Untuk memahami hakikat Hak Asasi Manusia, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian dasar tentang hak. Secara definisi "hak" merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai Pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Hak mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a) pemilik hak; b) ruang lingkup penerapan hak: dan c) pihak yang bersedia dalam penerapan (James W. Nickel, 1996). Ketiga unsur tersebut menyatu dalam Pengertian dasar tentang hak. Dengan demikian hak merupakan unsur formatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak hebebasan yang. Terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Dalam kaitan, dengan pemerolehan hak paling tidak ada 2 teori yaitu teori McCloskey dan teori Joel Feinberg (James W. Nickel, 1961). Dalam teori McCloskey , dinyatakan bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki, dinikmati atau sudah dilakukan. Sedangkan dalam teori Joel Feinberg, dinyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yarg. disertai pelaksanaan kewajiban). Dengan demikian keuntungan dapat diperoieh dari pelaksanaan hak bila disertai dengan pelaksanaan kewajiban. Hal itu berati antara hak dan kewajiban merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan dalam perwujudannya. Karena itu ketika seseorang menuntut hak juga harus melakukan kewajiban. Istilah yang dikenal di Barat mengenai Hak-hak Asasi Manusia jalah "right of man", yang menggantikan istilah "natural right". Istilah "right of man" ternyata tidak secara otomatis mengakomodasi pengertian yang mencakup "right of women". Karena itu istilah "right of man" diganti dengan istilah "human rights" oleh Eleanor Roosevelt karena dipandang lebih netral dan universal. Sementara itu HAM dalam Islam dikenal dengan istilah huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah. Dalam Islam antara huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah tidak dapat dipisahkan atau berialan sendiri-sendiri tanpa adanya keterkaitan satu dengan lainnya. Inilah yang membedakan konsep Barat tentang HAM dengan konsep Islam. Menurut pendapat Jan Materson (dari Komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa "Human rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which can not live as human being’’. (Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberian langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati (Masyhur Effendi, 1994). Oleh karenanya. Tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan Kehidupan manusia dan merupakan hal kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
B. Konsep Dasar Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan sematamata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak- hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani. Asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia seperti dipaparkan di atas bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati (natural law theory), yang terakhir ini dapat dirunut kembali sampai jauh ke belakang hingga ke zaman kuno dengan filsafat Stoika hingga ke zaman modern melalui tulisan- tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas. Hugo de Groot --seorang ahli hukum Belanda yang dinobatkan sebagai “bapak hukum internasional”, atau yang lebih dikenal dengan nama Latinnya, Grotius, mengembangkan lebih lanjut teori hukum kodrati Aquinas dengan memutus asal-usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional. Dengan landasan inilah kemudian, pada perkembangan selanjutnya, salah se- orang kaum terpelajar pasca-Renaisans, John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak kodrati. Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Dalam bukunya yang telah menjadi klasik, “The Second Treatise of Civil Government and a Letter Concerning Toleration” Locke mengajukan sebuah postulasi pemikiran bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh negara.12 Melalui suatu ‘kontrak sosial’ (social contract), perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini diserahkan kepada negara. Tetapi, menurut Locke, apabila penguasa negara mengabaikan kontrak sosial itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, maka rakyat di negara itu bebas menurunkan sang penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hakhak tersebut. Melalui teori hak-hak kodrati ini, maka eksistensi hak- hak individu yang pra-positif mendapat pengakuan kuat.
C. Kewajiban warga negara adalah
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (Pasal 28J ayat 1 UUD 1945) 2. Di dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud semata-semata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yanga adil sesuai dengan pertibangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. (Pasal 28J ayat 2 UUD 1945) 3. Setiap orang wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 68 UU No.39/1999) 4. Setiap warga Negara berkewajiban ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan. (Pasal 30 UUD 1945) 5. Setiap warga Negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 27 UUD 1945) 6. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (Pasal 31 ayat 2 UUD 1945).