PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
demokrasi dan Khilafah sering diwarnai pro dan kontra, wacana tersebut selalu menarik untuk
diperbincangkan meskipun umat Islam sebenarnya tidak pernah sepakat dengan maknanya. Hal ini tampak
dari panggung politik kontemporer, semakin banyak gerakan-gerakan Islam melibatkan diri dalam isu
demokratisasi dan civil society. Hubungan antara demokrasi dan Islam saat ini begitu kompleks. Sistem
demokrasi Barat dalam perkembanganya menjadi pilihan negara-negara berkembang karena diyakini
sebagaisistem yang menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia. Demokrasi Barat telah meluas
keberbagai negara, termasuk negara-negara yang berpenduduk muslim. Sejak tahun 1790 hanya terdapat
tiga negara yang menganut sistem demokrasi liberal antara lain negara Amerika Serikat, Swiss, dan
Perancis.
Umat Islam tidak perlu atau bahkan dilarang meniru sistem Barat yang liberal dan sekuler karena
akan merusak tatanan kehidupan. 10 Gagasan kedaulatan rakyat sebagai ide dasar demokrasi Barat tidak
dapat dibenarkan dalam Islam. Kedaulatan tertinggi dalam demokrasi Barat mutlak ditangan rakyat,
artinya bahwa rakyat adalah sumber kekuasaan tertinggi dalam negara. Bahkan keputusan – keputusan
moyoritas tersebut dapat mengesampingkan kehendak Allah SWT.
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan
Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi dunia intelektual atau perguruan tinggi sebagai
wacana dan pengembangan tradisi keilmuan secara umum dan secara khusus sebagai pengembangan
konsep dakwah Islam dalam bidang politik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.Demokrasi
kata demokrasi yaitu berasal dari bahasa Yunani. Dimana demokrasi ini terdiri dari dua kata, yaitu
Demos yang artinya rakyat atau khalayak manusia, dan Kratia yang artinya hukum. Maka dapat diartikan
demokrasi merupakan hukum rakyat, dari sini jelas demokrasi bukan merupakan bahasa Arab.1
Kenapa sistem demokrasi bertentangan dengan Islam? Karena demokrasi ini tidak berlandaskan
hukum yang merujuk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Melainkan sistem ini telah meletakkan sumber
hukumnya kepada rakyat beserta para wakilnya.2
Sistem demokrasi ini tidak berpatokan pada kesepakatan semuanya, melainkan mengambil suara
terbanyak. Meskipun nantinya akan bertentangan dengan agama, akal dan fitrah sistem demokrasi ini telah
menjadikan kesepakatan mayoritas sebagai Undang-Undang yang wajib untuk dipegang oleh
masyarakatnya.
Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat Ghafir ayat 12 dan surat Yusuf ayat 40 yg artinya:
“ Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS Ghafir :12)
1
Hasbullah Masudin Yamin,Persepektf Demokrasi untuk Islam Indonesia,(CV Budi Utama :Yogyakarta,2018) hal 30
2
Sukrol Kamil,Islam & Demokrasi,(Gaya Media Pratama:Yogyakarta,2009) hal 98
2
“ Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain
Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Yusuf : 40)
Dari kedua ayat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hanya Allah lah satu-satunya Dzat yang boleh
membuat keputusan. Di bawah ini juga ada beberapa ayat yang menjelaskan bahwa demokrasi sangat
bertentangan dengan Islam.
“ Katakanlah: ‘Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya lah
semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam
pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak
mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.’” (QS Al-Kahfi : 26)
3. Surat Al-Maidah Ayat 50
Dibandingkan dengan hukum yang ada di seluruh dunia ini, hukum Allah lah yang paling baik. Hal
ini diperkuat dengan penjelasan di dalam Al Qur’an :
“ Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah : 50)
4. Surat Al-Maidah Ayat 44
Dalam rangka mengambil keputusan, dianjurkan untuk mengikuti dan berpegang teguh dengan apa
yang diperintahkan oleh Allah Swt.
“ Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang kafir.” (QS Al-Maidah : 44)
5. Surat As-Syura Ayat 21
3
Prof.Dr.Drs.H.Abdul Manan,S.H.,S.I.P.,M.Hum.,Perbandingan Politik Hukum Islam & Barat,(Prenamedia
Group:Jakarta,2016),hal 78
3
“ Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka
agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS As-Syura : 21)
6. Surat An-Nisa Ayat 65
Pada hakikatnya orang – orang beriman dalam menentukan sesuatu sudah selayaknya berlandaskan
semua ajaran Allah Swt.
“ Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan.” (QS An-Nisa : 65)
“ (Oleh karena itu) barang siapa yang mengingkari thagut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul (tali) yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah : 256)
“ Dan sesugguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : Sembahlah
Allah (saja) dan jauhilah thagut itu.” (QS An-Nahl : 36)
“ Apakah kamu tidak memperhatian orang-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab? Mereka percaya
kepada jibt dan thagut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu
lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nisa : 51)
Dari sini sudah jelas bahwa demokrasi sangat bertentangan dengan Islam dan keduanya tidak akan
pernah menyatu untuk selama-lamanya. Untuk itu kita hanya memiliki dua pilihan, memilih beriman
kepada Allah dan menganut hukum-Nya atau mungkin beriman kepada thagut dan menganut hukumnya.
Apapun yang berselisih dengan syari’at Allah pasti itu berasal dari thagut.4
Di dalam demokrasi pasti terdapat yang namanya serikat. Serikat disini memiliki dua jenis:
4
Saiful Mujain,Muslim Demokat Islam,Budaya Demokrasi,Dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru,(PT
Gramedia Pustaka Utama:Jakarta,2007),hal 56
4
Serikat pemikiran
Yang dimaksud dengan serikat pemikiran yaitu manusia berada di bawah naungan demokrasi, kita
bebas memilih keyakinan sesuai dengan kehendak kita sendiri.
Allah berfirman dalam surat Muhammad ayat 25-26 dan surat Al-Baqarah ayat 217 yang artinya:
“ Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas
bagi mereka, syaithan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan
mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada
orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi); Kami akan mematuhi
kamu dalam beberapa urusan, sedang Allah mengetahui rahasia mereka.” (QS Muhammad : 25-26)
Sedangkan serikat politik merupakan serikat yang membuka pintu peluang untuk seluruh golongan
yang ingin menguasai umat Islam dengan diadakannya pemilu tanpa mempedulikan keyakinan
masyarakat, disini artinya antara muslim dan non muslim disama ratakan.5
Sedangkan sudah jelas bahwa hal ini sangat berselisih dengan dalil-dalil qath’i atau absolut yang dimana
sangat melarang umat Islam untuk menyerahkan bentuk kepemimpinan kepada umat non musmlim atau
selain dari umat Islam. Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 141, ayat 59 dan surat Al-Qalam ayat
35-36 yang artinya:
“ Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
yang beriman.” (QS An-Nisa : 141)
“ Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara
kamu.” (QS An-Nisa : 59)
“ Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang berdosa
(orang kafir)? Atau adakah kamu (berbuat demikian); bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS
Al-Qalam : 35-36)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah Dzat yang mencpitakan makhluk dan seluruh isi langit dan
bumi, maka Dia merupakan satu-satunya Dzat yang mengetahui apapun yang terbaik untuk hamba-Nya
dan seperti apa yang layak untuk hamba-Nya.
5
Prof.Dr.Bahtiar Effendy,Transformasi Politik Islam Rdaikalisme,Khilafatisme,dan Demokrasi,(Prenamedia
Group:Jakarta,2016),hal 45
5
Sedangkan kita manusia, diberikan keragaman akal, kebiasaan serta akhlak. Kita sebagai manusia
tidak mengetahui apapun termasuk apa yang terbaik untuk diri kita sendiri. Maka dari itu, kita sebagai
masyarakat jika kita menjadikan rakyat sebagai UU dan pedoman hukum yang akan kita dapatkan
hanyalah kerusakan, rusaknya kehidupan sosial kita serta moral kitapun akan runtuh.6
3.Menurut Ulama
Adapun demokrasi menurut pandangan Tokoh Ulama :
Menurut Al Madudi
Al Madudi merupakan tokoh ulama yang dengan tegas meolak sistem demokrasi di dalam suatu
negara. Karena agama Islam tidak pernah memberikan kekuasaan pada rakyat untuk mengambil
keputusan. Karena dalam Islam ada dalil yang kuat untuk memutuskan permasalahan yang timbul dalam
pemerintahan. Sementara hukum demokrasi diciptakan oleh manusia itu sendiri sehingga sifatnya sekuler.
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa demokrasi sangat bertentangan dengan
Islam dan itu artinya Islam tidak membenarkan adanya demokrasi karena sistem demokrasi menyalahi
syari’at Islam.
4.Bertentangan
Demokrasi bertentangan secara total dengan Islam. Ini tentang pilar pertama demokrasi yaitu
kedaulatan rakyat. Adapun pilar kedua, kekuasaan milik rakyat, memang dalam Islam, kekuasaan dimiliki
6
Dr.Adian Husaini,MA,Jalan Tengah Demo Krasi anatara Fundamentalisme dan Sekularisme,(Pustaka Al-Kautsar,Jakarta
Timur,2015),hal 23
6
oleh rakyat. Rakyatlah yang berhak memilih penguasa dan melimpahkan kekuasaan kepada orang yang
dipilih rakyat sebagai penguasa itu. Meski secara global tampak sama, namun dalam filosofi dan rincian
prakteknya, demokrasi berbeda, bahkan bertentangan dengan Islam.7
Dalam demokrasi, rakyat memilih penguasa untuk menjalankan hukum yang dibuat oleh rakyat.
Sementara dalam Islam, rakyat memilih penguasa untuk menerapkan hukum-hukum syara’. Sebab Islam
memerintahkan kita semua untuk berhukum dan memutuskan perkara menurut apa yang telah diturunkan
oleh Allah, yaitu menurut hukum syara’ (QS al-Maidah [5]: 48, 49). Islam mengaitkan aktivitas
menjadikan Rasul SAW sebagai pemutus perkara yang terjadi di tengah manusia yaitu artinya berhukum
kepada syara’ sebagai bukti keimanan (QS an-Nisa [4]: 65). Bahkan Allah SWT menetapkan siapa saja
yang memutuskan perkara dengan selain apa yang telah diturunkan oleh Allah, yaitu menurut selain
hukum syara’ sebagai orang zalim (QS al-Maidah [5]: 45), fasik (QS al-Maidah [5]: 47), bahkan (QS al-
Maidah [5]: 44). Karena itu, Allah menegaskan bahwa tidak ada pilihan bagi orang-orang yang beriman,
kecuali tunduk kepada keputusan yakni hukum yang telah diputuskan oleh Allah dan Rasul-Nya saw.
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah
sesat, sesat yang nyata. (TQS al-Ahzab [33]: 36)
Semua itu menegaskan bahwa dalam Islam, penguasa dipilih oleh rakyat tidak lain adalah untuk
menerapkan dan menjalankan hukum syara’, bukan hukum positif buatan manusia seperti dalam
demokrasi. Jelas dalam filosofi pelaksanaan pilar kekuasaan milik rakyat ini, demokrasi bertentangan
dengan Islam.
Sementara dalam rincian prakteknya, dalam demokrasi pelimpahan kekuasaan kepada penguasa
dilakukan menurut teori kontrak sosial, sementara dalam Islam dilakukan melalui akad baiat dari rakyat
kepada penguasa. Dalam demokrasi, penguasa “bekerja” kepada rakyat sehingga diberi gaji. Sedangkan
dalam Islam, penguasa “mewakili” rakyat mengimplementasikan hukum syara’, dan kepadanya tidak
diberi gaji melainkan tunjangan untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarganya secara makruf; sebab
penguasa tersebut telah memberikan seluruh waktunya untuk mengurus rakyat.
7
Zulkifri Suleman,Demokrasi Untuk Indonesia,(PT Kolmpas Media Nusantara:Bandung,2010),hal 21
7
Dalam sejarah peradaban manusia, demokrasi muncul sejak zaman Yunani Kuno di mana rakyat
memandang kediktatoran sebagai bentuk pemerintahan terburuk. Sejak dahulu, demokrasi diakui banyak
orang sebagai sistem nilai kemanusiaan yang paling menjanjikan masa depan umat manusia, karena
memang pembandingnya adalah sistem monarchy absolute yang kejam dan dzalim.8
Sebenarnya, demokrasi di Yunani sendiri pernah “tidak laku” bahkan menghilang selama ratusan
tahun. Baru kemudian muncul kembali di Perancis saat terjadi revolusi Perancis atas kepeloporan dari
Baron de La Brède et de Montesquieu (lahir 18 Januari 1689 – meninggal 10 Februari 1755). Montesquieu
terkenal dengan teorinya mengenai pemisahan kekuasaan yaitu Trias Politika dimana kekuasaan dibagi
menjadi Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Ia juga yang mempopulerkan istilah“feodalisme” terhadap
kekaisaran Byzantium.
Pasca diserangnya penjara Bastille di Perancis dan runtuhnya sistem kerajaan, semua lapisan
masyarakat menyambut demokrasi di atas angan-angan mereka akan kesempatan yang sama untuk
menjadi penguasa layaknya raja. Hanya saja mereka menghadapi kendala terbesar dari kalangan raja-raja
yang tidak rela menyerahkan kekuasaannya begitu saja sehingga sekali lagi sistem demokrasi pun “hilang”
akibat krisis perebutan kekuasaan yang terus berlangsung, yang mengembalikan Perancis (lagi) pada
sistem monarki dengan berkuasanya Napoleon Bonaparte sebagai kaisar.
Ditemukannya benua Amerika yang memang kosong dari kekuasaan seorang kaisar dengan
penduduk asli yang masih primitive memberi ruang kepada masyarakat Eropa yang ingin mendapatkan
kebebasan. Mereka berbondong-bondong “hijrah” ke Amerika untuk membangun negara baru dengan
dasar kebebasan. Perancis kemudian menghadiahkan patung Liberty (kebebasan) di New York sebagai
simbol penyambutan kepada para pencari kebebasan. Sampai hari ini, AS telah dianggap sebagai
manivestasi dari negara demokrasi yang (konon) ideal dan menjadi rujukan bagi banyak negara di dunia.
Dibidang politik, demokrasi yang menjadikan kekuasaan tanpa batas kepada rakyat, telah
menjerumuskan para pemimpin mereka kepada kehilangan legitimasi atas rakyat yang dipimpinnya,
sehingga atas nama rakyat para wakil mereka yang duduk di lembaga legislatif dengan mudah
menjatuhkan pemimpin yang sedang berkuasa atau lewat apa yang dinamakan dengan “parlemen jalanan”.
Kelompok masyarakat bebas menyampaikan aspirasi sebebas-bebasnya di luar parlemen dan menghujat
8
Prof.DR.Ni’matul Huda,S.H.,M.Hum.Penata Demokrasi & Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi,
(KENCANA:Jakarta,2017),hal 34
8
para pemimpin tanpa standar akhlak dan nilai moral serta memaksa mereka (para pemimpin) untuk turun
dari tampuk kekuasaan, jika pemimpinnya tidak memenuhi hak-hak mereka.
Dibidang ekonomi, kapitalisme sebagai anak kandung demokrasi juga ikut menjadi sebab
hilangnya legitimasi seorang pemimpin. Mekanisme pasar sebagai panglima ekonomi (bukan pemerintah)
telah melahirkan raja-raja dari para pemodal besar dan para korporat yang mengendalikan perjalanan
ekonomi sebagai nafas pembangunan. Pekerja (buruh) lebih mentaati para juragan mereka ketimbang para
pemimpin politik (penguasa) sebuah Negara9
Di AS, mereka yang bisa lolos sebagai calon maupun terpilih menjadi seorang presiden AS
sejatinya adalah pilihan para pemimpin korporasi besar yang didominasi Yahudi. Karenanya, para
pemodal besar memang lebih suka pada kapitalisme yang telah bermetamorfosis menjadi Neo liberalisme
hari ini, dengan konsekwensi pemodal kecil dan rakyat jelata hanya akan menjadi debitor (peminjam/
penghutang) yang terus terikat pada jerat ribawi. Para pakar menilai hal inilah yang selama ini
menimbulkan ketidak stabilan dalam ekonomi dunia yang sering disebut denganRandom Walk, yaitu
suatu istilah statistik yang menggambarkan langkah-langkah yang tidak berpola, seperti langkah orang
yang sedang mabuk berat.
Menyadari peran korporasi yang terlalu besar, AS, menurut mantan Menkeu RI, Sri Mulyani (Mei
2009), telah menggunakan sistem yang disebut “Regulated Economy”, yaitu ekonomi dengan kontrol
pemerintah yang ditandai dengan campur tangan Presiden Barrack Obama yang menekan pemimpin
General Motor (GM) agar mengundurkan diri. Selain itu juga adanya kucuran dana segar dari pemerintah
untuk menolong AIG (American International Group) yang hampir kolap pada tahun 2008 sebagai bentuk
proteksi.
B.Khilafah Islamiyah
9
Khilafah secara bahasa dapat diartikan sebagai penguasa atau pemimpin, dapat juga diartikan
sebagai pengganti. Arti Khilafah didefinisikan sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim
untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Orang
yang memimpinnya disebut khalifah.10
Secara umum, sebuah sistem pemerintahan bisa disebut sebagai Khilafah apabila menerapkan
Islam sebagai Ideologi, syariat sebagai dasar hukum, serta mengikuti cara kepemimpinan Nabi
Muhammad dan Khulafaur Rasyidin dalam menjalankan pemerintahan. Meskipun dengan penamaan atau
struktur yang berbeda, namun tetap berpegang pada prinsip yang sama, yaitu sebagai otoritas
kepemimpinan umat Islam di seluruh dunia.
10
Syamsuddin Ramadhan,Menegakkan Kembali Khilafah Islamiyah,(Pustaka Panjumas:Yogyakarta,2003),hal 12
10
Perbedaan Khilafah dengan Sistem Kerajaan
Dalam sistem kerajaan, yang memiliki kedaulatan (kewenangan membuat undang-undang) adalah
raja. Raja kemudian membuat undang-undang dan hukum yang akan diterapkan atas rakyatnya. Dari
aspek yang paling mendasar yaitu kedaulatan dan kekuasaan maka khilafah sangat berbeda dengan sistem
kerajaan.
Khilafah diangkat oleh umat melalui proses baiat dengan keridhaan. Calon khalifah yang muncul
berdasarkan penunjukkan, pencalonan sendiri, maupun cara yang lain baru akan sah menjadi khalifah
ketika telah mendapatkan baiat dari umat. Baiat merupakan metode pengangkatan seseorang menjadi
khalifah.
Dalam hal kedaulatan, khalifah diangkat bukan untuk membuat aturan atau hukum berdasarkan
hawa nafsunya melainkan hanya menerapkan hukum yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul
SAW (syariat Islam).11
Oleh karena itu khalifah bisa saja salah dan bisa dihukum yaitu ketika dia nyata-nyata
menyimpang dari ketentuan syariat Islam. Hal ini dapat juga menjadi pendukung ilmu bagi kita dalam
memaknai arti khilafah.
Dari aspek kedaulatan dan kekuasaan maka sistem kekaisaran sama dengan sistem kerajaan sehingga
otomatis juga sangat berbeda dengan khilafah. Berbeda dengan kerajaan, dalam sistem kekaisaran
dilakukan pembedaan pemerintahan di antara suku-suku dan bangsa di wilayah kaisar yaitu dengan
memberikan keistimewaan kepada pemerintah pusat (kekaisaran) baik dalam hal pemerintahan, harta,
maupun perekonomian. Negeri atau wilayah taklukan hanya akan menjadi “sapi perah” bagi negeri (pusat)
kekaisaran.
Dalam hal ini sistem khilafah sangat berbeda. Dalam negara khilafah tidak terdapat pembedaan
antara wilayah awal dengan wilayah yang sebelumnya ditaklukan. Ketika suatu negeri telah bergabung ke
dalam khilafah maka mereka otomatis menyatu, menjadi satu kesatuan dengan tidak ada beda atau
keistimewaan antara satu dengan lainnya.
11
Dr.H.Abd.Halim,M.Ag.,Relasi Islam,politik dan Kekuasaan,(PT.Lkis Printing Cemerlang:Yogyakarta,2013),hal 76
11
Dalam sistem federasi, wilayah-wilayah negara terpisah satu sama lain dengan memiliki
kemerdekaan (otonomi) sendiri, dan hanya dipersatukan dalam masalah pemerintahan (hukum) yang
bersifat umum. Sebuah wilayah atau propinsi yang pemasukannya kecil maka akan menjadi propinsi yang
miskin, dan sebaliknya.12
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, khilafah merupakan negara satu kesatuan. Satu
kesatuan dalam pemerintahan, hukum, keamanan, maupun keuangan. Keuangan seluruh wilayah khilafah
dianggap satu kesatuan dan APBN-nya juga satu, yang dibelanjakan untuk kemaslahatan seluruh rakyat
tanpa memandang propinsinya. Hal ini dapat juga menjadi pendukung ilmu bagi kita dalam memaknai arti
khilafah.
Sistem republik merupakan perlawanan terhadap sistem kerajaan atau kekaisaran yang melakukan
penindasan. Tentu dalam kedaulatan dan kekuasaan sistem republik akan berbeda dengan sistem kerajaan
maupun kekaisaran. Pada sistem republic ini, kekuasaan terbesar ada di tangan rakyat, yang biasa juga
disebut dengan demokrasi.
Dalam sistem kerajaan dan kekaisaran pembuat hukumnya adalah raja dan kaisar, sementara dalam
sistem republik pembuat hukumnya adalah rakyat (atau wakil rakyat).
Dalam sistem khilafah, kedaulatan berada di tangan syara’ (Allah SWT). Khalifah dalam hal ini
bukan sebagai pembuat hukum tetapi hanya sebatas menerapkan hukum. Sumber hukum sudah ada yaitu
al-Quran, al-Hadits, Ijma’ sahabat, dan qiyas.
Dalam sistem teokrasi, aturan yang diterapkan adalah aturan Tuhan yaitu dari aturan agama
tertentu. Dari sini muncul kesan adanya kemiripan dengan sistem khilafah. Namun dari salah satu aspek
yang paling mendasar yaitu kekuasaan maka khilafah sangat berbeda dengan sistem teokrasi.
Dalam sistem teokrasi kekuasaan dianggap “takdir” atau penunjukkan Tuhan. Sehingga
pemimpinnya menganggap diri sebagai wakil Tuhan, menjadi manusia suci, terbebas dari salah maupun
dosa.
12
Muhammad Azizul Ghofar,Salah Kafrah Khilafah,(CV Budi Utama:Yogyakarta,2015),hal 32
12
Sangat berbeda dengan sistem khilafah, karena khalifah diangkat oleh umat melalui bai’at.
Khalifah juga bukan manusia suci yang bebas dari kesalahan dan dosa. Khalifah bisa dikoreksi dan
diprotes oleh umat jika kebijakannya menyimpang dari ketentuan syariat.
Khalifah juga bisa salah dan bisa dihukum -yang dalam struktur khilafah fungsi ini dilakukan oleh
mahkamah madzalim- yaitu ketika khalifah menyimpang dari ketentuan syariat Islam. Hal ini dapat juga
menjadi pendukung ilmu bagi kita dalam memaknai arti khilafah.13
Dengan mengetahui perbedaan sistem khilafah dengan sistem pemerintahan lainnya ini, kita dapat
memaknai sistem khilafah dengan semestinya dan mendapatkan pencerahan dalam pemaknaan khilafah itu
sendiri.
atau dengan isyarat kepada seseorang seperti pada kekhalifahan Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu
atau dengan istikhlaf (penunjukkan orang yang akan menggantikan) dari penguasa sebelumnya, seperti
penunjukkan Abu Bakar kepada Umar Radhiyallahu ‘anhu .Atau urusan itu diserahkan kepada
musyawarah di antara beberapa orang-orang shalih yang dipilih oleh khalifah sebelumnya, sebagaimana
telah dilakukan oleh Umar Radhiyallahu ‘anhu.Atau dengan ijma/kesepakatan ahlul-halil wal
aqdi, yaitu tokoh-tokoh umat Islam, dari kalangan ulama dan lainnya sebagai perwakilan kaum
muslimin), Atau dengan kemenangan seseorang yang dipaksakan terhadap semua orang untuk
mentaatinya, maka itu juga wajib diikuti –untuk menghindari perpecahan dan perselisihan, hal itu telah
dinyatakan oleh Imam Asy-Syafi’i.
Perlu diketahui bahwa mayoritas ulama dari berbagai madzhab memandang sahnya setiap negara
kaum muslimin dipimpin oleh kepala negara muslim masing-masing, jika belum mendapatkan kondisi
ideal untuk bersatunya negara-negara kaum muslimin (dengan kesepakatan bersama) dibawah satu
pemimpin untuk kaum muslimin seluruh dunia.
13
Dr.Taufiq Muhammad Asy-Syawi,Fiqhusy-Syura wal Istiyarat,(Gema Insani Press:Jakarta,1997),hal 23
13
Hal ini dikarenakan, setelah tersebarnya Islam ke berbagai penjuru dunia, jadilah masing-masing
wilayah negara memiliki kepala negara masing-masing pula, yang kekuasaannya terbatas pada wilayah
negara yang dipimpinnya saja. Maka wajib bagi masing-masing warga negara ta’at kepada kepala
negaranya masing-masing, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Al-‘Allamah Asy-Syaukani dalam Sailul
14
Jarar
1. Menegakkan Khilafah Islamiyyah memang wajib hukumnya, namun ingat, didalam Islam segala
sesuatu haruslah diletakkan pada tempatnya, termasuk masalah ini. Jadi sebenarnya Khilafah
Islamiyyah wajib hukumnya, namun ia bukanlah kewajiban yang paling wajib dan yang paling
penting dalam Islam.
2. Ulama Rahimahullah juga menjelaskan bahwa Khilafah Islamiyah adalah wasilah (perantara)
dan bukan tujuan
3. Bahkan sesungguhnya pernyataan bahwa masalah Imamah/ Khilafah Islamiyyah adalah tuntutan
tertinggi dan ajaran teragung lagi terpenting dalam Islam itu adalah sebuah kedustaan menurut
kesepakatan kaum muslimin dan bahkan merupakan suatu bentuk kekufuran.
4. Tidak adanya penyebutan tentang Khilafah Islamiyyah dalam bentuk yang mendominasi dan
yang lebih besar penegasannya di dalam Al Quran dan As-Sunnah, ini hakekatnya merupakan
bukti bahwa Imamah/ Khilafah Islamiyyah bukanlah perkara yang terpenting dalam Syari’at
Allah
5. Suatu perkara yang sangat mendasar sekali dalam Islam bahwa dari dulu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah mempersyaratkan pengetahuan tentang Imamah sebagai syarat
kesahan keimanan orang yang masuk Islam.
6. Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyebutkan Imamah
sebagai salah satu dari rukun iman.
7. Para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam dalam meyelesaikan berbagai problem umatnya
masing-masing, tidak pernah seorangpun diantara mereka yang menjadikan masalah Imamah
sebagai solusi terpenting dan pertama sebelum yang lainnya!
14
Syaifuddi Jurdi,Islam Dan Politik Lokal,(Pustaka Cendeka Press: Yogyakarta,2006),hal 372
14
8. Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Utusan Allah yang terbaik, beliau pun
dalam meyelesaikan berbagai problem umatnya, tidak pernah menjadikan masalah Imamah
sebagai solusi terpenting dan pertama
Sadar akan kekurangan yang melahirkan berbagai kegagalan, para pelaku dari kedua sistem
kemudian melakukan berbagai upaya dalam menyempurnakan diri. Uniknya, ternyata apa yang
mereka cari sesungguhnya dapat ditemukan kesempurnaannya dalam sistem Khilafah, baik duniawi
maupun ukhrawi, materi dan spiritual sekaligus, yaitu sistem yang wujud atas pelaksanaan perintah
Allah, yang telah dicontohkan pula oleh Rasulullaah dan para sahabat serta diikuti dengan baik oleh
para generasi setelahnya.
“Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi, setiap mati seorang Nabi diganti oleh
Nabi lainnya dan sesudahku ini tidak ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah
bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan
kepada kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan
berilah kepada mereka haknya, maka sesungguh nya Allah akan menanyakan apa yang digembala
kannya.” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al Bukhari dalam Kitab Bad’ul Khalqi: IV/206)
Berbagai prinsip dalam sistem Khilafah diantaranya adalah sebagai berikut:
1. DasarnyaTauhid.
Dengan dasar ini kepemimpinan Khilafah akan senantiasa mengarahkan ummatnya untuk selalu
meng-esakan Allah, menjauhkan mereka dari segala bentuk kesyirikan dan perpecahan untuk semata
tunduk dan patuh serta bersatu dibawah kepemimpinan seorang Khalifah.
Dan Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang orang
yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan
merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. Ar Ruum [30]:31).
Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem lain selain Khilafah, kehancuran mereka pun berawal
dari tidak adanya keimanan mereka terhadap semua perintah dan larangan Allah, hukum mereka pun
tentu saja adalah hukum kufur yang justeru mengundang laknat Allah SWT.
15
2.Kepemimpinan tunggal.
Dimana kekuasaan dan wewenang dalam perintah dan eksekusi setiap kebijakan berada ditangan
satu orang, yaitu Khalifah yang didukung oleh para pembantu yang mumpuni dibidangnya.
Sistem ini tidak memperbolehkan adanya dualisme kepemimpinan dalam satu kesempatan.
“Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang
terakhir).” (HR. Muslim dari Abi Sa’id Al Khudri, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/137).
Dalam sistem Khilafah pengelolaan SDA yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak
seperti; tambang emas, tembaga, sumber hutan, sumber daya air dan energy harus dilakukan oleh jama’ah
lewat badan usaha yang mempekerjakan para ahli yang dipilih sesuai bidangnya, tidak boleh dilakukan
oleh swasta baik dalam negeri maupun asing.
Hal ini berdasarkan petunjuk baginda Nabi yang mengatakan bahwa: “Manusia berserikat dalam
tiga hal: air, padang gembalaan (hutan) dan api (energy)” (HR. Abu Dawud).
Diceritakan dalam sebuah hadits riwayat Imam At Turmidzi dari Abyadh bin Hamal, bahwa
Abyadh bin Hamal sendiri pernah meminta izin kepada Rasulullah untuk mengelola sebuah tambang
garam. Rasulullah meluluskan permintaan tersebut, sampai diingatkan oleh para sahabat, “Wahai
Rasulullah, tahukah anda apa yang anda berikan kepadanya? Sesungguhnya anda telah memberinya
sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu).” Rasulullah kemudian bersabda; “Tariklah tambang
tersebut darinya (Abyadh bin Hamal)”.
Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan “air
yang mengalir”, sehingga keberadaannya menjadi potensial dan terkait hajat hidup orang banyak yang
seharusnya tidak dikelola oleh swasta (private), tapi oleh jama’ah.
Jika semua potensi dimana rakyat berserikat di dalamnya dikelola swasta maka kaidah berdaganglah
yang akan berjalan, yaitu menggunakan modal sekecil-kecilnya untuk meraih keuntungan sebesar-
besarnya.
Konsekwensinya, rakyat harus menanggung resiko mendapatkan barang produksi yang mahal.
Untuk itu, swasta dipersilahkan mengelola usaha yang terkait dengan kebutuhan sekunder masyarakat
16
dengan tetap dibawah kontrol Khalifah dan jajarannya, dengan prinsip memberi kemudahan bagi
masyarakat.
Rasulullah SAW bersabda: “Mudahkanlah mereka dan janganlah kalian persulit.” (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
4. Sistem ekonomi
Dalam sistem ekonomi Islam, basisnya adalah perangkat Baitul Maal yang akan menampung
potensi dana zakat, infaq dan lain-lain dari ummat yang cukup besar sesuai dengan jumlah ummat Islam
yang juga sangat besar. Baitul Maal pula yang menjadi sumber permodalan dalam sistem Khilafah untuk
mengelola kepemimpinan dan perusahaan jama’ah sebagaimana kami sebut diatas, termasuk di dalamnya
adalah untuk bantuan permodalan bagi rakyat yang terlibat dalam usaha-usaha miikro kecil sebagai
pinjaman tanpa bunga yang memberdayakan mereka.15
BAB III
15
Syarifuddin Jurdi,Pemikiran Politik Islam Indonesia,(Pustaka Pelajar:Jakarta,2008),hal 678
17
PENUTUP
A.Kesimpulan
Demokrasi ini tidak berlandaskan hukum yang merujuk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Melainkan sistem ini telah meletakkan sumber hukumnya kepada rakyat beserta para wakilnya.Sistem
demokrasi ini tidak berpatokan pada kesepakatan semuanya, melainkan mengambil suara terbanyak.
Meskipun nantinya akan bertentangan dengan agama, akal dan fitrah sistem demokrasi ini telah
menjadikan kesepakatan mayoritas sebagai Undang-Undang yang wajib untuk dipegang oleh
masyarakatnya.
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa demokrasi sangat bertentangan dengan
Islam saat ini.
B.Saran
Semoga Tulisan ini sebagai referensi bagi aktivis, cendikiawan atau negarawan Muslim yang
konsen dalam bidang Ilmu Politik baik dalam perspektif Islam dan Barat. Hasil Tulisan ini dapat dijadikan
rujukan atau referensi bagi akademisi yang konsen mengkaji sistem politik dan kenegaraan, salah satunya
sebagai bahan evaluasi terhadap implementasi sistem demokrasi yang sudah diterapkan di Negara-negara
Islam saat ini.
18