Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Falsafah kesatuan ilmu merupakan fondasi yang membangun pola
pikir agar memiliki perspektif yang khas tentang ilmu
pengetahuan. Perspektif yang khas itu akan membimbing pikiran dan
tindakan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan
ilmiah
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh sangat besar
bagi kemajuan di dunia, bahkan banyak penemuan yang terjadi di dunia
timur yang baru dikembangkan pada dunia barat. Namun perkembangan
pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani,
kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer.
Kemudian muncul salah satu pemikiran mengenai “peran paradigma
dalam revolusi sains”, yang mengubah perspektif historis masyarakat yang
mengalaminya dan perubahan itu pula yang mempengaruhi struktur buku-
buku teks dan publikasi-publikasi riset pasca revolusi. Dia adalah Thomas
Samuel Kuhn. Dalam bukunya tersebut banyak mengubah persepsi orang
terhadap apa yang dinamakan ilmu. Menurut Kuhn ilmu bergerak melalui
tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada kondisi normal dan kemudian
digantikan oleh ilmu atau paradigma baru. Paradigma baru bahkan akan
mengancam paradigma lama yang sebelumnya menjadi paradigma baru.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari HAM?
2. Bagaimana tentang Universalitas dan Lokalitas HAM?
3. Bagaimana tentang Aplikabilitas HAM dalam masyarakat Muslim?
4. Apa saja contoh-contoh dari HAM yang tidak applicable bagi Muslim
dan hukum Islam yang bertentangan dengan prinsip HAM?

1
C. TUJUAN MASALAH
1. Memahami pengertian HAM
2. Mengetahui Universalitas dan Lokalitas HAM
3. Mengetahui Aplikabilitas HAM dalam masyarakat Muslim
4. Mengetahui contoh-contoh dari HAM yang tidak applicable bagi Muslm
dan Hukum Islam yang bertentangan dengan prinsip HAM

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada diri
seseorang sejak lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan. HAM adalah
hak-hak yang seharusnya diakui secara universal sebagai hak-hak yang
melekat pada manusia karena hakikat dan kodrat kelahirannya sebagai
manusia. Dikatakan “universal” karena hak-hak ini dinyatakan sebagai
bagian dari kemanusiaan setiap individu, tak peduli apapun warna
kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, bahasanya, sukunya, latar
belakangnya, dan agama atau kepercayaan spiritualnya. Dan dikatakan
“melekat” karena pada dasarnya hak-hak yang tidak sesaat boleh dirampas
atau dicabut oleh orang lain. 1 keberadaannya diyakini sebagai bagian yang
tak terpisahkan dari kehidupan manusia.2
a) HAM Perspektif Islam
Seiring dengan penguatan kesadaran global akan arti penting HAM
dewasa ini, persoalan tentang universalitas HAM dan hubungannya
dengan berbagai sistem nilai atau tradisi agama terus menjadi pusat dalam
perbincangan wacana HAM kontemporer. Harus diakui bahwa agama
berperan dalam memberikan landasan etik kehidupan manusia.
Perkembangan wacana global tentang HAM memberikan penilaian
tersendiri bagi posisi Islam. Hubungan anatara Islam dan HAM muncul
menjadi isu penting mengingat.
Menurut Supriyanto Abdi, terdapat tiga varian pandangan tentang
hubungan Islam dan HAM, baik yang dikemukakan oleh para sarjana
Barat atau pemikir Muslim sendiri. Yakni pertama, menegaskan bahwa
Islam tidak sesuai dengan gagasan dan konsepsi HAM modern. Kedua,
1
Irfan Abubakar,dkk, Modul Pelatihan Agama dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: CSRC UIN
Jakarta, 2009) hlm. 24-25
2
Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 sampai
dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana, 2017) hlm. 6

3
menyatakan bahwa Islam menerima semangat kemanusiaan HAM modern
tapi pada saat yang sama menolak landasan sekuler dan menggantinya
dengan landasan islami. Ketiga, menegaskan bahwa HAM modern adalah
khazanah kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya)
memberikan landasan normatif yang sangat kuat terhadapnya.
Pandangan pertama berangkat dari asas esensialisme dan
relativisme kultural. Esensialisme menunjukkan kepada paham yang
menegaskan bahwa suatu gagagsan pada dasarnya mengakar atau
bersumber pada satu sistem nilai, tradisi, atau peradaban tertentu.
Sedangkan relativisme kultural adalah paham yang berkeyakinan bahwa
satu gagasan yang lahir atau terkait dengan sistem nilai tertentu tidak bisa
berlaku atau tidak bisa diterapkan dalam masyarakat dengan sistem nilai
yang berbeda.
Pandangan kedua biasa disebut dengan gerakan Islamisasi HAM.
Pandangan ini muncul sebagai reaksi “gagal”nya HAM versi Barat dalam
mengakomodasi kepentingan terbesar masyarakat Muslim. Gerakan ini
diyakini menjadi alternatif yang mampu menjembatani pemikiran HAM
dalam perspektif Islam. Dalam perkembangan yang signifikaan berhasil
dirumuskan piagam Deklarasi Universal HAM dalam perspektif Islam.
Pandangan ketiga menegaskan bahwa HAM modern adalah
khazanah kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya)
memberikan landasan normatif yang sangat kuat terhadapnya. Filosofisnya
bisa dilacak dan dijumpai dalam berbagai sistem nilai dn tradisi agama,
termasuk Islam.3
b) Islam dan HAM
Hubungan Islam dengan HAM bisa dilihat dari ajaran sentral Islam
yaitu Tauhid (mengesakan Allah) dengan kalimat “La ilaha illa Allah”
(Tiada Tuhan selain Allah). Dalam perspektif tauhid, semua manusia harus
tunduk kepada Allah bukanlah kepada manusia yang tidak sumber
kebenaran karena manusia tidak lebih dari hamba-Nya semata. Semua
3
Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 sampai
dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana, 2017) hlm. 51-54

4
manusia memiliki kedudukan yang sama, dan kalaupun ada yang
dibedakan, maka pembedaan disebabkan karena aspek meritokratis
semata, yaitu pemberian reward kepada manusia berdasarkan prestasinya,
terutama tingkat ketakwaannya. Tauhid bukan saja menawarkan gagasan
emansipatoris (pembebasan manusia), tetapi juga kepercayaan dan
kekuatan egaliter yang tidak membedakan manusia berdasarkan strata dan
atribut apapun.
Dalam pandangan tauhid, manusia sama dengan hak-hak asasi
(dasar) yang dimilikinya. Bani Sadr berpendapat bahwa tauhid juga berarti
persamaan hak-hak dasar ekonomi manusia, mengingat dalam Islam,
semua adalah milik Allah. Dengan konsep tauhid yang didukung konsep
zakat, tauhid menghendaki pemerataan hak-hak dasar (asasi) semisal hak-
hak dasar ekonomi dan menentang hubungan yang didasarkan pada
hubungan kuasa dan memandang rendah manusia lain yang tidak berkuasa
dan berharta banyak.4
Para tokoh Islam dunia juga telah berhasil merumuskan kesesuaian
Islam dengan HAM lewat Deklarasi Kairo atau Watsiqah Huquq al-Insan
fi al-Islam yang diumumkan pada tahun 1990. Dalam deklarasi tersebut
dijelaskan bahwa Al-Qur’an dan Hadits mengakui hak-hak dasar manusia
sebagai berikut:
1. Hak persamaan (QS. Al-Isra’ ayat 70, QS. An-Nisa’ ayat 58, 105, 107,
135, dan QS. Al-Mumtahanah ayat 8)
2. Hak Kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat (QS.
Al-Imran ayat 104, 159, 190-191, QS. Al-Baqarah ayat 170, 258, QS.
Al-An’am ayat 50, QS. Ad-Dukhan ayat 31, QS. Al-Qasas ayat 8, 40
dan QS. Hud ayat 97-98)
3. Hak hidup (QS. Al-Maidah ayat 45 dan QS. Al-Isra’ ayat 33)
4. Hak perlindungan diri (QS. Al-Balad ayat 12-17, dan QS. At-Taubah
ayat 6)
5. Hak Kehormatan pribadi (QS. At-Taubah ayat 6, QS. An-Nur ayat 4-5)
4
Irfan Abubakar,dkk, Modul Pelatihan Agama dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: CSRC UIN
Jakarta, 2009) hlm. 81

5
6. Hak berkeluarga (QS. Al-Baqarah ayat 221, QS. Ar-Rum ayat 21, QS.
An-Nisa’ ayat 1, QS. At-Tahrim ayat 6)
7. Hak kesetaraan pria dengan wanita (QS. Al-Baqarah ayat 228, QS. Al-
Hujurat ayat 13)
8. Hak anak dari orang tuanya (QS. Al-Baqarah ayat 233 dan QS. Al-
Isra’ ayat 23-24)
9. Hak mendapatkan pendidikan (QS. At-Taubah ayat 122 dan QS. Al-
Alaq ayat 1-5)
10. Hak kebebasan beragama (QS. Al-Kafirun ayat 1-6, QS. Al-Baqarah
ayat 256, QS. Al-Kahf ayat 29)
11. Hak kebebasan mencari suaka (QS. An-Nisa’ ayat 97 dan QS. Al-
Mumtahanah ayat 9)
12. Hak memperoleh pekerjaan (QS. At-Taubah ayat 105, QS. Al-Baqarah
ayat 286, QS. Al-Mulk ayat 15)
13. Hak kepemilikan (QS. Al-Baqarah ayat 29, dan QS. An-Nisa’ ayat 29)
14. Hak tahanan (QS. A-mumtahanah ayat 8)
Kecuali hak-hak diatas, Islam juga mengakui hak kesehatan (baik
preventif maupun kuratif) dan juga hak bebas dari rasa takut.5
Secara umum, hak-hak asasi manusia dalam tradisi Islam di atas
bisa dibagi menjadi dua bagian besar : Pertama, hak-hak dasar (dharuri)
yaitu hak-hak yang jika dilanggar, eksistensi atau harkat kemanusiaan
manusia menjadi hilang, misalnya hak hidup. Kedua, hak-hak sekunder
(haji) yaitu hak-hak yang jika tidak terpenuhi, akan berakibat pada
hilangnya hak-hak dasar (elementer)6

B. Universalitas dan lokalitas HAM


a) Universalitas Hak Asasi Manusia

5
Irfan Abubakar,dkk, Modul Pelatihan Agama dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: CSRC UIN
Jakarta, 2009) hlm. 82-86
6
Irfan Abubakar,dkk, Modul Pelatihan Agama dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: CSRC UIN
Jakarta, 2009) hlm. 87

6
Universalitas adalah nilai kesemestaan yang lahir untuk
mempersatukan umat manusia agar saling mengenal satu sama lain dan
saling mewariskan nilai itu, agar setiap manusia mengenal asal dari segala
sesuatu yaitu Tuhan Semesta Alam, dan universalitas ini biasa disebut
dengan ilmu.
Doktrin kontemporer hak asasi manusia merupakan salah satu dari
sejumlah prespektif moral universalis. Asal muasal dan perkembangan hak
asasi manusia tidak dapat terpisahkan dari perkembangan universalisme
nilai moral. Prasyarat yang penting bagi pembelaan hak asasi manusia
diantaranya adalah konsep individu sebagai pemikul hak alamiah tertentu
tertentu dan beberapa pandangan umum mengenai nilai moral yang
melekat dan adil pada setiap individu secara rasional.
Hak asasi manusia berangkat dari konsep universalisme moral dan
kepercayaan akan keberadaan kode-kode moral universal yang melekat
pada seluruh umat manusia. Universalisme moral meletakan keberadaan
kebenaran moral yang bersifat lintas budaya dan lintas sejarah yang dapat
diindetifikasikan secara rasional. Asal muasal universalisme moral di
Eropa terkait dengan tulisan-tulisan Aristoteles.
Dalam karyanya Nicomachean Ethics, Aristoteles secara detail
menguraikan suatu argumentasi yang mendukung keberadaan dan
ketertiban moral yang bersifat alamiah. Kriteria untuk menentukan suatu
sistem keadilan yang benar-benar rasional harus menjadi dasar dari segala
konvensi-konvensi sosial dalam sejarah manusia. Dalam universalisme,
individu adalah sebuah unit sosial yang memiliki hak-hak yang tidak dapat
dipungkiri, dan diarahkan pada pemunahan kepentingan pribadi.7

b) Lokalitas Hak Asasi Manusia


Lokalitas adalah segala sesuatu yang lahir dari suatu tempat, yang
umumnya tempat tersebut menjadi sebab orang untuk mempertahankan
7
Rhona K.M. Smith dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, 2008, Yogyakarta: Pusat Studi HAM
UII, hlm 19-20

7
esensi kehidupannya atau biasa disebut dengan (Wadah). Begitu pula
orang dalam melaksanakan HAM tidak akan lepas dari lokalitas orang
tersebut.
Oleh karena itu, untuk melaksanakan dan mengaktualisasikan
HAM secara utuh dan tidak memunculkan berbagai konflik, perlu
dilakukan beberapa langkah. Pertama, harus diakui secara jernih bahwa
filosofi HAM memiliki nilai-nila Universal, namun tidak boleh
mengabaikan infrastruktur nilai-nilai lokal yang ada pada setiap negara.8
Langkah yang dilakukan adalah mensosilisasikan secara terus-
menerus nilai-nilai HAM agar menjembatani perbedaan-perbedaan
lokalitas dengan universalitas. Dalam kaitan ininpula penting
dipertimbangkan adanya pendidikan HAM kepada masyarakat, baik
melalui pendidikan formal maupun informal.

C. Aplikabilitas HAM dalam masyarakat Muslim


Dalam konteks Islam, dua sumber hukum utama, yaitu al-Qur’an
dan sunnah telah memusatkan perhatian kepada hak asasi manusia. Pada
haji wada’, Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi
manusia, baik pada lingkup muslim dan non muslim, pemimpin dan
rakyat, laki-laki dan wanita. Manusia dimata islam semua sama, walaupun
berbeda keturunan, kekayaan, jabatan, atau jenis kelamin. Ketakwaan-lah
yang membedakan mereka.
Apa yang disebut dengan Hak Asasi Manusia dalam deklarasi
HAM Internasional, tidak lain adalah keharusan atau hak dasar (dharury)
yang mana masayarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama
muslim mendefinisikan hak dasar tersebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams
(lima hak dasar) yang mana kelimanya merupakan tujuan akhir syari’at

8
Imam Waryati, “HAM di Indonesia : Antara Universalitas dan Lokalitas”. HUMANITAS, Vol.
1 No. 2, 2004, hal. 99

8
islam. Kelima hak dasar tersebut ialah menjaga akal, agama, jiwa,
kehormatan, dan harta benda manusia.9
Secara garis besar, dilihat dari tingkatannya, setidaknya ada tiga
bentuk hak asasi dalam islam:
1. Hak dharury (hak dasar), sesuatu dianggap hak dasar apabila hak
tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi
juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Misalnya.
Bila hak hidup dilanggar maka kehidupan orang akan terancam
bahkan mati.
2. Hak sekunder, yakni hak-hak apabila tidak dipenuhi akan berakibat
hilangnya hak-hak mendasar/elementer. Misalnya hak seseorang
untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan
mengakibatkan hilangnya hak hidup.
3. Hak tersier (tahsiny)
Salah satu prinsip Islam, menyebutkan bahwa kita semua adalah
pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Pemimpin
bertanggung jawab berlaku adil yaitu menjamin bahwa apa dan siapapun
yang dipimpinnya akan mendapat haknya tanpa terkecuali. Kemudian
dalam prinsip al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar, jelas tegambar
bahwa dalam rangka hidup berbangsa dan bernegara, tiap-tiap warga
negara mempunyai hak untuk mendukung yang baik dan melakukan
sosial kontrol terhadap yang tidak baik.
Dalam situasi ini diperlukan jaminan hukum. Hak-hak seorang
warga negara terhadap negaranya harus dijamin secara timbal balik. HAM
dalam islam bertujuan mengarahkan. Martabat dan kehormatan bagi umat
manusia, serta dirancang untuk menghapus segala bentuk penindasan dan
ketidakadilan olehnya itu upaya pemahaman yang baik terhadap nilai-nilai
persamaan dan keadilan dalam al-Qur’an maupun hadits, perlu
ditingkatkan dan diaplikasikan dalam situasi sekarang.

9
Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam Modern, Diterjemahkan oleh Abdul
Rochim C. H Cetakan 1, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hal. 53

9
 Dalam hal ini terdapat beberapa usaha perlindungan dalam islam
terhadap pelaksanaan HAM yaitu adanya konsep kedaulatan Allah,
dimana umat islam ataupun seluruh umat manusia dianggap sebagai
warga negara dari sang penguasa sebenarnya. Tidak ada seorangpun
yang mempunyai superioritas diatas yang lainnya. Manusia dilarang
melakukan tindakan pelanggaran HAM.
 Manusia dianggap sebagai Khalifah dimana, dengan amanah ke-
Khalifahan manusia harus melakukan aktifitasnya sesuai dengan hukum
yang telah ditetapkan Allah.
 Adanya konsep kesucian hak-hak manusia karena al-Qur’an
menyatakan bahwa barang siapa membunuh seorang anak manusia,
maka seakan-akan telah membunuh seluruh manusia.
 Pendidikan masyarakat yakni dengan mengadakan pendidikan
masyarakat yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajibannya. Dan
pendidikan merupakan jaminan yang nyata terhadap HAM.10

D. Contoh HAM yang tidak applicable bagi Muslim dan Hukum


Islam yang berseberangan dengan prinsip HAM
a) HAM dalam Prespektif Syariah Tradisional
Meski umumnya para ahli Islam mengakui kesesuian Islam
dengan HAM, tetapi pengakuan tersebut bersifat selektif. Ada
beberapa bagian dalam HAM yang dinilai bertentangan dengan Islam
dan beberapa ahli diatas umumnya terlalu menekan sisi kesesuaian
Islam dan HAM, tanpa melihat prespektif-prespektif syariah
tradisional yang tidak selaras dengan HAM. Satu-satunya acuan
dalam HAM menurut Islam adalah syariah, posisi Arab Saudi dalam
mengenai HAM dalam Islam tahun 1970 memperkuat pandangan ini.
Ada tiga butir persoalan yang disebutkan dalam hal tersebut, yaitu :

Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam Modern, Diterjemahkan oleh Abdul
10

Rochim C. H Cetakan 1, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hal. 55

10
1. Larangan perkawinan antara perempuan Muslim dengan laki-laki
non Muslim dan larangan perkawinan laki-laki Muslim dengan
perempuan politheis.
2. Larangan bagi seorang Muslim untuk pindah agama.
3. Larangan didirikannya serikat buruh.
b) Hak-Hak Perempuan dalam Wilayah Keluarga (Domestik) dan
Publik
c) Hak-Hak Non Muslim
d) Murtad dan kebebasan berpendapat
Dalam bidang hukum pidana, syariah tradisional yang juga
problematika secara HAM ialah soal bentuk hukuman rajam dan
potong tangan. Hukum rajam ialah bentuk hukuman pelemparan
dengan batu hingga mati bagi pelaku penzinahan yang berstatus
menikah atau duda dan janda.11

BAB III
PENUTUP

11
Irfan Abubakar,dkk, Modul Pelatihan Agama dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: CSRC UIN
Jakarta, 2009) hlm. 87-92

11
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan di atas, paradigma adalah pandangan dasar
tentang pokok bahasan ilmu. Mendefinisikan apa yang harus diteliti dan
dibahas, pertanyaan apa yang harus dimunculkan, bagaimana merumuskan
pertanyaan, dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam
menginterpretasikan jawabannya. Paradigma adalah konsensus terluas
dalam dunia ilmiah yang berfungsi membedakan satu komunitas ilmiah
dengan komunitas lainnya. Paradigma berkaitan dengan pendefinisian,
eksemplar ilmiah, teori, metode, serta instrument yang tercakup
didalamnya
Paradigma Khun telah memberikan kontribusi dalam dinamika ilmu
pengetahuan dan peradapan manusia serta mampu mendobrak citra
pencapaian ilmu pengetahuan yang absolut dan tidak terikat ruang dan
waktu.
Dalam bidang hukum pidana, syariah tradisional yang juga
problematika secara HAM ialah soal bentuk hukuman rajam dan potong
tangan. Hukum rajam ialah bentuk hukuman pelemparan dengan batu
hingga mati bagi pelaku penzinahan yang berstatus menikah atau duda dan
janda
B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami buat, guna memenuhi tugas
mata kuliah filsafat hukum Islam. Kami mohon maaf apabila dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Kritik dan saran yang
bersifat membangun kami harapkan demi penyempurnaan untuk makalah
berikutnya. Dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua.

DAFTAR PUSTAKA

Muhyar, Fanani. 2015. Paradigma Kesatuan Ilmu Pengetahuan. Semarang: CV.


Karya abadi jaya

12
Yusuf, Lubis Akhyar. 2014. Filsafat ilmu: klasik hingga kontemporer. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada

Surajiwo. 2015. Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT


Bumi aksara

Abu Bakar, Irfan, dkk. 2009. Modul Pelatihan Agama dan Hak Asasi Manusia.
Jakarta : CSRC UIN Jakarta

Hussain, Syekh Syaukat. 1996. Hak Asasi Manusia Dalam Islam Modern,
Diterjemahkan oleh Abdul Rochim C. H. Cetakan 1. Jakarta : Gema Insani Press

Waryanti. Imam. 2004. HAM di Indonesia : Antara Universalitas dan Lokalitas.


(HUMANITAS, Vol. 1 No. 2)

13

Anda mungkin juga menyukai