Anda di halaman 1dari 15

HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun oleh :

1. Nayla Shofa Mahari C100210082


2. Fadhila Rizqi Waluya C100210095
3. Beta Amalia Nur Fajrin C100210209
4. Aldo Rachwibaysa Nataya C100210246

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM

SURAKARTA

2022
ABSTRAK
HAM pada dasarnya adalah anugerah Allah yang terbesar kepada manusia dalam menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai khalifatullah tanpa diskriminasi antara satu dengan yang lainnya.
Hanya saja, ada sebagian kalangan yang menganggap bahwa dalam hukum Islam tidak
ditemukan rumusan HAM seperti halnya konsep HAM ala Barat melainkan hanya memuat
aturan kewajiban dan tugas untuk patuh kepada Allah dan hukum-Nya saja. Berdasarkan
penelusuran terhadap ayat-ayat al-Qur‟an dan as-Sunnah disimpulkan bahwa Hukum Islam telah
merumuskan pengaturan dan perlindungan HAM bagi manusia. Berbeda dengan HAM ala Barat
yang antrophosentris, HAM dalam hukum Islam bukan saja mengakui hak antar sesama manusia
(huququl „ibad) tetapi hak itu dilandasi kewajiban asasi manusia untuk mengabdi kepada Allah
swt (huququllah). Hukum Islam menetapkan prinsip utama dalam perlindungan HAM yang
signifikan dengan tujuan hukum Islam yaitu prinsip perlindungan terhadap agama (hifdz al-din),
jiwa (hifdz al-nafs), akal (hifdz al-„aql), keturunan (hifdz al-nasl) dan harta (hifdz al-mal).

Kata Kunci: HAM, Perlindungan dan Hukum Islam


ABSTRACT

HAM is basically God's greatest gift to man in carrying out his duties and functions as
khalifatullah without discrimination between one another. However, there are some people who
think that in Islamic law does not find the formulation of human rights as the concept of
Western-style human rights but only contains the rules of duty and duty to obey God and His law
alone. Based on the searches of the verses of the Qur'an and Sunnah it is concluded that Islamic
law has formulated the regulation and protection of human rights for human beings. Unlike
anthrophocentric Western human rights, human rights in Islamic law not only recognize the
right of human beings (huququl 'ibad) but it is based on the basic human obligation to serve
Allah Almighty (huququllah). Islamic law establishes the main principles in the protection of
human rights that are significant with the objectives of Islamic law namely the principle of
protection of religion (hifdz al-din), soul (hifdz al-nafs), reason (hifdz al-'aql), descendants
(hifdz al-nasl) and treasure (hifdz al-mal).
PENDAHULUAN

Tuhan menciptakan makhluk manusia secara kodratnya dianugrahkan sebuah hak dasar yang
mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia
yang termasuk di dalam menjalankan sebuah tugas dan juga fungsinya sebagai pemimpin atau
khalifah Allah.

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang sesuai dengan
kondisi yang manusiawi.1 Hak asasi manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatu yang
mendasar, fundamental dan penting. Oleh karena itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa
hak asasi manusia itu adalah “Kekuasaan dan keamanan” yang dimiliki oleh setiap individu. 2
Dalam mukadimah Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
Human Rights) dijelaskan mengenai hak asasi manusia sebagai : “Pengakuan atas keseluruhan
martabat alami manusia dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain
dari semua anggota keluarga kemanusiaan adalah dasar kemerdekaan dan keadilan di dunia”.3

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan sesuatu hak yang dasarnya dekat dan melekat pada
diri pribadi setiap manusia karena hak itu bukanlah pemberian dari seseorang, organisasi ataupun
negara melainkan karunia tidak ternilai dari Allah SWT, akan tetapi lah banyak sekali dari
manusia umat islam yang tidak menyadari akan eksistensi hak-haknya tersebut. Al-Qur’an dan
As-Sunnah itu sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia yang telah mengatur hak-hak
tersebut, karena itu tiap-tiap mannusia haruslah mengetahui hak-haknya dan harus siap
memperjuangkan selama tidak mengambil ataupun melampaui hak milik orang lain.

Menurut Jan Materson dari komisi Hak Asasi Manusia Perserikataan Bangsa-Bangsa, Hak
Asasi Manusia ialah hak-hak yang melekat pada manusia, yang tanpa dengannya manusia
mustahil dapat hidup sebagai manusia. Menurut Baharuddin Lopa, kalimat “Mustahil dapat
hidup sebagai manusia” hendaklah diartikan “Mustahil dapat hidup sebagai manusia yang
bertanggungjawab.” Penambahan istilah bertanggungjawab ialah di samping manusia memiliki
hak, juga memiliki tanggungjawab atas segala yang dilakukannya. Hak-hak asasi manusia adalah

1
Adam Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, Rajawali Pers, Jakarta, 2000, hal. 464.
2
Harun Nasution dan Bahtiar Effendi (ed), Hak Asasi Manusia dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1987, hal. 14.
3
Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia menurut Al-Qur’an, PT Al-Husna Zikra, Jakarta, 1995, hal. 32.
hak-hak yang diberikan langsung kepada manusia (hak-hak yang bersifat kodrati) oleh Tuhan
yang menciptakannya. Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apapun di dunia ini yang dapat
mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti manusia dengan hak-haknya dapat berbuat
semaunya, sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan merampas hak
asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.4

PERMASALAHAN

Untuk mengatasi perbedaan tajam antara prespektif HAM dalam kacamata Islam dengan
HAM menurut kacamata mata PBB di satu sisi, serta perbedaan diantara sesama sesema umat
Islam sendiri mengenai pengertian, kualitas dan kuantitas yang menjadi HAM yang patut
dilindungi, maka beberapa tokoh dan cendikiawan muslim berupaya merumuskan sendiri HAM
menurut versi Islam yang mereka ambil dari Al-Qur’an, Sunnah dan perjalan panjang historis
umat Islam. Dengan adanya HAM versi Islam ini, cendikiawan Islam berharap tidak terjadi lagi
polemik mengenai HAM ini yang diasumsikan sebagai produk non-Islam. Sejauh bacaan
penulis, sampai saat ini setidaknya terdapat dua rumusan yang dihasilkan oleh para cendikiawan
tersebut, yaitu :

1. Dokumen Paris pada tahun 19814


2. Dokumen Kairo 1990

Sekiranya dikomparasikan, ada tiga hal yang menarik untuk dicermati, yang membedakan
konsep HAM Islam (dukumen Paris dan Kairo) dengan rumusan HAM PBB (DUHAM).
Pertama, esensi dari HAM itu sendiri. Dalam DUHAM sekuler esensi dari HAM adaalah
kebebasan, sedang dalam deklarasi HAM Paris dan Kairo inti dari HAM adalah harkat dan
martabat kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan yang dilebihkan dibandingkan dengan makhluk
ciptaannya yang lain. HAM dalam prespektif Islam merupakan suatu formula untuk menjaga dan
mengangkat derajat manusia dan tidak boleh mengambil bentuk atau peranan sebagai sesuatu
yang merendahkan dan menjatuhkan derajat manusia. Menurut Islam, keinginan itu negatif Apa
yang menghina orang, yaitu hak asasi manusia Format ini harus dihindari. Berdasarkan asumsi

4
(Baharuddin Lopa, 1996: 1).
tersebut, Atas nama kebebasan, ulama Islam tidak bisa menerima pernikahan sesama jenis (gay)
sebagai bagian dari hak asasi manusia. Menurut Islam, ini adalah penyimpangan dari fitrah dan
fitrah Diciptakan karena Allah menciptakan makhluk berpasang-pasangan. Pernikahan adalah
ekspresi budaya, Berhubungan intim karena bisa dibilang tinggi Tindakan selain pernikahan
dianggap sebagai tindakan merendahkan martabat manusia. Dengan cara berpikir seperti itu
Tentu saja, inses harus dianggap sebagai tindakan yang sangat buruk.merendahkan martabat
manusia. itu juga gratis Tidak terlalu berpakaian di luar ruangan, tidak Islam dapat diterima
sebagai bagian dari hak asasi manusia. Nilai yang sangat penting yang membedakan seseorang
Hewan berada dalam (makan) kemampuan untuk memakai pakaian. Hak asasi manusia sekarang
diambil dari perspektif sekuler Nilai kebebasan mutlak, keduanya mengadopsi rumus berupa
kebebasan (the freedom to do something),tidak hanya berupa kebebasan dari secara tidak
sengaja).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif dilakukan
dengan pendekatan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penelitian
yuridis normatif, sumber data penelitian berupa sumber data primer dan data sekunder yang
dapat diperoleh dengan melakukan studi pustaka berupa buku, internet atau jurnal hukum. Sifat
penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk
menggambarkan objek penelitian melalui proses yang sistematis dan menggambarkan bagaimana
hukuman bagi pengedar narkoba ditinjau dari perspektif hukum nasional dan hukum Islam.
Sumber data untuk penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Sumber data primer, yaitu Al-Qur’an, Hadits, serta Fiqh sebagai sumber hukum dari
hukum islam. Sedangkan sumber dari hukum positif nasional yang kami jadikan sumber
yaitu peraturan-peraturan didalam suatu undangundang yang mengatur mengenai bandar
obat terlarang atau narkoba.
2. Sumber data sekunder, yaitu berupa suatu artikel, suatu buku, serta dalam jurnal-jurnal
yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang kami lakukan.
3. Sumber data tersier, yaitu sumber berupa kamus hukum serta artikel yang ada di internet.
Data dalam penelitian ini telah terkumpul dengan cara membaca, mempelajari, mengkaji,
serta menganalisis dari berbagai sumber data berupa bacaan yang memiliki kaitan pada
topik hukuman untuk hukuman untuk bandar narkoba.

TINJAUAN PUSTAKA

Sesuai dengan penjelasan permasalahan dalam judul HAM dalam perspektif islam, jurnal ini
difokuskan membahas sudut pandang tentang HAM dalam perspektif islam menggunakan
metode yuridis-normatif. Dalam pembahasan jurnal yang berjudul HAM dalam perspektif islam,
penulisan karya ilmiah ini membutuhkan beberapa referensi berupa jurnal dan buku yang
digunakan, untuk mempelajari dan mendalami tentang pembahasan kami, maka dalam penulisan
karya ilmiah ini kami menggunakan buku atau jurnal :

a. Hak Asasi Manusia Perspektif Hukum Islam, tulisan Nur Asiah pada tahun 2017. (Jurnal)
Dalam jurnal ini, menjelaskan Beberapa rumusan HAM menurut hukum Islam yang
terdapat dalam al-Qur,an dan as-Sunnah diantaranya: hak hidup, hak kebebasan
beragama, hak bekerja dan mendapatkan upah, hak persamaan, hak kebebasan
berpendapat, hak atas jaminan sosial, dan hak atas harta benda. Beberapa prinsip HAM
dalam hukum Islam adalah sebagai berikut: prinsip perlindungan terhadap agama,
prinsip perlindungan terhadap jiwa, prinsip perlindungan terhadap akal, prinsip
perlindungan terhadap keturunan dan prinsip perlindungan terhadap harta. Maka hasil
dari penelitian tersebut berdasarkan data yang di dapat adalah :
i. Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada manusia yang diberikan
langsung oleh Tuhan yang maha pencipta. Perbedaan prinsipil antara konsep
HAM dalam pandangan Barat dan Islam adalah bahwa HAM menurut Barat
bersifat antroposentris artinya segala sesuatu berpusat pada manusia, sedangkan
HAM dalam Islam bersifat teosentris artinya segala sesuatu berpusat pada
Tuhan. Beberapa rumusan HAM menurut hukum Islam yang terdapat dalam al-
Qur,an dan as-Sunnah diantaranya: hak hidup, hak kebebasan beragama, hak
bekerja dan mendapatkan upah, hak persamaan, hak kebebasan berpendapat, hak
atas jaminan sosial, dan hak atas harta benda. Beberapa prinsip HAM dalam
hukum Islam adalah sebagai berikut: prinsip perlindungan terhadap agama,
prinsip perlindungan terhadap jiwa, prinsip perlindungan terhadap akal, prinsip
perlindungan terhadap keturunan dan prinsip perlindungan terhadap harta.
b. Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Hukum Islam, tulisan Yefrizawati pada tahun 2005.
(Jurnal)
Dalam jurnal ini menjelaskan, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang
dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi.5 Hak Asasi
Manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatu yang mendasar, fundamental dan
penting. Oleh karena itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa hak asasi manusia
itu adalah “kekuasaan dan keamanan” yang dimiliki oleh setiap individu. 6 Maka hasil
dari penelitian tersebut berdasarkan data yang di dapat adalah :
i. Islam itu adalah agama yang asy-syumul (lengkap). Ajaran Islam meliputi
seluruh aspek dan sisi kehidupan manusia. Islam memberikan pengaturan dan
tuntunan pada manusia, mulai dari urusan yang paling kecil hingga urusan
manusia yang berskala besar. Dan tentu saja telah mencakup di dalamnya aturan
dan penghargaan yang tinggi terhadap HAM. Memang tidak dalam suatu
dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat sudi Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi SAW.
c. HAM dalam Perspektif Islam, tulisan Naimatul Atqiya pada tahun 2014.
Tulisan ini mengetengahkan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai hak paling
dasar yang menjadi acuan tentang diakuinya manusia sebagai manusia. Di mana akhir-
akhir ini HAM yang sejatinya adalah untuk mewujudkan dimensi otoritas manusia
sebagai makhluk hidup yang bermartabat, berubah menjadi HAM yang sarat dengan
nuansa politik, kepentingan kelompok bahkan individu. Hal-hal yang dibicarakan
dalam artikel ini tentang berbagai pandangan tkokoh tentang definisi HAM itu sendiri,
bagaimana perspektif islam tentang HAM, yang dipaparkan disini terkait dengan al-
maqashid al-syariah dan hubungannya dengan hukum-hukum yang diterapkan islam
terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM, kemudian bagaimana sikap umat muslim di

5
Adam Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, Rajawali pers, Jakarta, 2000, hal. 464.

6
Harun Nasution dan Bahtiar Effendi (ed), Hak Asasi Manusia dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1987, hal. 14.
Indonesia terkait dengan HAM. Maka hasil dari penelitian tersebut berdasarkan data
yang di dapat adalah :
i. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada individu sejak ia lahir
secara kodrati yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak
dapat dirampas dan dicabut keberadaannya. Karena itu, nilai-nilai HAM dengan
prinsip-prinsipnya yang universal adalah bagian dari semangat dan nilai-nilai
syari'ah. Keduanya tidak perlu dipertentangkan. Keduanya justru membentuk
sebuah sinergitas yang harmonis. Dengan menilik potensi-potensi nilai HAM
dalam syari'ah, masa depan HAM di dalam tradisi Islam justru amat cerah dan
memperoleh topangan yang amat kuat. Pertumbuhannya akan mengalami gerak
naik yang amat menggembirakan. Dibutuhkan pemahaman para ulama yang
makin baik tentang sumber-sumber syari'ah dan wawasan kemodern tentang
HAM. Dengan wawasan yang luas tentang ini, para ulama akan menjadi avant-
guard (garda depan) bagi penegakan HAM berdasarkan Syari'ah dan nilai-nilai
universal.
d. HAM dalam Perspekif Islam, tulisan Mizaj Iskandar pada tahun 2017. (Jurnal)
Dalam jurnal ini menjelaskan, Rumusan universal pertama mengenai hak-hak dasar yang
bersifat universal dan harus dilindungi yang diterima secara relatif luas adalah
proklamasi Majelis Umum PBB tentang HAM pada 10 Desember 1948, yaitu Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia, sering disingkat DUHAM (Universal Declaration on
Human Rights, disingkat UDHR).7 Deklarasi ini berisi hak-hak dasar yang dianggap
melekat pada setiap orang karena kemanusiaannya, oleh karena itu harus dilindungi dan
dihormati oleh negara, masyarakat dan semua orang. Maka hasil dari penelitian tersebut
berdasarkan data yang di dapat adalah :
i. Secara universal humanisme versi Barat tidak jauh berbeda dengan humanisme
dalam prespektif Islam. Dalam dokumen Paris dan Kairo ditegaskan minimal ada
tiga sisi yang menjadikan humanisme Barat kontradiktif dengan humanisme Islam.
Kontradiktif-kontradiktif tersebut disebabkan epistimologi Islam yang berbeda

7
Dalam perkembangannya cakupan DUHAM masih ditambah dan disempurnakan dengan berbagai dokumen lain
oleh PBB atau badan-badan lain di lingkungan PBB. Dua yang terpenting adalah International Covenant on
Economic, Social, and culture Right dan International Covenant on Civil and Political Rights yang kedua-duanya
disahkan pada tahun 1996. Lihat: Al Yasa‟ AbuBakar, Metode Istishlahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan Dalam
Ushul Fiqih, (Banda Aceh: Bandar Publishing, cet. I, 2012), hlm. 111.
dengan Barat ketika memahami manusia. Di dalam Islam manusia dipandang
terikat dalam suatu perjanjian primordial dengan Tuhan,8 yaitu bahwa manusia,
sejak dari kehidupannya dalam alam ruhani, berjanji untuk mengakui Tuhan Yang
Maha Esa sebagai pusat orientasi kehidupan. 9 Hasilnya ialah kelahiran manusia
dalam kesucian asal (fitrah), dan diasumsikan ia akan tumbuh dalam kesucian itu
jika seandainya tidak ada pengaruh lingkungan. 10 Kesucian asal itu bersemayam
dalam hati nurani, yang mendorongnya untuk senantiasa mencari, berpihak dan
berbuat yang baik dan benar. Jadi setiap pribadi mempunyai potensi untuk benar.11

PEMBAHASAN

Hak merupakan unsur normative yang berfungsi sebagai pedoman perilaku melindungi
kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjadi harkat dan
martabatnya. Sedangkan asasi adalah sesuatu yang bersifat mendasar yang dimiliki manusia
sebagai fitrah sehingga tak satupun makhluk bisa mengintervensinya apalagi mencabutnya. Al-
Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber hukum dan pedoman hidup telah memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap Hak Asasi Manusia. Al-Qur’an dan As-Sunnah telah
meletakkan dasar-dasar HAM jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada
masyarakat dunia.

Islam adalah agama yang universal dan komprehensif yang me-lingkupi beberapa konsep.
Konsep yang dimaksud yaitu aqidah, ibadah, dan muamalat yang masing-masing memuat ajaran
keimanan, aqidah, ibadah dan muamalat. Di samping mengandung ajaran keimanan, juga
mencakup dimensi ajaran agama Islam yang dilandasi oleh ketentuan-ketentuan berupa syariat
atau fikih. Selanjutnya, di dalam Islam, menurut Abu al'Ala al-Maududi, ada dua konsep tentang
hak. Pertama, hak manusia atau huquq al-insan al-dharuriyyah; Kedua, hak Allah atau huquq
8
Hal ini penulis dasarkan kepada Q. S: 7/172.
9
QS. 7/172.
10
QS. 30/30. Lihat juga sabda Nabi:
ًَ ‫كل هىلىد يىلد عل الفطرة فأبىا يهىدا أو ي صٌرا أو يوجسا‬
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuannyalah yang mengyahudikannya,
menasranikannya dan memajusikannya”. Lihat: Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari..., hadits nomor: 1319, jilid. I, hlm.
465.
11
QS. 33/4. “Allah tidak membuat untuk seseorang dua hati dalam rongga dadanya”. Artinya, hati atau kalbu
manusia, selama ia masih bersifat terang atau nurani, hanya menyuarakan satu hal saja, yaitu kebenaran dan
kesucian, sesuai dengan fitrah Allah sebagaimana manusia diciptakan oleh-Nya.
Allah.12 Kedua jenis hak tersebut tidak bisa dipisahkan. Dan hal inilah yang membedakan antara
konsep HAM menurut Islam dan HAM menurut perspektif Barat.
Dilihat dari tingkatannya ada tiga bentuk hak asasi manusia dalam Islam, pertama, hak
darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya
membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat
kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup seseorang dilanggar, maka berarti orang itu mati.
Kedua, hak sekunder (hajy), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada
hilangnya hak-hak elementer, misalnya, hak sese-orang untuk memperoleh sandang pangan yang
layak, maka akan meng-akibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga, hak tersier (tahsiny), yakni hak
yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.13
HAM dalam Islam sebenarnya bukan wacana asing, karena HAM dalam Islam sudah ada 600
tahun sebelum Magna Charta14 dikumandang-kan. Pandangan ini diperkuat dengan pendapat
Weeramantry sebagai-mana dikutip Bambang Cipto yang menyatakan bahwa pemikiran Islam
mengenai hak-hak di bidang sosial, ekonomi dan budaya telah jauh men-dahului pemikiran
Barat.15 Ajaran Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber ajaran Islam itu sendiri yaitu
al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua sumber tersebut di samping sebagai sumber normatif juga meru-
pakan sumber ajaran praktis dalam kehidupan umat Islam.
HAM dalam Islam dimulai dengan beberapa peristiwa yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Piagam Madinah. (al-Dustur al-Madinah)
Adapun ajaran pokok dalam Piagam Madinah itu adalah: Pertama, interaksi
secara baik dengan sesama, baik pemeluk Islam maupun non Muslim. Kedua, saling
membantu dalam menghadapi musuh bersama. Ketiga, membela mereka yang
teraniaya. Keempat, saling menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan beragama.
Satu dasar itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landa-san bagi
kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah.

12
Abu A`la Al Maududi, Hak Asasi Manusia dalam Islam (Jakarta: YAPI, 1998), 13.
13
Masdar F. Mas’udi, ”HAM dalam Islam“ dalam Suparman Marzuki dan Sobirin Mallan, Pendidikan
Kewrganegaraan dan HAM (Yogyakarta: UII Press, 2002).
14
Para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta
yang antara lain memuat pandangan bahwa raja-raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (Raja yang
menciptakan hukum, tapi dia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya
dan mulai dapat diminta pertanggungjawaban di muka hukum. Lahirnya Magna Charta ini kemu-dian diikuti oleh
perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689.
15
Bambang Cipto, dkk., Pendidikan Kewarganegaraan: Menuju Kehidupan yang Demokratis dan Berkeadaban
(Yogyakarta: LP3 UMY-The Asia Foundation, tt), 263.
b. Deklarasi Cairo (The Cairo Declaration) yang memuat ketentuan HAM yakni hak
persamaan dan kebebasan (QS. al-Isra: 70), hak hidup (QS. al-Maidah: 45), hak
perlindungan diri (QS. al-Balad: 12 - 17), hak kehormatan pribadi (QS. al-Taubah: 6),
hak keluarga (QS. al-Baqarah: 221, al-Rum : 21)
Deklarasi Madinah maupun deklarasi Cairo, menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam
terhadap HAM yang dimulai sejak Islam ada, sehingga Islam tidak membeda-bedakan latar
belakang agama, suku, budaya, strata sosial dan sebagainya. Namun dalam realitas
pelaksanaannya, HAM dipengaruhi oleh konsep HAM dari Barat yang berorientasi sekuler.
Sehingga menghadapi kenyataan semacam ini ada beberapa tanggapan dari masyarakat muslim
dunia tentang HAM. Pertama, menolak secara keseluruhan. Hal ini dida-sarkan pada keyakinan
mereka bahwa syariat bersifat sakral, independen dan sekaligus mengatasi kondisi historis di
mana dan kapan pertama kali diwahyukan dan dalam pandangan mereka syariah merupakan
pandangan hidup yang paling benar dan sempurna. Konsekwensinya, HAM dipan-dang sebagai
omong kosong dan bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab konsep HAM PBB identik dengn
agama Kristen. Karena itu, Islam harus membangun versi HAM-nya sendiri. Kedua, menerima
secara keselu-ruhan. Pendapat ini didasarkan pada pandangan bahwa HAM PBB dan Perjanjian
Internatsional merupakan hasil elaborasi dan merupakan ba-gian khazanah kemanusiaan dan
tidak perlu ada justifikasi Islam terha-dapnya.
Secara prinsip, HAM dalam Islam mengacu pada al-dlaruriyat al-khamsah atau yang disebut
juga al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam islam). Konsep itu
mengandung lima hal pokok yang dikemukakan oleh Imam Asy-Syathibi 16 yang harus dijaga
oleh setiap individu yaitu :
 Menjaga agama (hifzd al-din). Alasan diwajibkannya berperang dan berjihad, jika
ditujukan untuk para musuh atau tujuan senada. Dari pengertian di atas dapat dipahami
bahwa :
o Islam menjaga hak dan kebebasan berkeyakinan dan beribadah. Artinya setiap
pemeluk Islam berhak atas agama dan mazhabnya dan tidak ada paksaan untuk
mengikuti atau meninggalkannya. (QS.al-Baqarah: 256, dan QS.Yunus: 99).

16
Selanjutnya penjabaran secara luas penulis merujuk pada Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, terj.
Khikmawati (Jakarta: Amza,2009).
o Islam juga menjaga tempat-tempat peribadatan baik milik muslim ataupun non
muslim, menjaga kehormatan syiar mereka, bahkan Islam memperbolehkan
berperang karena untuk menjaga kebe-basan beribadah (QS.al-Hajj: 39-40).
 Menjaga jiwa (hifzd al-nafs). Alasan diwajibkannya hukum qishash17, yang didasarkan
pada QS. al-Baqarah:178-179) diantaranya menjaga kemuliaan dan kebebasannya.
Islam sangat menghormati jiwa. Karena sebenarnya hanya Allah lah sang pemberi
kehidupan dan Dia pula yang mematikan (QS.al-Mulk:2 dan al-Isra:33). Dalam konteks
ini harus dibedakan an-tara pembunuhan dan kematian. Pembunuhan berarti merusak
struktur tubuh yang menyebabkan keluarnya ruh pada tubuh yang sehat dengan
spesifikasi-spesifiksi khusus dengan menggunakan senjata tajam atau tembakan peluru
dan yang sejenisnya. Sedangkan kematian adalah keluarnya ruh dari tubuh dalam
kedaan sehat dan hanya Allah yang mematikan.18
 Menjaga akal (hifzd al ‘aql).
Alasan diharamkannya semua benda yang memabukkan atau narkotika dan
sejenisnya. Akal adalah sumber hikmah atau pengetahuan, cahaya muara hati, sinar
hidayah dan media kebahagiaan manusia di dunia dan akhlirat. Dengan akalnya manusia
bisa menjalankan perannya sebagai khalifah fi al-ardl. Dan dengan akalnya pula
manusia menjadi berbeda dengan makhluk lainnya di alam ini. Dengan akalnya pula
Allah memuliakan manusia dari makhluk lainnya (QS.al-Isra`:70).
 Menjaga harta (hifzd al-mal).
Alasan pemotongan tangan untuk para pencuri dan diharamkannya riba dan suap-
menyuap, atau memakan harta orang lain dengan cara bathil lainnya. Harta merupakan
salah satu inti kebutuhan dalam kehidupan, di mana manusia tidak bisa dipisahkan
dengannya (QS. al-Kahfi:46).
 Menjaga keturunan (hifd al-nasl).

17
Secara etimologi qishash berarti meneliti, menyelidiki dengan seksama, memotong. Dari kata terakhir ini
kemudian dipahami bahwa qishash adalah persamaan antara tindak kejahatan dengan sanksi; sanksi dengan ukuran
yang setimpal yang telah ditetapkan oleh Allah, diwajibkan sebagai hak bagi hamba, diturunkan bagi orang yang
melakukan tindakan tertentu dan telah memenuhi syarat serta rukunnya. Satu tindakan diberlakukan atas seorang
pelaku, sepadan dengan tindakan yang telah dilakukannya kepada si kor-ban. Bisa dilihat di Musthafa Az Zarqa, al-
Madkhal li al-Fiqh al-‘Am, Jilid I, 404.
18
Husein Jauhar, Maqashid Syariah, 27.
Alasan diharamkannya zina19 dan qazdaf.20 Dalam hal ini, Islam sangat
menganjurkan pernikahan terha-dap mereka yang dianggap dan merasa sudah mampu
untuk melaku-kannya untuk menjaga keturunan, harta dan kehormatan.

KESIMPULAN
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada individu sejak ia lahir secara kodrati
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dirampas dan dicabut
keberadaannya. Karena itu, nilai-nilai HAM dengan prinsip-prinsipnya yang universal adalah
bagian dari semangat dan nilai-nilai syari'ah. Keduanya tidak perlu dipertentangkan. Keduanya
justru membentuk sebuah sinergitas yang harmonis. Dengan menilik potensi-potensi nilai HAM
dalam syari'ah, masa depan HAM di dalam tradisi Islam justru amat cerah dan memperoleh
topangan yang amat kuat. Pertumbuhannya akan mengalami gerak naik yang amat
menggembirakan. Dibutuhkan pemahaman para ulama yang makin baik tentang sumber-sumber
syari'ah dan wawasan kemodern tentang HAM. Dengan wawasan yang luas tentang ini, para
ulama akan menjadi avant-guard (garda depan) bagi penegakan HAM berdasarkan Syari'ah dan
nilai-nilai universal.
Secara universal humanisme versi Barat tidak jauh berbeda dengan humanisme dalam
prespektif Islam. Dalam dokumen Paris dan Kairo ditegaskan minimal ada tiga sisi yang
menjadikan humanisme Barat kontradiktif dengan humanisme Islam. Kontradiktif-kontradiktif
tersebut disebabkan epistimologi Islam yang berbeda dengan Barat ketika memahami manusia.
Di dalam Islam manusia dipandang terikat dalam suatu perjanjian primordial dengan Tuhan, 21
yaitu bahwa manusia, sejak dari kehidupannya dalam alam ruhani, berjanji untuk mengakui
Tuhan Yang Maha Esa sebagai pusat orientasi kehidupan22. Hasilnya ialah kelahiran manusia
dalam kesucian asal (fitrah), dan diasumsikan ia akan tumbuh dalam kesucian itu jika seandainya
tidak ada pengaruh lingkungan23. Kesucian asal itu bersemayam dalam hati nurani, yang

19
Ulama mendefinisikan zina adalah hubungan seksual yang sempurna antara seorang laki-laki dengan perempuan
yang diinginkan (menggairahkan), tanpa akad pernikahan sah ataupun pernikahan yang menyerupai sah.
20
Qazf menurut bahasa melempar. Menurut syara’ dapat diartikan menuduh seseorang berzina dengan tujuan
mengatakan aib seseorang. I`anatuth Thalibin, Juz 4,149.
21
Hal ini penulis dasarkan kepada Q. S: 7/172.
22
QS. 7/172.
23
QS. 30/30. Lihat juga sabda Nabi : Lihat: Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari..., hadits nomor: 1319, jilid. I, hlm. 465.
mendorongnya untuk senantiasa mencari, berpihak dan berbuat yang baik dan benar. Jadi setiap
pribadi mempunyai potensi untuk benar.24

REFERENSI
Al-Maududi, Abu A’la. Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Jakarta: YAPI, 1998.
Al-Nabhani, Taqiyuddin. Nizam al Islam. ttp, tp, 2001.
Al-Munawar, Said Agil Husin. Al Qur’an: Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta:
Ciputat Press, 2004.
Cipto, Bambang, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan: Menuju Kehidupan Yang Demokratis Dan
Berkeadaban. Yogyakarta: LP3 UMY-The Asia Foundation, tt.
Fakih, Mansour, dkk. Menegakkan Keadilan Dan Kemanusiaan: Pegangan Untuk Membangun
Gerakan HAM. Yogyakarta: Insist Press, 2003.
Hamad, Ahmad khalal. Hurriyah al Ra’yfi al Midan al Siyasi fi zilli Mabda al Masyruriyah baths
Muwarin fi al dimoqratiyah wa al Islam,Al wafa’ li al taba’ah wa al Nasyr wa al Tawzi’. Al
Mansurah, tt.
Jauhar, Ahmad al-Mursi Husain. Maqashid Syariah, Terj. Khikmawati. Jakarta: Amza, 2009.
Mahfudh, Sahal. Nuansa fikih Sosial. PDF Multi Media.
Marzuki, Suparman dan Mallan, Sobirin. Pendidikan Kewrganegaraan dan HAM. Yogyakarta:
UII Press, 2002.
Qurban, Mulhim. Qalaya al fikr al siyasi, fal huquq al tabi’iyah. Beirut: al-Muassasah al-
Jamiiyah li al Dirasah wa al Nasyar al-Taquzi, tt.
Rosyada, Dede, dkk. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah, 2005.
Suteng, Bambang. Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Erlangga, 2006.
Tim Redaksi KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Ubaidillah, dkk. Demokrasi Hak Asasi Manusia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006

24
QS. 33/4. “Allah tidak membuat untuk seseorang dua hati dalam rongga dadanya”. Artinya, hati atau kalbu
manusia, selama ia masih bersifat terang atau nurani, hanya menyuarakan satu hal saja, yaitu kebenaran dan
kesucian, sesuai dengan fitrah Allah sebagaimana manusia diciptakan oleh-Nya.

Anda mungkin juga menyukai