Anda di halaman 1dari 9

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Oleh : Nani Nur’aeni

Bab ini mengkaji konsep tentang hak dan kewajiban warga negara yang meliputi
aspek-aspek berikut : pengertian dan hakikat hak dan kewajiban dalam paradigma kehidupan
kenegaraan, jenis-jenis hak, esensi hak dan kewajiban asasi, hak universal dan hak yang dijamin
dalam perundang-undangan negara Republik Indonesia.
Sebagai bagian dari bahan ajar Ilmu Kewarganegaraan, pembahasan materi ini
bertujuan untuk memperoleh capaian pembelajaran mata kuliah terkait dengan kemampuan
mahasiswa untuk menilai isi perlindungan hak dan kewajiban dalam negara dan
implementasinya dalam kehidupan kenegaraan . (P1,S3,S4 dan KU1)
Secara khusus setelah mempelajari materi ini, diharapkan memiliki kemampuan untuk :
1). menilai hak dan kewajiban sebagai niai dasar dalam kehidupan kewarganegaraan . Menilai
aturan legal perlindungan hak dan kewajiban warga negara berdasarkan UUD RI tahun 1945 .
3). Menilai fakta empiris problematik implementatif nilai hak dan kewajiban warga negara .

A. HAKIKAT HAK DAN KEWAJIBAN


Pengertian hak dan kewajiban erat kaitannya dengan perdebatan tentang moral. Hak
dan kewajiban berkaitan dengan posisi manusia terhadap negara dan dengan manusia lainnya
sebagai subjek hukum dalam negara. Dan dalam posisinya tersebut menghadapkan keberadaan
dirinya sebagai makhluk moral, yakni makhluk yang memiliki naluri untuk
mempertimbangkan perilakunya atas tuntutan-tuntutan etika.
Sebagaimana sejarah pemikiran budaya manusia yang sangat fantastik telah banyak
dilahirkan oleh filsuf-filsuf Yunani kuno, Plato dan Aristoteles misalnya, istilah hak secara
spesifik pada masanya tidak ditemukan, sekalipun secara materil ditunjukkan unsur-unsur
tertentu dari hak dalam isi filsafat moralnya. Dalam perkembangannya kemudian, yakni
dalam bahasa Latin ditemukan istilah “ius iuris” untuk menunjuk istilah “hak”. Namun
demikian istilah inipun maknanya hanya menunjuk kepada arti hukum objektif, keseluruhan
undang-undang, aturan-aturan dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat
demi kepentingan umum (hukum dalam arti law, bukan dalam arti right). Kadang-kadang
istilah ius juga berarti “hak seseorang” yang menunjukkan kepada benda (sebidang tanah,
warisan dsb.). Pada Abad Pertengahan mulai berkembang istilah ius dalam arti subjek, yaitu
kesanggupan seseorang untuk sesuka hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu (right),
sekalipun masih dimengerti sebagai pantulan dari hukum dalam arti objektif. Seperti : hak
milik merupakan pantulan dari sebidang tanah yang dimiliki. Baru pada abad ke-18 timbul
pengertian hak dalam arti modern, yakni berkaitan dengan ciri manusia yang bebas, terlepas
dari ikatan hukum objektif. (K.Bertens, 1993). H.L.A. Hart (dalam K. Bertens, 1993)
menegaskan pula bahwa hak dalam arti modern baru bisa timbul sesudah diakuinya
kebebasan dan otonomi setiap manusia. Dengan demikian diakuinya hak mensyaratkan
adanya keinsyafan dan pengakuan atas martabat manusia sebagai makhluk yang bebas dan
otonom.
Banyak orang mengartikan hak. K.Bertens, menegaskan bahwa hak adalah klaim
yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap
masyarakat. Klaim tersebut dapat dibenarkan secara moral dan hukum. Klaim yang dapat
dibenarkan secara hukum merupakan hak legal dan klaim yang dibenarkan secara moral
merupakan hak moral. Hak legal berasal dari undang-undang, peraturan-peraturan atau
dokumen-dokumen legal lainnya, yang sifatnya mengikat dan bersanksi. Hak legal befungsi
dalam sistem hukum. Sedangkan hak moral adalah klaim yang sah yang pembenarannya
didasarkan atas pertimbangan prinsip atau peraturan etis saja. Jaminan-jaminan atas hak
esensial semestinya dilindungi secara hukum, karena itu agar hak legal memenuhi unsur
keadilan perlu mempertimbangkan nilai-nilai dasar moral dalam prinsip hak legal. Demikian
sebaliknya agar hak moral berlaku efektif dan kuat kedudukannya dalam masyarakat perlu
dilindungi dengan status hukum yang pasti. Ada bentuk klaim yang dilakukan seseorang atau
kelompok orang yang tidak bisa dibenarkan. Misalnya, seorang penodong yang mengklaim
harta milik penumpang, atau seorang penculik yang melakukan pembunuhan, karena merasa
menjadi pemegang hak atas hidup matinya korban. Dalam kaitan itu hak, tidak dapat
dipenuhi.
Atas keberadaan hak legal dan hak moral, ada beberapa pemikir yang menyangkal
hak moral, yang ada adalah hak legal. Jeremy Bentham (1748-1832), Filsuf Inggris, hanya
mengakui hak legal. Betham tidak bisa menerima pikiran bahwa awal mula sejarah sudah ada
hak, sedangkan pemerintah dan undang-undang belum ada. Tokoh lainnya yang sepaham
adalah Alasdair Maclntyre, menurutnya bahwa hak ada karena ada kaitan dengan sejumlah
aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat atau periode sejarah tertentu. Namun dia lebih
lanjut mengaskan bahwa seandainya ada hak moral, maka hak-hak itu bersifat universal,
selalu ada di mana-mana.
C.D. Rover (1998), menegaska bahwa Hak (right) adalah hak (entitelment). Hak
adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain sampai pada batas-batas
pelaksanaan hak tersebut. Sedangkan dalam kamus umum Bahasa Indonesia WJS.
Purwadarminta, disebutkan bahwa hak memiliki beberapa arti yakni : a). kebenaran,
b).kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, c). kekuasaan yang benar
atas sesuatu (karena telah ditentukan dalam aturan, undang-undang dsb., d) kewenangan, e).
milik/kepunyaan.
Dari beberapa rumusan tersebut dapat dikemukakan bahwa hak adalah kewenangan
atau kekuasaan yang dimiliki seseorang atau kelompok orang yang dapat menjadikannya
sebagai suatu bentuk klaim yang dapat dibenarkan secara moral dan hukum. Hak
mengimplikasikan adanya kewajiban pihak lain untuk memenuhinya. Sifat hak bergantung
kepada sifat hukum yang mendasarinya. Apabila hak berdasarkan hukum negara, maka itu
menunjukkan hak hukum, apabila hak berrdasarkan hak -hak moral, akan menunjukkan
adanya keyakinan hak atas dasar nurani, dan hak yang keberadaannya didasarkan atas nilai
martabat manusia, maka itu disebut hak asasi manusia.
Seberapa besar kekuatan hak untuk dikalahkan oleh hak lainnya, bergantung kepada
ada tidaknya konflik yang dimunculkan atas hak tersebut. Ada hak yang memiliki kekuatan
absolut dan ada sebaliknya. Hak dikatakan absolut, jika hak itu berlaku mutlak dan tanpa
pengecualian, berlaku universal dan tidak terpengaruh oleh keadaan. Hak absolut tidak
mengalami konflik dengan hak lainnya. Hak absolut seperti misalnya hak-hak yang bersifat
asasi. Namun kebanyakan sifat hak asasipun umumnya berlaku hak prima facie. Artinya
sejauh hak-hak itu dilihat pada dirinya sendiri, hak harus sepenuhnya dijamin, namun dalam
kenyataannya hak itu berhadapan dengan hak lain yang saling membatasi dan saling
menunjang, karena itu harus dijamin dengan melihat hak lain. Dalam keadaan itu hak tidak
boleh dimutlakan dan harus ada keseimbangan. Hak berlaku sampai dikalahkan oleh hak lain
yang lebih kuat. Misalnya : hak atas kehidupan merupakan hak asasi, namun sulit untuk bisa
dikatakan sebagai hak absolut. Ketika seseorang membunuh penjahat dalam keadaan
terpaksa membela diri, karena dia diserang, maka ada alasan yang cukup untuk melakukan
itu. Sekalipun akhirnya akan ada sanksi lain yang mengikutinya. Atau veteran perang
melakukan banyak pembunuhan untuk membela tanah airnya. Berbeda dengan keadaan
seseorang yang sengaja membunuh tanpa alasan yang jelas atau memerangi suatu negara atau
kelompok orang tanpa alasan yang jelas dengan kekerasan.
Contoh lain tentang hak-hak yang bersifat negatif atau liberal harus diimbangi
dengan hak-hak yang bersifat sosial. Kebebasan orang untuk memiliki kekayaan atau milik,
harus diimbangi dengan kemampuannya untuk melihat kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat, bukan sepuas-puasnya mengembangkan kepemilikannya.
Mengenai kewajiban, ada korelasi antara hak dan kewajiban. Kewajiban adalah
kesemestian, ketentuan yang mengharuskan kepada seseorang atau kelompok orang untuk
menaatinya. Kewajiban diartikan pula sebagai ketaatan yang mutlak terhadap aturan, ada
sanksi yang mengikutinya baik secara moral ataupun legal. Demikian setidaknya menjadi
keyakinan ajaran utilitarisme, bahwa kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain,
dan sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi
hak tersebut (K. Bertens, 1993). Namun demikian harus dilihat bahwa hubungan antara hak
dan kewajiban tidak bisa berlaku mutlak atau absolut. Tidak selalu kewajiban satu orang
sepadan dengan hak orang lain. Bahkan dalam kewajiban legalpun (kewajiban yang
didasarkan pada peraturan resmi) tidak selalu ada hak yang sesuai dengannya. Misalnya :
Setiap pengemudi wajib berhenti ketika lampu merah, tapi tidak bisa dikatakan orang lain
berhak untuk menghentikan pengemudi berhenti. Dalam sisi moral misalnya, setiap orang
boleh memperoleh kekayaan sebanyak mungkin, tapi ada kewajiban moral untuk membantu
orang miskin. Namun demikian bukan hak si miskin harus dibantu oleh orang kaya tersebut.
Dalam kaitan ini, seorang filsuf Ingrris, John Stuart Mill (1806-1873), membedakan adanya
dua jenis kewajiban, yakni “kewajiban sempurna” (duties of perfect obligation) dan
“kewajiban tidak sempurna” (duties of imperfect obligation). Kewajiban sempurna selalu
terkait dengan hak orang lain, sedangkan kewajiban tidak sempurna tidak terkait dengan hak
orang lain. Kewajiban sempurna didasarkan atas keadilan, orang memiliki kewajiban jika
orang lain boleh menuntut agar sesuatu diberikan kepadanya atau dilakukan baginya.
Kewajiban ini lebih nampak dalam hak-hak yang bersifat khusus. Namun demikian dalam
kenyataannya sulit membedakan dengan tajam antara kewajiban sempurna dengan kewajiban
tidak sempurna.

B. JENIS-JENIS HAK
Kita melihat begitu banyak jenis hak dalam kenyataan hidup sosial manusia. . Para
ahli filsafat moral mengelompokkannya hak ke dalam kategori-kategori berikut :

Hak Khusus dan Hak Umum

Hak khusus merupakan hak yang timbul dalam suatu relasi khusus antara beberapa
orang atau seseorang karena adanya fungsi khusus yang dimilikinya terhadap orang lain atau
kelompok lain. Misalnya: hak penjual - hak pembeli, hak peminjam- hak yang yang
meinjamkan, hak untuk memeproleh penghargaan atas jasa-jasa istimewa, atau hak orang tua
terhadap anak dan hak anak terhadap orang tuanya, dsb. Masing-masing hak melahirkan
kewajiban bagi pihak lainnya. Hak anak terhadap orang tuanya, untuk memperoleh
perawatan, pendidikan, perlindungan dan sebaliknya hak orang tua terhadap anaknya untuk
meminta kepatuhan dan ketaatan. Hak anak melahirkan kewajiban bagi orang tuanya dan hak
orang tua melahirkan kewajiban bagi anaknya.
Hak umum adalah hak yang bersifat universal, tidak dibatasi oleh fungsi-fungsi
tertentu. Hak ini muncul karena secara kodratiah diberikan atas martabat manusia. Hak ini
sering disebut dengan “natural right” (hak alamiah atau hak kodratiah), “human right” (hak
asasi manusia).

Hak Positif dan Hak Negatif

Hak positif adalah hak yang mengharuskan orang lain berbuat sesuatu untuk dirinya
, “saya”. Dalam negara, hak positif mewajibkan negara untuk memberikan pelayanan-
pelayanan atau prestasi tertentu kepada masyarakat. Dikatakan hak positif berdasarkan
anggapan bahwa negara bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan diciptakan dan
dibentuk untuk memberi pelayanan-pelayanan tertentu pada masyarakatnya. Dengan
demikian pelayanan negara menjadi wajib adanya. Misalnya : hak untuk mendapatkan
perlindungan keamanan, perlindungan hukum, jaminan keadilan, memperoleh pendidikan,
pekerjaan yang layak, dsb. Sedangkan dalam kehidupan sosial lainnya, keadaan-keadaan
tertentu yang sifatnya membutuhkan pertolongan atau perlakuan orang lain, menjadi hak
positif, seperti : jika seorang kena musibah, maka menjadi kewajiban orang lain untuk
memberi pertolongan dan perlindungannya.
Hak negatif adalah hak individu untuk melakukan sesuatu atau memiliki sesuatu
yang mengharuskan orang lain tidak boleh menghindari dirinya untuk melakukan dan
memiliki hak itu. Hak ini disebut negatif karena menggunakan kata “tidak” bukan “boleh”.
Makna kata “Tidak” yang dimaksud adalah bahwa orang lain tidak boleh mencampuri
kehidupan “saya” secara pribadi. Hak ini menjadi hak kebebasan diri individu untuk
melakukan apapun yang menjadi kehendaknya. Hak ini menuntut otonomi setiap orang atas
dirinya sendiri harus dihormati. Contoh hak negatif : hak atas kehidupan, hak atas kebebasan
berfikir, berpendapat, memperoleh pendidikan, pekerjaan, dsb. Seringkali antara hak negatif
dan hak positif menjadi kabur bedanya, karena itu harus melihat dari esensi hak yang
dimunculkannya. Misalnya: hak orang untuk memperoleh pendidikan yang layak, sehingga
dirinya dapat bebas menentukan jenis dan jenjang sekolah yang sesuai atas pilihannya. Hak
ini merupakan hak negatif (hak atas kebebasan). Namun apabila dia adalah seorang miskin
tidak memiliki sarana untuk memperoleh pendidikan, padahal jika tidak berpendidikan
diduga akan menjadi beban sosial. Maka hak ini menjadi hak positif (hak atas perlindungan
dari negara).
Hak negatif ada 2 jenis, yakni hak negatif aktif dan hak negatif pasif. Hak negatif
aktif artinya hak untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Orang lain tidak boleh
menghindari apa yang diperbuatnya. Hak-hak ini merupakan hak kebebasan. Sedangkan hak
negatif pasif adalah hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu. Misalnya :
hak orang untuk tidak boleh disiksa, diadili sewenang-wenang, dicemarkan nama baiknya,
diperlakukan kejam dan tidak berperikemanusiaan, dsb. Hak ini sering disebut juga dengan
hak keamanan.

Hak Individu dan Hak Sosial

Hak individu dan hak sosial dimunculkan dalam hubungannya dengan isi Deklarasi
Universal tentang HAM (Universal Declaration of Human Rights) PBB 10 Desember 1948.
Deklarasi itu mengindikasikan adanya dua macam hak, yakni hak individu dan hak sosial.
Hak individu adalah hak yang dimiliki oleh individu dalam negara, mengharuskan negara
untuk menghormatinya dan melindunginya. Hak individu adalah juga hak negatif. Seperti :
hak untuk beragama, hak mengemukakan pendapat, hak berserikat dsb.
Sedangkan hak sosial adalah hak individu bukan sebagai pribadi melainkan sebagai
anggota masyarakat bersama. Misalnya hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas
jaminan sosial bagi gelandangan, dsb. Hak-hak ini merupakan hak positif, mewajibkan
negara untuk memenuhinya. Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa setiap hak
dengan sendirinya menjadikan kewajiban pihak lain untuk menghormatinya. Hak akan
diperoleh sempurna bila kewajiban dijalankan dengan sempurna.
Hak-hak yang bersifat khusus umumnya mendatangkan kewajiban yang sepadan,
namun dalam hak-hak sosial, seperti : hak memperoleh pekerjaan, pendidikan, kesejahteraan,
tidak bisa dikatakan sebagai hak sesungguhnya, hak-hak ini hanya merumuskan cita-cita
atau ideal masyarakat. Hak ini tidak sesuai dengan kewajiban orang tertentu, namun tidak
bisa juga dikatakan tidak ada kewajiban apapun dengan hak sosial, yang menjadi kewajiban
masyarakat atau kewajiban negara. Hak sosial hakikatnya sama dengan keadilan sosial.

C. JAMINAN HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM UUD 1945

Jaminan hak dan kewajiban warga negara melekat dalam status kewarganegaraan. Sejak negara
memiliki konstitusi (UUD 45) yakni hukum tertinggi negara yang dibentuk atas kedaulatan hukum
Republik Indonesia, pengakuan atas jaminan perlindungan hukum kewarganegaraan telah diatur. Aturan
tersebut meliputi hak yang menjadi kewenangannya yang dibenarkan secara hukum negara , yang juga
melekat dengan kewajibannya yang harus ditunaikan dalam menjalankan haknya.
Hak warga negara yang secara eksplisit dijamin dalam UUD tahun 1945 meliputi hal
sebagai berikut :
1. Hak dipersamakan di depan hukum. Pasal 27 ayat (1) UUD 45 menegaskan bahwa ” segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan .........”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa ada kesamaan derajat di depan hukum , tidak
membedakan identitas kelas, kelompok, golongan , kaya , miskin, berhadapan dengan hukum
dan pemerintahan, equality before the law. Hak ini hakikatnya merupakan hak atas perlakuan
hukum yang adil dalam kehidupan negara.
2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 27 ayat (2) UUD
45. Hak tersebut menunjukkan bahwa hakikatnya setiap warga negara berhak atas perolehan
pekerjaan yang layak atas nama kemanusiaan. Kerja merupakan aktualisasi dari nilai diri
manusia, melalui kerja manusia menunjukkan eksistensi dirinya sebagai manusia dan
sekaligus membangun hidup dan lingkungannya yang beradab, membangun kehidupannya
yang layak . Hak ini pada dasarnya merupakan hak ekonomi dan hak sosial yang selayaknya
mendapat perlindungan dari negara.
3. Hak untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 45. Pada dasarnya
setiap warga negara memiliki ikatan atas negaranya, sehingga naluri untuk merasa memiliki
negaranya secara psikologis akan dimiliki oleh semua warga negara. Hak ini pada dasarnya
merupakan hak untuk turut serta menjaga dan memelihara eksistensi kedaulatan negara
4. Hak atas kemerdekaan, berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan. Pasal 28 UUD 45. Hak ini merupakan hak politik yang melekat atas status
kewarganegaraannya. Bahwa hakikatnya warga negara adalah anggota negara yang memiliki
hak istimewa dalam negaranya, memiliki kemampuan untuk menentukan kebijakan dalam
mengambil keputusan, mengatur dan mengelola kehidupan negaranya.
5. Hak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Pasal 29 (2)
UUD 45. Hak ini pada hakikatnya merupakan hak yang memberi jaminan perlindungan
kewargaan bagi semua warga negara dalam menjalankan naluri religiusnya.
6. Hak atas pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 45. Pasal ini merupakan
kewenangan atau hak dari warga negara untuk turut serta menjaga dan membangun
kemampuan negaranya agar memiliki kekuatan dan keunggulan dan mampu menjaga
ketertiban dan keharmonisan sosial dalam kehidupan kenegaraannya.
7. Hak untuk mendapat pendidikan. Pasal 31 ayat (1) UUD 45. Hak ini merupakan hak sosial.
Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan untuk mengembangkan potensinya
secara optimal. Maka kemudian menjadi kewajiban bagi negara untuk mengusahakan
penyelenggaraan pendidikannya dan pemerintah memajukan ilmu pengetahun dan teknologi
untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan. Pasal 31 ayat (3) dan (5).
8. Hak atas kebebasan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya dalam masyarakat.
(Pasal 32 ayat (1). Hak ini merupakan hak sosial dai warga negara. Negara memajukan
kebudayaan nasional dan menjamin kebebasan masyarakatnya dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.
9. Hak atas jaminan kesejahteraan sosial . Hak ini menegaskan bahwa setiap warga negara
berhak memperoleh jaminan kesejahteraan sosial. Sekalipun tidak secara tegas dirumuskan
sebagai hak warga negara, namun hak atas jaminan kesejahteraan sosial terakomodasi dalam
pasal 33 dan 34. Pasal tersebut menunjukkan pengakuan bahwa negara mengusahakan usaha
berdasar atas asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, bumi dan kekayaan alamnya
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, perekonomian negara
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,
berkeadilan.

Seiring dengan hak kewarganegaraannya, melekat kewajiban warga negara. Kewajiban eksplisit
yang secara tegas dinayatakan dalam UUD 45 , meliputi hal berikut :
1. Segala warga negara wajib menjungjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada
kecualinya . Pasal 27 (1).
2. Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara . Pasal 27 ayat (3).
3. Setiap warga negara wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal
30 ayat (1).
4. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya. Pasal 31 ayat (2).
Hak dan kewajiban warga negara melekat terhadap kebebasan dan tanggungjawabnya untuk
melakukan peran sebagai anggota negara. Warga negara memiliki keistimewaan menjadi
pemilik kedaulatan atas negaranya secara kolektif .

D. RANGKUMAN
1. Hak dan kewajiban merupakan hal mendasar yang harus diketahui warga
negara agar memungkinkan bisa berpartisipasi secara efektif dalam
memerankan dirinya sebagai warga negara. Secara keilmuan hak dan
kewajiban juga merupakan isi penting dari Ilmu Kewarganegaraan (Civics)
yakni sebagai muatan konseptual untuk dikembangkan dalam proses
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).
2. Hak adalah kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki seseorang atau
kelompok orang yang dapat menjadikannya sebagai suatu bentuk klaim yang
dapat dibenarkan secara moral dan hukum. Hak mengimplikasikan adanya
kewajiban pihak lain untuk memenuhinya. Sifat hak bergantung kepada sifat
hukum yang mendasarinya. Apabila hak berdasarkan hukum negara, maka itu
menunjukkan hak hukum, apabila hak berrdasarkan hak -hak moral, akan
menunjukkan adanya keyakinan hak atas dasar nurani, dan hak yang
keberadaannya didasarkan atas nilai martabat manusia, maka itu disebut hak
asasi manusia.
3. Jenis-jenis hak dalam kehidupan kewarganegaraan, para ahli
mengelompokkan ke dalam : hak khusus – hak umum; hak individu – hak
sosial ; hak positif – hak negatif. Masing-masing hak memiliki jaminan
sesuai dengan nilai hak yang melekat ke adlam status perbuatannya.
4. Jaminan hak warga negara dalam UUD 45 meliputi aspek : hak dipersamakan
di depan hukum; hak atas kekusaaan ekonomi; hak atas pembelaan negara;
hak politik; hak beragama; hak mendapat pendidikan; hak mengembangkan
kebudayaan. Sedangkan kewajiban warga negara yang secara eksplisist
ditegaskan dalam UUD 45 adalah : kewajiban menjungjung hukum dan
pemerintahan dengan tidak ada kecualinya; wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara; wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara; wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.

E. EVALUASI
Untuk mengukur capaian pemahaman atas materi ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan
berikut :
1. Mengapa nilai hak selalu direkatkan dengan nilai kewajiban ? Bagaimana
keterkaitannya ?
2. Mengapa hak dalam konteks kehidupan sosial harus memiliki pembenaran dari aspek
moral dan hukum ?
3. Berikan penilaian, mengapa hak sosial dianggap penting dalam kehidupan bernegara ?
4. Berikan penilaian bagaimana implementasi pengakuan hak dipersamakan di depan
hukum dalam konteks praksis kehidupan negara ?
5. Berikan penilaian, mengapa hanya warga negara yang diberi hak politik (meliputi hak
mengemukakan pendapat,, berkumpul, berserikat) ?
6. Berikan penilaian bagaimana keseimbangan antara hak individu dan hak sosial dalam
melaksanakan hak-kewarganegaraan ?
7. Mengapa semua warga negara memiliki kewajiban untuk membela pertahanan dan
keamanan negara ?
8. Lakukan pengamatan dalam kehidupan kemasyarakatan, bagaimana masalah
implementasi jaminan perlindungan hak-hak warga negara ?
SUMBER

Asshiddiqie, Jimly, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta : Setjen


Mahkamah Konstitusi.
Budiardjo, Miriam. 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia.
Budimansyah, Dasim., Bestari, Prayoga. ed. 2011. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam
Membangun Karakter Warga Negara, Bandung : Lab PKn UPI.
CD Rover, 2000, To Serve & to Protect, Acuan Universal Penegakan HAM, Jakarta : Raja
Grafindo Perkasa.
Cholisisn, 2007, Ilmu Kewarganegaraan, Jakarta : Universitas Terbuka.
Daniel, Endang. Syaefulah Syam. 2011. Gagasan dan Pemikiran Pembangunan Pendidikan di
Indonesia, Bandung : Lab PKn UPI
Djahiri, A.Kosasih, 2007,Ilmu Politik dan Kenegaraan, Jakarta : Universitas Terbuka.
Gusteren, Herman R.van, 1998, A Theory of Citizenship, Organizing Plurality in Contemporary
Democracies, USA : Westview Press.
Hornby , AS,1961, The Advanced Learner Dictionary of Current English, New
York :Oxford University Press.
Huda, Ni’maatul, 2010, Ilmu Negara, Jakarta : Rajawali Pers.
Nickel, James W., 1987, Making Sense of Human Rights, Filosophical Reflection on the
Universal Declaration of Human Rights, London : University of California.
Purbopranoto, Kuntjoro, 1977, Dasar-dasar Hubungan Warga Negara dengan Pemerintah,
Surabaya : Airlangga University Press.
Rodee, Carlton Clymer, 1995, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta : Grafindo Persada.
SP, Varma, 1987, Teori Politik Modern, Jakarta : Rajawali Pers.
Suseno, 1991, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Kenegaraan Modern, Jakarta : Gramedia.
Wahyono, Padmo, 1989, Pembangunan Hukum di Indonesia, Jakarta : In-Dill-Co
Winataputra, Udin, 2007, Civic Education, Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas,
Bandung : Pasca Sarjana.

Anda mungkin juga menyukai