Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AGAMA

HUKUM, HAM DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM

Dosen Pengampu:

Nadirsyah

Disusun Oleh:

ANNISA AZZAHRA (2212202074)

NOVA WIDIA SARI (22122078)

PUTRI ERISKA WULANDARI (2212202080)

D-III KesehatanGigi
Politeknik KesehatanTanjungkarang
Tahun 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat,serta penyertaan-Nya,sehingga makalah Agama

Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa
yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat
kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Maka kami berharap adanya
masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.

Akhirkata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dipergunakan dengan layak sebagai mana mestinya.

Bandar Lampung, 25 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum, Ham dan Demokrasi
B. Penjelasan tentang Hukum, Ham dan Demokrasi dalam Islam
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1.1. Latar Belakang


Islam sebagai agama bagi pengikutnya meyakini konsep Islam adalah sebagai
pandangan hidup. Islam menurut para penganutnya merupakan konsep yang lengkap
mengatur segala aspek kehidupan manusia. Begitu juga dalam pengaturan mengenai
hak asasi manusia Islam pun mengtur mengenai hak asasi manusia. Islam adalah
agama rahmatan lil alamin yang berarti agama rahmat bagi seluruh alam. Bahkan
dalam ketidakadilan sosial sekalipun Islam pun mengatur mengenai konsep kaum
mustadhafin yang harus dibela.
Dalam Islam, konsep mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat
tersendiri dalam pemikiran Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam
sebenarnya yang telah mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam
demokrasi, pengakuan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial.
Berbagai macam pemikiran tentang demokrasi dapat dengan mudah kita temukan
didalamnya konsep tentang penegakan HAM.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak
pengertian diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik.
Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami
yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma’), dan
penilaian interpretative yang mandiri (ijtihad).
Hukum, Hak Asasi Manusia, dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak
dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya
demokrasi adalah adanya penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia
(HAM). Demokrasi akan selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak
terpenuhi. Sedangkan pemenuhan dan perlindungan HAM akan terwujud apabila
hukum ditegakkan.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ham, Hukum dan Demokrasi
2. Bagaimana Ham, Hukum dan Demokrasi yang ada di dalam Agama Islam

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mengenal tetang Ham, Hukum dan Demokrasi
2. Untuk mengetahui bagaimana Ham, Hukum dan Demokrasi dalam Islam
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum, Ham dan Demokrasi


.
2.1. Hukum
2.1.1. Hukum Secara Umum

Hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau otoritas melalui
lembaga atau institusi.
Definisi "hukum" dari Kamus Besar Bahasa Indonesia(1997):
1. Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan
oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
2. Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat.
3. Patokan (kaidah, ketentuan).
4. Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan,
vonis.
Berikut ini definisi hukum menurut para ahli:
• Tullius Cicerco: “Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam
dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dalam hidup.”
• Thomas Hobbes: “Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang
memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada
orang lain.”
• Plato: “Hukum adalah peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik
yang mengikat masyarakat.”
• Aristoteles: “Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya
mengikat masyarakat tetapi juga hakim.”
Secara garis besar hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan
atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan
kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai
cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar
masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana
mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau
kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur
persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan
lingkungan peraturan atau tindakan militer.
Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum
publik, hukum perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara,
hukum administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional,
hukum adat, hukum agama, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum
lingkungan.
Indonesia merupakan negara hukum dan memiliki sistem hukum tesendiri.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa,
hukum Agama dan hukum Adat. Karena:
• Eropa: Jajahan Hindia-Belanda
• Agama: Mayoritas Islam
• Adat: Berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

2.2 HAM
2.2.1. HAM Secara Umum

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia
dalam kandungan dan merupakan pemberian dari Tuhan. HAM berlaku secara
universal, artnya berlaku dimana saja bagi siapa saja dan tidak dapat diambil
orang lain. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti
pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31
ayat 1.

2.2.3. Sejarah Perkembangan HAM


2.2.3.1. HAM di Yunani

Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348


SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak
asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan
sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai
keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah
harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga
negaranya.
2.2.3.2. HAM di Inggris
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang
memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-
hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya
berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-
dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
1. MAGNA CHARTA
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya
memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting
daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat
ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara
apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum.
Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-
hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam
tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi
karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih
tinggi daripada kekuasaan raja.
2. PETITION OF RIGHTS
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan
mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para
bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628.
3. HOBEAS CORPUS ACT
Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang
penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679.
4. BILL OF RIGHTS
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689
dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang kebebasan
berpendapat dan beragama.

2.2.3.3. HAM di Amerika Serikat


Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak
alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property)
mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu
memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776.
Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan
DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4
Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi
oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia
karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa
diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia
dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk
menikmati kebhagiaan.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan
Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak
asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis
sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa
presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal
sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian
Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan”
yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941
yakni :
• Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and
expression).
• Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya
(freedom of religion).
• Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
• Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari


kekejaman dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler
(Jerman), Jepang, dan Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan
hak (kebebasan) bagi umat manusia untuk mencapai perdamaian dan
kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya
merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok dan
mendasar.
2.2.3.4. HAM di Prancis
Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu
naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan
kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan
DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu
pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang
dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan,
dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia
masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus
dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du
Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan
seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas
lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795.
revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau,
Voltaire, serta Montesquieu.

2.2.3.5. HAM oleh PBB


Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan
piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial
ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB
membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right).
Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor
Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum
PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja
panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF
HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi
Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam
sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara
abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10
Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.

2.3. Demokrasi
2.3.1. Pengertian Demokrasi

Secara umum demokrasi adalah suatu bentuk atau mekanisme sistem


pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah
negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak
dianggap sebagai suatu kebenaran.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen)
dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga
pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan
kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan
rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan
kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituante) dan yang memilihnya melalui
proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan
dalam suatu negara umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica
dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk
masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya
kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran
untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi
rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable),
tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap
lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya
secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
2.3.2. Sejarah Demokrasi
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk
sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia.
Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang independen.
Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk
mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan
konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem
pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani
kala itu terdiri dari 1.500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen.
Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada
yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi. Diantaranya terdapat
Athena, negara kota yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru
masa itu yaitu demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut
pertama kali adalah Solon, seorang penyair dan negarawan. Paket pembaruan
konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di
Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan. Demokrasi baru
dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan
Athena. Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan
sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan
pendapat dan memilih kebijakan.Namun dari sekitar 150,000 penduduk
Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan
pendapat mereka.
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga
27 SM. Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana
terdapat beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari
rakyat biasa di Majelis.

B. Pengertian Ham, Hukum dan Demokrasi dalam Islam


2.1.2. Hukum Islam

2.1.2.1. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya
yang kini terdapat dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh nabi Muhammad
sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik
dalam kitab-kitab hadits. Juga dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber
dan menjadi bagian dari agama Islam. Yang diatur tidak hanya hubungan
manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, manusia dengan benda dan
alam semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.

Perkataan hukum yang dipergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia


berasal dari kata hukum dalam bahasa arab. Artinya, norma atau kaidah yakni
ukuran, patokan, pedoman yang diperguanakan untuk menilai tingkah laku
atau perbuatan manusia dan benda. Hubungan antara perkataan hukum dalam
bahasa Indonesia tersebut diatas dengan hukum dalam pengertian norma
dalam bahasa arab itu memang erat sekali. Setiap peraturan, apapun macam
dan sumbernya mengandung norma atau kaidah sebagai intinya. Dalam ilmu
hukum Islam kaidah itu disebut hukum. Itulah sebabnya maka didalam
perkataan sehari-hari orang berbicara tentang hukum suatu benda atau
perbuatan. Yang dimaksud, seperti telah disebut diatas, adalah patokan, tolak
ukur, kaidah atau ukuran mengenai perbuatan atau benda itu (Mohammad
Daud Ali, 1999:39).

Dalam islam, hukum islam dikenal sebagai sya’riat. Sya’riat menurut asal
katanya berarti jalan menuju mata air, Dari asal kata tersebut sya’riat Islam
berarti jalan yang lurus ditempuh seorang muslim. Menurut istilah, Sya’riat
berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia sebagai hamba Allah, individu, warga, dan
subjek alam semesta. Sya’riat merupakan landasan fiqih. Pada prinsipnya
syari’at adalah wahyu Allah yang terdapat dalam al- Quran dan sunah
Rasulullah. Syari’at bersifat fundamental, mempunyai lingkup lebih luas dari
fiqih, berlaku abadi dan menunjukkan kesatuan dalam islam. Sedangkan fiqih
adalah pemahaman manusiayang memenuhi syarat tentang sya’riat. Oleh
karena itu lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan
manusia, dan karena merupakan hasil karya manusia maka ia tidak berlaku
abadi, dapat berubah dari masa ke masa dan dapat berbeda dari tempat yang
lain. Hal ini terlihat pada aliran-aliran yang disebut dengan mazhab. Oleh
karena itu fiqih menunjukkan keragaman dalam hukum Islam. (Mohammad
Daud Ali, 1999:45-46).

Sebagai sistem hukum, hukum Islam tidak boleh dan tidak dapat disamakan
dengan sistem hukum yang lain yang pada umumnya berasal dari kebiasaan
masyarakat dan hasil pemikiran manusia dan budaya manusia pada suatu saat
di suatu masa. Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum Islam tidak
hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia
di sutu tempat tapi dasarnya ditetapka oleh Allah melalui wahyu-Nya yang
kini terdapat dalam Al-Quran yang dijelaskan oleh nabi Muhammad sebagai
rasul–Nya melalui sunnah beliau yang kini terhimpun dalam kitab-kitab
hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum islam secara fundamental
dengan hukum-hukum lain yang semata-mata lahir dari kebiasaan dan hasil
pemikiran dan perbuatan manusia.

2.1.2.2. Sumber-Sumber Hukum Islam

1. Al Qur’an

Adalah kitab suci umat islam. Kitab tersebut diturunkan kepada nabi terakhir,
yaitu nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril. Al-Qur’an memuat
banyak sekali kandungan. Kandungan-kandungan tersebut berisi perintah,
larangan, anjuran, ketentuan, dan sebagainya.

Al-qur’an menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani


kehidupannya agar tercipta masyarakat yang madani. Oleh karena itulah, Al-
Qur’an menjadi landasan utama untuk menetapkan suatu hukum.

2. As Sunnah (Al-Hadits)

Sunnah dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara
Rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang
dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua
dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh
para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah disebut
sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut Sunnatullah.

3. Ijma’

Adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum


dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang
terjadi.

4. Taklid atau Taqlid

Adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau


alasannya.

5. Mazhab
Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah
metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian,
kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang
jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip
dan kaidah-kaidah.

6. Qiyas

Menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu


perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki
kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara
terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya
darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada
masa-masa sebelumnya

7. Bid‘ah

Dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan
maupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW tetapi banyak dilakukan
oleh masyarakat sekarang ini. Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan
dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan
peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu
syarat dan rukunnya.

8. Istihsan

Adalah kecenderungan seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih


baik, dan ini bisa bersifat lahiriah (hissiy) ataupun maknawiah; meskipun hal
itu dianggap tidak baik oleh orang lain.

2.1.2.3. Sifat Hukum Islam

Menurut Tahir Azhary, ada tiga sifat hukum islam yakni bidimensional, adil,
dan individualistik.

• Bidimensional artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan


(Ilahi). Di samping itu sifat bidimensional juga berhubungan dengan ruang
lingkupnya yang luas atau komprehensif. Hukum Islam tidak hanya mengatur
satu aspek saja, tetapi mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Sifat
dimensional merupakan sifat pertama yang melekat pada hukum islam dan
merupakan sifat asli hukum Islam.

• Adil, dalam hukum Islam keadilan bukan saja merupakan tujuan tetapi
merupakan sifat yang melekat sejak kaidah – kaidah dalam sya’riat
ditetapkan. Keadilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap
manusia baik sebagai individu maupun masyarakat.

• Individualistik dan Kemasyarakatan yang diiikat oleh nilai-nilai transedental


yaitu Wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dengan sifat ini, hukum islam memiliki validitas baik bagi perseorangan
maupun masyarakat. Dalam sistem hukum lainnya sifat ini juga ada, hanya
asaja nilai-nilai transedental sudah tidak ada lagi. (Mohammad Tahir Azhary,
1993:48-49)

2.1.2.4. Ciri-Ciri Hukum Islam

• Merupakan bagian dan bersumber dan Agama islam

• Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat di pisahkan dan aqidah dan
akhlak.

• Mempunyai dua istilah kunci.

• Tediri atas dua bidang utama.

• Strukturnya berlapis.

2.1.2.5. Ruang Lingkup Hukum Islam

Hukum islam baik dalam pengertian syari’at maupun fiqih dibagi menjadi dua
bagian besar, yakni bidang ibadah dan muamalah. Ibadah artinya
menghambakan diri kepada Allah dan merupakan tugas hidup manusia.
Ketentuannya telah diatur secara pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-
Nya. Dengan demikian tidak mungkin adanya perubahan dalam hukum dan
tata caranya, yang mungkin berubah hanyalah penggunaan alat-alat modern
dalam pelaksanaannya. Adapun mu’amalat adalah ketetapan Allah yang
langsung mengatur kehidupan sosial manusia meski hanya pada pokok-
pokoknya saja. Oleh karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui
ijtihad.

Hukum islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dan
hukum publik seperti halnya dalam hukum barat. Hal ini disebabkan karena
menurut hukum islam pada hukum perdata ada segi-segi publik dan begitu
pula sebaliknya. Dalam hukum Islam yang disebutkan hanya bagian-
bagiannya saja.
Menurut H. M. Rasjidi bagian-bagian hukum islam adalah

1. Munakahat yakni hukum yang mengatur segala sesuatu yang mengenai


perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya.

2. Wirasah mengatur segala masalah yang menyangkut tentang warisan.


Hukum kewarisan ini juga disebut faraid.

3. Muamalah dalam arti khusus, yakni hukum yang mengatur masalah


kebendaan dan tata hubungan manusia dalam soal ekonomi.

4. Jinayat (‘ukubat) yang menuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang


diancam dengan baik dalam bentuk jarimah hudud (bentuk dan batas
hukumannya sudah ditentukan dalam Alqur’an dan hadis) maupun jar h ta’zir
(bentuk dan batas hukuman ditentukan penguasa).

5. Al Ahkam as-sulthaniyah yakni hukum yang mengatur urusan


pemerintahan, tentara, pajak, dan sebagainya.

6. Siyar adalah hukum yang mengatur perang, damai, tata hubungan dengan
negara dan agama lain.

7. Mukahassamat mengatur peradilan, kehakiman, dan hukum acara. (H. M.


Rasjidi, 1980: 25-26)

Dari hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, jelas bahwa hukum islam itu
luas, bahkan bidang-bidang tersebut dapat dikembangkan masing-masing
spesifikasinya lagi.

2.1.2.6. Tujuan Hukum Islam

Maqasih syariah (tujuan hukum islam) maksudnya adalah nilai-nilai yang


terkandung dalam aturan-aturan islam. Tujuan akhir dari hukum islam pada
dasarnya adalah kemaslahatan manusia di dunia dan di akherat. Adapun
tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada
manusia, mengarahkan mereka pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan
hidup manusia di dunia dan di akherat, dengan jalan mengambil segala yang
bermanfaat dan mencegah atau menolak yang tidak berguna bagi hidup dan
kehidupan manusia. Berikut ini adalah beberapa dari tujuan hukum islam :

• Pemeliharaan atas keturunan


Hukum islam telah menetapkan aturan beserta hukum untuk mencegah
kerusakan atas nasab dan keturunan manusia.contohnya, islam melarang zina
dan menghukum pelakunya.

• Pemeliharaan atas akal

Islam menetapkan aturan yang melarang umatnya mengkonsumsi segala


sesuat yang dapat merusak akal. Di sisi lain, islam mengajarkan umatnya agar
menuntut ilmu mentaddaburi alam, dan berpikir untuk mengembangkan
kemampuan akal. Allah memuji orang-orang yang memiliki ilmu
pengetahuan.

• Pemeliharaan untuk agama

Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk dan menganut agama
islam. Allah telah berfirman

2.1.2.7. Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat

Peranan hukum islam dalam masyarakat sebenarnya cukup banyak, namun


dalam pembahasan ini hanya akan dikemukakan peranan utamanya saja,
yakni:

• Fungsi Ibadah. Fungsi Utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada
Allah SWT.

• Fungsi amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Hukum Islam mengatur kehidupan


manusia sehingga dapat menjadi kontrol sosial. Dari fungsi inilah dapat
dicapai tujuan hukum islam, yakni mendatangkan kemaslahatan (manfaat) dan
menghindarkan kemadharatan (sia-sia) baik di dunia maupun di akhirat.

• Fungsi zawajir. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum islam


sebagai sarana pemaksa yang melindungi umat dari segala perbuatan yang
membahayakan.

• Fungsi tanzim wa islah al-ummah. Sebagai sarana untuk mengatur sebaik


mungkin dan memperlancar interaksi sosial. Keempat fungsi tersebut tidak
terpisahkan melainkan saling berkaitan. (Ibrahim Hosen, 1996:90)

2.2.2.HAM dalam Islam


Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang
umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun
individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu."
(HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari
menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan
dan menjamin hak-hak ini. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin
perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin,
tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan
itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi
melindungi hak-hak ini.

2.3.3. Pengertian Demokrasi dalam Islam

Dalam Islam ada yang dikenal dengan istilah Syura atau musyawarah. Yang
merupakan derivasi (kata turunan) dari kata kerja ‘syawara’. Dan kata
‘syawara’ mempunyai beberapa makna, antara lain memeras madu dari sarang
lebah; memelihara tubuh binatang ternak saat membelinya; menampilkan diri
dalam perang. Dan makna yang dominan adalah meminta pendapat dan
mencari kebenaran.

“Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan


mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan
kepada mereka.” (QS. Asy-syura: 36)

Dengan ayat tersebut, kita dapat mengerti bahwa Islam telah memposisikan
musyawarah pada tempat yang agung. Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam
secara langsung menerapkan prinsip pengambilan keputusan;musyawarah
yang menjadi sendi utama dalam demokrasi modern (dari, oleh dan untuk
kepentingan rakyat).

Yang menjadi poin penting dalam demokrasi bukan sistem trias politiknya,
yang membagi pemerintahan kedalam tiga lembaga (eksekutif, yudikatif dan
legislatif), melainkan sisitem checks and balances yang berlangsung dalam
pemerintahan itu. Tentunya agar bisa berjalan maka, harus ada keterbukaan
dari setiap elemen dalam pemerintahan itu. Dan keterbukaan itu dapat
diwujudkan dalam sebuah musyawarah yang efisien dan efektif. Tentu saja
dengan tujuan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat.

Pada dasarnya, konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak


sepenuhnya sejalan dengan Islam. Hal ini ditunjukkan dengan:

1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.


2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.

3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.

4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi


pertimbangan utama dalam musyawarah.

5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihad; bukan pada
persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunnah.

6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-
nilaiagama.

7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum, HAM, dan demokrasi adalah tiga konsep yang tidak dapat
dipisahkan. Hal ini dikarenakan salah satu syarat utama terwujudnya
demokrasi ialah adanya penegakkan hukum dan perlindungan HAM.
Demokrasi akan rapuh apabila HAM setiap masyarakat tidak terpenuhi.
Sedangkan pemenuhan dan perlindungan HAM dapat terwujud apabila
hukum ditegakkan. Dalam ajaran Islam, hukum, HAM dan ddemokrasi
disebutkan dengan jelas di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan
demikian manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini dapat
menjalankan tugasnya dengan baik dan benar apabila ia selalu berpegang
pada aturan-aturan pada Al-Quran dan As-Sunnah.

DAFTAR PUSTAKA

Awaludin, & Basri. (2009). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi


Umum untuk Pengembangan Kepribadian. Pekanbaru: Pusat Pengembangan
Pendidikan Universitas Riau.
Azra, A. (2002). Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.
Jakarta: Perguruan Tinggi Agama Islam.
Budiarjo, P. M. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Fanani, S. (2010). Lembar Kerja Mahasiswa Pendidikan Agama Islam.
Sidoarjo: PT. Al-Maktabah.
Mansoer, H. (2004). Materi Intruksional Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Tinggi Umum. Jakarta: Direktur Pendidikan Tinggi Agama Islam

Anda mungkin juga menyukai