Anda di halaman 1dari 4

Nama : Annisa

NIM : 5111422092
HAK ASASI MANUSIA

1. Pengertian Hak Asasi Manusia


Jadi, HAM adalah hak alamiah bagi manusia. Karena alam merupakan otoritas
universal dan mutlak, maka hakhak yang dibangun di atasnya adalah hak-hak
universal dan mutlak pula.
2. Sejarah Singkat Hak Asasi Manusia
para ahli di Eropa berpendapat bahwa cikal bakal HAM telah ada seja lahirnya Magna
Charta 1215 di Kerajaan Inggris. Disebutkan bahwa raja yang memiliki kekuasaan
basolut dapat dibatasi kekuasaannya dan dimintai pertanggungjawabannya di muka
hukum

3. Hak Asasi Manusia Menurut Ajaran Islam

a. HAM Sebagai Tuntutan Fitrah Manusia


Pertanggung-jawaban yang dituntut dari seseorang haruslah dimulai dengan
kebebasan memilih. Tanpa adanya kebebasan itu, tuntutan pertanggung-jawaban
adalah suatu kezaliman dan ketidak adilan, yang jelas sekali bertentangan dengan sifat
Allah yang Maha Adil. Dengan demikian, kebebasan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari tanggungjawab.
b. Perimbangan Antara Hak-hak Individu dan Masyarakat
untuk menjaga keseimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat, di dalam Islam
tidak dikenal adanya kepemilikan mutlak pada diri manusia. Kepemilikan mutlak
hanyalah di tangan Allah. Oleh karena itu, di dalam syari’at Islam apabila disebut hak
Allah, maka yang dimaksud adalah hak masyarakat atau hak umum.
c. Perbedaan Pandangan antara Islam dan Barat tentang HAM
HAM dalam Islam didasarkan pada premis bahwa aktifitas manusia sebagai khalifah
Allah di muka bumi, sedang konsep Barat percaya bahwa pola tingkah laku manusia
hanya ditentukan oleh hukum-hukum negara atau sejumlah otoritas yang mencukupi
untuk tercapainya aturanaturan politik yang aman dan perdamaian semesta. Selain itu,
perbedaan juga terlihat dari cara pandang terhadap HAM itu sendiri.
Nama : Annisa
NIM : 5111422092
DEMOKRASI

1. Pengertian Demokrasi
demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan kolektif yang memerintah diri sendiri,
yang sebagian besar anggotanya turut mengambil bagian, baik langsung maupun tidak
langsung, dan terjamin kemerdekaan rohani dan persamaan dalam hukum, dan dimana
anggota-angotanya telah diliputi oleh semangatnya
2. Lahirnya Demokrasi
Mohammad Abed Al-Jabiri, tahun 1997, mengatakan bahwa, secara historis
demokrasi berkaitan erat dengan kehancuran sistem kesukuan dan pudarnya
kekuasaan kepala suku, dan sebagai gantinya muncul fenomena “masyarakat sipil”
dan ide “warga negara”.
3. Demokrasi dalam Islam
Apabila melihat pada unsur-unsur demokrasi, maka akan terlihat jelas bagaimana
hubungan Islam dengan demokrasi itu.
 unsur pertama demokrasi adalah bahwa golongan yang menjadi pemimpin
tidak lebih tinggi dari pada yang dipimpin.
 Unsur demokrasi yang kedua adalah golongan yang dipimpim memilih sendiri
pemimpin-pemimpinnya.
 Unsur demokrasi yang ketiga adalah kemerdekan rohani, yang berarti
kemerdekaan berfikir dan mengeluarkan pandapat, kemerdekan berkumpul
dan bersidang, dan kemerdekaan mengatur kehidupan; serta persamaan
hukum.
 Unsur demokrasi yang keempat adalah anggota-anggota masyarakat telah
diliputi oleh semangat unsur-unsur demokrasi di atas.

G.PERUBAHAN HUKUM ISLAM

Hukum berubah karena perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan kebiasaan agak sulit
dipahamai secara lebih detail, karena dimensi waktu, tempat dan keadaan merupakan dimensi
kosong yang rumit untuk dijadikan alasan perubahan hukum, akan tetapi, kaidah tersebut
akan mudah dipahami, apabila dihubungkan dengan faktor-faktor yang merupakan bagian
dari proses ijtihad dan secara signifikan berpengaruh terhadap produk ijtihad. Dan dengan
kemungkinan perubahan hukum Islam, maka sangat mungkin untuk terjadinya eklektisisme
dengan sistem hukum yang lain. Salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pembaruan
Nama : Annisa
NIM : 5111422092
hukum Islam adalah pengaruh kemajuan dan pluralisme sosial budaya dan politik dalam
sebuah masyarakat dan negara. Jika dilihat keadaan yang ada di masa yang awal
pertumbuhan madzhab hukum, maka jelas ada pengaruh elemen-elemen sosial budaya
terhadap ulama untuk menentukan hukum Islam, atau dapat dikatakan, sebagai pengaruh
budaya terhadap hukum Islam.

1. Dua Model Pengambilan dan Penetapan Hukum


Ijtihad dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan praktik yang sudah
berlangsung sejak masa Nabi Muhammad saw sampai sekarang. Pertama ijtihad
perseorangan (ijtihâd al-fardi), yaitu ijtihad yang dilakukan secara mandiri oleh
seseorang yang memiliki keahlian dan hasil ijtihadnya mendapat persetujuan dari
ulama lain. Ijtihad perseorangan ini diakui dalam Islam dan merupakan hak setiap
muslim yang memiliki keahlian dalam menganalisa dan mengkaji suatu masalah
secara mendalam. Ijtihad semacam ini tidak menjadi kewajiban bagi orang lain untuk
mengikutinya; dan pengamalan hasil ijtihad fardi tersebut, hanya menjadi kewajiban
bagi orang yang menghasilkannya
Kedua ijtihad kolektif (ijtihâd al-jamâ’i), yaitu ijtihad yang dilakukan secara
bersama atau musyawarah terhadap suatu masalah, dan pengamalan hasilnya menjadi
tanggung jawab bersama; atau ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid dan
hasil-hasilnya mendapat pengakuan dan persetujuan mujtahid lain. Jadi, ijmâ sebagai
salah satu sumber hukum Islam merupakan hasil ijtihad kolektif.

2. Ijtihad Kontemporer
Ijtihad kontemporer menurut al-Qardhawi dapat dilakukan dengan salah satu dari dua
cara berikut ini: pertama ijtihad intiqâ’i. Ijtihad ini dilakukan dengan cara menyeleksi
pendapat ulama terdahulu yang dipandang lebih sesuai dan lebih kuat
Kedua ijtihad Insyâ’i. Ijtihad ini dengan cara menetapkan hukum baru dalam suatu
permasalahan, di mana permasalahan tersebut belum pernah dikemukakan oleh ulama
terdahulu, baik masalahnya baru atau lama.
Ketiga gabungan antara ijtihad intiqâ’i dan insyâ’i. Ijtihad ini dilakukan dengan cara
menyeleksi pendapat-pendapat ulama terdahulu, yang dipandang selaras dan lebih
kuat, kemudian ditambahkan dalam pendapat tersebut unsur-unsur ijtihad baru.
Dengan demikian, di samping untuk menguatkan atau mengkompromikan beberapa
Nama : Annisa
NIM : 5111422092
pendapat, juga diupayakan adanya pendapat baru sebagai jalan keluar yang lebih
sesuai dengan tuntutan zaman.

HAM dalam Islam didasarkan pada premis bahwa aktifitas manusia sebagai khalifah
Allah di muka bumi, sedang konsep Barat percaya bahwa pola tingkah laku manusia
hanya ditentukan oleh hukum-hukum negara atau sejumlah otoritas yang mencukupi
untuk tercapainya aturanaturan politik yang aman dan perdamaian semesta.
Selain itu, perbedaan juga terlihat dari cara pandang terhadap HAM itu sendiri. Di
Barat (kebudayaan Barat), perhatian kepada individu-individu timbul dari pandangan
yang bersifat antroposentris, dimana manusia adalah ukuran terhadap segala sesuatu.
Karena berorientasi kepada manusia maka, pertanggung-jawabannya juga hanya
kepada manusia semata. Berbeda dengan Barat yang antroposentris, Islam bersifat
theosentris-dimana Tuhan yang Maha Tinggi dan manusia hanya untuk mengabdi
kepada-Nya – larangan dan perintah lebih didasarkan atas ajaran Islam yang
bersumber dari Alquran dan Sunnah atau Hadis.

Anda mungkin juga menyukai