Anda di halaman 1dari 12

INTERNATIONAL HUMANITER LAW

DISUSUN OLEH :

NAMA : KHAIRUL AMAR (D1A022441)

KELAS : HUKUM INTERNATIONAL

FAKULTAS HUKUM.

UNIVERSITAS MATARAM

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan. Atas segala rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah HUKUM INTERNATIONAL dengan judul
“ INTERNATIONAL HIMANITER LAW”

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengangkat Tentang teori serta konsep
tentang pengaruh hukum islam dalam pembangunan nasional, kami juga tak lupa
mengucap terimakasih kepada para anggota kelompok kami karena telah bersama sama
menyusun secara sistematik makalah ini sehingga dapat menjadi tugas yang kami rasa
sudah cukup untuk mendapatkan nilai tinggi , semoga makalah ini dapat menjadi
literatur bagi para pembaca dan berguna suatu hari kelak. Salam hormat kami

ii
PENDAHULUAN

INTERNATIONAL HUMANITER LAW atau HAM INTERNASIONALsebagai hak


dasar yang dimiliki manusia, eksistensinya melekat pada kodrat manusia sejak
dilahirkan. Hal tersebut juga sebagai tanda bahwa ia adalah "manusia". Manusia yang
dimaksud dalam hal ini ialah, pertama "manusia seutuhnya" yang merupakan ciptaan
Tuhan YME dilengkapi dan dianugerahi seperangkat hak kodrati yang bersifat sangat
asasi, karenanya tidak boleh diabaikan dan dimarjinakan oleh siapa pun. HAM dimiliki
manusia semata- mata karena ia manusia, bukan karena diberikan oleh negara, hukum
ataupun pemberian manusia lainnya. Oleh karena itu, eksistensinya pun sama sekali
tidak bergantung pada pengakuan dari negara, hukum atau manusia lainnya. Kedua,
manusia yang dimaksud adalah "semua manusia bukan hanya manusia-manusia
tertentu, dan tetap harus diakui bahwa "semua manusia memiliki hak asasi yang
dianugerahi oleh Sang Penciptanya, yakni Tuhan YME, sehingga "semua manusia
karena hak yang dimilikinya itu mempunyai martabat tinggi dan keberadaannya harus
diakui, dihormati serta dijunjung tinggi oleh "semua manusia" di dunia. Dengan
demikian HAM bersifat universal, artinya keberlakuannya tidak dibatasi oleh ruang atau
tempat (berlaku di mana saja), tidak dibatasi oleh waktu (berlaku kapan saja), tidak
terbatas hanya pada orang-orang tertentu (berlaku untuk siapa saja), serta tidak dapat
diambil. dipisahkan dan dilanggar oleh siapa pun.HAM dibutuhkan manusia selain
untuk melindungi diri dari martabat kemanusiaanya, juga digunakan sebagai landasan
moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia. Oleh karena itu, semua
manusia yang menyadari dirinya sebagai "manusia seutuhnya", demi eksistensi dan
pengakuan HAM yang dimilikinya, dalam rangka mengaplikasikan HAM- nya harus
pula menghargai HAM orang lain. Tidak boleh mengaplikasikan sebebas-bebasnya
menurut kehendak sendiri. Tetap harus disadari bahwa pengaplikasian HAM-nya
dibatasi oleh HAM orang lain. Ini berarti, dalam rangka bergaul atau berhubungan
dengan sesama manusia, "setiap manusia yang menyadari dirinya sebagai "manusia
seutuhnya memiliki "kewajiban" untuk mengakui dan menghormati HAM orang lain,
demi terlaksana atau tegaknya HAM itu sendiri.Sangat penting disadari bahwa "Setiap
hak pasti melekat suatu kewajiban." Berdasarkan pola pikir demikian, jadi dapat
dikatakan, "Di mana ada hak asasi di situ pula pasti ada 'kewajiban asasi bagi manusia
lainnya." Itulah sebabnya dalam setiap penerapan HAM,negara, hukum, pemerintah

iii
maupun manusia lain "berkewajiban" untuk memperhatikan, mengakui, menghormati,
dan menghargai "hak asasi" serta "kewajiban asasi".Kesadaran akan HAM yang dimiliki
oleh setiap manusia demi menjaga harkat dan martabat kemanusiaannya telah diawali
sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan hak-hak kemanusiaan sudah ada
sejak manusia itu dilahirkan (bersifat ipso facto dan ab initio) dan merupakan hak
kodrati yang melekat pada diri setiap manusia. Sejarah mencatat telah terjadi berbagai
peristiwa besar di dunia sebagai suatu usaha untuk memperjuangkan dan menegakkan
HAM, baik melalui suatu sistem pemikian filosofikal, maupun secara langsung melalui
perjuangan fisik oleh rakyat.

RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam makalah yang kami angkat pada makalah kami
tentang HAM INTERNASIONAL ialah sebgagai berikut:

1. Awal mula munculnya konsep HAM INTERNASIONAL

METODE PENELTIAN

Adapun metode penelitian yang kami gunakan dalam makalah kami ialah metode
penelitian normatid yurudis dimana kami menggunakan 2 jurnal dalam pengerjaan
mkalah ini adapun jurnal yang kami ambil merupakan jurnal publik.

iv
PEMBAHASAN

1) Awal mula munculnya konsep HAM INTERNASIONAL

Penggunaan istilah “generasi” dalam melihat perkembangan hak asasi manusia memang
bisa menyesatkan. Tetapi model Vasak tentu saja tidak dimaksudkan sebagai
representasi dari kehidupan yang riil, model ini tak lebih dari sekedar suatu ekspresi dari
suatu perkembangan yang sangat rumit. Bagaimana persisnya generasi-generasi hak
yang dimaksud oleh Vasak? Di bawah ini garis-garis besarnya dielaborasi lebih lanjut.

(a) Generasi Pertama Hak Asasi Manusia

“Kebebasan” atau “hak-hak generasi pertama” sering dirujuk untuk mewakili hak-hak
sipil dan politik, yakni hak-hak asasi manusia yang “klasik”. Hak-hak ini muncul dari
tuntutan untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan
kekuatan-kekuatan sosial lainnya-sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang
bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Karena itulah
hak-hak generasi pertama itu dikatakan sebagai hak-hak klasik. Hak-hak tersebut pada
hakikatnya hendak melindungi kehidupan pribadi manusia atau menghormati
otonomisetiap orang atas dirinya sendiri (kedaulatan individu). Termasuk da- lam
generasi pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak
suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama
dan berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari
penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas
dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil.Hak-
hak generasi pertama itu sering pula disebut sebagai “hak-hak negatif ”. Artinya tidak
terkait dengan nilai-nilai buruk, melainkan merujuk pada tiadanya campur tangan
terhadap hak-hak dan kebebasan individual. Hak-hak ini menjamin suatu ruang
kebebasan di mana individu sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri. Hak-
hak generasi pertama ini dengan demikian menuntut ketiadaan intervensi oleh pihak-

v
pihak luar (baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial lainnya) terhadap kedaulatan
individu. Dengan kata lain, pemenuhan hak-hak yang dikelompokkan dalam generasi
pertama ini sangat tergantung pada absen atau minusnya tindakan negara terhadap hak-
hak tersebut. Jadi negara tidak boleh berperan aktif (positif ) terhadapnya, karena akan
mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Inilah yang
membedakannya dengan hak-hak generasi kedua, yang sebaliknya justru menuntut
peran aktif negara. Hampir semua negara telah memasukkan hak-hak ini ke dalam
konstitusi mereka.

(b) Generasi Kedua Hak Asasi Manusia“Persamaan” atau “hak-hak generasi


kedua”

diwakili oleh perlindungan bagi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak ini
muncul dari tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar
setiap orang, mulai dari makan sampai pada kesehatan. Negara dengan demikian
dituntut bertindak lebih aktif, agar hak-hak tersebut dapat terpenuhi atau tersedia.
Karena itu hak-hak generasi kedua ini dirumuskan dalam bahasa yang positif: “hak
atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif: “bebas dari” (“freedom from”). Inilah
yang membedakannya dengan hak-hak generasi pertama. Termasuk dalam generasi
kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak
atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas
tanah, hak atas lingkungan yang sehat, dan hak atas perlindungan hasil karya ilmiah,
kesusasteraan, dan kesenian.Hak-hak generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan
akan persamaan sosial. Hak-hak ini sering pula dikatakan sebagai “hak-hak positif ”.
Yang dimaksud dengan positif di sini adalah bahwa pemenuhan hak-hak tersebut sangat
membutuhkan peran aktif negara. Keterlibatan negara di sini harus menunjukkan tanda
plus (positif ), tidak boleh menunjukkan tanda minus (negatif). Jadi untuk memenuhi
hak-hak yang dikelompokkan ke dalam generasi kedua ini, negara diwajibkan untuk
menyusun dan menjalankan program-program bagi pemenuhan hak-hak tersebut.
Contohnya, untuk memenuhi hak atas pekerjaan bagi setiap orang, negara harus
membuat kebijakan ekonomi yang dapat membuka lapangan kerja. Sering pula hak-hak
generasi kedua ini diasosiasikan dengan paham sosialis, atau sering pula dianggap
sebagai “hak derivatif” --yang karena itu dianggap bukan hak yang “riil”. Namun
demikian, sejumlah negara (seperti Jerman dan Meksiko) telah memasukkan hak-hak ini
dalam konstitusi mereka.

vi
(c) Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia

“Persaudaraan” atau “hak-hak generasi ketiga” diwakili oleh tuntutan atas “hak
solidaritas” atau “hak bersama”.24 Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-
negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui
tuntutan atas hak solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya
suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-
hak berikut:

i. hak atas pembangunan;


ii. hak atas perdamaian;
iii. hak atas sumber daya alam sendiri;
iv. hak atas lingkungan hidup yang baik; dan
v. hak atas warisan budaya sendiri. Inilah isi generasi ketiga hak asasi manusia itu.

Hak-hak generasi ketiga ini sebetulnya hanya mengkonseptualisasi kembali


tuntutan-tuntutan nilai berkaitan dengan kedua generasi hak asasi manusia
terdahulu. Di antara hak-hak generasi ketiga yang sangat diperjuangkan oleh negara-
negara berkembang itu, terdapat beberapa hak yang di mata negara-negara barat
agak kontroversial.Hak-hak itu dianggap kurang pas dirumuskan sebagai “hak
asasi”. Klaim atas hak-hak tersebut sebagai “hak” baru dianggap sahih apabila
terjawab dengan memuaskan pertanyaan-pertanyaan berikut: siapa pemegang hak
tersebut, individu atau negara?; siapa yang bertanggungjawab melaksanakannya,
individu, kelompok atau negara? Bagaimana mekanisme pelaksanaannya?
Pembahasan terhadappertanyaan-pertanyaan mendasar ini telah melahirkan
keraguan dan optimisme di kalangan para ahli dalam menyambut hak-hak generasi
ketika itu. Tetapi dari tuntutannya jelas bahwa pelaksanaan hak-hak semacam itu-
jika memang bisa disebut sebagai “hak” akan bergantung pada kerjasama
internasional, dan bukan sekedar tanggungjawab suatu negara

(d) Keberkaitan (Indivisibility) dan Kesalingtergantungan

(Interdependence)Antonio Cassese pernah mengatakan bahwa Deklarasi Universal


Hak Asasi Manusia merupakan buah dari beberapa ideologi, suatu titik temu antara
berbagai konsep mengenai manusia dan lingkungannya. Dengan demikian, apa yang
ada dalam Deklarasi tersebut tidak lain adalah kompromi.Negara Barat mungkin
memang telah memberikan kontribusi yangsignifikan bagi pendekatan internasional

vii
terhadap hak asasi manusia. Kontribusi-kontribusi tersebut tidak diragukan lagi telah
membantu pengembangan teori modern hak asasi manusia. Menurut catatan sejarah,
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia merupakan produk suatu era yang di-
dominasi oleh “Negara Barat”, dan sedikitnya merefleksikan suatu konsep barat
tentang hak asasi manusia. Terdapat pengaruh faham liberal-Barat dalam draft
pertama Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dianggap sebagai “suatu
standar bersama yang merupakan sebuah pencapaian bagi seluruh umat manusia dan
seluruh bangsa.” Tetapi juga dapat dilihat di dalamnya kontribusi kaum Sosialis,
terutama mengenai apa yang kemudian disebut Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya.Adalah Karl Marx, yang melalui kritiknya atas konsep “kebebasan”,yang
memberi kontribusi sangat penting bagi pandangan universal terhadap hak asasi
manusia. Pemikirannya kemudian berkembang ke suatu ide untuk saling
menyeimbangkan antara konsep liberal kebebasan individu dan konsep hak warga
negara. Di kemudian hari, negara-negara dunia ketiga juga memberikan kontribusi
penting dalam menegaskan eksistensi hak asasi manusia. Dekolonisasi dan
munculnya sejumlah negara-negara merdeka baru sedikit banyak merefleksikan
kemenangan hak asasi manusia, terutama hak untuk menentukan nasib sendiri (self-
determination) dalam forum internasional. Kondisi inilah yang di kemudian hari
berujung pada pengakuan terhadap hak kolektif atau hak kelompok.Dengan
penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa semua pihak yang berperan dalam apa yang
kita kenal sekarang sebagai dunia modern telah turut memberi kontribusi penting
dalam konteks pengakuan universal terhadap hak asasi manusia. Ini berarti bahwa
dalam konteks historis, konsep hak asasi manusia telah diakui secara
universal.Terlepas dari inkosistensi dan multi-interpretasi prinsip-prinsip hak asasi
manusia, terutama dalam hal intervensi kemanusiaan atau prinsip non-intervensi,
negara-negara anggota PBB tetap mencapai kemajuan dalam menegakkan hak asasi
manusia. Perbedaan pandangan antara negara-negara maju/Barat, yang lebih
menekankan pentingnya hak-hak individu, sipil dan politik, dengan negara-negara
berkembang/Timur, yang lebih menekankan pentingnya hak-hak kelompok,
ekonomi dan sosial, berujung pada penciptaan suatu kesepakatan bahwa hak asasi
manusia harus diperhitungkan sebagai satu kesatuan yang menyeluruh.30 Artinya,
hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya saling berkaitan (indivisible) dan
saling membutuhkan (interdependence), dan harus diterapkan secara adil baik

viii
terhadap individu maupun kelompok. Hubungan antara berbagai hak yang berbeda
sangatlah kompleks dan dalam prakteknya tidak selalu saling menguatkan atau
saling mendukung. Sebagai contoh, hak politik, seperti hak untuk menjadi pejabat
publik, tidak dapat dicapai tanpa terlebih dahulu terpenuhinya kepentingan sosial
dan budaya, seperti tersedianya sarana pendidikan yang layak

ANALISIS KASUS

Konflik etnis di Rwanda pada tahun 1994 adalah salah satu kasus genosida yang
paling mengerikan dalam sejarah modern. Kasus ini melibatkan konflik antara dua
kelompok etnis utama di Rwanda, yaitu Tutsi dan Hutu. Berikut adalah analisis
kasus genosida Rwanda tersebut:

1. Latar Belakang Konflik:

Konflik etnis di Rwanda berakar pada kolonialisme Belgia yang memperkuat


perbedaan antara kelompok Tutsi dan Hutu. Pada tahun 1994, setelah serangkaian
konflik politik dan ketegangan antara kelompok-kelompok tersebut, Presiden Rwanda,
yang merupakan seorang Hutu, tewas dalam serangan pesawat yang belum diungkapkan
penyebabnya. Pembunuhan presiden ini menjadi pemicu genosida yang ditujukan
terhadap kelompok Tutsi.

2. Pelaksanaan Genosida:

Setelah pembunuhan Presiden Rwanda, kelompok Hutu ekstremis dan milisi paramiliter
memulai serangan sistematis terhadap kelompok Tutsi dan Hutu moderat yang
mendukung rekonsiliasi. Genosida ini ditandai dengan pembantaian massal,
pemerkosaan massal, dan penganiayaan terhadap warga sipil. Para pelaku genosida
menggunakan senjata tradisional dan senjata tajam untuk melakukan pembunuhan
massal di seluruh Rwanda.

3. Respons Internasional:

ix
Respons internasional terhadap genosida Rwanda dianggap lamban dan terbatas.
Meskipun terdapat misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Rwanda,
pasukan tersebut tidak diizinkan untuk melakukan intervensi yang signifikan.
Terlambatnya respons internasional dan kurangnya upaya untuk mencegah genosida
tersebut meningkatkan jumlah korban yang tewas.

4. Dampak dan Jumlah Korban:

Genosida Rwanda menyebabkan kematian sekitar 800.000 orang, sebagian besar adalah
etnis Tutsi. Selain itu, banyak perempuan mengalami pemerkosaan dan kekerasan
seksual, dan ribuan orang menjadi pengungsi. Genosida ini menghancurkan banyak
keluarga, meninggalkan trauma yang mendalam dalam masyarakat Rwanda.

5. Pertanggungjawaban dan Peradilan:

Setelah genosida, upaya peradilan dimulai dengan pembentukan Pengadilan Khusus


untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda, ICTR) yang didukung oleh
PBB. Sejumlah individu yang terlibat dalam genosida, termasuk pemimpin politik dan
militer, diadili di hadapan pengadilan internasional. Selain itu, upaya rekonsiliasi dan
rekonstruksi sosial juga dilakukan dalam upaya untuk memulihkan masyarakat Rwanda.
Kasus genosida Rwanda menunjukkan konsekuensi yang mengerikan dari ketegangan
etnis yang tidak terkendali dan kegagalan respons internasional yang tepat waktu. Kasus
ini juga menyoroti pentingnya mencegah dan menghentikan genosida, serta pentingnya
pertanggungjawaban dan peradilan bagi para

KESIMPULAN

Ham international terdiri dari berbagau macam konsep pemikiran sehingga mrnunjang
perkembangan HAM internasional menjadi seperti sekarang ini terdapat 4 generasi ,
Penggunaan istilah “generasi” dalam melihat perkembangan hak asasi manusia memang
bisa menyesatkan. Tetapi model Vasak tentu saja tidak dimaksudkan sebagai
representasi dari kehidupan yang riil, model ini tak lebih dari sekedar suatu ekspresi dari
suatu perkembangan yang sangat rumit. Berbagai macam kasus ham internasional yang
x
masih marak terjadi, contohnya kasus pada etnis rwanda 1949 , yang menyebabkan
kematian sekitar 800.000 orang, Setelah genosida, upaya peradilan dimulai dengan
pembentukan Pengadilan Khusus untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for
Rwanda, ICTR) yang didukung oleh PBB. Sejumlah individu yang terlibat dalam
genosida, termasuk pemimpin politik dan militer, diadili di hadapan pengadilan
internasional. Selain itu, upaya rekonsiliasi dan rekonstruksi sosial juga dilakukan
dalam upaya untuk memulihkan masyarakat Rwanda

xi
DAFTAR PUSTAKA

Kurniaty, Rika, Anak Agung Ayu Nanda Saraswati, and Fransiska Ayulistya Susanto.
Pengantar Hukum HAM Internasional. Universitas Brawijaya Press, 2021.
Kurniaty, R., Saraswati, A. A. A. N., & Susanto, F. A. (2021). Pengantar Hukum HAM
Internasional. Universitas Brawijaya Press.
KURNIATY, Rika, et al. Pengantar Hukum HAM Internasional. Universitas Brawijaya
Press, 2021
Iskandar, Pranoto. Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual. Institute
for Migrant Rights, 2012.
Iskandar, P. (2012). Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual.
Institute for Migrant Rights.
SIMARMATA, Henry. Kovenan HAM Internasional: Pandangan Umum mengenai
Signifikasi dan Perkembangan. Jurnal Hak Asasi Manusia, 2007, 4.4: 4-11.

Anda mungkin juga menyukai