Anda di halaman 1dari 13

HAK ASASI MANUSIA DALAM AL-QUR’AN: APLIKASI TEORI MAQAS}ID

TERHADAP AYAT-AYAT KEBEBASAN


Pramudia Ananta
07020321073@student.uinsby.ac.id
UIN Sunan Ampel Surabaya

Zhafira Qotrun Nada


07020321087@student.uinsby.ac.id
UIN Sunan Ampel Surabaya

A. Pendahuluan
Hak asasi manusia adalah prinsip dasar yang melindungi dan menghormati
martabat serta kebebasan individu. Konsep hak asasi manusia telah menjadi perhatian
penting dalam berbagai bidang,1 termasuk dalam konteks Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an,
terdapat ayat-ayat yang mencerminkan nilai-nilai hak asasi manusia. Namun, untuk
memahami ayat-ayat tersebut secara holistik, diperlukan pendekatan yang
komprehensif.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah teori Maqashid. Teori ini
mengacu pada tujuan-tujuan syariat Islam yang meliputi pemeliharaan agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta. Dalam konteks hak asasi manusia, teori Maqashid dapat
digunakan sebagai kerangka kerja untuk memahami dan menerapkan ayat-ayat
kebebasan dalam Al-Qur'an.
Dalam tafsir maqa>s}idi>, terdapat beberapa problematika yang berkaitan dengan
hak asasi manusia. Salah satu problematika tersebut adalah bagaimana
mengintegrasikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam pemahaman dan penafsiran
Al-Qur'an. Dalam konteks ini, tafsir maqa>s}idi> menekankan pentingnya menjaga harkat
dan martabat manusia serta melindungi hak-hak asasi individu. Namun, terdapat
tantangan dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam tafsir

1
Andi Akhirah Khairunnsia, “Penerapan Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pembentukan
Produk Hukum Oleh Pemerintah Daerah,” Manajemen Pemerintahan 5, no. 17 (2018): 65–78.
Maqashidi, terutama dalam menghadapi ayat-ayat yang mungkin memiliki implikasi
yang berbeda terkait kebebasan individu.
Teori Maqashid memiliki urgensi yang relevan dalam memahami ayat-ayat
kebebasan dalam Al-Qur'an. Teori ini membantu kita memahami konteks dan tujuan
ayat-ayat kebebasan, menghindari penyalahgunaan kebebasan, mengintegrasikan
kebebasan dengan prinsip-prinsip Islam, dan menghindari ekstremisme dan
radikalisme dalam memahami ayat-ayat kebebasan.2
Secara garis besar, artikel ini akan menganalisis tentang konsep hak asasi
manusia dalam tafsir maqa>s}idi>, yaitu pada kitab tafsir al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r, Tafsir
al-Mana>r, dan Nadhm Al-Durar Fi Tana>sub al-Aya>t wa al-Suwar. Dari ketiga tafsir
tersebut memiliki karakteristik tersendiri dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an.
Kitab al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r dalam pendahuluan suratnya terlebih dahulu
menyebutkan nama-nama surat, keutamaannya, makki madani dan lain-lain. Kemudian
menjelaskan kandungan surat secara global dalam poin-poin yang berbeda sesuai
dengan tema dan masalah yag dibahas secara tartib mushafi.
Kitab Tafsir al-Mana>r juga memiliki karakteristik tersendiri, yaitu Kontruksi
pemikiran tafsir maqa>s}idi Muhammad Rashid Rid}a disamping terbangun karena
pandangan fundamentalnya terhadap hakikat syariat dar‘u al-mafa>sid wa jalb al-
mas}alih} (menolak kerusakan dan membawa manfaat) juga terbentuk atas
pandangannya terhadap realitas umat Islam dan sikapnyaterhadap bentuk pemikiran
tafsir yang berkembang.
Sedangkan, kitab Nadhm Al-Durar Fi Tana>sub al-Aya>t wa al-Suwar dianggap
sebagai sebuah karya lengkap yang memperinci keterkaitan (munasabah) antara
susunan surat dan ayat dalam Al-Qur'an, suatu aspek yang belum pernah tersaji pada
generasi sebelumnya. Tafsir ini dimulai dengan sebuah pengantar yang menjelaskan
tujuan penulisan, manfaat, metode, dan pandangan para mufasir sebelumnya terkait

2
Muhammad Bushiri, “Tafsir Al-Qur’an Dengan Pendekatan Maqa>s}id Al-Qur’an Perspektif T}aha
Ja>bir Al-’Alwani,” Tafsere 7, no. 1 (2019): 132–47.
bidang ini, termasuk Ahmad b. Ibrahim al-Andalusi dalam karyanya yang berjudul al-
‘Ilmu bi al-Burhān fi Tartīb Suwar al-Qur’an.
B. Definisi Hak Asasi Manusia
Definisi HAM sampai saat ini belum ada yang baku, pengertian dan
perkembangan tentang hak tersebut selalu berubah sesuai dengan dinamika dari
manusia itu sendiri. Bila di lihat dari definisi yang ada, pada hakikatnya membicarakan
hak-hak yang ada pada manusia sebagai makhluk hidup.
Beberapa ahli banyak mengemukakan terkait definisi hak asasi manusia, seperti
A. Mansur Efendi. Menurutnya hak manusia adalah hak milik bersama umat manusia
yang diberikan oleh Tuhan selama hidupnya.
Kemudian Dad Darmodiharjo memberi-kan definisi bahwa Hak asasi manusia
untuk dasar dan hak-hak pokok yang mem-bawa manusia semenjak lahir sebagai
anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Sidney Hook, memberi defi-nisi; Hak asasi manusia adalah tuntut-an yang
secara moral bisa dibenarkan, agar seluruh manusia dapat menikmati dan melaksa-
nakan kebebasan dasar mereka harta benda dan pelayanan-pelayanan mereka yang
dipandang perlu untuk mencapai hakikat manusia.3
Definisi hak asasi manusia juga dapar dicermati dari pendapat yang
dikemukakan oleh Soetandyo Wignyosoebroto, yaitu; hak asasi manusia adalah hak
yang melekat secara kodrati pada setiap makhluk yang dilahirkan dengan sosok
biologis manusia, yang memberikan jaminan moral dan menikmati kebebasan dari
segala bentuk perlakuan yang menyebabkan manusia itu tidak dapat hidup secara layak
sebagai manusia yang dimuliakan Allah.
Berdasarkan pemdapat dari beberapa ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa semua manusia, siapapun, darimanapun, dan apapun statusnya pada hakekatnya
mempunyai harta dan martabat yang sama. Setiap orang memiliki hak-hak yang sama.

3
Dahlia H Mo’u, “HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM ISLAM,” n.d., 2.
Setiap orang/manusia berhak untuk memperoleh jaminan pengakuan, perlindungan,
dan pemenuhan hak asasi manusia.
Pemahaman tentang hak asasi manusia juga harus dilakukan dalam konteks
manusia sebagai mahluk sosial, dimana dalam kehidupannya, manusia yang satu selalu
berhubungan dengan manusia yang lain. Manusia , baru memahami fungsi dan
potensinya sebagai manusia apabila telah berhubungan dengan manusia yang lain,
sehingga manusia selalu hidup berkelompok. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal I
Universal Declaration of Human Rights, bahwa manusia hendaknya bergaul dalam
suasana persaudaraan, memberi makna bahwa manusia yang satu harus menghormati
dan menghargai manusia yang lain. Hak asasi manusia tidaklah bersifat absolut, artinya
kebebasan dan hak asasi manusia yang satu akan dibatasi oleh kebebasan dan hak asasi
manusia yang lain. Dengan kata lain kebebasan yang dimiliki oleh setiap manusia
bukanlah tanpa batas. Apabila tidak ada batasannya, maka di dalam masyarakat akan
terjadi pertarungan semua melawan semua, dimana hanya yang kuat yang akan menjadi
pemenang dan akan menikmati hak-haknya secara penuh, sedangkan di sisi yang lain
ada orang yang tidak dapat terpenuhi ataupun tidak dapat menikmati hak-haknya.4
Aspek khas dalam konsep HAM Islam adalah tidak adanya orang lain yang
dapat memaafkan suatu pelanggaran hakhak jika pelanggan itu terjadi atas seseorang
yang harus dipenuhi haknya. Meskipun Allah sendiri telah menganugerahkan hak-hak
ini, dan secara asalnya adalah tetap bagiNya. Serta didepanNyalah semua manusia
wajib mempertanggungjawabkan, Allah tidak akan melaksanakan kekuasaanNya
untuk mengampuni pelanggaran hak-hak pada hari akhirat kelak.
C. Hak Asasi Manusia Perspektif Islam
Istilah Hak Asasi Manusia (HAM) sebelumnya masih asing pada saat Islam
turun kepada masyarakat Arab di abad ke-7 M. Akan tetapi prinsip penghargaan dan
penghormatan sudah diajarkan terhadap manusia dan kemanusiaan secara tegas.
Sebagaimana inti dari ajaran islam adalah tauhid yang mengajarkan manusia bahwa

4
Hesti Armiwulan, YUSTIKA Media Hukum Dan Keadilan (desember 2004, n.d.), 319–320.
hanya ada satu pencipta yaitu Tuhan. Selain Tuhan semuanya hanyalah makhluk.
Karena itu, Tuhan semata yang mutlak disembah, dipuji, dan diagungkan serta tempat
menggantungkan seluruh harapan dan kebutuhan.
Pengertian HAM dalam bahasa Arab disebutkan dengan istilah haq al-insan
yang artinya hak manusia.5 Atau juga disebut haq al-insan ad-daruri. Secara
terminologis, HAM dalam persepsi Islam, Muhammad Khalfullah Ahmad telah
memberikan pengertian bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu amanah dan anugerah Allah SWT
yang harus dijaga, dihormati, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau
negara.6
Menurut pendapat Abu al'Ala al-Maududi, di dalam agama Islam membahas
dua konsep tentang hak. Pertama, hak manusia atau huquq al-insan al-dharuriyyah.
Kedua, hak Allah atau huquq Allah. Dua jenis hak tersebut tidak bisa dipisahkan. Dan
hal inilah yang membedakan antara konsep HAM menurut Islam dan HAM menurut
perspektif Barat.
HAM dalam perspektif Islam berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Hadits,
sehingga dalam proses penegakan HAM tidak boleh ada pertentangan dengan syari’at
yang diajarkan Islam, memiliki keseimbangan antara hak dengan kewajiban, sangat
mengutamakan kepentingan sosial, manusia dilihat sebagai makhluk yang dititipi hak-
hak dasar oleh Tuhan, dan oleh karena itu mereka wajib mensyukuri dan
memeliharanya.
Perbedaan yang mendasar antara HAM perspektif Barat dan HAM perspektif
Islam dapat dilihat dari segi:
a. Aspek sumber dari perspektif barat adalah pemikiran filosofis semata,
sedangkan perspektif ajarannya bersumber dari al-Quran dan Hadist.

5
Mufarrihul Hazin, “HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIFISLAMDAN MAQASHID AL-
SYARI’AH,” Juni 2021, n.d., 104.
6
Ahmad Mukri Aji, “HAK DAN KEWAJIBAN ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM,”
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 2, no. 2 (December 1, 2015): 211,
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v2i2.2386.
b. Memiliki sifat antroposentris juga lebih mementingkan hak daripada kewajiban
dan memiliki sifat individualistik. Sedangkan sifat dari HAM perspektif Islam
adalah theosentris, mempunyai keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
lebih mementingkan kepentingan sosial.
c. Aspek posisi manusia dalam HAM perspektif Barat adalah sebagai pemilik
sepenuhnya hak-hak dasar, sedangkan HAM perspektif Islam memiliki
pemikiran bahwa manusia adalah makhluk yang dititipi hak-hak dasar oleh
Allah, sehingga mereka wajib mensyukurinya dan memeliharanya.
Hak Asasi Manusia (HAM) menurut Islam terdapat beberapa ketentuan yang
disesuaikan dengan Al-Qur’an, yaitu:
Pertama, Hak hidup, adalah karunia yang diberikan kepada seluruh manusia
dari Allah SWT. Oleh karena itu dalam islam terdapat hukum Qishosh dalam rangka
untuk menjamin keberlangsungan hidup dengan tenteram dan damai. Hal ini sebagai
balasan untuk pembunuh yang melenyapkan nyawa manusia atau membuat manusia
lainnya cacat serta Allah juga lah yang memberi manusia hidup dan mati. Sebagaimana
yang firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 178.
Kedua, hak merdeka, yaitu hak bebas dari segala keterpaksaan dan tekanan atau
kekangan merupakan salah satu hak asasi manusia untuk di hormati dan untuk dihargai.
Hak untuk merdeka merupakan salah satu jalan untuk memperoleh kemuliaan dalam
kehidupan. Salah satu contoh hak merdeka dalam beragama yakni manusia tidak boleh
buta dalam memahami agama dan kebebasan beragama.
Ketiga, hak mendapatkan pendidikan, manusia mempunyai kelebihan dalam
penciptaannya oleh Allah dengan akal fikiran untuk berfikir. Dalam Al-Quran dan
Hadits Nabi banyak yang membahas tentang kewajiban mendalami ilmu dan
keutamaan ilmu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Quraisy Shihab menyatakan
tentang “manusia dalam Al-Qur’an memiliki potensi untuk mendapat ilmu dan
mengembangkannya seizin Allah”
Keempat, hak kehormatan diri, hal ini merupakan anugerah terbesar yang
diberikan Allah kepada manusia. Untuk itu, hak atas kehormatan diri adalah upaya
eksistensi manusia untuk menjalankan sistem dalam kehidupan sosial.
Kelima, hak memiliki, namun hal ini bukan berarti menjadi hak mutlak yang
hanya dimiliki oleh individu tertentu untuk memanfaatkan dunia dan seisinya. Akan
tetapi semua yang ada di bumi ini hanyalah untuk kepentingan umat manusia dan
menjadi sistem yang harus manusia patuhi saat dalam suasana hidup yang terhormat
dan merdeka.
Secara garis besar, HAM dalam perspektif Islam berdasarkan pada prinsip
persaudaraan (solidarity), prinsip kebebasan (liberty), dan prinsip persamaan
(equality). Prinsip persaudaraan adalah jaminan terhadap hak-hak asasi manusia yang
menjadi bukti kepedulian sosial dalam bermasyarakat. Selanjutnya adalah prinsip
kebebasan, dengan artian menyelamatkan manusia dari berbagai keterpaksaan dan
tekanan, sebagai contoh kebebasan beragama, kebebasan berfikir, kebebasan
berpolitik. Kemudian prinsip persamaan, merupakan hakikat kemanusiaan dengan
adanya persamaan antar sesama manusia dengan lainnya. Hal ini dikarenakan setiap
manusia yang dilahirkan di dunia ini memiliki hak dan kewajiban, serta tanggungjawab
yang berbeda.7
D. Hak Asasi Manusia dalam Tafsir Maqa>s}idi>
Hak Asasi Manusia dalam bahasa Arab juga bisa disebut dengan al-H}uqu>q al-
Insa>niyyah, yaitu hak kepada manusia. Secara bahasa al-H}uqu>q merupakan jama’ dari
kata H}a>q yang berarti milik, ketetapan, dan kepastian. Dalam Al-Qur’an, kata H}a>q
dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 287 kali, dan sulit untuk menemukan
ayat tentang HAM. Kata al-H}a>q yang memiliki arti “kebenaran” dalam Al-Qur’an

7
Hazin, “HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIFISLAMDAN MAQASHID AL-SYARI’AH,”
104-108.
hanya ditemukan sebanyak 277 kali. Maka belum tentu kata al-H}a>q dalam Al-Qur’an
menjelaskan mengenai hak-hak kemanusiaan.8
Beberapa ayat surat dalam Al-Qur’an menyebutkan kata al-H}a>q dengan arti
yang berbeda-beda. Dalam Q.S. Yasin [36]: 7 terdapat lafadz al-H}a>q yang berarti
“menetapkan sesuatu dan membenarkannya”, Q.S. Al-Anfal [8]: 8 berarti
“Menetapkan dan menjelaskannya”, Q.S. Al-Baqarah [2]: 241 berarti “bagian yang
terbatas”, Q.S. Yunus [10]: 35 berarti “adil sebagaian lawan dari adil”, Q.S. Al-An’am
[6]: berarti “yang lebih berhak”, dan Q.S. Al-Ma‘arij [70]: 24 berarti “bagiannya”.9
Berikut merupakan penafsiran di dalam Tafsir Maqas}idi> terhadap Q.S. Al-
Maidah [5]: 45 yang membahas tentang hak terhadap manusia:
َ ُُْْ َ َ َ ُ ُ ْ َ ُ ُ ْ َ َْ ْ ََْ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َْ َ َْ َ َ َ ْ ْ ََْ َ ََْ َ
َ ‫الِّ ِ َّ واُُْو‬
ِ ‫الِّ َّ ِب‬
ِ ‫وكتبنا علي ِهم ِفيهآ ان النفس ِبالنف ِس والعين ِبالعي ِن والانف ِبالان ِف والاذن ِبالاذ ِن و‬

َ ْ ُ ّٰ ُ ُ َ ٰۤ ُ َ ُ ّٰ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ ٗ َ ٌ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ٌ َ
‫ِقصاصٌۗ ف َم ْ َّ تصدق ِب ٖه فهو كفارة لهٌۗوم َّ لم يحكم ِبمآ انزل الله فاول ِىك هم الظ ِلمون‬

Kami telah menetapkan bagi mereka (Bani Israil) di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas)
dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya (balasan yang sama). Siapa yang melepaskan (hak
kisasnya), maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Siapa yang tidak memutuskan (suatu
urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.
a) Tafsir al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r
Sebelum menafsirkan surat Al-Maidah, Ibn ‘Ashu>r menjelaskan terlebih dahulu
makna dan tujuan dari surat Al-Maidah, kemudian menjelaskan tentang Asba>b
al-Nuzu>l dari surat tersebut. Tidak hanya itu, Ibn ‘Ashu>r juga menjelaskan
tentang bermacam-macam nama lain dari surat Al-Maidah. Mayoritas di dalam
kitab tafsir dan hadis, surat ini dinamakan dengan surat Al-Maidah, sedangkan
ada riwayat yang menyebutkan bahwa surat ini dinamakan dengan surat Al-

8
Alviana Resthy Inda Hidayat, Amira Meina Zaroh, and Ayip Jamallulael, “Pandangan Islam Tentang
Hak Asasi Manusia Dalam Al-Qur’an,” Metta: Jurnal Pemelitian Multidisiplin Ilmu 2, no. 1 (2023):
1278.
9
Hidayat, Zaroh, and Jamallulael. 1278.
‘Uqud sesuai dengan lafadz yang terdapat pada ayat tersebut. Dalam kitab
Ah}ka>m Ibn Faras, surat ini dinamakan dengan surat Al-Munqidzah sesuai
dengan sabda Nabi Muhammad.10
Untuk menemukan Maqas}id yang terdapat dalam Q.S. Al-Maidah [5]: 45, Ibn
‘Ashu>r terlebih dahulu melakukan Ijtihad dan mencari hubungan antara makna
ayat untuk memperoleh makna yang tepat, kemudian merumuskan maqa>s}id al-
sha>ri‘ah dari ayat-ayat tersebut. Menurut Ibn ‘Ashu>r, ayat ini memiliki
hubungan dengan ayat sebelumnya, yaitu Q.S. Al-Maidah [5]: 44. Hubungan
antar ayat tersebut menjelaskan keterkaitan hukum yang dirubah dengan
hukum-hukum qis}a>s}, seperti perubahan hukum h}ad zina. Kemudian, Ibn ‘Ashu>r
menjelaskan isyarat dari hukum tersebut tidak bisa disangkal, karena hukum
tersebut telah di tetapkan.11
Dari permasalahan yang sudah dijelaskan, T}a>hir Ibn ‘Ashu>r kemudian
menjelaskan bahwa maqas}id dari Q.S. Al-Maidah [5]: 45 adalah mendukung
syari’at Islam, karena syariat Islam datang dengan prinsip hukuman yang adil
dan menghapuskan hukuman dendam dalam kasus pembunuhan yang ada pada
zaman Jahilliyah dan juga kepada orang-orang Yahudi. Tidak ada keraguan
bahwa mendukung syariat dengan syariat yang lain akan meningkatkan
penerimaan syariat tersebut di dalam jiwa masing-masing orang. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hukum tersebut merupakan kehendak Allah yang sudah
ditetapkan dan tidak bisa berubah dengan perbedaan kaum dan zaman.
b) Tafsir al-Mana>r
Kontruksi pemikiran tafsir maqa>s}idi Muhammad Rashid Rid}a disamping
terbangun karena pandangan fundamentalnya terhadap hakikat syariat dar‘u al-
mafa>sid wa jalb al-mas}alih} (menolak kerusakan dan membawa manfaat) juga
terbentuk atas pandangannya terhadap realitas umat Islam dan

10
T}a>hir ibn ’Ashu>r, Al-Tah}ri>r Wa Al-Tanwi>r (Tunisisa: al-Dar al-Tunisiyyah, 1984).
11
’Ashu>r.
sikapnyaterhadap bentuk pemikiran tafsir yang berkembang. Terkait syariat ini,
Rashid Rid}a menyatakan bahwa apa saja yang diharamkan bagi manusia berarti
hal tersebut dapat mendatangkan kerusakan, sebaliknya apa yang diperintahkan
dan diperbolehkan adalah perkara yang bermanfaat bagi mereka.12
Penafsirannya terhadap Q.S. Al-Maidah [5]: 45 menjelaskan bahwa di dalam
kitab Taurat telah ditetapkan hukuman-hukuman kepada Bani Israil. Jiwa yang
diambil atau dibunuh dengan sengaja dan tanpa hak, maka hukuman bagi
pembunuh adalah hukuman yang sama dengan yang dilakukannya. Tidak hanya
jiwa yang dibunuh, tetapi anggota-anggota tubuh yang dilukai, maka
hukumannya juga harus sama dengan anggota yang telah dilukai.13
Setalah menjelaskan mengenai qis}as}, kemudian Rashid Ridha juga menjelaskan
ٌ َ َ ُْ
tentang I’rab yang terdapat pada ayat tersebut, seperti lafaz ‫َواُْ ُُ ْو َ ِقصاص‬

dibaca dlommah menurut al-Kisa>’i>, tetapi mayoritas ulama membaca dengan


fathah.
c) Tafsir Nadhm Al-Durar Fi Tana>sub al-Aya>t wa al-Suwar
Di awal mukaddimah surat Al-Maidah, al-Biqa>’i> menjelaskan terlebih dahulu
Maqa>s}id dari surat tersebut. Al-Biqa>’i> menyatakan bahwa maqa>s}id surat Al-
Maidah merupakan keloyalan terhadap petunjuk yang ada di dalam Al-Qur’an
dan menunjukkan perjanjian akal tentang ketauhidan sang pencipta serta kasih
sayang kepada makhluk-makhluknya, sebagai ungkapan terimakasih atas
nikmat-Nya. Kisah dalam surat Al-Maidah menunjukkan hal-hal tersebut,
karena isinya menyatakan bahwa siapa saja yang menyimpang dari kenikmatan
yang telah diberikan, maka orang tersebut akan dihadapkan pada
pertanggungjawaban dan menerima siksaan.14

12
Sutrisno, “Paradigma Tafsir Maqa>s}idi> Muhammad Rasyid Ridha Dalam Al-Manar” (Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018). 134-135.
13
Rashid Ridha, Tafsir Al-Mana>r Vol. 6, 2nd ed. (Kairo: Dar Al-Manar, n.d.). 401-402.
14
Al-Biqa>i>, Nadhm Al-Durar Fi Tana>sub al-Aya>t wa al-Suwar Jil. 6 (Kairo: Dar al-Kitab al-
Islami, n.d.). 1-2.
Dalam menafsirkan Q.S. Al-Maidah [5]: 45, al-Biqa>’i> menghubungkan ayat
tersebut dengan ayat sebelumnya, yaitu Q.S. Al-Maidah [5]: 34. Pada ayat
tersebut al-Biqa>’i> menjelaskan tentang turunnya kitab Taurat sebagai petunjuk
bagi orang yang berbuat kerusakan di bumi, seperti pembunuhan dan zina.
Kemudian dalam Q.S. Al-Maidah [5]: 45 dijelaskan bahwa di dalam kitab
Taurat telah ditetapkan bahwa pelaku pembunuhan dengan tanpa hak itu
hukumannya harus sama dengan perilaku yang telah dibuatnya. Kemudian
Allah memberikan keringangan terhadap ayat yang turun tersebut dengan
َ َ َ َ َ
lafadz selanjutnya yang berbunyi ‫ ف َم ْ َّ تصدق ِب ٖه‬. Menurut al-Biqa>’i>, lafadz

tersebut sebagai pengampun hukuman bagi orang yang berhak untuk


menghukum seseorang dengan hukuman mati atau menghukum orang sesuai
dengan perbuatan yang telah dilakukannya.15
E. Kesimpulan
Istilah Hak Asasi Manusia dalam konteks Islam menegaskan bahwa HAM
adalah hak kodrat dan fundamental yang merupakan amanah dan anugerah Allah.
HAM dalam Islam berbeda dengan perspektif barat, mengedepankan keseimbangan
antara hak dan kewajiban, mengutamakan kepentingan sosial, dan menekankan bahwa
manusia adalah makhluk yang dititipi hak-hak dasar oleh tuhan. Perbedaan mendasar
terlihat dari sumber pemikiran dan posisi manusia sebagai pemilik hak-hak dasar.
Dalam Islam, HAM mencakup hak hidup, hak merdeka, hak pendidikan, hak
kehormatan diri dan hak memiliki yang didasarkan pada prinsip persaudaraan,
kebebasan, dan persamaan.
Teori Maqashid memiliki urgensi yang relevan dalam memahami ayat-ayat
kebebasan dalam Al-Qur'an. Teori ini membantu kita memahami konteks dan tujuan
ayat-ayat kebebasan, menghindari penyalahgunaan kebebasan, mengintegrasikan
kebebasan dengan prinsip-prinsip Islam, dan menghindari ekstremisme dan

15
Al-Biqa>i>. 154-155.
radikalisme dalam memahami ayat-ayat kebebasan. Dalam artikel ini menyebutkan
tiga kitab tafsir yang ditulis oleh ulama yang berbeda, sehingga penafsiran terhadap
ayat-ayat yang berhubungan dengan HAM juga berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

’Ashu>r, T}a>hir ibn. Al-Tah}ri>r Wa Al-Tanwi>r. Tunisisa: al-Dar al-Tunisiyyah,


1984.
Al-Biqa>i>. Nadhm Al-Durar Fi Tana>sub Al-Aya>t Wa Al-Suwar Jil. 6. Kairo: Dar
al-Kitab al-Islami, n.d.
Bushiri, Muhammad. “Tafsir Al-Qur’an Dengan Pendekatan Maqa>s}id Al-Qur’an
Perspektif T}aha Ja>bir Al-’Alwani.” Tafsere 7, no. 1 (2019): 132–47.
Hidayat, Alviana Resthy Inda, Amira Meina Zaroh, and Ayip Jamallulael.
“Pandangan Islam Tentang Hak Asasi Manusia Dalam Al-Qur’an.” Metta:
Jurnal Pemelitian Multidisiplin Ilmu 2, no. 1 (2023): 1278.
Khairunnsia, Andi Akhirah. “Penerapan Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam
Pembentukan Produk Hukum Oleh Pemerintah Daerah.” Manajemen
Pemerintahan 5, no. 17 (2018): 65–78.
Ridha, Rashid. Tafsir Al-Mana>r Vol. 6. 2nd ed. Kairo: Dar Al-Manar, n.d.
Sutrisno. “Paradigma Tafsir Maqa>s}idi> Muhammad Rasyid Ridha Dalam Al-
Manar.” Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018.

Anda mungkin juga menyukai