Anda di halaman 1dari 14

Hak Asasi Manusia di Era Globalisasi

Artikel ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Dosen Pengampu:

Eky Risqiana, M. Pd

Disusun Oleh:
Muhammad Irsan Saputra
050243655

UNIVERSITAS TERBUKA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Pada era modern ini, pertumbuhan dan perkembangan suatu Masyarakat di

rasakan sangat cepat. Salah satu ciri dari masa ini adalah berkembang pesatnya

ilmu pengetahuan dan teknologi, yang juga didukung oleh munculnya semangat

globalisasi. Sebagaimana dikatakan oleh Anthony Giddens, globalisasi merupakan

sebuah proses yang kompleks, tidak hanya digerakkan oleh suatu kekuatan

tertentu, melainkan oleh banyak kekuatan, seperti budaya, teknologi, politik

maupun ekonomi. Globalisasi politik antara lain berupa Gerakan tentang Hak

Asasi Manusia (HAM). Globalisasi semakin memperkuat pemikiran-pemikiran

untuk mengoperasionalkan nilai-nilai dasar HAM yang bersifat Universal. Dalam

hal ini pemerintah hendaknya menggabungkan standar yang terdapat pada

instrument HAM internasional dan prinsip-prinsip HAM kedalam hukum

nasional, dengan tetap mengacu pada ideologi bangsa serta kondisi manusia, alam

dan tradisi yang melekat pada bangsa.

Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrat melekat pada

diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas

oleh siapapun. Selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara

manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap Masyarakat secara

keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bangsa

Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung

jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi

Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa , serta berbagai instrument internasional lainnya mengenai hak asasi

manusia yang telah diterima oleh Republik Indonesia.

Globalisasi menjadikan proses modernisasi bangsa sebagai tujuan untuk

mencapai hidup yang lebih layak dengan ditandai tercukupinya kebutuhan lahir,

batin, aman dan tentram. Pada sisi lain globalisasi sebagai proses peradaban

bangsa bertujuan untuk mensejahterahkan manusia, sementara prilaku

modernisasi manusia itu sendiri. Artinya betapapun canggihnya teknologi yang

berkembang saat ini, posisi manusia tetaplah sentral, pertama dan utama.

Ironisnya, tidak sedikit manusia menjadi korban dan proses perkembangan yang

telah tercipta. Banyak manusia yang menampilkan secara optimal eksistensi dan

potensi diri untuk menikmati hasil-hasil modernisasi, tetapi tidak sedikit manusia

yang hanya berperan sebagai penonton dalam proses perkembangan dan Sebagian

menjadi korban perkembangan modernisasi.

Pada mulanya manusia menciptakan hanya untuk memenuhi kebutuhan

sandang dan pangan sebagai kebutuhan biologisnya lama kelamaan meningkat

kebutuhannya diantaranya untuk memenuhi rasa aman, kebutuhan kasih sayang,

kebutuhan untuk memperoleh penghargaan dan puncaknya kebutuhan aktualisasi

diri. Kebutuhan-kebutuhan diatas adalah kebutuhan yang positif, akan tetapi untuk

memenuhu kebutuhan tersebut, aspek negatif berupa “nafsu” tidak pernah selesai.

Modernisasi melahirkan ketamakan manusia, dengan korban rusaknya

lingkungan, tatanan sosial manusia, dan manusia-manusia tidak berdaya karena

tidak memiliki akses dalam memenuhi kebutuhan dan nafsu. Seiring dengan

perkembangan yang semakin pesat hak-hak manusia juga semakin menjadi. Topik

yang perlu dibahas dan terus mendapati perhatian lebih karena manusialah yang
menciptakan globalisasi dan Kembali lagi efeknya kepada manusia.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak merupakan unsur normative yang berfungsi sebagai pedoman perilaku,

melindungi kebebasan, serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam

menciptakan harkat dan martabatnya. Sedangkan asasi berarti yang bersifat paling

mendasar yang dimiliki manusia sebagai fitrah, sehingga tidak satupun mahkluk

menginterfensinya apalagi mencabutnya. Secara istilah HAM dapat dirumuskan

dengan beberapa pendapat diantaranya HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki

manusia, sesuai dengan koadratnya menurut pendapat Jan Materson, dari komisi

HAM PBB, dalam Teaching Human Right United Nations, sebagaimana dikutip

Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada

setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai Tuhan Yang

Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.

Secara filsafati dapat dipahami bahwa HAM adalah hak yang melekat atau

inheren pada diri manusia, yang berasal dari tuhan sejak manusia itu lahir. Sebagai

mahkluk Tuhan, manusia memiliki derajat luhur yang dilengkapi dengan budi dan

nurani. Secara objektif dapat dikemukakan bahwa HAM adalah kewenangan

pokok yang melekat pada manusia, sehingga harus diakui dan dihormati oleh

negara. Hak dan kewajiban fundamental manusia itu berakar pada ide Sang

Pencipta. Manusia memperoleh hak-haknya itu langsung dari Tuhan menurut

kodratnya.

Dengan demikian maka hak-hak fundamental itu tidak tergantung pada

pengakuan orang lain, Masyarakat atau bahkan negara sekalipun. Kewajiban


untuk menegakkan HAM adalah kewajiban yang tidak dapat diingkari oleh

negara, karena penghormatan dan penegakan HAM adalah bagian dari kewajiban

negara unruk melindungi kepentingan manusia. Secara Yuridis Formal Indonesia,

cakupan makna Hak Asasi Manusia (HAM) tertuang pada UU No.39 Tahun 1999

tentang HAM, khususnya pada pasal 1 butir 1 yang berbunyi “ Hak Aasi Manusia

adalah seperangkat hak melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai

mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan

setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

secara konseptual dapat dikatakan bahwa HAM memiliki dua dimensi,yaitu

dimensi moral dan dimensi hukum. Dimensi moral dari HAM diartikan bahwa

HAM adalah hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut (nonderogable right)

karena hak tersebut merupakan hak manusia yang melekat (inherent) pada dirinya

karena ia adalah manusia. Sedangkan dimensi yang kedua, sebagai hak hukum

maka HAM adalah hak-hak menurut hukum yang dibuat sesuai dengan proses

pembentukan hukum dari Masyarakat internasional maupun nasional. Termasuk

dalam kategori ini adalah berbagai instrument internasional tentang HAM, baik

perjanjian internasional, deklarasi maupun resolusi, serta berbagai instrument

hukum nasional yang mengatur tentang HAM.

Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan

bahwa “ Hak Aasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,

hukum.pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan, serta perlindungan harkat


dan martabat manusia . Dengan pengertian dan konsep HAM diatas, maka dapat

dipahami bahwa persoalan penegakan HAM tidak semata-semata merupakan

persoalan hukum tetapi juga moral dalam hubungannya dengan kewajiban

internasional dari setiap negara, maka dapat dikatkan bila penegakan HAM tidak

seamata-mata didasarkan pada moralitas tetapi juga berdasarkan kewajiban untuk

menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

B. Konsep Hak Asasi Manusia

Sebuah buku yang berjudul “Human Rights, Individual Rights, and Collective

Rights” yang ditulis oleh Jack Donnelly dan dikutip oleh Peter R. Baehr dikatakan

bahwa “human rights are rights that human beings posses because they are human

beings.”47 Sebagai sebuah identitas yang membedakan manusia dengan mahluk

lain maka sudah sepantasnya hak asasi manusia (HAM) diakui secara universal

tanpa peduli apapun warna kulit, jenis kelamin, usia, latar belakang kultural dan

pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Senada dengan pendapat di atas

Jimly Asshidiqie merefleksikan hak asasi manusia (HAM) sebagai hak-hak yang

melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai

manusia.48 Dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki berkat

kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu

organisasi kekuasaan manapun termasuk negara. Dikatakan ‘melekat’ itu pulalah

maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut.

Gagasan mengenai hak asasi manusia ditandai dengan munculnya konsep hak

kodrati (natural rights theory) dimana pada zaman kuno yaitu filsafat stoika

hingga ke zaman modern dengan tulisan-tulisan hukum kodrati Thomas Aquinas,


Hugo de Groot dan selanjutnya pada zaman pasca Reinaisans, John Locke

mengajukan pemikiran tentang hukum kodrati sehingga melandasi munculnya

revolusi yang terjadi di Inggris , Amerika Serikat dan Perancis pada abad 17 dan

18.4

Belum sampai abad pertengahan, doktrin-doktrin hukum alam menjadi sangat

terkait dengan pemikiran-pemikiran tentang hak-hak alam (natural rights).

Menurut ajaran ini bahwa hukum berlaku universal dan abadi, yang bersumber

pada Tuhan (irrasional) dan bersumber dari akal (rasio) manusia. Menurut

Friedman yang dikutip oleh Lili Rasjidi, bahwa sejarah tentang hukum alam

merupakan sejarah umat dalam usahanya untuk menemukan apa yang dinamakan

keadilan yang mutlak (absolute justice) Pada masa-masa ini doktrin hukum alam

yang diajarkan menekankan pada faktor hak manusia secara lahiriah. Selanjutnya,

sebagaimana yang tampak dalam tulisan Aristoteles68 dan St. Thomas Aquinas,

doktrin-doktrin ini tidak mengakui legitimasi perbudakan, yang meniadakan ide-

ide utama HAM sebagaimana dipahami dewasa ini yakni ide-ide tentang

kebebasan dan kesamaan. Jean J. Rousseau yang menulis Du Contract Social pada

tahun 1776. Rousseau inilah yang menteorikan suatu dasar pembenar moral

filsafat bahwa rakyat yang bukan lagi kawula, melainkan warga itu, lewat proses-

proses politik yang volunter dan sekaligus konstitusional, bersetuju untuk

membatasi kebebasannya pada suatu waktu tertentu berkenaan dengan kasus-

kasus tertentu demi dimungkinkannya terwujudnya kekuasaan pemerintahan pada

waktu tertentu untuk urusan tertentu.

Ide-ide HAM yang pada masa itu masih dipahami sebagai hak-hak alam

(natural right) merupakan suatu kebutuhan dan realitas sosial yang bersifat umum,
kemudian mengalami berbagai perubahan sejalan dengan adanya perubahan-

perubahan yang terjadi dalam keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek dalam

masyarakat yang merupakan suatu tahapan yang berkembang semenjak abad ke-

13 hingga masa perdamaian westphalia (1648), dan selama masa kebangunan

kembali (renanaissance), serta kemunduran feodalisme. Dalam periode ini tampak

kegagalan dari para penguasa untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum

alam. Pergeseran dari hukum alam sebagai kewajiban-kewajiban menjadi hak-hak

sedang dibuat.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Globalisasi Terhadap Hak Asasi Manusia

Globalisasi tergantung kepada siapa yang menggunakannya dan untuk

keperluan apa serta tujuan kemana dia dipergunakan. Globalisasi ibarat pisau

bermata dua yang sama-sama tajamnya. Pada satu sisi adanya globalisasi adalah

kesempatan bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia untuk saling mengenal,

memahami, kerjasama, memberi, menerima sesuai kebutuhan masing-masing

bangsa. Disisi lain globalisasi adalah ancaman karena di dalam globalisasi

terdapat semangat kompetisi tanpa batas, persaingan tanpa kendali, dimana

kemenangan tidak berdasarkan dari sumber daya alam, tetapi kepada human

capital, keunggulan komparatif individu yang dipadu dengan kemampuan materi.

Globalisai dapat dimaknai sebagai alat dan sebagai ideologi. Sebagai alat,

maka globalisasi sangat netral, artinya mengandung nilai positif ketika

dimanfaatkan untuk tujuan yang baik. Ketika globalisasi sebagai ideologi, maka

globalisasi mempunyai arti tersendiri dan netralitasnya menjadi berkurang. Oleh

karena itu, tidak aneh kalau kemudian tidak sedikit yang menolaknya sebab akan

terjadi benturan nilai, antara yang dianggap sebagai ideologi globalisasi dan nilai

agama.
Dinegara berkembang seperti di Indonesia diera globalisasi ini dalam

mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi datang bagaikan gelombang tsunami

yang menhantar seluruh wilayah Indonesia. Begitu pula dengan dampak

negativenya, Indonesia seakan-akan kehilangan jati dirinya melalui penyeragaman

berbagai produk hingga larut dalam kebudayaan global.


BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Semua hak asasi manusia adalah universal, tidak dapat dipisahkan, saling

tergantung dan saling terkait. Masyarakat internasional secara umum harus

memperlakukan hak asasi manusia di seluruh dunia secara adil dan berimbang di

era globalisasi, dengan menggunakan dasar dan penegakan yang sama.

Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi suatu

hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM

orang lain. HAM individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam kehidupan

bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundangan-undangan RI, dimana

setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok

atau suatu instansi atau bahkan suatu negara akan diadili dalam pelaksanaan

peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum

acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan

HAM.
B. Saran

Generasi muda harus menjadi agen perubahan dan ikut berkontribusi dalam

menjaga keberlangsungan dan keseimbangan hak antara individu dengan negara.

Sebagai mahkluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan

HAM kita sendiri. Disamping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga

HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan

sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-injak orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Lasiyo, Wikandaru, Hastangka. 2023 .PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


(Edisi 3). Tangerang Selatan. Universitas Terbuka.

Nur, M. 2016. Perlindungan Hak Asasi Manusia (Anak) di Era Globalisasi.


Diakses pada 8 November 2023. https://www.researchgate.net/publication/
325566112_PERLINDUNGAN_HAK_ASASI_ANAK_DI_ERA_GLOBA
LISASI_Antara_Ide_dan_Realita.

Perbawati, C. 2015. Penegakan Hak Asasi Manusia di Era Globalisasi Dalam


Perspektif Hukum Islam. Bandar Lampung. Diakses pada 8 November
2023.
https://media.neliti.com/media/publications/57268-ID-none.pdf.

Tekno. 2023. Artikel Hak Asasi Manusia di Era Globalisasi. Jakarta. Diakses pada
8 November 2023. Jhttps://www.teknospesial.com/2023/10/artikel-hak-
asasi-manusia-di-era-globalisasi.html

Anda mungkin juga menyukai