Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH “Musyawarah Dan Demokrasi Dalam Islam”

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam

Oleh:

1. Mayang Indrawati (13030654051)


2. Yasinta Kuswinarto (13030654058)
3. Devi Nadiya Widjaya (13030654062)
4. Wiwik Jumiati (13030654076)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS 2013 B

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2014
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kata demokrasi didengungkan oleh semua pihak sebagai slogan atau
sejenisnya untuk menyelesaikan semua permasalahan. Demokrasi adalah
hukum/pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, yaitu rakyat sebagai pemegang mandate
kekuasaan. Yang pertama sekali menggunakan istilah demokrasi ini adalah Plato. Ditegaskan
bahwa sumber kebijaksanaan dalam demokrasi ini adalah kesepakatan umum dan kemauan
rakyat. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa demokrasi berkaitan dengan
kekuasaan mayoritas dan suara rakyat melalui perwakilan. Dengan sistem tersebut,
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan mayoritas.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah demorasi tidak lagi dianggap hanya sebagai
metode kekuasaan mayoritas melalui partisipasi rakyat, akan tetapi juga mengimplikasikan
nilai-nilai untuk bernegara dan bermasyarakat. Beberapa nilai-nilai yang terkandung dalam
demokrasi antara lain perlindungan terhadap kepentingan individu, seperti kebebasan untuk
berbicara dan berkumpul, kedudukan yang sama di mata hukum, hak untuk memiliki harta
benda, dan jaminan proses hukum di pengadilan. Tentang seberapa jauh perlindungan
terhadap kepentingan individu dan kebebasan, semuanya diatur melalui undang-undang dan
kesepakatan moral.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Demokrasi itu ?
2. Apa sajakah asas-asas demokrasi ?
3. Bagaimanakah hukum demokrasi dalam Islam ?
4. Bagaimanakah konsep musyawarah dalam Islam ?
 
C. Tujuan
1. Memahami pengertian Demokrasi.
2. Memahami hukum demokrasi dalam Islam.
3. Memahami ayat-ayat Al-Qur’an tentang demokrasi.
4. Memahami konsep musyawarah dalam Islam.
BAB II
DASAR TEORI

Demokrasi adalah hukum/pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, yaitu rakyat sebagai
pemegang mandate kekuasaan. Yang pertama sekali menggunakan istilah demokrasi ini
adalah Plato. Ditegaskan bahwa sumber kebijaksanaan dalam demokrasi ini adalah
kesepakatan umum dan kemauan rakyat. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
demokrasi berkaitan dengan kekuasaan mayoritas dan suara rakyat melalui perwakilan.
Dengan sistem tersebut, keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau
tidak langsung didasarkan mayoritas.
Menurut Salim Ali Al-Bahnasawi, sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan
rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara sisi buruknya adalah penggunaan
hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal.
Slogan demokrasi banyak didengungkan dalam era reformasi sekarang ini. Hampir
seluruh lapisan masyarakat, baik yang besar, kecil, tua, muda, lelaki, dan wanita menuntut
ditegakkannya demokrasi disegala penjuru dunia. Seakan-akan demokrasi itu adalah dewa
penyelamat, jalan keluar dari sekian banyak problema yang menyelimuti mereka.
Mungkin pembaca bertanya-tanya benarkah demokrasi itu adalah musyawarah ? Pada
pembahasan kali ini akan kita angkat masalah tersebut, sebagai jawaban dari pertanyaan di
atas dan sebagai penegasan bahwa demokrasi bukan musyawarah.

A. Sejarah perkembangan demokrasi


Seiring dengan bergolaknya revolusi perancis dengan slogan kebebasan,
persaudaraan, dan persamaan, maka Negara perancis pun secara resmi memsukkan demokrasi
dalam undang-undang mereka dengan label hak asasi manusia (HAM) pada tahun 1791.
Disebutkan dalam pasal tiga : rakyat adalah sumber kekuasaan, setiap badan dan individu
berhak mengatur hukum, dan hukum itu hanya diambil dari mereka. Ini adalah penegasan
bahwa kekuasaan adalah milik rakyat yang tidak dapat dipenggal-penggal lagi serta tanpa
kompromi dan tidak akan diubah-udah. Kemudian tatkala perancis menjajah dunia,
diantaranya adalah Negara-negara arab (mesir, Tunisia, aljazair, maroko) dan negeri-negeri
muslim lainnya, maka secara bersamaan masuklah sistem demokrasi tersebut ke negeri-
negeri jajahan itu.
B. Asas-asas demokrasi
Demokrasi ditegakkan di atas dua azas:
1. Adanya pengakuan hak asasi manusia sebagai penghargaan atas martabat manusia.
2. Adanya partisipasi dan dukungan rakyat terhadap pemerintah.

C. Hukum Demokrasi dalam Islam


Allah swt menjelaskan bahwa hanya terdapat dua hukum, hukum-Nya dan hukum
makhluk. Kemudian Allah ta’ala menyebutkan bahwa hukum selain hukum-Nya adalah
hukum jahiliyah, termasuk di dalamnya demokrasi.
Allah swt juga berfirman:
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka
adalah orang-orang kafir”. (Al-Maidah : 44)
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka
adalah orang-orang dhalim”. (Al-Maidah : 45)
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka
adalah orang-orang fasik.” (Al-Maidah : 47)

Dari ketiga ayat di atas jelaslah bahwa hukum selain Allah adalah kekufuran, kedhaliman dan
kefasikan.

D. Mungkinkah Islam Bergandengan dengan Demokrasi ?


Jawaban tentu saja tidak, dengan beberapa alasan :
1. Penetap syariat di dalam hukum Islam adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah swt berfirman :
“Dan dia (Allah) tidak mengambil seorangpun menjadi sekutunya dalam menetapkan
hukum-Nya.” (Al-Khafi : 26)

Allah swt juga berfirman :


“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia.” (Yusuf : 40).
Hingga Rasulullah saw sekalipun tidak berdiri sendiri dalam penetapan hukum..
Rasulullah saw juga telah mengatakan sebagaimana yang disebutkan Allah swt dalam
firman-Nya:
“Tidaklah aku mengikuti melainkan apa yang telah diwahyukan kepadaku”. (Al-An’aam)

2. Islam adalah tatanan hidup yang sempurna dan memerintahkan kita untuk kembali
kepadanya di setiap masalah yang diperselisihkan.
Allah swt berfirman :
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada
Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir “.(An-
Nisaa : 59)

3. Pelaksanaan demokrasi tidak akan puas seandainya kita mengikuti mereka pada sebagian
perkara saja, sehingga jika tidak mengikuti seluruh aturan mereka, maka kita tidak aman
dari gangguan mereka.

4. Kaum Muslimin diwajibkan untuk tetap tegak/teguh di atas al-Islam dan As-Sunnah.
Menerima paham demokrasi berarti meruntuhkan keteguhan tersebut.

5. Kaum Muslimin diperintahkan untuk menyeru seluruh manusia kepada Al-Islam termasuk
didalamnya Yahudi dan Nasrani. Allah swt berfirman:
“Katakanlah hai ahlul kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kepada selain Allah dan
kita tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun dan tidak pula sebagian kita
menjadikan sebagian lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka
katakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah
diri kepada Allah.” (Ali Imran:64)

E. Musyawarah Menurut Syariat Islam


Banyak orang yang salah paham dalam menafsirkan ayat-ayat musyawarah di dalam
Al-Qur’an yaitu ayat:
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.” (Asy-Syura :
36)
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran : 159)

Sebagian orang jahil menggunakan ayat-ayat tersebut sebagai dalil pengesahan


demokrasi. Tentu saja hal ini adalah sebuah kebathilan yang nyata. Telah disebutkan pada
pembahasan di atas sepuluh perbedaan antara demokrasi dengan musyawarah. Di lain
pihak ada juga sebagian orang yang menolak konsep demokrasi akan tetapi jatuh ke dalam
kubangan demokrasi tanpa mereka sadari. Mereka menjadikan musyawarah ini sebagai
ajang tukar pendapat yang diikuti seluruh umat, yaitu mereka melibatkan seluruh umat dan
sebagainya.
Kekeliruan ini terjadi karena mereka tidak mengetahui konsep musyawarah yang
Islami, akibatnya mereka menerapkan musyawarah ini seperti konsep demokrasi, dimana
keputusan ditentukan dengan suara terbanyak atau dengan kemufakatan /kesepakatan di
antara mereka tanpa menghiraukan apakah sesuai dengan syariat atau tidak. Hal seperti ini
wajar sebab pesertanya adalah orang-orang yang jahil tentang syariat dan landasannya juga
bukan syariat, tetapi kepentingan dan kehendak umum. Demikian halnya demokrasi
dengan segala macam versinya

F. Bagaimana dengan Musyawarah ?

. Musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti
berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu.Istilah-istilah lain dalam
tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan
“syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kewajiban musyawarah
hanya untuk urusan keduniawian. Jadi musyawarah adalah merupakan suatu upaya bersama
dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna
mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang
menyangkut urusan keduniawian.

Saat ini musyawarah selalu dikait-kaitkan dengan dunia politik, demokrasi.Bahkan


hal tersebut tidak dapat dipisahkan , pada prinsipnya musyawarah adalah bagian dari
demokrasi. Dalam demokrasi pancasila penentuan hasil dilakukan dengan cara
musyawarah mufakat dan jika terjadi kebuntuan yang berkepanjangan barulah
dilakukan pemungutan suara, jadi demokrasi tidaklah sama dengan votting.Cara votting
cenderung dipilih oleh sebagian besar negara demokrasi karena lebih praktis, menghemat
waktu dan lebih simpel daripada musyawarah yang berbelit-belit itulah sebabnya votting
cenderung identik dengan demokrasi padahal votting sebenarnya adalah salah satu cara dalam
mekanisme penentuan pendapat dalam sistem demokrasi.
G. Bagaimana Konsep Musyawarah di dalam Islam?

Maka ketahuilah wahai saudaraku semoga Allah menyelamatkan kita dari kebodohan
bahwa musyawarah dalam Islam ditegakkan dalam dua perkara,
1. Musyawarah hanya khusus bagi imam dan ahli ilmu baik musyawarah itu di antara
mereka ahli ilmu dan ulama atau antara mereka dengan para penguasa.
2. Musyawarah hanya pada permasalahan yang tidak terdapat di dalamnya ketetapan dari
Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya.

Dalam kesempatan tersebut Habib Rizieq membahas tentang NKRI Bersyariah.


Secara konstitusional NKRI adalah negara yang berlandaskan syariat Islam, melalui
kesepakatan para ulama dengan kaum nasionalis akhirnya terbentuklah Piagam Jakarta.
Namun dalam perjalanannya kaum nasionalis sekuler menghianati kesepakatan tersebut.
Salah satunya ialah bentuk negara yang secara kontitusi disebutkan bahwa Indonesia
adalah negara musyawarah yang tercantum dalam sila ke-4, namun oleh rezim yang
berkuasa sejak awal kemerdekaan hingga hari ini diselewengkan menjadi negara
demokrasi. Akibatnya selama puluhan tahun rakyat dicekoki dengan pemahaman
demokrasi, sistem dari bangsa barat. Dan tidak sedikit pula yang akhirnya tersesatkan
dengan menyamakan bahwa demokrasi adalah musyawarah itu sendiri.

"Musyawarah itu beda dengan demokrasi. Musyawarah itu ajaran Islam, perintah Allah
Swt sedangkan demokrasi itu sistem batil, sistem kufur dari orang-orang kafir yang haram
untuk di ikuti," ujar Habib.

"Dalam al Qur'an bahkan ada surat khusus tentang Musyawarah, yaitu As Syuura surat ke
42 yang artinya musyawarah, dan ayat-ayat tentang musyawarahpun ada di beberapa surat
yang lain, sedang demokrasi itu tidak ada karena memang bukan berasal dari Islam.
Dalam musyawarah segala apa yang sudah ada ketetapan hukum dari Allah dan Rasul-
Nya itu tidak boleh dirubah, yang di musyawarahkan hanya teknisnya saja. Contohnya
seperti minuman keras, hukumnya sudah haram tidak boleh diganti lagi. Namun berbeda
dengan demokrasi, dengan suara terbanyak minuman keras menjadi boleh, contohnya
seperti Kepres No 3/thn 1997 tentang bolehnya miras beredar di masyarakat dengan kadar
dibawah 5%," papar Habib.
"Dalam Islam manusia tidak berhak merubah hukum Allah dan Rasul-Nya. Tidak
menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan sebaliknya tidak mengharamkan apa
yang dihalalkan oleh Allah," tegasnya.

1.    Musyawarah dalam Islam


Islam mengajarkan syura atau permusyawaratan. Kata musyawarah termasuk jenis kata
mufa’alah atau perbuatan yang dilakukan secara timbal balik. Maka musyawarah haruslah
bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas mengemukakan
pendapatnya. Dengan kebebasan berdialog itulah diharapkan dapat diketahui kelemahan
pendapat yang dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan bisa menghilangkan
atau meminimalkan kelemahan.
Musyawarah dalam Islam dilakukan guna membahas atau memutuskan masalah-
masalah yang tidak terdapat aturan atau dalil yang kuat dari Al-Qur’an ataupun hadits
terhadap suatu masalah umat. Sebagian pakar tafsir membatasi masalah permusyawarahan
hanya untuk yang berkaitan dengan urusan dunia, bukan persoalan agama. Namun,
sebagian lainnya memperluas adanya musyawarah disamping untuk urusan dunia, juga
untuk sebagian masalah keagamaan. Alasannya, karena dengan adanya perubahan sosial,
maka sebagian masalah keagamaan belum ditentukan aturannya di dalam Al-Qur’an
maupun sunah Nabi SAW.
Nabi Muhammad SAW bermusyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan
masyarakat dan negara, seperti persoalan perang, ekonomi, dan sosial. Bahkan beliau juga
bermusyawarah (meminta saran dan pendapat dari sahabat) di dalam beberapa persoalan
pribadi atau keluarga.
Islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Dalam Al-Qur’an terdapat surah yang
diberi nama Asy-Syuura. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya musyawarah di dalam
Islam. Adapun ayat yang menyinggung musyawarah, diantaranya terdapat pada surah Ali
Imran ayat 159 dan surah Asy-Syuura ayat 38.
 
2. Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 159
Terjemahan Surah Ali Imran ayat 159
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu (*). Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
(*) Maksudnya : urusan yang berkaitan dengan hal-hal duniawi, seperti urusan dakwah,
peperangan, politik, kemasyarakatan dan lain-lainya

Isi/Kandungan Q.S. Ali Imran Ayat 159.


Pada ayat diatas disebutkan petunjuk sikap yang diperintahkan untuk dilakukan Nabi
Muhammad SAW dalam menghadapi umatnya, khususnya ketika bermusyawarah.
Walaupun secara redaksional perintah tersebut disematkan kepada Nabi SAW, namun
pesan yang terdapat pada ayat tersebut bisa berlaku umum bagi tiap muslim yang
melakukan musyawarah. diisyaratkan pada ayat tersebut mengenai sikap yang harus
dilakukan untuk mensukseskan musyawarah, sifat atau sikap tersebut yaitu sebagai
berikut.
 
3. Al-Qur’an Surah Asy-Syuura Ayat 38.
Terjemahan QS. Asy-Syuura ayat 38.
  “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan     shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka”
  Isi/Kandungan Makna Q.S. Asy-Syuura Ayat 38.
1. Ayat ini menjelaskan bahwa beberapa sifat hamba Allah SWT yang baik,
antara lain dirinya selalu menerima dan mematuhi seruan Allah SWT, selalu
mendirikan salat yang telah diwajibkan kepadanya, serta menafkahkan sebagian
rezekinya di jalan Allah.
2. Ayat ini juga telah mengajarkan kepada kita agar membiasakan diri melalui
musyawarah dalam mengatasi berbagai persoalan, baik di lingkungan keluarga,
masyarakat, dan sebagai bagian dari warga negara. Dengan catatan, masalah tersebut
tidak mempunyai penyelesaian atau dasar dalil yang kuat yang terdapat pada Al-Qur’an
maupun hadits. Adapun bagi masalah yang sudah terdapat aturan yang jelas dan tegas
di kedua sumber tersebut, maka tidak perlu dimusyawarahkan lagi.
3. Ayat ini juga memerintahkan kepada kita agar selalu berusaha untuk
mendirikan (menegakkan) salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang kita peroleh
untuk hal yang telah diatur dalam ketentuan Islam (termasuk zakat). Hal ini merupakan
bagian dari rukun Islam.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Demokrasi adalah hukum/pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, yaitu rakyat sebagai
pemegang mandate kekuasaan. Yang pertama sekali menggunakan istilah demokrasi
ini adalah Plato. Ditegaskan bahwa sumber kebijaksanaan dalam demokrasi ini adalah
kesepakatan umum dan kemauan rakyat. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan
bahwa demokrasi berkaitan dengan kekuasaan mayoritas dan suara rakyat melalui
perwakilan. Dengan sistem tersebut, keputusan-keputusan pemerintah yang penting
secara langsung atau tidak langsung didasarkan mayoritas.

2. Musyawarah adalah Musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari
Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan
sesuatu.Istilah-istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang
musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari”
bahkan “demokrasi”. Kewajiban musyawarah hanya untuk urusan keduniawian. Jadi
musyawarah adalah merupakan suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk
memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama
dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian.

3. Ciri khas demokrasi adalah pemilu dan parpol. Hampir seluruh negara islam sekarang
menggunakan sistem partai dan pemilu dan insyaallah itu lebih baik daripada sistem
khilafah.

B. Saran

Demikian beberapa hal yang dapat kita simpulkan dalam pembahasan kali ini semoga
menjadi pelajaran dan peringatan bagi kita semua. Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang
yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya sedang ia menyaksikan.
(Qaaf : 37)
Insya Allah artikel ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembacanya.
Aamiin.Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang
lebih baik. Sekian.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://forum.dudung.net/April 2014

Anonim. 2013. Demokrasi dan Musyawarah. (online) diakses dari


http://shirotholmustaqim.wordpress.com/2013/11/29/apakah-demokrasi-dan-pemilu-
sama-dengan-musyawarah-dalam-islam/ April 2014

Anonim. Musyawarah. (online) diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Musyawarah. April


2014

Anonim. 2011. Sejarah Demokrasi (online) diakses dari http://kumpulansejarah


di.blogspot.com/2009/11/sejarah-demokrasi.html. April 2014

Sumber : Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat karya Syaikh


Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Anda mungkin juga menyukai