Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA (HAM)

PENGATURAN DAN MEKANISME PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM


HUKUM INTERNASIONAL

Dosen

HARISMAN, S.H., M.H.

Kelompok 5:

1. Anique Suvara Dieny 2206200344


2. Mayang Dinur Wayuni 2206200345
3. Syarifah Khaira Athaya 2206200347
4. M. Dary Andhika S 2206200348
5. Wira Muliawan 2206200349

Semester/Kelas: 2/G1 Pagi

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A 2022/2023
PENDAHULUAN

Hak merupakan unsur normatif yang sangat melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksi
antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM
adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dan era sebelum reformasi. Perlu diingat
bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup bersosialisasi dengan orang lain.

Hak merupakan kata yang tidak asing lagi bagi umat manusia di seluruh dunia karena hak
merupakan inti sari yang paling karib dengan kebenaran dan keadilan dalam konteks dinamika dan
interaksi kehidupan manusia beserta makhluk ciptaan Tuhan. Hak telah terpatri sejak manusia dilahirkan
dan melekat pada siapa saja, yang salah satunya adalah hak untuk hidup (right to live).1

Hak asasi manusia dapat diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia. Istilah ini hampir
sama maknanya dengan haququl insan (Arab), human rights (Inggris), froits de l’homme (Perancis),
menselijke rechten (Belanda). Namun ada juga yang menggunakan istilah hak asai manusia sebagai
terjemahan dari basic right dan fundamental rights dalam bahasa Inggris, serta grodrechten dan
fundamental rechten dalam bahasa Belanda.2

Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat
kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah dari Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendirinya merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara
utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu pula
upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan
tanggung jawab bersama antar individu, pemerintah (Aparatur Pemerintah baik Ipil maupun Militer) dan
juga Negara.

Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai dasar hak yang dimiliki manusia, eksistensinya yang melekat
pada kodrat manusia sejak dilahirkan. Hal tersebut juga sebagai tanda bahwa ia adalah “manusia”.
Manusia yang dimaksud dalam hal ini ialah, pertama “manusia seutuhnya” yang merupakan ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa yang dilengkapi dan dianugerahi seperangkat hak kodrati yang bersifat sangat
asasi, keranya tidak boleh diabaikan oleh siapapun. HAM dimiliki manusia semata-mata karena ia
manusia, bukan karena diberikan oleh negara, hukum ataupun pemberian manusia lainnya. Oleh karena

1
Mansor Faqih et.al. 1999. Panduan Pendidikan Politik Untuk Rakyat. Insist: Yogyakarta. Hal. 17.
2
Marbangun Hardjiwirongo. 1997. HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional, Regional dan
Internasional. Patma: Bandung. Hal. 10.
itu, eksistensinya pun sama sekali tidak bergantung pada pengakuan dari negara, hukum ataupun manusia
lainnya. Kedua, manusia yang dimaksud adalah “semua manusia” bukan hanya manusia-manusia tertentu,
dan tetap harus diakui bahwa “sesama manusia” memiliki hak asasi yang dianugerahi oleh Sang Pencipta
yakni Tuhan Yang Maha Esa sehingga “semua manusia” karena adanya hak yang dimilikinya itu
mempunyai martabat tinggi dan keberadaannya harus diakui, dihormati serta dijunjung tinggi oleh
“sesama manusia” di dunia. Dengan demikian HAM bersifat universal yang artinya keberlakuannya tidak
dibatasi oleh ruang atau tempat (berlaku dimana saja), tidak dibatasi oleh waktu (berlaku kapan saja),
tidak terbatas hanya pada orang-orang tertentu (berlaku untuk siapa saja), serta tidak dapat diambil,
dipisahkan dan dilanggar oleh siapa pun.

Istilah hak asasi manusia (HAM) merupakan istilah yang relatif baru dan menjadi bahasan sehari-
hari semenjak Perang Dunia II dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945.
Istilah hak asasi manusia tersebut menggantikan istilah natural right (hak-hak alam) karena konsep hukum
alam yang berkaitan dengan istilah natural right menjadi kontroversi dan frasa the right of man yang
kemudian muncul dianggap tidak mencakup hak-hak wanita.3

HAM dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dari martabat kemanusiaannya,juga
digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia. Oleh karena
itu, “semua manusia” yang menyadari dirinya sebagai “manusia seutuhnya” demi eksistensi dan
pengakuan HAM yang dimilikinya, dalam rangka mengaplikasikan HAM nya harus pula menghargai
HAM orang lain. Tidak boleh mengaplikasikan sebebas-bebasnya menurut kehendak sendiri. tetap harus
disadari bahwa pengaplikasian HAM nya dibatasi oleh HAM orang lain. Ini berarti, dalam rangka bergaul
atau berhubungan dengan sesama manusia “manusia seutuhnya” memiliki “kewajiban” untuk mengakui
dan menghormati HAM orang lain demi terlaksana atau tegaknya HAM sendiri.

Sangat penting disadari bahwa “setiap hak pasti melekat suatu kewajiban”. Berdasarkan pola pikir
demikian, jadi dapat dikatakan “Dimana ada hak asasi disitu pula pasti ada setiap penerapan HAM,
negara, hukum, pemerintah maupun manusia lain “berkewajiban” untuk memperhatikan, mengakui,
menghormati dan menghargai “hak asasi” serta “kewajiban asasi”. Kesadaran akan HAM yang dimiliki
oleh setiap manusia demi menjaga harkat dan martabat kemanusiaannya telah diawali sejak manusia ada
di muka bumi. Hal itu disebabkan hak-hak kemanusiaan sudah ada sejak manusia itu dilahirkan (bersifat
ipso facto dan ab intio) dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri setiap manusia.

3
Burns H. Wetson dalam Sirajuddin dan Winardi. 2015. Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia. Malang.
Hal. 226.
PEMBAHASAN

A. Hubungan Hukum Internasional Dan Hak Asasi Manusia

Pemikiran mengenai hak asasi manusia dari John Locke yang merupakan seorang filosofi Inggris
pada abad ke 17. Lewat kristalisasi pemikiran John Locke yang berpendapat bahwa dalam diri manusia
terdapat hak kodrati (natural rights) yaitu hak atas hidup, hak kebebasan dan hak milik. 4

Seperti yang dikatakan oleh John Locke hak asasi manusia adalah hak kodrati, hak asasi manusia
yang dimiliki manusia karena martabatnya sebagai manusia dan bersifat inalienable atau tidak dapat
dicabut, selain itu hak asasi manusia juga bersifat universal, dimana dimiliki oleh semua orang tanpa
terkecuali. Selain teori hak kodrati seperti yang diyakini oleh John Locke ada pula teori hak hukum
kodrati (naturaly law theory) yang lahir melalui pemikiran Stoika di zaman kuno dan melalui tulisan-
tulisan hukum Santo Thomas Aquinas di zaman modern yang kemudian dikembangkan oleh Hugo de
Groot yang merupakan seorang ahli hukum Belanda yang kemudian dikenal sebagai Bapak Hukum
Internasional atau Grotius. Grotius mengembangkan pemikiran Aquinas dengan membuatnya menjadi
produk pemikiran sekuler yang rasional. Karena pemikiran Grotius inilah yang kemudian lahirnya
pemikiran John Locke mengenai teori kodrati.5

Pengaturan mengenai perlindungan hak asasi manusia telah diatur oleh hukum internasiomal.
Perlindungan hak asasi manusia dalam hukum internasional dapat dibuktikan dengan adanya instrumen-
instrumen HAM internasional yang mengatur mengenai HAM dan kebebasan fundamental, yaitu UDHR,
ICCPR, dan Declaration of Human Right Defender. Perlindungan hak asasi manusia juga dapat
ditegakkan melalui tanggung jawab negara dan melalui PBB serta badan-badannya. Selain perhatian dari
PBB, pemerintahan yang ada juga wajib untuk menghargai dan melindungi HAM dan kebebasan
fundamental dari tiap-tiap individu dengan mengimplementasikan instrumen-instrumen HAM
internasional ke dalam municipal law yang dimiliki oleh mereka.

B. Penerapan Instrumen Hak Asasi Manusia Secara Internasional

Pada umumnya, hukum Internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subyek-subyek
hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat Internasional. Hukum Internasional bukan saja mengatur
hubungan antar negara, tetapi juga subyek-subyek hukum lainnya seperti organisasi Internasional,
kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan pembebasan nasional. Hukum Internasional juga

4
A. Widiada Guanakaya, Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017), hal. 3.
5
Rona, K.M. Smith, Christian Ranheim, and Dkk. Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi
Manusia, Universitas Islam Indonesia, 2008) hal. 12.
diberlakukan terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara. Dengan demikian,
hukum Internasional dapat dirumuskan sebagai suatu kaidah atau norma-norma yang mengatur hak dan
kewajiban para subyek hukum Internasional, yaitu negara, lembaga dan organisasi Internasional, serta
individu dalam hal tertentu.6ini

Hukum Internasional saat ini bukan saja mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perdamaian
dan keamanan, tetapi juga menyangkut masalah politik, dekolonisasi, ekonomi, teknologi, masalah
lingkungan, dan HAM demi tercapainya kesejahteraan dan keserasian dan kehidupan antarbangsa.
Perkembangan instrumen Internasional Hak Asasi Manusia megalami kemajuan yang sangat pesat di
bawah perjuangan PBB. Intsrumen ini meliputi perjanjian Internasional, baik berupa kovenan, konvensi
dan statuta, serta standar Internasional lainnya. Selain itu, instrumen internasional HAM ini juga tidak
terbatas pada deklarasi, proklamasi, kode etik, aturan bertindak (code of conduct), prinsip-prinsip dasar,
dan rekomendasi.Adapun yang dimaksud dengan instrumen umum HAM terdiri dari DUHAM dan
Kovenan Internasional tentang hak ekosob, serta Kovenan Internasional tentang hak sipol. Instrumen
umum ini dikenal dengan the Bill of Human Rights International.

Beberapa instrumen khusus HAM Internasional diimplementasikan meliputi antara lain hak
menentukan nasib sendiri, pencegahan diskriminasi, hak-hak perempuan, hak-hak anak, dan larangan
penyiksaan. Prosedur dan lembaga pengawasan HAM berdasarkan instrumen internasional dapat
dibedakan berdasarkan Perjanjian internasional, dan yang berdasarkan wewenang dari Piagam PBB.
Setidaknya terdapat tujuh mekanisme pengawasan dan lembaga pengawasan yang disebut komite. ketujuh
perjanjian yang membentuk komite tersebut adalah kovenan internasional tentang hak ekosob, kovenan
hak sipol, konvensi internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial, konvensi tentang
penghapusan Semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan, konvensi menentang penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat. konvensi
tentang hak-hak anak, dan konvensi internasional tentang perlindungan hak-hak semua buruh dan anggota
keluarganya.7

C. Mekanisme Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Internasional

Hak asasi manusia merupakan hak utama yang harus dimiliki seseorang dan wajib dilindungi oleh
negara. Ini yang menjadi dasar negara-negara di dunia membuat kesepakatan yang berbentuk perjanjian
internasional yang bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia. Perjanjian-perjanjian internasional yang
disepakati oleh negara-negara melalui organisasi internasional PBB ini kemudian menjadi sebuah

6
Boer Manna, Hukum Internasional Peranan dan Fungsi Dalam. (Bandung: Alumni, 2001). Hal. 2.
7
Dedy Nursamsi, Instrumen dan Institusi Internasional Dalam Penegakan HAM. (Jakarta: FSH Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta). Hal. 434.
dokumen hukum yang mengikat bagi negara-negara untuk melaksanakan kewajiban berdasarkan hukum
internasional yang dikenal dengan “instrumen hukum internasional”. Dalam hukum internasional dikenal
beberapa instrumen hukum internasional yang mengatur mengenai hak asasi manusia. Semua instrumen
ini lahir dari kesepakatan negaranegara yang bertujuan untuk menghentikan segala bentuk kekejaman,
ketidakadilan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di dunia akibat dampak dari perang dunia
II.

Berikut ini merupakan beberapa hukum internasional yang mengatur tentang


perlindungan hak asasi manusia
1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Deklarasi universal mengenai hak asasi manusia
ini disahkan pada tanggal 10 desember 1948. Deklarasi ini, akan berusaha dengan cara mengajarkan
dan memberikan pendidikan guna menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-
kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan yang progresif bersifat nasional maupun
internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannnya yang universal dan efektif, baik oleh
bangsabangsa dari negara-negara anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari wilayah-wilayah
yang ada di bawah kekuasaan hukum mereka. 8
2. Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP) Deklarasi universal hak asasi manusia
(DUHAM), Pada intinya Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Poitik (KIHSP) menyatakan
dengan istilah-istilah yang mengikat secara hukum paruh pertamadari DUHAM. Sebaliknya, Kovenan
Internasional tentang Hak, Ekonomi,Sosial dan Budaya (KIHESB) menguraikan hak-hak yang
tercantum pada paruh kedua DUHAM. 9 Pemerintah indonesia meratifikasi konvenan ini dengan
undang-undang nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan konvenan internasional tentang hak sipil
dan politik yang ditandatangani pada 28 oktober 2005 dan diundangkan pada lembaran negara tahun
2005 nomor 119.10
3. Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Sebagaimana telah dicatat
sebelumnya, hak dan kebebasan yang tercantum dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (KIHESB) merupakan hak-hak dan kebebasan yang termuat di bagian akhir
DUHAM. Di indonesia, konvenan ini diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
tentang pengesahan konvenan internasional tentang hak ekonomi, sosial dan budaya.
4. Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial. Konvensi ini mulai
berlaku sejak januari 1969 dan disahkan oleh indonesia melalui UndangUndang nomor 29 Tahun

8
Naskah DUHAM di akses di https://www.komnasham.go.id/files/1475231326-deklarasi-universal-hak-asasi-
$R48R63.pdf
9
Rhona K.M Smith, Hukum Hak asasi manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008 hlm 91.
10
Eko Riyadi SH.MH, hukum hak asasi manusia (perspektif internasional, regional dan nasional) , PT
RajaGrafindo Persada, Depok, 2019 hlm 84.
1999. Di dalam konvensi ini, terdapat larangan terhadap segala bentuk diskriminasi rasial dalam
bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu, konvensi ini juga menjamin hak setiap orang
untuk diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law) tanpa membedakan ras, warna
kulit, asal usul dan suku bangsa. Konvensi ini juga membentuk sebuah komite yang bertugas
mengawasi pelaksanaan konvensi ini yang bernama Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial. 11
5. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Konvensi ini
ditetapkan pada tanggal 18 desember 1979 dan kemudian diratifikasi oleh pemerintah indonesia
dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Tentang Penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pada 24 juli 1984.
6. konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi,
dan merendahkan martabat manusia penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi merupakan tindakan
yang melanggar hak asasi manusia sehingga oleh PBB dianggap perlu untuk membuat konvensi yang
mengatur mengenai hal ini.
7. Konvensi tentang hak anak ditetapkan sejak 20 november 1989 dan mulai berlaku pada tanggal 2
september 1990. Dalam konvensi ini, negara harus menghormati dan menjamin hak bagi setiap anak
tanpa adanya diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, asal usul kebangsaan,
kewarganegaraan, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain. 12
8. Konvensi tentang perlindungan pekerja migran dan keluarga mereka. Konvensi internasional ini
tentang perlindungan hak-hak seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya disahkan oleh PBB
pada tanggal 18 desember 1990 dan pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi ini dengan Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2012.13
9. Konvensi tentang Hak Penyandang Disabilitas Konvensi tentang hak penyandang disabilitas
ditetapkan oleh PBB pada 13 desember 2006. Pemerintah Indonesia melakukan ratifikasi terhadap
konvensi ini dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi tentang
Hak Penyandang Disabilitas pada 10 november 2011. Pada pertimbangannya, konvensi ini menjamin
dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas dari diskriminasi dan pelanggaran hak asasi.
10. Konvensi Internasional tentang perlindungan semua orang dari penghilangan secara paksa ini diadopsi
dengan resolusi majelis umum PBB pada 20 desember 2006. Konvensi ini belum diratifikasi oleh
pemerintah indonesia. Menurut konvensi ini, penghilangan secara paksa adalah penangkapan,
penahanan, penculikan atau tindakan lain yang merampas kebebasan yang dilakukan oleh aparat
Negara atau oleh orang-orang maupun kelompok yang melakukannya dengan mendapat kewenangan,

11
Dr. A. Widiada Gunakarya S.A. SH. MH. Hukum hak asasi manusia, ANDI, Yogyakarta. Hlm 78.
12
Dr. A Widiada Gunakaya S.A, S.H, M.H, Op.cit hlm 79
13
Op.cit hlm 150
dukungan serta persetujuan dari negara, yang diikuti dengan penyangkalan pengetahuan terhadap
adanya tindakan perampasan kebebasan atau upaya menyembunyikan nasib serta keberadaan orang
yang hilang sehingga menyebabkan orang-orang hilang tersebut berada di luar perlindungan hukum. 14

D . Kendala-Kendala Universal Hak Asasi Manusia

1. Kendala Budaya

Walaupun pada tataran internasional telah dibentuk berbagai instrument HAM seperti Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia dan kovenan-kovenan seperti Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial, Budaya dan telah ada UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan HAM serta dibentuknya Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak dan Komnas
Perlindungan Perempuan yang tujuannya untuk memajukan dan melindungi HAM, tidaklah berarti bahwa
secara budaya berbagai instrument HAM internasional dan nasional tersebut tidak mengalami rintangan
dan hambatan atau kendala dalam penerapan dan pelaksanaannya. Jadi penting sekali memperhatikan
bahwa legitimasi budaya juga merupakan faktor yang terpenting agar standar HAM internasional di taati.

Budaya patriarki yang masih dominan di masyarakat kita sebagai contohnya, dimana jelas tidak
kondusif bagi upaya pemajuan dan perlindungan HAM. Contoh lainnya, “ketika Peraturan Daerah
(PERDA) Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang larangan pelacuran mendiskriminalisasi perempuan
atas nama kesusilaan, perempuan mempertanyakan dengan kritisnya perda tersebut. “Masalahnya adalah
kemiskinan, tetapi mengapa penyelesaiannya dengan perda anti maksiat. Harusnya pemerintah
menyediakan lapangan pekerjaan untuk menjawab masalah ini”. 15

Upaya internasional untuk menentang dan melarang perlakuan diskriminatif terhadap kaum
perempuan telah diatur dalam CEDAW. CEDAW diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan PBB pada 18
Desember 1979. Dengan adanya CEDAW ini dapat memerangi diskriminasi terhadap perempuan yang
dilakukan oleh siapa pun, baik organisasi atau lembaga-lembaga dan ketentuan hukum, peraturan-
peraturan serta budaya dan praktek diskriminasi terhadap perempuan.

2. Kendala Politik

Adanya sistem politik yang demokratis dimana rule of law dihormati dan dilindunginya hak-hak
minoritas yang merupakan prasyarat utama bagi perlindungan HAM. Sistem politik kita belumlah
mencerminkan perlindungan terhadap hak-hak minoritas. Dilarangnya keberadaan orang atau kelompok

14
Naskah Konvensi Internasional tentang Perlindungan Semua Orang Dari Penghilangan Secara Paksa, diakses
di https://www.komnasham.go.id/files/1475231849-konvensi-internasional-tentang-$0ZG3.pdf. pada 23 okt pada
pukul 11:10 WITA.
15
Ninuk Mardiana Pambudy, Perempuan Sebagai Agen Perubahan, Kompas 15 Januari, 2007. at. 37.
yang berbeda interpretasinya terhadap ajaran agama mayoritas merupakan suatu contoh tidak
dilindunginya hak-hak asasi minoritas. untungnya sudah dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi dengan
putusan No.97/PUU-XIX/2016 yang mengakui eksistensi aliran kepercayaan yang hidup di daerah
Indonesia.

3. Kendala Hukum

Hukum memegang peran sentral dalam upaya perlindungan HAM. Berbicara tentang hukum
maka tidak bisa tidak kita lihat berbagai legal instrumen yang tersedia untuk melindungi HAM, institusi
hukum dan para penegak hukum itu sendiri. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan UU
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, keengganan Kejaksaan Agung dalam menyikapi kasus penculikan
aktivis tahun 1997-1998 dan tidak jelasnya penanganan kasus kematian aktivis ham munir yang kembali
menunjukkan kelamnya penanganan HAM di Indonesia. 16

4. Hukum Domestik dan Hukum Internasional

Berbicara tentang perlindungan HAM di Indonesia, kita tidak bisa tidak juga harus berbicara
tentang hukum internasional dan mekanisme internasional yang tersedia jika hukum domestik tidak
merespon pelanggaran HAM dan terjadinya impunitas. Ketika hukum domestik berada dibawah standar
yang ditentukan hukum internasional, maka mekanisme internasional bagi perlindungan individu bisa
masuk dan digunakan. Jadi berbicara tentang perlindungan HAM di Indonesia berkaitan juga dengan
hukum internasional. Kedaulatan hukum nasional akan kehilangan legitimasinya jika hukum nasional
tidak digunakan untuk melindungi korban pelanggaran HAM, tetapi untuk melindungi impunitas. Jika hal
ini terjadi maka hukum dan institusi internasional akan masuk dan memiliki legitimasi politik dan hukum
untuk terlibat dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM di dalam negeri.

5. Keterbatasan Funding

Komitmen yang kuat untuk memajukan dan melindungi HAM saja tidaklah akan memadai jika
funding yang tersedia dan dialokasikan untuk memajukan dan melindungi HAM sangat terbatas atau sama
sekali tidak tersedia. Tidaklah sedikit dana yang diperlukan untuk mengharmoniskan berbagai peraturan
perundangan kita dengan hukum ham internasional dan juga jika semua polisi, jaksa, hakim dan petugas
penjara serta aparat militer akan ditatar dan diberikan pendidikan HAM. Tenaga Pengajar diperguaruan
tinggi dan guru-guru sekolah, serta pemuka informal yang akan dibuat melek HAM juga memerlukan
dana yang banyak. Tampaknya pemerintah kita yang pada saat ini sedang dililiti banyak persoalan lain
akan mengalami kesulitan untuk menyediakan funding buat pemajuan dan perlindungan HAM.

16
Kompas, Jejak Pendapat “Kompas”; Paradoks Perlindungan HAM di Indonesia, 2 Januari 2007.
Penggalangan sumber dana dari luar negeri yang disebabkan kelangkaan sumber dana dari dalam negeri
sendiri tampaknya masih merupakan suatu kebutuhan, jika upaya pemajuan HAM di Indonesia tetap akan
dilakukan pada saat ini.

KESIMPULAN

A. Hubungan Hukum Internasional Dan Hak Asasi Manusia

Pengaturan mengenai perlindungan hak asasi manusia telah diatur oleh hukum internasiomal.
Perlindungan hak asasi manusia dalam hukum internasional dapat dibuktikan dengan adanya instrumen-
instrumen HAM internasional yang mengatur mengenai HAM dan kebebasan fundamental, yaitu UDHR,
ICCPR, dan Declaration of Human Right Defender.

B. Penerapan Instrumen Hak Asasi Manusia Secara Internasional

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia telah meratifikasi beberapa instrumen
Internasional tentang HAM. Ratifikasi dilakukan melalui peraturan perundang-undangan dalam bentuk
Undang-undang (UU) dan keputusan Presiden (Keppres). Sampai tahun 2006 terdapat 6 instrumen
internasional HAM yang telah diratifikasi, dan 17 instrumen ILO yang berkaitan dengan hak hak
perburuhan.

C. Mekanisme Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Internasional

Pengaturan mengenai perlindungan hak asasi manusia dalam hukum internasional diatur dalam
beberapa dokumen hukum internasional yang berbentuk perjanjian internasional seperti, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia/DUHAM (Universal Declaration of Human Rights/UDHR) dan konvensi-
konvensi yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia.

D. Kendala-kendala Universal Hak Asasi Manusia

Memiliki kendala universal yaitu, kendala budaya, kendala politik, kendala hukum, kendala
domestik serta keterbatasan funding. Untuk berhasilnya upaya pemajuan dan perlindungan HAM di
Indonesia diperlukan keterpaduan dan kesamaan visi HAM dari lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
DAFTAR PUSTAKA

Burns H. Wetson, Sirajuddin dan Winardi. 2015. Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia. Malang.
Hal. 226.

A Widiada Guanakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017.

Mansor Faqih et.al. 1999. Panduan Pendidikan Politik Untuk Rakyat. Insist: Yogyakarta. Hal. 17.

Dedy Nursamsi. Instrumen dan Institusi Internasional Dalam Penegakan HAM. (Jakarta: FSH Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta). Hal. 434.

Boer Manna. Hukum Internasional Peranan dan Fungsi Dalam Penegakan HAM. (Bandung: Alumni,
2001). Hal. 2.

Ninuk Mardiana Pambudy., Perempuan Sebagai Agen Perubahan, Kompas 15 Januari, 2007. At. 37.

Rhona K.M. Smith. Hukum Hak asasi manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008 hlm 91.

Eko Riyadi., S.H.M.H. Hukum hak asasi manusia (perspektif internasional, regional dan nasional). PT
Raja Grafindo Persada, Depok, 2019 hlm 84.

Dr. A. Widiada Gunakarya S.A. SH. MH. Hukum Hak Asasi Manusia, ANDI, Yogyakarta. Hlm 78.

Kompas, Jejak Pendapat “Kompas”: Paradoks Perlindungan HAM di Indonesia, 2 Januari 2007

Anda mungkin juga menyukai