Anda di halaman 1dari 26

Hak Asasi Manusia (HAM)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia
sejak ia dilahirkan. Hak asasi dapat dikatakan sebagai hak yang melekat dengan
kodrat manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil seseorang dapat hidup
sebagaimana layaknya manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata
karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara.
Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain,
masyarakat lain, atau negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

Hak asasi manusia (HAM) terbentuk dari tiga kata, yaitu hak, asasi, dan
manusia. Hak berarti milik atau kepunyaan. Hak juga didefinisikan sebagai
kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Asas berarti pokok, dasar, atau utama. Asasi
berarti yang dasar atau yang pokok. Manusia didefinisikan sebagai orang, insan,
atau makhluk yang berakal budi. Dengan demikian hak asasi manusia dapat
didefinisikan sebagai milik atau kepunyaan yang bersifat mendasar atau pokok
yang melekat pada seseorang sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Apa pengertian dari HAM dan bagaimana perkembangannya?
b. Bagaimana wawasan HAM di Indonesia?
c. Apa saja masalah (problematika) dalam penegakan HAM di
Indonesia?
d. Apa hubungan gender dan HAM
e. Bagaimana HAM dalam perspektif Islam
1.3 Tujuan makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Mahasiswa dapat memahami tentang pengertian HAM dan
perkembangan HAM di dunia.
b. Memahami wawasan HAM di Indonesia
c. Memahami masalah masalah yang ada dalam penegakan HAM di
Indonesia.
d. Memahami hubungan antara gender dan HAM.
e. Memahami perspektif Islam tentang HA

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan perkembangan HAM


Hak Asasi Manusia atau disingkat “HAM” merupakan hak dasar yang
dimiliki oleh setiap manusia yang didapatkan sejak lahir dimana secara kodrati
HAM sudah melekat dalam diri manusia dan tak ada satupun orang yang berhak
mengganggu gugat karena HAM bagian dari anugrah Tuhan, itulah keyakinan
yang dimiliki oleh manusia yang sadar bahwa kita semua makhluk ciptaan Tuhan
yang memiliki derajat yang sama dengan manusia yang lainnya sehingga mesti
berhak bebas dan memiliki martabat serta hak-hak secara sama.

HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia
adalah seorang manusia. , misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau
Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang
dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal
berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara
tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya.
Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa
kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait
pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk
orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat
salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang
dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut
sebagai manusia

Pengertian HAM Menurut Para Ahli1


Menurut UU No. 39 tahun 1999 HAM ialah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat setiap keberadaan manusia yang merupakan makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Hak merupakan anugerah-Nya yang haruslah untuk dihormati,
dijunjung tinggi, serta dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang untuk kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.

Pengertian HAM Menurut John Locke


HAM merupakan suatu hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang
bersifat kodrati. Artinya adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia menurut
kodratnya dan tidak dapat dipisahkan hakikatnya, sehingga sifatnya adalah suci.
Pengertian HAM Menurut David Beetham dan Kevin Boyle
1
https://www.harianlampung.co.id/read/definisi-pengertian-ham-hak-asasi-manusia-menurut-
para-ahli-3584/

2
Hak asasi manusia dan kebebasan fundamental adalah hak-hak individual
dan berasal dari berbagai kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia.

Pengertian HAM Menurut Haar Tilar


HAM adalah hak yang melekat pada diri tiap insan, apabila tiap insan
tidak memiliki hak-hak itu maka setiap insan tersebut tidak bisa hidup seperti
manusia. Hak tersebut didapatkan pada saat sejak lahir ke dunia.

Pengertian HAM MenurutProf. Koentjoro Poerbopranoto


Menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto, hak asasi manusia adalah suatu
hak yang bersifat mendasar. Hak yang telah dimiliki setiap manusia dengan
berdasarkan kodratnya yang tidak dapat bisa dipisahkan sehingga HAM bersifat
suci.

Pengertian HAM Menurut Mahfudz M.D.


HAM merupakan hak yang sudah melekat pada martabat setiap manusia
dan hak tersebut sudah dibawa pada saat sejak lahir ke dunia dan pada hakikatnya
hak tersebut memiliki sifat kodrati.

Pengertian HAM Menurut Muladi


Hak asasi manusia adalah segala hak pokok atau mendasar yang melekat
pada diri setiap manusia dalam kehidupannya.

Pengertian HAM Menurut Peter R. Baehr


Hak asasi manusia adalah hak dasar yang bersifat mutlak dan harus
dimiliki oleh setiap insan di dunia guna perkembangan dirinya.

Pengertian HAM Menurut Karel Vasak


Hak asasi manusia merupakan 3 generasi yang didapat dari revolusi
Prancis. Karel Vasak mengistilahkan generasi hal ini karena yang dimaksud untuk
merujuk pada inti serta ruang lingkup dari hak yang menjadi suatu prioritas utama
dalam beberapa kurun waktu tertentu.

Pengertian HAM Menurut Miriam Budiarjo


Hak asasi manusia adalah hak yang harus dimiliki pada setiap orang yang
dibawa sjak lahir ke dunia dan menurut Miriam Budiarjo hak tersebut memiliki
sifat yang universal, hal ini karena dimiliki tanpa adanya perbedaan ras suku,
budaya, agama, kelamin, dan sebagainya.

Pengertian HAM Menurut C. de Rover

3
Hak asasi manusia merupakan hak hukum yang harus dimiliki oleh tiap
orang sebagai manusia. Hak tersebut memiliki sifat yang universal serta dimiliki
oleh setiap orang. Hak tersebut seringkali dilanggar, namun hak-hak tersebut tidak
akan pernah untuk dapat dihapuskan. Hak asasi merupakan hak hukum, hal ini
berarti bahwa hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia itu sendiri
dilindungi oleh konstitusi serta hukum nasional diberbagai negara di dunia. HAM
merupakan hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang merupakan anugerah
Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia haruslah dihormati, dilindungi, dan
dijunjung tinggi. Hak asasi manusia mempunyai sifat yang universal dan abadi.

Pengertian HAM Menurut Austin-Ranney


Hak asasi manusia merupakan ruang kebebasan bagi setiap individu yang
dirumuskan dengan jelas dan rinci dalam konstitusi serta sudah dijamin
pelaksanaannya oleh pemerintah.

Pengertian HAM Menurut A.J.M. Milne


Hak asasi manusia merupakan suatu hak yang sudah dimiliki oleh semua
umat manusia di dunia, di segala masa, dan juga di segala tempat karena
keutamaan keberadaannya ialah sebagai manusia.

Pengertian HAM Menurut Franz Magnis Suseno


Hak asasi manusia ialah hak-hak yang sudah dimiliki pada setiap manusia
dan bukan karena diberikan oleh masyarakat. Bukan karena hukum positif yang
berlaku, namun dengan berdasarkan martabatnya sebagai seorang manusia.
Manusia memiliki HAM karena ia adalah manusia.

Pengertian HAM Menurut Oemar Seno Adji


Menurut Oemar Seno Adji, hak asasi manusia adalah hak yang melekat
pada setiap martabat manusia sebagai insan dari ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
yang memiliki sifat tidak boleh dilanggar oleh siapapun itu.

Pengertian HAM Menurut G.J Wolhos


Hak asasi manusia adalah sejumlah hak yang sudah mengakar serta
melekat dalam diri setiap manusia dunia dan hak-hak tersebut tidak boleh
dihilangkan, karena menghilangkan hak asasi manusia orang lain sama saja sudah
menghilangkan derajat kemanusiaan.

Pengertian HAM Menurut Leah Kevin

4
Konsepsi mengenai HAM mempunyai 2 makna dasar. Yang pertama
adalah bahwa hak-hak hakiki serta tidak dapat dipisahkan menjadi hak seseorang
hanya karena ia adalah manusia. Hak tersebut merupakan hak moral yang berasal
dari keberadaannya sebagai seorang manusia. Makna yang kedua dari HAM
adalah hak-hak hukum, baik itu secara nasional ataupun internasional

Pengertian HAM Menurut Komnas HAM


HAM adalah Hak asasi manusia yang mencakup dari berbagai bidang
kehidupan manusia, baik itu sipil, politik, sosial dan kebudayaan, ataupun
ekonomi. Bidang-bidang tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dan yang
lainnya. Hak-hak asasi politik dan sipil tidak mempunyai makna apabila rakyat
masih harus saja bergelut dengan kemiskinan serta penderitaan. Tetapi, pada lain
pihak, persoalan kemiskinan, keamanan, dan alasan yang lainnya tidak dapat
digunakan untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia serta kebebasan
politik dan sosial masyarakat. HAM tidak mendukung adanya individualisme,
melainkan membendungnya dengan cara melindunginya individu, kelompok,
ataupun golongan , di tengah-tengah kekerasan kehidupan yang modern. Hak
asasi manusia merupakan tanda solidaritas yang bersifat nyata dari suatu bangsa
dengan warganya yang lemah

2.1.2 Perkembangan HAM


Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf
Inggris pada abad ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural
rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak
kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil
(pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya
tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan
Revolusi Prancis2.

Peristiwa Perkembangan Hak Asasi Manusia di Dunia.


Hak Asasi Manusia di Yunani
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM)
meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi
manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol
kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan
kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan
kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.

2
http://www.berbagaireviews.com/2015/03/sejarah-dan-perkembangan-hak-asasi.html

5
Hak Asasi Manusia di Inggris.
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang
memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak
asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai
dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan.

Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :


1. Magna Charta.
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah
diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap
rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut
mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil
mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta
atau Piagam Agung.

Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat
pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada
kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau
dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas
hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu
menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah
diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya
perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan
undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati
kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk
memberikan hak-hak sebagi berikut :
Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati
hak-hak penduduk.
Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti
dan saksi yang sah.
Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap,
dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan
hukum sebagai dasar tindakannya.
Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur
ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

2. Petition of Rights.

6
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-
hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada
raja di depan parlemen pada tahun 1628.
Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.

3. Hobeas Corpus Act.


Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang
penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679.
Isinya adalah sebagai berikut :
Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.

4. Bill of Rights.
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan
diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :
Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing .
Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.

Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat


Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak
alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property)
mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu
memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke
mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan
Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE
OF THE UNITED STATES.

Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli


1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13
negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena
mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama
derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya
hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.

7
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah
memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup
lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa
manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi
oleh negara.

Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika


sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia
dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu
memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas
Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak
asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy
Carter.

Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang


diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of
speech and expression).
Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya (freedom of religion).
Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman


dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang,
dan Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi
umat manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat
kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak
asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.

Hak Asasi Manusia di Prancis.


Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah
pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan
kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan
DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu
pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang
dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan
persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).

8
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat
Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan
mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen.
Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya
di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada
tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini
diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta
Montesquieu.

Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :


Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
Manusia mempunyai hak yang sama.
Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai
kedudukan serta pekerjaan umum.
Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-
undang.
Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
Adanya kemerdekaan surat kabar.
Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan
kerajinan.
Adanya kemerdekaan rumah tangga.
Adanya kemerdekaan hak milik.
Adanya kemedekaan lalu lintas.
Adanya hak hidup dan mencari nafkah.

Hak Asasi Manusia oleh PBB.


Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam
hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk
komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada
bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun
kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan
di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu
berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan
Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58
Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan

9
persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu,
setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.

Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa


setiap orang mempunyai Hak :
Hidup
Kemerdekaan dan keamanan badan
Diakui kepribadiannya
Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk
mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum,
dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
Mendapatkan asylum
Mendapatkan suatu kebangsaan
Mendapatkan hak milik atas benda
Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
Bebas memeluk agama
Mengeluarkan pendapat
Berapat dan berkumpul
Mendapat jaminan sosial
Mendapatkan pekerjaan
Berdagang
Mendapatkan pendidikan
Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi


Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan
menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin
pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk
dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua
anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.

2.2 Wawasan HAM di Indonesia


Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila.
Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa,
yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak
asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan
dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak
asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan

10
harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan
hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya
memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa
memperhatikan hak orang lain.

Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan
hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan
hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi


manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat
dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan
demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan
kecerdasan serta keadilan.

Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik


Indonesia,yakni:
a. Undang – Undang Dasar 1945
b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
c. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat
dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
a. Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan
bergerak.
b. Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk
memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta
memanfaatkannya.
c. Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk
mendirikan partai politik.
d. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan ( rights of legal equality).
e. Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights).
Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan
kebudayaan.
f. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal
penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.

11
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam
Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/19983.

2.3 Problem penegakan HAM di Indonesia


Otoritarianisme rezim Orde Baru antara lain ditandai dengan banyaknya
kasus kasus pelanggaran HAM baik yang terselubung maupun yang terbuka.
Memang pada masa itu instrumen instrumen penegakan HAM telah ada sekalipun
tidak selengkap di era reformasi misalnya ketentuan ketentuan tentang HAM yang
tersebar dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada, Deklarasi
Universal Tentang Hak Asasi Manusia yang telah disetujui dan diumumkan oleh
Resolusi Majlis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948, dibentuknya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan Keppres No 50 Tahun 1993 dan
lain lain. Instrumen instrumen di atas ternyata tidak dapat berfungsi bagi
penegakan HAM karena hukum secara umum pada masa Orde Baru hanya
diajdikan alat untuk mempertahankan kekuasaan, bukan untuk mewujudkan
kebenaran dan keadilan, atau dengan kata lain hukum pada masa itu tidak untuk
ditegakkan. Padahal seorang filosof hukum aliran realisme bernama Wilhelm
Lundsted mengatakan bahwa hukum itu bukan apa-apa (law is nothing). Lebih
lanjut, ia mengatakan bahwa hukum baru memiliki makna setelah ditegakkan.
Tanpa penegakan hukum bukan apa apa  . Sungguhpun rezim Orde Baru telah
tumbang dan berganti dengan Orde Reformasi, tetapi pengaruh dari sistem dan
paradigma lama (status quo) masih sangat kuat, sebab pengertian reformasi yang
terjadi di Indonesia bukan mengganti orang orang lama (kelompok status quo)
secara total tetapi memunculkan orang-orang baru (kelompok reformis) dan
bergabung dengan orang orang lama dalam menjalankan pemerintahan. Maka
yang terjadi adalah pertarungan dan pergumulan antara dua kelompok itu. Dan
ternyata, setelah era reformasi bergulir kurang lebih lima tahun, nampak bahwa
kekuatan kelompokstatus quo masih mendominasi sistem yang sedang berjalan
termasuk dalam penegakan hukum. Keterpurukan hukum di Indonesia sejak masa
Orde Baru hingga sekarang meliputi tiga unsur sistem hukum, sebagaimana
dikemukakan oleh Lawrence Meir Friedmann, yaitu struktur (structure), substansi
(substance), kultur hukum (legal culture).
 1. Struktur, yang dimaksud dengan struktur dalam sistem hukum Indonesia
adalah institusi institusi penegakan hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan
Pengadilan, serta hirarki peradilan dari yang terendah (Pengadilan Negeri,
Pengadilan Agama, dan lain-lain) hingga yang tertinggi (Mahkamah Agung),
begitu juga aparat penegak hukum yang bekerja pada institusi institusi
penegakan hukum tersebut. Problem yang terjadi berkenaan dengan struktur
3
https://waina270809.wordpress.com/2013/04/17/ham-dan-wawasan-nusantaranasional/

12
ini adalah belum adanya kemandirian yudisial yang menjamin resistensi
institusi institusi penegakan hukum terhadap intervensi pihak lain serta
rendahnya kualitas moralitas dan integritas personal aparat penegak hukum
sehingga hukum tidak dapat bekerja secara sistemik dan proporsional,
termasuk dalam penegakan HAM.
 2. Substansi, yaitu aturan, norma dan pola prilaku nyata manusia yang ada
dalam sistem itu atau produk produk yang dihasilkannya berupa keputusan
keputusan yang mereka keluarkan dan mencakup pula hukum yang hidup
(living law) dan bukan hanya aturan aturan yang ada dalam kitab undang
undang (law books). Yang menjadi problem dari substansi ini adalah kuatnya
pengaruh positivisme dalam tatanan hukum di Indonesia yang memandang
hukum sebagai sesuatu yang muncul dari otoritas yang berdaulat dalam
bentuk undang undang dan mengabaikan sama sekali hukum diluar yang
tersebut serta memandang prosedur hukum sebagai segala-galanya dalam
penegakan hukum tanpa melihat apakah hal tersebut dapat mewujudkan
keadilan dan kebenaran.
 3. Kultur hukum, yaitu suasana pikiran dan kekuatan sosial yang menentukan
bagaimana hukum itu digunakan, dihindari, dan disalahgunakan. Kultur
hukum yang merupakan ekspressi dari tingkat kesadaran hukum masyarakat
belum kondusif bagi bekerjanya sistem hukum secara proporsional dan
berkeadilan.

Keterpurukan hukum di Indonesia yang meliputi tiga unsur sistem hukum di atas
sangat menghambat penegakan HAM di negara kita sehingga wajar apabila kasus
kasus pelanggaran HAM yang tergolong berat hingga sekarang tidak ada yang
berhasil diusut secara tuntas dan profesional dan sudah tentu hal ini sangat
mengusik rasa keadilan masyarakat secara umum.
Selain itu secara struktural, kemandirian institusi institusi penegakan
hukum di Indonesia masih juga menjadi problem yang cukup serius. Institusi
institusi penegakan hukum tersebut belum cukup resisten terhadap intervensi
pihak lain terutama eksekutif, padahal penegakan HAM memerlukan kemandirian
yudisial dan pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law).

Problem penegakan HAM di Indonesia tidak hanya menyangkut sistem


hukum yang mengalami degradasi sebagaimana telah dijelaskan di atas, tapi juga
melibatkan  sistem sistem lain yang turut  berpengaruh secara signifikan misalnya
sistem politik, ekonomi dan sosial.
Sistem politik transisional dari sistem politik otoriter ke demokratis
ternyata tidak bisa berjalan mulus. Pergantian rezim dari Orde Baru ke Orde
Reformasi telah banyak menimbulkan berbagai bentuk pelanggaran HAM. Begitu
juga ketika Orde Reformasi berkuasa timbul gejolak dan pergumulan di antara

13
kekuatan reformasi sendiri, tanpa menafikan pengaruh dan peran kuat orang-orang
yang pro-status quo untuk saling berebut kekuasaan, yang hal ini juga banyak
menimbulkan berbagai bentuk pelanggaran HAM, terutama ketika militer
diposisikan sebagai alat dan pendukung  kekuasaan  yang sedang berlangsung.   

Sistem ekonomi yang dibangun selama masa Orde Baru terbukti belum
mampu menyejahterakan dan mengangkat martabat kehidupan bangsa Indonesia
terutama rakyat kecil yang secara kuantitatif paling banyak jumlahnya. Bahkan
sejak terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya rezim Orde Baru,
kondisi bangsa Indonesia semakin terpuruk den krisis itu semakin melebar dan
meluas hingga bersifat multidimensional. Keterpurukan ekonomi ini juga menjadi
problem penegakan HAM di negara kita, sebab bagaimana seorang akan dapat
menghormati dan menghargai serta menghayati HAM kalau ia belum mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya yang minimum sekalipun?

Dalam psikologi dikenal teori Abraham Maslow tentang The Basic


Need Hierarchy Theory yang mengatakan bahwa ada lima tingkatan kebutuhan
dasar manusia yaitu :
 a. Kebutuhan pokok fisiologis
 b. Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan dari bahaya luar
 c. Kebutuhan akan cinta, kemisraan dan kebutuhan seksual
 d. Kebutuhan akan martabat, penghargaan sosial dan harga diri serta
kebutuhan diperlakukan secara adil
 e. Kebutuhan untuk aktualisasi diri dan mempunyai sesuatu (obsesi).

Dalam konteks ini, Tjuk Wirawan berasumsi bahwa apabila sebagian besar
rakyat Indonesia sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sampai dengan
hirarki keempat yang berarti sebagian besar rakyat sudah menginginkan
pengakuan martabat dan harga dirinya serta membutuhkan penghargaan sosial dan
ingin diperlakukan secara adil, maka pada taraf inilah penghormatan HAM dan
penegakan serta penghayatannya  yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia akan
dapat dicapai.

Sistem sosial masyarakat Indonesia pada dasarnya bersumber dari nilai-


nilai agama dan budaya yang menghargai dan menghormati kedudukan manusia
sebagai makhluk Allah SWT yang termulia di bumi ini. Nilai-nilai agama dan
budaya tersebut kemudian membentuk etika sosial yang menjadi acuan bagi
masyarakat dalam berprilaku dan berinteraksi antara yang satu dengan yang lain
dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Masyarakat Indonesia
terkenal dengan sifat sopan santunnya, sikap hormatnya kepada orang lain serta
rasa kekeluargaannya yang sangat tinggi. Tapi yang menjadi permasalahan adalah

14
mengapa ketika terjadi krisis multidimensional karakter sosial yang positif
tersebut menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat, sehingga yang terjadi
adalah kebiadaban, keangkuhan dan kekerasan yang kemudian menimbulkan  
ketidak-tertiban dan ketidak-harmonisan sosial (social disorder and disharmony).
Dan kondisi sosial semacam ini tentu sangat tidak kondusif bagi usaha usaha
penegakan HAM di Indonesia. Frans Magnis Suseno mencoba memberi jawaban
dari permasalahan di atas. Menurutnya sistem sosial masyarakat Indonesia rusak
karena sistem sistem yang lain tidak bekerja dengan baik, misalnya sistem hukum,
sistem politik dan sistem ekonomi. Seandainya sistem sistem ini bekerja dengan
baik maka sistem sosial itu akan menjadi baik pula, karena sistem sistem tersebut
antara satu sama lain saling mempengaruhi.     

  Penegakan HAM secara umum membutuhkan penciptaan sebuah kondisi


yang kondusif melalui penguatan sistem. Di Indonesia selama masa Orde Baru
dan masa transisi dari corak pemerintahan otoriter ke demokratis, sistem itu tidak
berjalan secara proporsional. Sebagai konsekuensinya, maka banyak unsur unsur
yang  berjalan diluar sistem; dan hal ini berarti sebuah penyimpangan dari koridor
sistem itu. Sebagai contoh terjadinya bentuk bentuk kekerasan dan tindakan main
hakim sendiri serta kerusuhan massal yang sangat destruktif dan lain lain
merupakan bentuk distorsi sistem yang lebih disebabkan oleh ketidak-percayaan
masyarakat terhadap sistem hukum yang ada. Apa yang dikatakan oleh Frans
Magnis Suseno di atas memanglah benar. Bahkan berkenaan dengan lemahnya
sistem hukum di Indonesia, David Black pada tahun 1970-an sudah
mempertanyakan tentang kondisi hukum di negara kita Is law there? (adakah
hukum?). Begitu terpuruknya kondisi hukum di Indonesia sehingga
mengakibatkan terjadinya krisis berskala luas dan bersifat multidimensional.

Memang benar terpuruknya hukum itu dapat juga dipengaruhi oleh sistem
lain seperti sistem politik, sistem ekonomi dan sistem sosial tapi pengaruh
lemahnya sistem hukum terhadap rusaknya sistem sistem  tersebut paling 
signifikan sebab   hukum dilihat dari segi tujuannya merupakan yang paling
bertanggung jawab atas hal tersebut di atas. Tujuan hukum itu antara lain  untuk
memberikan pengayoman kepada anggota masyarakat yang dilakukan dengan
usaha mewujudkan
 1. Ketertiban dan keteraturan yang memunculkan prediktabilitas.
 2. Kedamaian yang berketenteraman.
 3. Keadilan (distributif, komulatif, vindikatif, protektif).
 4. Kesejahteraan dan keadilan sosial.
 5. Pembinaan akhlak luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dari sini  dapat ditarik suatu asumsi bahwa seandainya sistem hukum itu
bekerja dengan baik untuk mencapai tujuannya di atas, maka krisis yang bersifat

15
multidimensional itu akan dapat teratasi dan penegakan HAM akan berjalan
dengan baik. Dengan demikian rekonstruksi sistem hukum harus menjadi sebuah
perioritas. Rekonstruksi sistem hukum tersebut meliputi tiga unsur pokok, yaitu
struktur, substansi. dan kultur.

Struktur mencakup institusi-institusi penegakan hukum, yang dalam


prakteknya belum sepenuhnya independen, atau dengan kata lain masih sering
diintervensi oleh pihak lain dalam mengambil keputusan hukum. Keberadaan
Kepolisian dan Kejaksaan sebagai institusi penegakan hukum yang merupakan
bagian dari eksekutif adalah sebuah problem tersendiri bagi kemandirian yudisial
di negara kita.

Selain institusi, struktur sistem hukum juga meliputi aparat penegak


hukum. Problem krusial yang ada pada jajaran aparat penegak hukum secara
umum adalah tingkat moralitas dan integritas personalnya yang sangat rendah
sehingga hukum tidak dapat diimplementasikan sesuai ketentuan yang berlaku.
Hukum tidak lebih sebagai sebuah komoditas yang bisa diperjualbelikan atau
dinegosiasikan berdasarkan kepentingan yang melatarinya. Dua permasalahan di
atas menuntut upaya restrukturisasi institusi-institusi penegakan hukum, sehingga
kemandirian yudisial dapat dicapai. Demikian juga reformasi sistem pendidikan
calon aparat penegak hukum agar dihasilkan out-put yang profesional dan
memiliki tingkat moralitas dan integritas personal yang tinggi. Faktor ini
sangatlah penting dan menentukan sebab bagaimanapun baiknya sebuah sistem
hukum itu dibangun tentu tidak akan berarti apa apa kalau kualitas aparatnya
rendah secara profesional maupun moral dan personal. Secara ekstrim
keterpurukan hukum di Indonesia penyebab utamanya adalah banyaknya aparat
penegak hukum yang tidak memenuhi kualifikasi di atas.          

Substansi, yang menjadi permasalahan berkenaan dengan substansi adalah


kuatnya pengaruh legal positivism dalam sistem hukum di negara kita. Pemikiran
positivisme hukum lahir bersama dengan kelahiran negara modern pada akhir
abad 18. Sebelum itu masyarakat masih menggunakan hukum yang
dinamakaninteractional law atau customary law.  Positivisme kental dengan
dokumentasi dan formalisasi hukum dalam wujudnya sebagai bureaucratic law.
Dalam ilmu hukum yang legalistik-positivistik hukum dipandang sebagai pranata
pengaturan yang mekanistik dan deterministik. Dengan kata lain positivisme telah
melakukan penyederhanaan penyederhanaan yang berlebihan dan hukum
dipahami sebagai suatu keteraturan. Bagi kaum positivis, hukum tidak lain dari
perintah yang bersumber dari otoritas yang berdaulat dalam masyarakat yang
mengharuskan orang  atau orang orang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

16
Perintah itu disandarkan kepada ancaman keburukan berupa sanksi yang
dipaksakan berlakunya bagi orang yang tidak taat. Perintah, kewajiban untuk
mentaati dan sanksi merupakan tiga unsur essensial hukum dalam pandangan
positivisme. Bagi faham ini hukum positif berbeda jika dibandingkan dengan asas
asas lain misalnya asas asas yang didasarkan pada moralitas, religi, kebiasaan,
konvensi ataupun kesadaran masyarakat.Bahkan lebih ekstrim lagi, hukum harus
melarang setiap aturan yang mirip hukum tetapi tidak bersifat perintah dari
otoritas yang berdaulat.   
  
Dilihat dari latarbelakang munculnya, posistivisme ini dilatari oleh politik
liberalisme yang memperjuangkan kemerdekaan individu sehingga wajar apabila
faham ini tidak memberikan concern terhadap keadilan yang luas bagi
masyarakat. Dan baginya untuk mewujudkan kemerdekaan individu diperlukan
kepastian hukum dalam bentuk undang undang dan prosedur hukum yang jelas.
Bahkan demi kepastian hukum prinsip keadilan dan kemanfaatan bisa
dikorbankan. 

Dengan memahami karakter posistivisme di atas, maka apabila faham ini


terus mendominasi sistem hukum negara kita tentu akan menghambat penegakan
hukum yang berkeadilan dan  menimbulkan keterpurukan hukum yang krusial 
terus menerus. Maka untuk bisa keluar dari problem ini bangsa Indonesia harus
dapat melepaskan diri dari belenggu positivisme karena dengan hanya
mengandalkan teori dan pemahaman hukum secara legalistik-positivistik yang
berbasis pada peraturan tertulis (rule bound) dan prosedur hukum semata sistem
hukum Indonesia  tidak akan pernah mampu menangkap hakikat kebenaran dan
keadilan. Dan lebih ironis lagi penegakan hukum hanya diimplementasikan dalam
format peradilan formal (formal justice) semata yang tidak akan mampu
menangkap substansinya. Hukum hanya berurusan dengan hal hal yang bersifat
teknis dan teknologis. Sentuhan kemanusiaan hukum menjadi hilang. Hukum
direduksi menjadi dua hal yang berhadapan secara berlawanan yaitu benar-salah,
menang-kalah dan lain sebagainya. Langkah strategis yang sangat mendesak
untuk dilakukan  untuk dapat keluar dari perangkap positivisme yang sangat
merugikan tatanan hukum kita adalah melakukan reformasi hukum menuju Sistem
Hukum Progresif. Untuk sampai kepada sistem hukum progresif ini semua konsep
perlu dikaji ulang dan digugat, baik konsep negara hukum, konsep penegakan
hukum, konsep peradilan bahkan konsep keadilan itu sendiri. Karena fokusnya
menuju hukum progresif maka kemudian yang dihasilkan nanti adalah negara
hukum progresif, konsep penegakan hukum progresif, konsep keadilan progresif
dan konsep konsep hukum lain yang progresif. Untuk memulai reformasi hukum
bisa dilakukan dari posisi saat ini, dari tradisi dan praktek bernegara hukum dan

17
penegakan hukum yang diterapkan selama ini. Semua ini dijadikan obyek
gugatan, atau dengan kata lain keterpurukan hukum yang terjadi selama ini
menjadi entry point  gugatan untuk menemukan format baru yang progresif.

Kultur hukum (legal culture). Yang menjadi problem dari kultur hukum
adalah belum kondusifnya praktek budaya penegakan hukum bagi bekerjanya
sistem hukum secara sistemik dan berkeadilan. Kentalnya KKN (korupsi, kolusi,
dan nepotisme) di Indonesia yang hingga kini menjadi permasalahan bangsa yang
krusial sangat menghambat penegakan hukum secara umum termasuk penegakan
HAM. Untuk membangun kultur hukum yang kondusif diperlukan keteladanan
yang baik dari kalangan aparat penegak hukum dan para elite kekuasaan untuk
menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap Indonesia  sebagai negara hukum
sebagaimana telah ditegaskan dalam UUD 45. Hal ini dapat terwujud apabila
mereka memiliki moralitas dan integritas personal  yang tinggi dalam
menjalankan tugas masing-masing.4

2.4. HAM dan gender


Gender adalah konstruksi sosial yang menjelaskan tentang peran manusia
berdasarkan jenis kelamin. Sebab itu, masalah gender lahir dan dipertahankan
oleh masyarakat. Masyarakat umumnya didominasi oleh peran laki-laki
(patriarki). Laki-laki memiliki peran publik (bekerja, berorganisasi, berpolitik),
sementara perempuan memiliki peran privat (mengurus anak, mencuci,
melahirkan, memasak). Ini merupakan konstruksi gender yang mainstream.

Pada perkembangannya, kaum perempuan merupakan jumlah yang cukup


banyak di masyarakat. Mereka memiliki potensi publik (berorganisasi, berpolitik,
dan bekerja) yang ternyata setara dengan laki-laki. Namun, potensi tersebut
terhambat untuk muncul akibat pembatasan oleh budaya gender yang patriarkis.
Sebab itu, muncul gerakan emansipasi wanita (kini dikenal dengan feminis) yang
berupaya mensetarakan peran laki-laki dan perempuan, baik di sektor publik
maupun privat. Gerakan feminis terbagi ke dalam 2 gelombang.

Gelombang pertama berlangsung awal dekade 1900-an, berfokus pada


persamaan hak sipil dan politik. Gelombang kedua era 1960-an, berfokus pada
peran yang lebih besar dalam hak-hak seksual dan keluarga. Gender Equality
Sebagian besar, gerakan emansipasi perempuan bertujuan membangun Gender

4
https://malthufsiraj.wordpress.com/2008/09/17/problematik-penegakan-hak-asasi-manusia/

18
Equality (kesetaraan gender). Gender Equality ini penting oleh sebab adanya
kondisi-kondisi kaum wanita sebagai berikut:

1. Harus kerja lebih keras ketimbang laki-laki untuk mempertahankan hidup


2. Punya kendali yang terbatas seputar penghasilan dan aset
3. Punya kesempatan yang lebih kecil untuk membangun dirinya
4. Menjadi korban kekerasan dan intimidasi
5. Punya posisi sosial yang subordinat
6. Kurang terwakili dalam kebijakan dan pembuatan keputusan
7. Ketidaksetaraan gender mencerminkan hilangnya potensi manusia, baik untuk
laki-laki maupun perempuan

Melalui sebuah survey bertajuk Gender Gap yang dilakukan tahun 2007 ,
dapat dilihat kondisi ketidaksetaraan gender dalam 4 bidang : Kesempatan dan
Partisipasi Ekonomi, Menikmati Pendidikan, Pemberdayaan Politik, serta
Kesehatan dan Pertahanan Hidup. Negara-negara di kawasan Timur Tengah dan
Afrika rata-rata memiliki tingkat Kesempatan dan Partisipasi Ekonomi perempuan
yang rendah. Ini juga terjadi di ketiga bidang lainnya (Menikmati Pendidikan,
Pemberdayaan Politik, serta Kesehatan dan Pertahanan Hidup). Indonesia, dalam
hal Kesempatan dan Partisipasi Ekonomi perempuan, menempati rangkin ke 82,
Menikmati Pendidikan rangking ke-93, Kesehatan dan Ketahanan Hidup rangking
ke-81, serta Pemberdayaan Politik rangkin ke-70.

Gerakan Feminis
Gerakan feminis dapat dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu : Feminis
Liberal, Feminis Sosialis, Feminis Marxis, Feminis Radikal, dan Feminis Islam.
Feminis Liberal adalah gerakan feminis yang muncul dalam gerakan pro hak suara
dan sosial pada masa gelombang gerakan perempuan 1. Isu-isu yang diangkat
adalah persamaan hak waris, ekonomi, hak politik, serta hak-hak yang selama itu
cuma dinikmati oleh kaum laki-laki. Tokoh-tokohnya semisal Elizabeth Cady
Stanton.

Feminis Marxis muncul seiring dengan gerakan pro ajaran Marx itu
sendiri. Isu yang diangkat adalah, ketidaksetaraan gender muncul akibat adanya
struktur kelas di dalam masyarakat kapitalis. Para kapitalis ini (pemodal) adalah
laki-laki yang melakukan penindasan struktural kepada buruh perempuan. Isu
yang diangkat adalah pembubaran sistem kapitalisme, peran perempuan di bidang
ekonomi, dan pengambilan keputusan di tingkat negara yang pro kepada pekerja
perempuan. Tokohnya semisal Emma Goldman dan Gloria Steinem.

19
Feminis Sosialis lebih menekankan aspek kebudayaan, sebagai penyebab
munculnya ketidaksetaraan gender. Budaya masyarakat mainstream adalah
patriarki. Patriarki adalah budaya yang menekankan peran besar laki-laki untuk
memimpin dan mengambil keputusan di aneka bidang. Kemudian terjadi
pembagian peran : Perempuan peran privat, laki-laki peran publik. Sasaran para
feminis sosialis adalah membongkar budaya patriarki sehingga terbuka peluang
akan definisi baru peran berdasarkan gender yang mengakomodasi perempuan.
Tokohnya semisal Simone de Beauvoir dari Perancis.

Feminis Radikal lebih menekankan pada aspek personal/pribadi. Masalah


ketidaksetaraan gender adalah masalah hubungan laki-laki dan perempuan. Laki-
laki secara fisik adalah kaum yang selalu hendak mendominasi perempuan.
Banyak Feminis Radikal yang berkesimpulan untuk mengakhiri hubunan dengan
laki-laki, termasuk pernikahan. Ini mempopulerkan lesbianisme, sebagai upaya
pertahanan diri status perempuan agar tidak lagi didominasi laki-laki. Gloria
Steinem adalah satu di antara tokohnya. Feminis Islam lebih menekankan pada
pengaruh tafsir agama yang didominasi ulama laki-laki. Hasilnya, banyak produk
interpretasi hukum Islam yang lebih membela laki-laki ketimbang perempuan.
Feminis Islam berusaha menggali sumber-sumber klasik ajaran Islam yang tidak
terungkap dan lebih mengakomodasi peran perempuan. Tokohnya antara lain
Fatima Mernissi, Nawal El-Sadawi, ataupun Irshad Manji5.

2.5 HAM dalam perspektif Islam


Dalam Islam definisi HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap
manusia sejak lahir sebagai karunia Allah SWT, sehingga hak tersebut tidak akan
pernah bertentangan dengan Kewajiban Asasi Manusia (KAM) yang telah
digariskan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Inti dari KAM adalah kewajiban manusia beribadah kepada Allah SWT
sebagaimana firman-Nya dalam QS.51.Adz-Dzaariyaat : 56 yang terjemahnya :
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku." Dengan KAM segenap umat Islam wajib tunduk, patuh dan taat
menjalankan semua perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta wajib pula
meninggalkan segala larangan Allah SWT dan Rasul-Nya, semata-mata hanya
untuk mencari ridho-Nya.

Dengan demikian, HAM tidak berdiri sendiri, tapi selalu diikat dengan
KAM. Jadi, definisi HAM terikat erat dengan doktrin ajaran agama Islam,
5
http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/ham-dan-gender.html

20
sehingga norma-norma agama Islam menjadi tolok ukur paling utama dalam
terminologi HAM.

Berdasarkan definisi ini, maka setiap manusia berhak untuk memenuhi


kebutuhan biologisnya, namun harus dengan cara yang dibenarkan Syariat Islam,
sebagaimana setiap manusia berhak untuk makan dan minum apa saja yang
disukainya, namun tetap dalam batasan makanan dan minuman yang dihalalkan
Syariat Islam.

Karenanya, dalam Islam ditegaskan bahwa perzinahan dan LGBT serta


aneka penyimpangan sex lainnya, merupakan pelanggaran KAM, sehingga bukan
merupakan HAM. Begitu pula mengkonsumsi makanan dan minuman haram,
semuanya pelanggaran KAM, dan bukan merupakan HAM.

Selain itu, HAM dalam pandangan Islam statis, tidak berubah-ubah.


Artinya, apa-apa yang diharamkan atau dihalalkan Syariat Islam akan tetap
berlaku hingga Hari Akhir. Sesuatu yang telah ditetapkan sebagai HAM mau pun
KAM oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW, maka dari dulu hingga kini, bahkan
sampai masa yang akan datang, akan tetap menjadi HAM dan KAM.

Dengan demikian, keharaman khamar (miras) yang mencakup segala jenis


minuman atau makanan yang memabukkan. Dari bahan apa pun dibuatnya,
apakah dari kurma, anggur atau buah lainnya, termasuk dari bahan kimia sekali
pun. Dan apa pun bentuknya, apakah cair, gas, asap, jeli, bubuk, pil, serta bentuk
lainnya. Dan bagaimana pun cara mengkonsumsinya, apakah diminum, dimakan,
dikunyah, dioleskan, disedot, atau pun disuntikkan. Dan apa pun namanya, apakah
Alkohol, Arak, Bir, Rum, Vodka, Cognac, dan sebagainya. Dan berapa pun kadar
penggunaannya, banyak atau pun sedikit. Serta kapan dan dimana pun minumnya,
apakah di musim panas mau pun dingin, atau apakah di negeri Arab mau pun di
negeri China atau di negeri lainnya. Maka sejak dulu hingga sekarang, bahkan
sampai yang akan datang, khamar adalah haram, dan bukan merupakan HAM,
serta sampai kapan pun tidak akan pernah menjadi HAM. Jadi jelas, bahwa HAM
dalam pandangan Islam memiliki kaidah dan batasan yang jelas, sehingga tidak
akan pernah berbenturan dengan KAM.

21
ISLAM vs DEKLARASI HAM PBB
Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB mengeluarkan
Resolusi 217 A (III) tentang Deklarasi Universal HAM. Secara umum resolusi
tersebut cukup baik, karena didorong oleh semangat penegakan keadilan bagi
seluruh umat manusia. Namun karena dasar pemikiran resolusinya bersumber dari
HAM Barat, maka sejumlah item yang diatur di dalamnya bertentangan dengan
ajaran agama, khususnya agama Islam.

Pasal 16 resolusi tersebut adalah "Pasal Kawin Bebas", karena menjamin


kebebasan bagi pria mau pun wanita yang sudah dewasa dengan hak yang sama
untuk menikah tanpa batasan agama dan tanpa peran Wali Nikah. Padahal dalam
pandangan umum Islam diharamkan "Kawin Beda Agama" dan "Kawin Tanpa
Wali".

Dan Pasal 18 resolusi tersebut adalah "Pasal Murtad", karena menjamin


kebebasan bagi setiap orang untuk berganti agama apa pun, termasuk yang murtad
dari Islam. Padahal dalam Islam setiap muslim diharamkan untuk keluar dari
Islam, bahkan diancam Hukuman Mati.

Pasal 21 resolusi tersebut adalah "Pasal Demokrasi" karena mewajibkan


setiap negara untuk menerapkan "Demokrasi" dengan memberikan kedaulatan
sepenuhnya kepada keinginan rakyat dan mewajibkan Pemilu di setiap negara.
Padahal Islam bukan Demokrasi, dan Demokrasi bukan Islam.

Pada tanggal 16 Desember 1966, Majelis Umum PBB menetapkan


Resolusi 2200 A (XXI). Dalam Resolusi ini ada Kovenan Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik yang menekankan kembali tentang "Pasal Kawin Bebas" dan
"Pasal Murtad" serta "Pasal Demokrasi", yaitu pada Pasal 1, 2, 23 dan 25. Sedang
Pasal 6 kovenan ini masih mengakui dan membolehkan pemberlakuan Hukuman
Mati, namun kemudian dibatalkan melalui Protokol Opsional Kedua Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik untuk penghapusan Hukuman Mati
yang ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB No. 44 / 128 tertanggal 15
Desember 1989. Padahal dalam Islam ada pemberlakuan Hukuman Mati dalam
masalah Qishash mau pun Hudud, seperti hukuman mati bagi pembunuh dan zani
muhson serta murtad.

22
HAM ANAK dan WANITA
Majelis Umum PBB mengeluarkan sejumlah resolusi tentang Anak dan
Wanita atas dasar semangat untuk memberi perlindungan terhadap anak dan
wanita. Tentu ini merupakan suatu upaya terpuji yang harus didukung semua
pihak. Namun sayang, lagi-lagi dasar pemikiran resolusinya bersumber dari HAM
Barat, sehingga sering bertentangan dengan ajaran agama, khususnya agama
Islam.

Salah satu resolusi PBB terkait Anak adalah Konvensi Hak Anak yang
ditetapkan Majelis Umum PBB melalui Resolusi No. 44 / 25 tertanggal 20
November 1989. Pasal 20 resolusi ini secara eksplisit mengakui eksitensi Kafalah
dalam Hukum Islam. Dan Pasal 24 resolusi ini secara rinci menjamin
perlindungan terhadap anak dari segala bentuk eksploitasi sex dan pornografi. Ini
merupakan hal yang sangat bagus dari resolusi ini. Hanya saja, resolusi ini tidak
memberi batasan jelas tentang definisi anak.

Pasal 1 resolusi ini menetapkan bahwa permulaan usia dewasa seseorang,


baik pria mau pun wanita, adalah 18 tahun, kecuali apabila menurut hukum yang
berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Dasar penetapan usia dewasa dalam pasal ini  tidak jelas, dan semakin bias
dengan pengecualian yang juga tidak memiliki indikator kedewasaan yang pasti. q

Dalam Islam dasar dan indikator kedewasaan sesorang sangat jelas dan
pasti. Islam menetapkan bahwa kedewasaan bagi pria ditandai dengan salah satu
dari dua perkara, yaitu "mimpi" yang menyebabkan junub pertama atau usia yang
sudah genap 15 tahun qomariyyah. Sedang kedewasaan bagi wanita ditandai juga
dengan salah satu dari dua perkara, yaitu "Haidh" yang pertama atau juga usia
yang sudah genap 15 tahun qomariyyah. Penetapan ini sangat sederhana tapi jelas
dan terang, sehingga mudah diidentifikasi oleh siapa pun.

Dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 34 / 180 tanggal 18 Desember


1979 tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan disebutkan antara lain : Pelarangan kawin dan hamil di bawah usia 18
tahun dan Pelarangan Khitan bagi anak perempuan. Padahal dalam Islam, soal
usia perkawinan kembali kepada ketetapan Islam tentang usia dewasa
sebagaimana tersebut di atas, sehingga siapa telah dewasa maka ia berhak untuk
kawin dan hamil sesuai aturan Syariat Islam.

Ada pun soal Pelarangan Khitan Perempuan, PBB mengambil sampel


"Khitan Fir'aun" yang marak di Benua Afrika, yaitu "Pemotongan Alat Kelamin

23
Wanita", lalu menggeneralisir bahwa semua bentuk khitan dilarang. Padahal
"Khitan Islam" berbeda dengan "Khitan Fir'aun". Dalam Khitan Islam cukup
hanya menghilangkan selaput (jaldah / colum / praeputium) yang menutupi
klitoris, bukan melukai atau memotong klitorisnya, apalagi memotong alat
kelaminnya. Bahkan dalam Islam sudah dianggap cukup hanya dengan melakukan
goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris).

Selain itu, dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 2200 A (XXI)
tertanggal 16 Desember 1966, sebagaimana telah disinggung sebelumnya,
ternyata juga ada soal perempuan dalam Kovenan Internasional tentang Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pasal 3 kovenan tersebut adalah "Pasal Kesetaraan
Gender", karena menjamin persamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita
dalam semua aspek kehidupan, termasuk waris. Selain itu, masih ada Deklarasi
dan Program Aksi di Wina pada tanggal 25 Juni 1993 tentang Hak Anak dan
Wanita yang secara rinci menetapkan soal "Kesetaraan Gender". Padahal Islam
tidak mengenal "Kesetaraan Gender", tapi Islam memperkenalkan "Keserasian
Gender". Ada pun Hukum Waris dalam Islam sudah final.6

BAB III
6
http://www.habibrizieq.com/2012/11/hak-asasi-manusia-dan-wawasan-kebangsaan.html

24
PENUTUP

2.3. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari tulisan ini, bahwa :
1) HAM merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang
didapatkan sejak lahir dimana secara kodrati HAM sudah melekat dalam
diri manusia dan tak ada satupun orang yang berhak mengganggu gugat
karena HAM bagian dari anugrah Tuhan.
2) Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila.
Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah
bangsa.
3) Problem penegakan HAM di Indonesia tidak hanya menyangkut sistem
hukum yang mengalami degradasi, tapi juga melibatkan  sistem-sistem
lain yang turut  berpengaruh secara signifikan seperti sistem politik,
ekonomi dan sosial.
4) Gender adalah konstruksi sosial yang menjelaskan tentang peran manusia
berdasarkan jenis kelamin.
5) Dalam Islam definisi HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap
manusia sejak lahir sebagai karunia Allah, sehingga hak tersebut tidak
akan pernah bertentangan dengan Kewajiban Asasi Manusia (KAM) yang
telah digariskan oleh Allah dan Rasulullah

DAFTAR PUSTAKA

25
1. https://www.harianlampung.co.id/read/definisi-pengertian-ham-hak-asasi-
manusia-menurut-para-ahli-3584/
2. http://www.berbagaireviews.com/2015/03/sejarah-dan-perkembangan-
hak-asasi.html
3. https://waina270809.wordpress.com/2013/04/17/ham-dan-wawasan-
nusantaranasional/
4. https://malthufsiraj.wordpress.com/2008/09/17/problematik-penegakan-
hak-asasi-manusia/
5. http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/ham-dan-gender.html
6. http://www.habibrizieq.com/2012/11/hak-asasi-manusia-dan-wawasan-
kebangsaan.html

26

Anda mungkin juga menyukai