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum
Islam. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islam dan
memberikan sumbangan pemikiran sangat besar pada korpus hukum atau tafsir hukum.

 3. Penilaian interpretative yang mandiri (itjihad)

Itjihad dapat berbentuk seruan untuk melakukan pembaharuan, karena prinsip-prinsip Islam
itu bersifat dinamis, pendekatan kitalah yang telah menjadi statis. Oleh karena itu sudah
selayaknya dilakukan pemikiran ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya
eksplorasi, inovasi dan kreativitas.
H. KESIMPULAN

 HAM menurut pandangan Barat semata-mata bersifat Antroposentris, yaitu segala


sesuatunya hanya berorientasi pada manusia. Sehingga manusia yang dipentingkan.
Sedangkan menurut pandangan Islam lebih bersifat Theosentris yang berarti segala
sesuatunya lebih berorientasi pada Tuhan. Sehingga tuhan (ALLAH SWT) sangat
dipentingkan.
 Demokrasi dalam islam atau lebih dikenal dengan Syura, Ijma, dan Ijtihad merupakan
konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka
Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai Khalifah-Nya.
TERIMAKASIH ;)

Anda mungkin juga menyukai