Anda di halaman 1dari 6

Nama : RAFIALDO YOGI BAYU SAPUTRA

KELAS : XII TKR 3

NOMER ABSEN: 26

RANGKUMAN BAB 4

2.1.1 Demokrasi

Kata Demokrasi berasal dari kata “:Demos” yang berarti Rakyat. Dan “Kratos” yang berarti
Kekuatan.[1] Menurut Abraham Lincoln, Demokrasi adalah pemerintahan dari Rakyat, oleh Rakyat
dan untuk Rakyat (Government of the People, by the People, for the People). [2]

Dalam QS.Ali-Imran ayat 159 :

ِ ‫ك فَاعْفُ َع ْنهُ ْم َوا ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم َوش‬


َ‫َاورْ هُ ْم فِي األ ْم ِر فَِإ َذا َع َز ْمت‬ ِ ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِمنَ هَّللا ِ ِل ْنتَ لَهُ ْم َولَوْ ُك ْنتَ فَظًّا َغلِيظَ ْالقَ ْل‬
َ ِ‫ب ال ْنفَضُّ وا ِم ْن حَوْ ل‬
)١٥٩( َ‫فَتَ َو َّكلْ َعلَى هَّللا ِ ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمتَ َو ِّكلِين‬

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.”

Secara istilah, kata demokrasi dapat ditinjau dari dua segi makna.

Pertama, demokrasi dipakai sebagai suatu konsep yang berkembang dalam kehidupan politik
pemerintah, yang di dalamnya terdapat penolakan terhadap adanya kekuasaan yang terkonsenntrsi
pada satu orang dan menghendaki peletakan kekuasaan ditangan orang banyak (Rakyat) baik secara
langsung maupun dalam perwakilan.

Kedua, demokrasi dimaknai sebagai suatu konsep yang meghargai hak-hak dan kemampuan indivdu
dalam kehidupan bermasyperwakila

2.1.2 Syura

Menurut bahasa, dalam kamus mu’jam maqayis al-Lugah, syura memilik dua pengertian,
yaitu menampakan dan memaparkan sesuatu atau mengambil sesuatu. [3]

Seperti dalam surah Asy Syura: 38

Artinya : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya, dan mendirikan
salat, sedang nrusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami-berikan kepada mereka.” (QS Asy Syura: 38).

Isi kandungan surah Asy-Syura diatas adalah agar senantiasa bermusyawarah untuk menentukan
sikap di dalam menghadapi hal-hal yang pelik dan penting.

Sedangkan menurut istilah, beberapa ulama terdahulu telah memberikan definisi Syura,
diantara mereka adalah :
a. Ar-Raghib al-Asfhani dalam kitabnya Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, mendefinisikan syura
sebagai “proses mengemukakan pendapat dengan saling mengoreksi antara peserta syura”.

b. Inu al-Rabi al-Maliki dalam Akham al-Qur’an medefinisikannya dengan “berkumpul untuk
menerima pendapat (dalam suatu permasalahan) yang peserta syura nya saling
mengeluarkan pendapat yang dimiliki”.
c. Sedangkan definisi syura diberikan oleh pakar fikih kontemporer dalam asy syura fi zilli
nizami al-Hukum al-Islami. Diantaranya adalah
d. “proses menelusuri pendapat para ahli dalam suatu permaasalahan untuk mencapai solusi
yang mendekati kebenaran”.

2.2 Persamaan dan Perbedaan Demokrasi Dengan Syura

Persamaannya antara demokrasi dengan syura yaitu proses memaparkan berbagai pendapat yang
beraneka ragam dan disertai sisi argumentatif dalam suatu perkara atau permasalahan, diuji oleh
para ahli yang cerdas dan berakal, agar dapat mencetuskan solusi yang tepat dan terbaik untuk
diamalkan sehingga tujuan yang diharapkan dapat terealisasikan.[4]

Sedangkan perbedaannya adalah sebagai berikut :

a. Sistem demokrasi hanya berusaha untuk merealisasikan berbagai tujuan yang bersifat
materil demi mengangkat martabat bangsa dari segi

Ekonomi, politik, dan militer. Sedangkan sistem Syura tetap memperhatikan faktor-faktor tersebut
tanpa mengenyampingkan aspek ruhiyah diniyah, bahkan aspek inilah yang menjadi dasar dan
tujuan dalam sistem Islam.Dalam sistem Islam, aspek ruhiyah menjadi prioritas tujuan dan
kemaslahatan manusia yang terkait dengan dunia mereka ikut beriringan di belakangnya

b. Di dalam sistem demokrasi, rakyat memegang kendali penuh. Suatu undang-undang disusun
dan diubah berdasarkan opini atau pandangan masyarakat. Sedangkan dalam sistem Syura
seluruh kendali berpatokan pada hukum Allah suhanahu wa ta’ala. Masyarakat tidaklah
diperkenankan menetapkan suatu peraturan apapun kecuali peraturan tersebut sesuai

Dengan hukum Islam yang telah diterangkan-Nya dalam al-Quran dan lisan nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam.

c. Demokrasi memiliki kaitan erat dengan eksistensi partai-partai politik, padahal hal ini tidak
sejalan dengan ajaran Islam karena akan menumbuhkan ruh perpecahan dan bergolong-
golongan.
d. Syura menggariskan batasan syar’i yang bersifat tetap dan tidak boleh dilanggar oleh majelis
syura. Adapun demokrasi tidak mengenal batasan yang tetap. Justru aturan-aturan yang
dibuat dalam sistem demokrasi berevolusi dan menghantarkan tercapainya hukum yang
mengandung kezhaliman menyeluruh yang dibungkus dengan slogan hukum mayoritas

2.3 Pandangan Ulama Tentang demokrasi

a. Abdul A’la Al-Maududi

Abdul A’la Al-Madudi menolak dengan sangat tegas tentang adanya demokrasi. Menurut
pendapatnya, Islam tidak dikenalkan atau mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan
besar bahkan kekuasaan penuh kepada rakyat untuk menetapkan semua hal-hal yang berkaitan
dengan roda pemerintahan yang detail maupun skala besar. Paham demokrasi ini adalah buatan
manusia tepatnya produk dari kalangan orang-orang Barat atas dasar pertentangan Barat pada
agama sehingga paham ini cenderung menjurus ke arah sekuler. Oleh sebab itu, al-Maududi
memberikan anggapan bahwa demokrasi modern ala Barat merupakan suatu hal yang bersifat syirik.
Menurut pendapatnya, Islam menganut paham yaitu berdasarkan hukum Tuhan yaitu Allah Swt. [5]

b. Mohammad Iqbal

Menurut beliau Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya secara
mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak
berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan
wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi. Wewenang manusia hanyalah
menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip yang digariskan Tuhan serta berijtihad
untuk sesuatu yang tidak diatur oleh ketentuan Allah.

Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâri’ (legislator) sementara manusia berposisi sebagai faqîh (yang
memahami dan menjabarkan) hukum-Nya.[6]

Mohammad Iqbal pun, menawarkan sebuah solusi yaitu konsep demokrasi spiritual yang dilandasi
oleh etik dan moral ketuhanan. Model demokrasi yang disarankan oleh Iqbal adalah sebagai berikut.

• Tauhid sebagai landasan asasi.


• Kepatuhan terhadap hukum.
• Saling toleransi sesama warga.
• Tidak ada batasan wilayah, ras, dan juga warna kulit.
• Penafsiran hukum dari Tuhan melalui ijtihad.
c. Yusuf Al-Qardhawi

Al-Qardhawi berpendapat, bahwa substansi demokrasi adalah sejalan dengan ajaran agam Islam. Hal
ini dapat kita lihat dari beberapa hal yaitu, sebagai berikut.

• Di dalam teori demokrasi proses pemilihan melibatkan khalayak ramai untuk


mengangkat salah seorang dari kandidat yang berhak untuk memimpin dan
mengurusi segala urusan serta keadaan masyarakat. Dari hal ini, jelas bahwa
masyarakat memilih pemimpin yang disukainya dan tidak akan memilih pemimpin
yang tidak disukainya. Hal ini sejalan dengan ajaran islam, Islam menolak seseorang
menjadi imam dalam solat yang tidak disukai oleh ma’mumnya.
• Hal yang sejalan dengan Islam lainnya adalah mendorong rakyat senantiasa
melakukan usaha untuk meluruskan penguasa yang tirani. Karena amar ma’ruf dan
nahi mungkar serta selalu memberikan nasihat

Kepada pemimpin yang memimpin rakyatnya adalah bagian dari ajaran Islam.

• Pemilihan umum atau yang dikenal dengan pemilu juga termasuk jenis pemberian
saksi. Oleh karena itu, barangsiapa yang sama sekali tidak menggunakan hak pilihnya
sehingga kandidat calon pemimpin yang seharusnya dipilih dan benar-benar layak
dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas condong kepada kandidat yang
sebenarnya kurang layak bahkan tidak layak menjadi pemimpin, berarti dia telah
menyalahi aturan dan perintah Allah Swt untuk senantiasa memberikan kesaksian
pada saat dibutuhkan.
• Penetapan suatu hukum-hukum yang didasarkan kepada suara mayoritas rakyatnya
juga tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Suara mayoritas yang diambil
ini tidak boleh bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
• Kebebasan mengemukakan pendapat, dan juga kebebasan pers, serta otoritas
pengadilan merupakan sebagian hal di dalam teori demokrasi yang tentu sejalan
dengan ajaran Islam.
e. Salim Al-Bashnawi

Menurut pendapar dari Salim Ali al-Bahasnawi, demokrasi mengandung sisi-sisi yang baik dan tidak
bertentangan dengan ajaran agama Islam, tetapi juga di dalamnya terdapat sisi negatif yang
bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Sisi baik atau positif dari demokrasi ini adalah adanya kedaulatan rakyat selama hal tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sementara,

Sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif yang begitu bebas yang bisa mengarah kepada sikap
untuk menghalalkan yang haram dan juga bisa mengharamkan yang halal.

Atas dasar kedua sisi dari demokrasi tersebut Salim Ali al-Bahasnawi memberikan suatu Islamisasi
demokrasi yang dirumuskan sebagai berikut.


Menetapkan tanggung jawab setiap dari masing-masing individu di hadapan Allah
Swt.
• Wakil-wakil rakyat harus berlandaskan akhlak Islam dalam melaksanakan tugas dan
dal musyawarah.
• Mayoritas tidak menjadi ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak
ditemukan di dalam al-qur’an dan hadist/sunnah.
• Komitmen terhadap Islam terkait dengan persyaratan untuk mendapatkan jabatan
sehingga hanya ang bermoral baik yang dapat duduk di parlemen.
d. Muhammad Imarah

Muhammad Imarah berpendapat bahwa di dalam demokrasi, kekuasaan legislatif untuk membuat
dan menetapkan hukum secara mutlak berada pada tangan rakyat. Hal itu sangat bertentangan
dengan agama islam karena kekuasaan penuh tersebut ada di tangan Allah Swt. Allah Swt lah
pemegang hukum dan segala kekuasaan tertinggi. Manusia hanyalah makhluk ciptaanNya yang
hanya bisa menjabarkan dan merumuskan hukum-hukum sesuai prinsip yang diturunkan Tuhan
serta juga berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur secara rinci oleh ketentuan Allah Swt.

Jadi Muhammad Imarah mengemukakan bahwa Allah Swt lah yang berjabat atau berposisi sebagai
legislator, sementara itu manusia hanyalah sebagai faqih atau yang memahami dan menjabarkan
hukum-hukum yang telah digariskan oleh Allah Swt.

Demokrasi yang dijunjung tinggi oleh kalangan orang-orang Barat berpulang kepada padangan
mereka tentang batas kewenangan Tuhan. Seperti yang telah Aristoteles ungkapkan, bahwa Tuhan
menciptakan alam semesta ini dan lalu dibiarkan-Nya, ungkapan ini termasuk teori di dalam filsafat
Barat, dan disebutkan juga bahwa setelah itu manusia diberikan kewenangan penuh berupa
kewenangan legislatif dan eksekutif.

Sementara kita lihat di dalam agama Islam, Allah Swt lah yang memegang atau pemegang otoritas
tersebut. Adapun hal yang lainnya di dalam demokrasi yang sejalan dengan islam seperti
membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, dan juga orientasi pandangan
umum, termasuk lain sebagainya.

2.4 Keberagaman Dalam Islam dan Demokrasi

2.4.1 Keberagaman dalam Islam


Islam yang telah kita ketahui selama ini merupakan salah satu agama yang memiliki pengikut
terbanyak di Indonesia, kalau kita kaitkan dengan konteks dan perubahan zaman sekarang, bagaima
Islam memandang keberagaman/pluralitas yang ada dinegri ini, bahkan di dunia. Sebagaimana yang
telah disebutkan berkali-kali oleh Allah SWT didalam Al Qur’an. Islam sangat menjunjung
keberagaman/pluralitas, karena keberagaman/pluralitas merupakan sunatullah, yang harus kita
junjung tinggi dan kita hormati keberadaannya.

Seperti dalam (Qs Al Hujurat:13), Allah SWT telah menyatakan “Wahai para manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki,

Dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kamu saling
mengenal”.

Dari ayat Al Qur’an tadi, menunjukan bahwa Allah sendiri lah yang telah menciptakan keberagaman,
artinya keberagaman didunia ini mutlak adanya. Dengan adanya keberagaman ini, bukan berarti
mengenggap kelompok, madzab, ataupun keberagaman yang lain sejenisnya mengenggap
kelompoknya lah yang paling benar.

2.4.2 Pandangan Islam terhadap Keberagaman

Melihat keberagaman saat ini, Allah SWT. Telah memberikan jalan keluar untuk menyikapi
keberagaman tersebut, yaitu pandanglah keberagaman sebagai rahmat yang harus disyukuri, dan
angaplah keragaman merupakan nikmat dari Allah.

Di dalam Al qur’an (Qs Ali Imran:103) telah disebutkan, yang artinya” dan berpegang teguhlah kamu
sekalian pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”, kalau kita artikan secara literal
ayat diatas, maka yang ada keberagaman-keberagaman tidak mendapatkan tempat.

Dengan demikian, keragaman akan mengerah kepada menejemen konfik yang disebut dengan
“Mutual Enrichment” artinya, saling mengayakan, memperkaya, dengan kelompok lain, bukan malah
saling bertengkar. Karena masing-masing kelompok menginginkan sesuatu hal yang baru yang
belum pernah ia miliki, atau mereka temui.

Islam mengakui keberagaman ada, termasuk keberagaman dalam agama. Dalam Islam seorang
muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya dan masuk Islam dengan
terpaksa, karena Allah telah berfirman:

‫ال إكراه في الدين‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).” (QS.Al-Baqarah: 256)

Hal yang terpenting dalam menyikapi perbedaan pendapat terhadap masalah ijtihadiyah
adalah bagaimana seseorang bertindak lebih dewasa untuk dapat menghargai pendapat orang lain,
sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Imam Mazhab. Dan tidak menganggap pendapat nya
benar.

RANGKUMAN BAB 5
MENYEMBAH ALLAH SWT SEBAGAI UNGKAPAN RASA SYUKUR

1. Perintah menyembah Allah Swt.Yang Maha Esa dan larangan menyekutukanNya dengan
sesuatu apapun.
2. Kewajiban berbuat Ihsan kepada kedua orang tua atas segala jasa mereka.
3. Kemuliaan seorang ibu dibandingkan dengan ayah karena kasih sayangnya yang tercurah
sejak dalam kandungan, saat dilahirkan, saat dalam buaian, hingga disapih.
4. Berbuat baik kepada semua orang sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt.
5. Rasulullah saw. Menganjurkan dengan sangat agar kita memuliakan orang tua, terutama ibu.
6. Rasulullah saw. Sangat rajin beribadah meskipun dosa-dosanya sudah diampuni. Karena
semua ibadah dan kebaikan yang dilakukan beliau adalah wujud kesyukuran kepada Allah
Swt. Atas segala karunia yang Allah Swt. Anugerahkan.

Anda mungkin juga menyukai