Anda di halaman 1dari 72

Kerangka Filosofi Ideologi Gerakan KAMMI Ontologis Dakwah Mabda Epistemologi s Gerakan Worldview Aksiologis KAMMI Kemenangan Islam

adalah Jiwa Perjuangan KAMMI Kebatilan adalah Musuh Abadi KAMMI Solusi Islam adalah Tawaran Perjuangan KAMMI Perbaikan adalah Tradisi Perjuangan KAMMI Kepemimpinan adalah Strategi Gerakan KAMMI Persaudaraan adalah Watak Muamalah KAMMI Sistematika Gerakan Pandangan Hidup KAMMI Jadwal Gerakan Masa Inkubasi Masa Reformasi Konsepsi Tawaran Perubahan KAMMI Pilihan Isu strategis dan Sikap Gerakan KAMMI Masa Demokratisasi Timing 1980 1998 1998 2004 2004 2009 Peran Strategis Penguatan ideologi Islam Melawan Rezim Otoriter Konseptualisasi Islam di semua Sektor Strategis Memperbaiki Negara dan Masyarakat di berbagai segi dan levelnya Memimpin Negara dan Masyarakat secara utuh Membangun Aliansi Strategis Dunia Islam

Fikrah

Paradigma

Manhaj

Metodologi

Mihwar Dauli I

2009 2014

Mihwar Dauli II

2014 2019

Mihwar Alami

2019 2024

01_Review Materi Khusus_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami dasar politik Islam Materi : Konsep Dasar Politik Islam Penulis : Amin Sudarsono, S. Hum Konsep Dasar Politik Islam1 Amin Sudarsono, S.Hum.2 Sesungguhnya Allah memerintahkan engkau menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan [memerintahkan engkau] apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya engkau menetapkan dengan adil.. [al-Nisa: 58] Menyebut kata politik, niscaya terlintas di benak kita tentang perebutan kekuasaan, keculasan, kecurangan saling jegal dan segala predikat buruk sekedar untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Semua bayangan itu, muncul karena memang budaya politik yang ditampakkan oleh para elite politik selama ini adalah seperti itu. Bagi masyarakat awam saat membincangkan politik, maka hanya terbayang tentang kampanye, partai politik, pemerintahan, Pemilu, kartu suara dan instrumen lainnya. Sementara dalam Islam konsep politik adalah konsep yang menyeluruh, komprehensif, integralserta bukan hanya masalah kekuasaan belaka. Islam memandang politik sebagai sebuah cara dan bukan tujuan. Konsep ini didasari oleh akidah yang kokoh dengan berpegang pada manhaj yang pernah ditempuh oleh Rasul, shahabat, dan para tabiin. Berpijak pada pengertian yang benar, maka politik (siysah) tidak akan lepas dari dawah. Dua sisi mata uang ini jika salah satu dilepaskan maka koin tak lagi berharga. Antara politik dan dakwahdalam kacamata Islamakan selalu bergandeng. Dalam kaitannya dengan dakwah, siysah adalah sebagai alat (waslah). Makna dawah secara bahasa adalah an tumla al-sysyai-a ilaika (usahamu untuk mencenderungkan, mencondongkan atau menarik sesuatu kepadamu), sedangkan siysah adalah al-qiymu ala al-sysyai-i bim yushlhuhu (menangani sesuatu dengan cara-cara yang dapat memperbaiki sesuatu itu). Sehingga hubungan antara siysah dan dawah adalah hubungan antara cara dan sasaran (al-waslah wa al-hadaf). Disinilah muncul istilah siysah al-dawah yang berarti al-istighlal ala amtsal lajmii mashdir al-quwwah fi tahqiqi ahdaf aldawah (upaya pendayagunaan berbagai sumber kekuatan dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan dakwah). Dalam kerangka pandang ini, perjuangan Islamdimaknai sebagai dakwah3 harus mengambil pola struktural. Karena alat pengambilan kebijakan berangkat dari logika politik. Terlebih mengingat pesan Imam Ali ra, bahwa kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Konsep Dasar Konsep pertama adalah mengenai immah (kepemimpinan). Pengangkatan pemimpin yang amanah dan ketaatan rakyat kepada pemimpin adalah konsep politik Islam yang pokok. Para ulama mengatakan bahwa al-Nisa: 58 di atas diturunkan untuk para pemimpin pemerintahan (waliyy al-amri), agar mereka menyampaikan amanat kepada ahlinya. Ayat berikutnya, Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil amri dari
1 Materi pengantar dalam Daurah Siyasi KAMMI Komisariat UII, Ahad 10 Juli 2005 bertempat di Ruang Audio Visual RPI UII. 2 Ketua Departemen Kajian Strategis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia [KAMMI] Daerah Istimewa Yogyakarta [amin_sudarsono@yahoo.com]. 3 Dalam menunaikan tugas dakwah, ada tahapan-tahapan yang harus diperhatikan dan ditempuh. Syeikh Musthafa Masyhur (Mursyid Am Kelima Ikhwanul Muslimin) dalam buku Thariq al-Dawah menyebutkan tiga tahapan [marhalah] dakwah yang harus dilalui. Pertama, tarif [penerangan/propaganda], yaitu memperkenalkan, menggambarkan ide dan menyampaikannya kepada khalayak ramai di seluruh lapisan masyarakat. Kedua, takwin [pembinaan/pembentukan], yaitu tahap pembentukan, pemilihan pendukung dakwah, menyiapkan mujhid dakwah serta mendidiknya. Ketiga, tanfidz [pelaksanaan], yaitu tahap beramal, berusaha dan bergerak guna mencapai tujuan.

golonganmu! Kemudian jika engkau berselisih dalam masalah sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika engkau benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir! Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. Ayat ini ditujukan kepada rakyat agar taat kepada pemimpinnya dalam hal pembagian, putusan hukum, dsb. Kewajiban untuk taat kepada ulil amri itu gugur (tidak berlaku) bila mereka memerintahkan rakyatnya berbuat maksiat kepada Allah swt. Oleh karena itu, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada sang Pencipta (khliq).4 Konsep kedua adalah syr (konsultasi) atau musyawarah. Allah berfirman di dalam al-Quran, Maka karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya. (Ali Imran: 159).Konsep ini menuntun bagi sebuah proses pengambilan keputusan atau kebijakan dari seorang pemimpin dl menjalankan pemerintahannya. Syrdi bawah akan saya komparasikan dengan konsep demokrasimenjadi ruh yang sangat penting bagi partisipasi ummat dalam penentuan kebijakan. Konsep ketiga mengenai adalah (keadilan). Allah berfirman di dalam alQuran, Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan [al-Nahl: 90]. Keadilan dan kesetimbangan (balance) dalam menentukan kebijakan merupakan prinsip yang dikedepankan dalam politik Islam. Sistem Islam mengedepankan keadilan dalam inti ajarannya.

Memasuki Sistem Beberapa orang mengira, bahwa politik adalah sebuah aib. Terlibat kekuasaan merupakan cela. Dan tidak boleh seorang ulama merangkap jabatan sebagai umar (birokrat). Dua posisi itu seakan kutub tak tergabungkan. Bagi sebagian kalangan kaum muslimin, parlemen menjadi mimbar haram untuk berdakwah, terlebih di negara-negara yang tidak memakai Islam sebagai sistem bernegara. Banyak penguasa zalim yang memegang posisi di negara itu. Dalam kondisi demikian, apa yang harus dilakukan oleh kaum muslimin? Jika merujuk pada khazanah klasik, kita menjumpai ijtihad yang menarik dari para ulama. Ibnu Taimiyahyang digelari mujtahid muthlaq oleh para ulama berkata, Segala puji bagi Allah. Jika ia berusaha berbuat adil dan menyingkirkan kezaliman menurut kesanggupannya dan kekuasaan itu mendatangkan kebaikan dan maslahat bagi orang-orang muslim daripada dipegang orang lain, ia diperbolehkan memegang kekuasaan itu dan dia tidak berdosa karenanya. Bahkan jabatan itu lebih baik daripada berada di tangan orang lain dan menjadi wajib jika tidak ada orang lain yang sanggup memegangnya.5 Ibnu Taimiyah menyarankan agar kaum muslimin berusaha masuk dalam sistem kekuasaan. Melalui mekanisme yang disepakati, baik itu penerapan demokrasi: pemilu, parlemen, dsb. Sehingga kekuasaan ada di tangan. Dalam kondisi yang sangat mendesak, dimana tidak ada di antara kaum muslimin yang mampu duduk di pemerintahan, terdapat pandangan dari Imam Izzudin bin Abdus Salam, Jika orang kafir menjadi pemimpin suatu wilayah yang luas, lalu mereka melimpahkan kekuasaan kepada orang yang dapat mendatangkan maslahat bagi orang-orang mukmin secara umum, keadaan itu dapat dijalankan karena
4 Ibnu Taimiyah, Siyasah Syariyah: Etika Politik Islam, terj. Rofi Munawar (Surabaya: Risalah Gusti, 2005), hlm xv. 5 Yusuf al-Qardhawy, Fiqh Daulah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), hlm 265.

mendatangkan maslahat secara umum dan menyingkirkan mafsadatsekalipun jauh dari rahmat syariatkarena memang orang yang memiliki kesempurnaan dan layak diserahi kekuasaan itu tidak ada.6 Mengaca Sejarah Bagaimana aplikasi politik Islam dalam sejarahatau lebih tepatnya sistem politik Islam seperti apa yang telah dipraktekkan dalam rentangan sejarah? Islam telah berusia 14 abad lebih, selama rentang itu pergantian pemimpin, bangun-runtuhnya dinasti penguasa, kekhilafahan yang berserak dan berbagai kerajaan telah berdiri. Para penguasa Islam itu menerapkan sistem politik secara beragam sesuai dengan kondisi lokaldengan tetap mengacu pada dasar syariat yang mutaghayyirat. Rasulullah, sebagai penafsir otoritatif atas nash al-Quran menjabarkan bagaimana sistem politik Islam itu dalam lapangan kenegaraan. Ayat-ayat Madaniyyah yang lebih banyak berbicara mengenai mumalah ijtimiyyah menjadi landasan pelaksanaan politik Islam. Titik itu dimulai ketika kaum muslimin yang teraniaya melaksanakan hijrah sebagai konsekuensi kontinuitas risalah Islam. Perpindahan ini, dinamakan al-hijrah dalam bahasa Arab, merupakan titik awal bagi sejarah Islam yang kemudian berkembang dari sekelompok kecil pengikut menjadi satu bentuk komunitas yang sempurna. Yastrib kemudian terkenal sebagai Madnah al-Nab, atau Kota Nabi, dan hingga sekarang kota ini dinamakan Madinah. Di sinilah, masyarakat (al-ummah) Islam yang pertama terbentuk, yang seterusnya menjadi model ideal bagi seluruh masyarakat Islam masa-masa selanjutnya. Rasulullah berposisi selain sebagai nabi yang memiliki otoritas tunggal, juga sebagai pemimpin masyarakatnya sebagai kepala negara. Masa-masa permulaan negara Islam itu, Rasul memerintah dengan menerapkan aturan Islam. Al-Quran dijabarkan secara praktis melalui kebijakan Rasul yang adil dan berlandaskan pada syruntuk masalah-masalah duniawi. Komponen masyarakat Madinah yang majemuk berhasil disatukan Rasulullah melalui sebuah piagam yang fenomenal, yaitu Piagam Madinah. Dalam piagam itu, diatur mekanisme hubungan yang setara dan adil antara pemeluk Islam, Nasrani, Yahudi dan berbagai suku yang ada di Madinah. Mekanisme musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah cukup menarik untuk diperhatikan. Beberapa kali, tercatat bahwa Rasul mengkonsultasikan kebijakannya dengan para sahabat. Pertama dalam strategi menyerang musuh dalam Perang Badar. Rasul mengusulkan agar pasukan maju ke depan karena di mata ada mata air (oase). Saat itu Hubab bin Mundhir mengusulkan agar pasukan Muslim mengisi persediaan air lalu menutup mata air dan mundur ke belakang, sehingga musuh tidak bisa minum. Kedua, ketika Perjanjian Hudaibiyah. Saat berunding dengan kaum Quraisy, Rasulullah seringkali bersedia mengakomodasi tuntutan musuh. Seumpama dalam pencantuman kalimat, dengan nama Tuhan yang Mahapengasih dan Mahapenyayang, pihak musuh (diwakili Suhail bin Amr) menolak dan mengganti dengan kalimat Dengan nama-Mu ya Tuhan!. Misal ketiga adalah saat menyelesaikan persoalan tawanan Perang Badar. Abu Bakar mengusulkan agar tawanan itu dilepaskan dengan tebusan, Umar berkeras ingin membunuh mereka semua sebagai balasan atas tindakan tatkala di Makkah dahulu. Dengan segala pertimbangan, akhirnya Rasul memutuskan untuk melepaskan dengan tebusan sesuai strata sosial tawanan, sedang bagi yang tidak mampu diwajibkan mengajarkan baca tulis pada penduduk Madinah. Ternyata, Allah tidak berkenan, tak lama kemudian, turunlah ayat dalam al-Anfal: 67 yang tidak membenarkan pengambilan tebusan. Dalam hal ini pendapat Umar yang
6 Ibid, hlm. 262.

benar. Mekanisme syr ini yang sering dilakukan Rasul bersama sahabat. Seiring dengan itu, infrastruktur Madinah mulai dibenahi. Pengangkatan Khulafa al-Rasyidin Sepeninggal Rasul, terjadi peristiwa di Tsaqfah Ban Sadahyaitu balai pertemuan milik klan Bani Saidah. Pembaiatan Abu Bakar sebagai khalifah diawali dengan proses musyawarah yang cukup sengit. Egoisme kaum Anshr dan Muhjirn mulai muncul yang akhirnya dapat didamaikan oleh Abu Bakar. Mekanisme syr ini menampakkan corak pertama pola suksesi kepemimpinan dalam Islam Setelah Abu Bakar wafat, pengangkatan Umar menjadi khalifah adalah melalui penunjukan. Sebelum wafat, Abu Bakar sempat mewasiatkan agar sepeninggalnya, Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah. Ketika masih sakit menjelang wafat, Abu Bakar mengadakan syr tertutup dengan beberapa sahabat senior, yaitu Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan sebagai representasi kaum Muhjirn serta Asid bin Khudair sebagai wakil kaum Anshr. Wasiat Abu Bakar ditulis oleh Utsman, yang kemudian dibacakan dalam proses pembaiatan Umar secara terbuka di masjid Nabawi. Pengangkatan Utsman bin Affan sebagai khalifah melalui proses yang agak lain. Ketika itu, dalam sakitnya akibat tikaman senjata Abu Luluah orang Persia, Umar membentuk panitia ad hoc sejumlah enam orang sahabat senior. Mereka harus mengadakan syr dan memilih salah satu di antara mereka sendiri. Keenamnya adalah Al bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Saad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah, serta Abdullah bin Umarputranya sendiritapi tanpa memiliki hak suara. Setelah melalui perundingan internal yang agak panas, akhirnya Utsman bin Affan diangkat sebagai khalifah. Ketika Utsman terbunuh oleh para bughat (pemberontak), kaum muslimin mendesak agar Ali menjadi khalifah. Saat itu, Madinah agak kosong ditinggalkan para sahabat yang banyak berada di wilayahwilayah taklukan yang baru. Thalhah, Zubair dan Saadtiga sahabat senior segera membaiat Ali yang diikuti seluruh penduduk Madinah. Untuk kasus Ali, ternyata pengangkatannya tidak secara bulat disepakati oleh kaum muslimin. Hal ini berbeda dengan tiga khalifah terdahulu yangwalaupun ada yang menentang namun mereka tetap tunduk pada keputusan syr. Ali menghadapi Muawiyah bin Abu Shofyan yang menolak baiat. Dua alasan yang dikemukakan Muawiyah adalah, pertama Ali harus mempertanggungjawabkan kasus terbunuhnya Utsmanyang masih terhitung saudara satu suku Muawiyah. Kedua karena wilayah Islam sudah meluas dan timbul berbagai komunitas Islam di daerah yang baru, maka hak kekhalifahan bukan hanya dimiliki Madinah. Perseteruan ini yang kemudian membawa perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Islam.7 Monarki dalam Sejarah Islam Sistem politik pemerintahan Islam berikutnya bercorak monarki. Kekuasaan diwariskan turun temurun dalam sebuah dinasti. Dinasti pertama yang didirikan Muawiyah adalah Dinasti Umayyah (661-750 M). Islam semakin meluaskan kekuasaannya mulai dari Mesir hingga seluruh Afrika Utara, bahkan sampai ke Andalusia atau Spanyol Islam. Itu yang ke arah barat. Di sebelah timur, daerahdaerah di seberang sungai Oxus dan Sungai Yaxartes yang mencakup Bukhara, Samarkhand dan Farghanah juga dikuasai. Ekspedisi juga dikirim ke India dan di sana Islam menguasai Balukhistan dan Sind, bahkan sampai perbatasan Cina. Wilayah yang sedemikian luas diimbangi dengan sistem pemerintahan yang moderndalam hal pengelolaan. Pada masa Umar bin Abdul Azizseorang khalifah Bani Umayyah yang dikategorikan sebagai penerus Khilafah Rasyidah
7 Munawir Sjadzali, Islam dan Tatanegara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI Press, 1993), hlm 21-28.

hadits-hadits Rasul mulai dikodifikasi dan dibukukan untuk menjaga keaslian dan otentisitasnya. Beberapa kebijakan dinasti Umaiyyah yang patut dicatat adalah: (1) ditetapkannya bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara oleh khalifah Abdul Malik, yang kemudian menjadi bahasa ilmiah. (2) menetapkan dinar dan dirham sebagai mata uang resmi. (3) penyeberangan ke Andalusia oleh Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair melalui selat Gibraltar pada tahun 711 M, serta Muhammad bin Qasim membawa Islam sampai di lembah Indus pada tahun berikutnya8. Penguasa dunia Islam berikutnya adalah dinasti Abbasiyyah (750-1258 M). Kelahirannya merupakan sebuah revolusi, ketika Abdullah ibn Haritsah yang dijuluki al-Saffah merebut kekuasaan Umayyah dan membangun imperium baru. Jika Umayyah menggunakan sistem monarki, maka Abbasiyyah tidak jauh berbeda, hanya lebih menekankan pada egalitarianisme, yaitu kesetaraan antara Arab dan Ajam (non-Arab) serta memberikan otonomi luas. Beberapa hal yang dilakukan Abbasiyah yang cukup signifikan adalah: (1) menampilkan diri sebagi pelindung agama. Khalifah adalah bayang-bayang Tuhan di muka bumi, mereka menggunakan gelar agamis seperti: al-Hadi, al-Rasyid, al-Mamun, al-Amin, dsb. (2) Islam mengajarkan persamaan, tiada perbedaan antara Arab dan non-Arab. Hal ini dibuktikan antara lain adanya fakta bahwa yang menjadi tulang punggung negara dan wazir adalah orang Persia dari keluarga Barmaki. (3) Abbasiyyah menghentikan perluasan wilayah. Otonomi daerah semakin diperbesar, yang bisa dikatakan federasi negara muslim. Mulailah dikenal istilah Malik dan Sultan sebagai penguasa yang dilantik oleh Khalifah. (4) al-Mamun menjadikan pemikiran Mutazilah sebagai mazhab negara. Hal ini berimplikasi luas, yaitu proses masuknya pemikiran intelektual Yunani ke dalam dunia Islam. Disinilah dimulai kebangkitan peradaban dan intelektual Islam, sehingga dunia Barat belajar banyak dari Islam.9 Dua dinasti awal itu mampu memperluas Islam sampai ke seluruh pelosok dunia. Sistem pemerintahan yang digunakan setiap khalifah berbeda. Kebijakan mereka menentukan arah bagi perkembangan dinastinya. Ada yang berhasil mengangkat, namun ada pula khalifah yang tidak mampu memimpin dengan baik. Sistem politik tetap monarki dan feodal. Setelah runtuhnya Abbasiyyahfaktor keruntuhan dinasti, baik internal maupun eksternalbanyak bermunculan dinastidinasti kecil di tingkat lokal. Sampai saat kemunculan tiga dinasti besar, yaitu Mughal di India, Safawi di Iran dan Utsmani di Turki.10 Dinasti Mughal (1526-1857 M) di India menorehkan sejarah penting pada pemerintahan Akbar Agung, corak pemerintahannya adalah militeristik dan sempat membuat kebijakan pluralis yang disebut Din-i-Ilahi. Dinasti Safawi (1501-1732 M) menguasai Iran setelah beberapa dinasti kecil sebelumnya. Dinasti ini bercorak teokratik, para penguasanya mengaku sebagai keturunan Ali, titisan Imam Syiah, bahkan Sultan Ismail I mengaku sebagai penjelmaan Tuhan. Safawi, akhirnya runtuh oleh modernisme. Kekhilafahan yang besar dan terakhir kali terhapus di muka bumi adalah Turki Utsmani (1300-1922 M)11. Sistem politiknya sama dengan pendahulunya, yaitu monarki. Sebagai institusi pemerintahan umat Islam sedunia, keberadaannya cukup signifikan. Kekhilafahan Turki Utsmani ini diruntuhkan oleh Mustafa Kamal, seorang penggerak Turki Muda yang menginginkan modernisasiatau tepatnya westernisasiTurki secara total. Terbukti saat kekuasaan di tangannya, Turki dirubah secara total menjadi sebuah negara kecil yang melarang dijalankannya hukum Islambahkan adzan-pun harus berbahasa Turki.
8 Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, Bunga Rampai Kebudayaan Muslim (Jakarta: Bulan Bintang, 1986) hlm.133. 9 Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995) hlm. 101-102. 10 Siti Maryam (ed.), Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern (Yogyakarta: Jur. SPI Fak Adab & LESFI, 2003). 11 Penjelasan komprehensif mengenai sejarah Turki lihat Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta: Logos, 1997).

Setelah runtuhnya kekhilafahan Utsmani, praktis tidak ada lembaga resmi yang mempraktekkan sistem pemerintahan Islam di muka bumi. Umat Islam terfragmentasi dalam berbagai bentuk negara, yang dibatasi wilayah, etnis, bahasa dan ikatan-ikatan simbolis lainnya. Nampaknya, modernisme menggilas kaum muslimin secara total. Kondisi ini masih diperparah dengan keadaan umat Islam yang secara umum berada dalam kondisi keterbelakangan: teknologi, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai persoalan itu menuntut penyelesaian demi kebangkitan umat secara tajarrud (bertahap) dan kontinyu. Islam dan Demokrasi Kondisi dunia saat ini mengagungkan demokrasi sebagai sebuah sistem yang paling baik dan memungkinkan untuk dipakai di seluruh negara di muka bumi. Sementara itu, beberapa kalangan menganggap demokrasi berbeda secara diametral dengan konsep Islam. Selain itu, terdapat juga yang berpendapat bahwa Islam compatible dengan demokrasi. Dhiyauddin ar-Rais, seorang pakar politik Islam mengungkapkan, Terdapat beberapa persamaan yang mempertemukan Islam dan demokrasi. Namun, perbedaannya lebih banyak. Persamaannya menyangkut pemikiran sistem politik tentang hubungan antara umat (rakyat) dan penguasa serta tanggungjawab pemerintahan. Jika yang dimaksud dengan demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari, oleh, dan untuk rakyat, pengertian itupun ada dalam sistem negara Islam, dengan pengecualian bahwa rakyat harus memahami Islam secara komprehensif. Jika dimaksud demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu (misal: asas persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan berfikir dan berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak tertentu, seperti hak hidup dan bebas mendapatkan pekerjaan). Semua itu telah dijamin dalam Islam. Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan kekuasaan, itupun ada dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai sistem terpenting dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan undang-undang atau hukum didasarkan pada al-Quran, Hadits, ijma atau ijtihad. Dengan demikian, pembuatan UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya dan terikat dengan UU12. Sementara dalam hal perbedaan Islam dengan demokrasi, ar-Rais memberikan tiga hal mendasar. Pertama, dalam demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi batas wilayah, iklim, darah, suku bangsa, bahasa dan adat-adat yang mengkristal. Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikiran nasionalisme atau rasialisme yang digiring tendensi fanatisme. Adapun menurut Islam, umat tidak terikat batas wilayah atau batasan lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam Islam adalah ikatan akidah, pemikiran dan perasaan. Siapapun yang mengikuti Islam, ia masuk salah satu negara Islam terlepas dari jenis, warna kulit, negara, bahasa atau batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat manusiawi dan bersifat internasional. Kedua, tujuan-tujuan demokrasi modern Barat atau demokrasi yang ada pada tiap masa adalah tujuan-tujuan yang bersifat duniawi atau material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan rakyat atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi Islamselain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi (materi)mempunyai tujuan spiritual yang lebih utama dan fundamental. Ketiga, kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi Barat adalah kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kezaliman atau kemaksiatannya. Namun dalam lslam, kedaulatan
12 Fahmi Huwaidi, Demokrasi, Oposisi dan Masyarakat Madani (Bandung: Mizan, 1996), hlm 196-198.

rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syarat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi batasan-batasan syarat, al-Quran dan al-Sunnah, tanpa mendapat sanksi. Menurut Islam, kekuasaan tertinggi bukan di tangan penguasa karena Islam tidak sama dengan paham otokrasi. Kekuasaan bukan pula di tangan tokoh-tokoh agamanya karena Islam bukanlah teokrasi13. Begitupun, kekuasaan tidak di tangan UU karena Islam bukan nomokrasi. Juga tidak di tangan umat Islam, karena Islam berbeda dari demokrasi yang sempit. Jawabannya, kekuasaan tertinggi dalam Islam sangat nyata sebagai perpaduan dua hal, yaitu umat dan undang-undang atau syarat Islam. Jadi, syarat adalah kekuasaan tertinggi. Jika harus memakai istilah demokrasitanpa mengabaikan perbedaan substansialnyasistem itu dapat disebut sebagai demokrasi yang manusiawi, menyeluruh (internasional), religius, etis, spiritual, sekaligus material. Boleh juga disebut demokrasi Islam atau dalam bahasa Abul Ala al-Maududiulama Pakistan dan pendiri Jamaat-i-Islami disebut sebagai teo-demokrasi. Sementara itu, menurut Amien Rais, seperti yang telah dikutip Anders Uhlin dalam buku Oposisi Berserak, ada 5 prinsip demokrasi dalam Islam yakni: Pertama, pemerintahan harus dilandaskan pada keadilan. Kedua, sistem politik harus dilandaskan pada prinsip syr atau musyawarah. Ketiga, terdapat prinsip kesetaraan yang tidak membedakan orang atas dasar gender, etnik, warna kulit, atau latar belakang sejarah, sosial atau ekonomi dan lain-lain. Keempat, kebebasan didefinisikan sebagai kebebasan berfikir, berpendapat, pers, beragama, kebebasan dari rasa takut, hak untuk hidup dan mengadakan gerakan. Kelima, pertanggungjawaban para pemimpin kepada rakyat atas kebijakankebijakan mereka. Semua ini, menurut Amien Rais tidak lepas dari check and balance sebagai kontrol rakyat terhadap para pemimpin mereka. Prinsip-prinsip Islam semisal shadqah, zakat, dan pembelaan terhadap orang-orang miskin dan tertindas merupakan salah satu acuan pemikiran tersendiri yang tak lepas dari pemikiran sosial demokrasi Demokrasi seperti itulah yang harus kita fahami bersama. Sebagaimana pandangan Makmun HudhaibyMursyid Am Ikhwanul Muslimin setelah Musthafa Masyhur, Jika demokrasi berarti berarti rakyat menentukan siapa yang akan memimpin mereka, Ikhwan menerima demokrasi. Namun jika demokrasi berarti rakyat dapat mengubah hukum-hukum Allah dan mengikuti pendapat mereka, Ikhwan menolak demokrasi. Ikhwan hanya mau terlibat dalam sistem yang memungkinkan syarat Islam diberlakukan dan kemungkaran dihapuskan. Menolong, meskipun sedikit, masih lebih baik daripada tidak menolong. Mengenai kebebasan individu, Ikhwan menerima kebebasan individu dalam batas-batas yang dibolehkan Islam. Namun, kebebasan individu yang menjadikan muslimah memakai pakaian pendek, minim dan atau seperti pria adalah haram dan Ikhwan tidak akan toleran dengan hal itu.14[]

13 Sejarah gereja memperlihatkan hal ini. Negara-negara Eropa dahulu adalah penganut paham teokrasi di mana tokoh gereja adalah penentu kebijakan, bahkan para penguasa menganggap keputusan mereka adalah keputusan Tuhan. Namun Islam tidak demikian. Meski para Khulafa al-Rasyidin adalah para fuqaha dan matang dalam ilmu diniyyah, mereka tidak menganggap dirinya sebagai wakil Tuhan di bumi. Keputusan mereka selalu diambil melalui syr. 14 Majalah Ishlah edisi 67/Th. IV/1996, hlm. 24, kolom 2-3.

02_Review Materi Khusus_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami keterkaitan antara gerakan dengan perubahan sosial Materi : Islam, KAMMI dan Perubahan Sosial Penulis : Amin Sudarsono, S. Hum Islam, KAMMI dan Perubahan Sosial15 Amin Sudarsono16 janganlah sekali-kali kau memetik buah sebelum matang ----Michael ayah Iyasu17 Allah menurunkan wahyu kepada umat manusia melalui nabi-Nya guna menciptakan, merencanakan dan mengarahkan semua urusan alam dan manusia menurut kehendak-Nya. Secara teologis, ini berarti bahwa Allah SWT adalah sumber segala kekuatan, pengetahuan, kebijaksanaan, keadilan dan kasih sayang. Wahyu berarti suatu cara yang diajarkan kepada nabi-Nya untuk memahami dan mengubah realitas dalam sejarah keselamatan manusia. Apabila nabi Adam As berjuang menentang kebodohan dan kezaliman, Hud As menentang orang-orang yang arogan (mustakbarn), Saleh As memperjuangkan kesetaraan, Ibrahim As menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan dengan purifikasi tauhid, Syuaib As melawan ketidakadilan ekonomi, Musa As membebaskan kaum buruh, Isa As memimpin kaum lemah, maka Muhammad SAW memperjuangkan berdirinya sebuah tatanan sosial masyarakat yang berdasarkan pada nilai-nilai luhur kebenaran, kesetaraan sosial dan persaudaraan (ukhuwah). Dan Muhammad SAW berhasil melebarkan sayap dakwahnya. Kesuksesan besar misi Muhammad SAW menimbulkan permusuhan yang semakin hari semakin parah terhadap Nabi dan pengikutnya. Terjadi beberapa kali usaha pembunuhan terhadap Nabi hingga 622 M, setelah perjanjian dibuat dengan para utusan yang dikirim dari Kota Yastrib menuju ke wilayah utara, yaitu Makkah, dengan tuntunan perintah Allah SWT. Nabi pindah ke kota tersebut bersama para pengikutnya. Perpindahan ini, dinamakan al-hijrah dalam bahasa Arab, merupakan titik awal bagi sejarah Islam yang kemudian berkembang dari sekelompok kecil pengikut menjadi satu bentuk komunitas yang sempurna. Yastrib kemudian terkenal sebagai Madnah Al-Nab, atau Kota Nabi, dan hingga sekarang kota ini dinamakan Madinah. Di sinilah, masyarakat (al-ummah) Islam yang pertama terbentuk, yang seterusnya menjadi model ideal bagi seluruh masyarakat Islam masa-masa selanjutnya. Sesungguhnya seluruh Rasul telah melakukan sebuah rekayasa perubahan sosialbahkan dalam beberapa halsecara revolusioner. Rekayasa Perubahan Sosial Adalah sebuah proses perencanaan, pemetaan dan pelaksanaan dalam konteks perubahan struktur dan kultur sebuah basis sosial masyarakat. Perubahan sosial adalah perbedaan antara kondisi sekarang dan kondisi sebelumnya terhadap aspek-aspek dari struktur sosial. Perubahan sosial setidaknya dapat terkait pada beberapa hal sebagai berikut:
15 Makalah ini sebagai pemantik diskusi dalam Daurah Marhalah Ula KAMMI Komisariat Universitas Gadjah Mada, pada hari Senin, 23 Mei 2005 bertempat di kediaman Raden Ngabehi Surakso Hargo Maridjan, Kaliadem. 16 Ketua Departemen Kajian Strategis KAMMI Daerah Istimewa Yogyakarta; saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 17 Kalimat ini diucapkan oleh Michael, seorang tokoh dalam novel Najib Kailanisastrawan Ikhwanul Muslimin Mesir yang telah merasakan pedihnya penjara Nasseryang berjudul Azh-Zhill al-Aswad (Bayang-bayang Hitam). Michael adalah ayah dari Iyasu, kaisar Eithopia sejak tahun 1913. Novel itu berkisah tentang taqiyyah (penyembunyian identitas kemusliman) dari Michaelyang aslinya bernama Muhammad Alidan Iyasu, anaknya.

Perkembangan teknologi Konflik sosial (antar ras, agama dan kelassebagaimana tesis Marx) Kebutuhan adaptasi dengan sistem sosial (misal: birokrasi efektif sebagai respon terhadap lingkungan kompetitif.) Pengaruh dari idealisme dan ideologi pada aktivitas sosial (sebagaimana tesis Weber: etika Protestan dan semangat kapitalisme). Selain itu, dalam disiplin sosiologi, terdapat dua pandangan tentang perubahan (change), yaitu: Pandangan materialistik, yang meyakini bahwa tatanan masyarakat sangat ditentukan oleh teknologi atau benda. Marx menyatakan bahwa kincir angin menimbulkan masyarakat feodal; mesin uap menciptakan masyarakat kapitalis-industri. Atau mungkin kita bisa mengatakan bahwa internet akan menimbulkan masyarakat informasi, dst. Pandangan idealistik, yang menekankan peranan ide, ideologi18 atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Dalam pandangan ini, misalnya, Islam sebagai sebuah ideologi dan struktur nilai akan mampu mencipta manusia dan masyarakat ideal. Bentuk dan Teori Perubahan Sosial Terdapat tiga bentuk perubahan yang disepakati kalangan ilmuwan sosial: evolusi, revolusi dan reformasi. Evolusi dipahami sebagai bentuk perubahan yang memakan waktu lama. Proses perubahan seperti ini cenderung hanya melingkar di tingkat elite saja dan sedikit sekali mengakomodasikan input dari grass root yang muncul ke permukaan sebagai reaksi atas berbagai kebijakan elit penguasa. Konsekuensi logis dari perubahan model ini akan menempatkan rezim penguasa pada keleluasaan menentukan agenda-agenda perubahan yang ada berdasar aman atau tidak bagi kekuasaannya. Perubahan model ini, biasanya, kurang populer di Dunia Ketiga (the Third World), yang mayoritas adalah berpenduduk muslim, karena perubahan politiknya secara umum masih cukup eksplosif. Tidak perlu tokoh yang kharismatik atau terkenal untuk evolusi, karena semua ditentukan dalam kendali penguasa. Elite penguasa serta pihak-pihak tertentu saja yang bisa terlibat dalam perumusan persoalan yang ada, dan itu bias kepentingan. Figur-figur di luar lingkaran kekuasaan hanya memberikan respons minimal sebatas masukan atau paling maksimal, pressure (tekanan), itupun jika ada kebebasan. Bentuk kedua adalah revolusi. Perubahan secara cepat ini cukup populer di kalangan gerakan sosial atau aktivis pembebasan. Dalam prosesnya, cara ini cukup beresiko. Bisa jadi dalam prosesnya yang singkat tersebut meminta banyak korban sebagai prasyarat dari proses yang memang cukup reaktif dan terkesan sporadis dari sisi waktu maupun agenda-agenda yang dilakukan. Hasil dari cara ini dapat dilihat dengan cepat, karena secara umum bertujuan pada perubahan politik, khususnya perubahan tampuk kekuasaan. Revolusi Islam19 sebagai metode perubahan adalah sebuah tawaran yang telah pernah diaplikasikan dalam lapangan kenegaraan di Iran di bawah kepemimpinan Ayatullah Khomeini (1977),
18 Ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut. Lihat dalam Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1992). 19 Secara bahasa, terdapat dua kata dalam bahasa Arab untuk merujukkan dengan kata revolusi. Pertama, adalah al-tsaurah yang dimaknai sebagai rangsangan, dorongan, provokasi dan gelora. Kedua, al-inqilab yang berarti terbalik, kembali dan jungkir balik. Jika digabungkan maka, secara istilah, revolusi (al-tsaurah) dimaknai dengan peristiwa sosial yang dahsyat, menggelorakan perasaan, menjungkirbalikkan tatanan nilai dan lembaga sosial. Lihat dalam Jalaludin Rahmat, Rekayasa Sosial (Bandung: Rosda Karya).

Mesir oleh Ikhwanul Muslimin bersama Nasser (1952) dan beberapa negara Arab lainnya, baik memenuhi standar teori Barat maupun tidak. Sedangkan reformasi didefinisikan sebagai sebuah bentuk perubahan yang gradual dan parsial. Tidak terlalu cepat, namun juga tidak lambat. Reformasi merupakan bentuk kompromi antara evolusi dan revolusi. Reformasi atau pembaharuan (perubahan yang signifikan atas hal yang dianggap menyimpang), telah berlangsung di berbagai belahan dunia sejak zaman Renaissance abad ke-15 Masehi. Berawal di Jerman dengan pemikiran Martin Luther King, yang menggugat penyimpangan ajaran Kristiani, berlanjut pada pemikiran Thomas Hobbes tentang State of Nature-nya di Inggris, John Locke, Rousseau hingga pemikiran demokrasi modern-nya Robert A Dahl, berintikan pentingnya moralitas pemimpin untuk menjalankan demokrasi. Demokrasi tidak saja berarti kekuasaan ditangan rakyat, namun juga desakralisasi pemimpin yang dibatasi aturan konstitusi dan diawasi oleh lembaga lain dimana rakyat memiliki hak atas mandat pemimpinnya.20 Gerakan reformasi acapkali terjadi, manakala seorang pemimpin berlaku korup dan manipulatif, sehingga diperlukan langkah-langkah politik yang berarti dari rakyat untuk melakukan perbaikan. Atau, bila rakyat merasakan adanya kekurangan dalam sistem konstitusi yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Dengan kedua alasan inilah, apa yang terjadi di Korea Selatan dengan Up-rising in Kwangju tahun 1986, di Cina dengan tragedi Tiananmen 1989, dan penggulingan $oeharto di Indonesia tahun 1998, merupakan gerakan reformasi yang berdampak pada penyelenggaraan negara. Strategi Perubahan Sosial Islam Jika bentuk dan teori perubahan sosial sudah kita ketahui, maka dalam konteks ini, konsep perubahan sosial menurut Islam seperti apa? Atau, perubahan sosial masyarakat yang islami seperti apa? Evolusi, revolusi ataukah reformasi? Sesungguhnya, hal yang paling utama dan harus dipikirkan adalah apakah proses perubahan itu berada dalam bingkai nilai-nilai Islam. Ini berarti, cepat atau lambat bukan sebuah soal dalam cara pandang Islam. Dengan meletakkan ridha Allah sebagai tujuan hidup manusia (mardhtillah), Islam telah dilengkapi dengan standar moral yang tertinggi. Ini membuka cakrawala yang tak terbatas bagi perkembangan moral dan etik manusia dalam komunitas kolektifnya. Secara garis besar, tahapan perubahan sosial masyarakat Islam adalah sebagai berikut: 1. mewujudkan pribadi muslim yang diridhai Allah (bina al-fardli al-muslim), yaitu pribadi muslim yang paripurna, yang penuh moralitas iman, Islam, taqwa dan ihsan. [al-Baqarah: 177] 2. mewujudkan rumah tangga dan keluarga Islami (bina al-usrah al-islamiyah) yang diridhai Allah, yaitu rumah tangga yang sakinah diliputi mawaddah serta rahmah anugerah ilahi. [ar-Ruum: 21] 3. mewujudkan masyarakat dan lingkungan islami (bina al-ijtimai alislamiyyah) yang marhamah, yaitu lingkungan yang kondusif dan layak menerima berkah Allah karena warganya yang beriman dan bertaqwa. [alAraf: 96] 4. mewujudkan negara (bina daulat al-islamiyyah) yang diridhai Allah yaitu baldat yang thayyibah dan diliputi maghfirah Allah. [Saba: 15] 5. mewujudkan peradaban dunia yang diridhai Allah dengan kepemimpinan Islam atas alam (ustadziyat al-alam), yaitu dunia yang hasanah dan berkesinambungan dengan akhirat yang hasanah. [al-Baqarah: 201]

20 Yuddy Chrisnandi, Gerakan Mahasiswa: Mengembalikan Ruh Perjuangan Reformasi, makalah yang disampaikan pada Rembug Mahasiswa & Pemuda se-Indonesia di Bandung, 12 Februari 2001.

11

Anasir Perjuangan KAMMI Sebagai sebuah organ gerakan mahasiswa, KAMMI menempatkan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari umat Islamsebagai sebuah jamaah besar di muka bumi dengan ikatan aqidah sebagai kunci. Karena itu, strategi perubahan sosial yang direncanakan KAMMI tidak akan berbeda jauh dengan strategi di atas sebagai kerangka besar. Selanjutnya, dalam tingkatan praksis, KAMMI telah melakukan pembacaan komprehensif berkaitan dengan anasir perjuangan KAMMI21 Agar dakwah dapat tumbuh secara berkelanjutan secara seimbang, tetap berada pada orientasi yang benar, mampu mengelola amanah dan masalah, dan terus memiliki kekuatan untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, maka KAMMI menyusun dirinya atas unsur-unsur sebagai berikut: 1. qoidah ijtimaiyah (basis sosial), yaitu lapisan masyarakat yang simpati dan mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum, mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan lain sebagainya. 2. qoidah harokiyah (basis operasional), yaitu lapisan kader KAMMI yang bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah digariskan KAMMI. 3. qoidah fikriyah (basis konsep), yaitu kader pemimpin, yang mampu menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia. 4. qoidah siyasiyah (basis kebijakan), yaitu kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang. Keempat unsur tersebut merupakan piramida yang seimbang, harmonis dan kokoh, yang menjamin keberlangsungan gerakan KAMMI. Khatimah Perubahan sosial adalah sebuah proses panjang. Penyiapan struktur dan rekonstruksi kultural masyarakat memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang tidak sedikit. Posisi KAMMI dalam masyarakat sebagai garda depan perubahan menuntut adanya akselerasi kaderisasi. Ke depan, kaderyang dibesarkan oleh KAMMI, akan menduduki posisi penting dalam struktur masyarakat. Mereka akan menjadi pioneer dalam proses perubahan masyarakat. Di wilayah inilah, KAMMI menggebrak dengan Gerakan Intelektual Profetik yaitu gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik.22 Intelektual profetik adalah proses membangun kesadaran, membentuk paradigma dan menggerakkan secara massif dan organik. Intelektual profetik lahir bukan hanya untuk berwacana atau meneggelamkan diri dalam lautan buku dan diskusi belaka, namun untuk membentuk smart muslim fighter. Siapkah antum? []

21 Garis-garis Besar Haluan Organisasi [GBHO] KAMMI 2004-2006, Pasal 8. 22 Garis-garis Besar Haluan Organisasi [GBHO] KAMMI 2004-2006, Bab VI Pasal 7 Ayat 2 Butir c.

03_Review Materi Khusus_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami visi, misi dan prinsip gerakan KAMMI Materi : Tafsir Gerakan atas Visi, Misi dan Prinsipi Gerakan KAMMI Penulis : Rijalul Imam, S. Hum Tafsir Gerakan atas Visi, Misi, dan Prinsip Gerakan KAMMI Rijalul Imam, S. Hum Visi KAMMI Wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami. Misi KAMMI 1) Membina keislaman, keimanan, dan ketaqwaan mahasiswa muslim Indonesia. 2) Menggali, mengembangkan, dan memantapkan potensi dakwah, intelektual, sosial, dan politik mahasiswa. 3) Memelopori dan memelihara komunikasi, solidaritas, dan kerjasama mahasiswa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara. 4) Mencerahkan dan meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang rabbani, madani, adil, dan sejahtera. 5) Mengembangkan kerjasama antar elemen bangsa dan negara dengan semangat membawa kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah kemungkaran (amar ma`ruf nahi munkar). Generasi Assaabiquunal Awwalun Kehadirannya tak diduga. Begitu angin reformasi tiba himpunan mahasiswa muslim itu bersepakat dari dakwah ini perlu ada wadah efektif untuk menggulirkan reformasi ini secara politis. Mereka menamakan dirinya sebagai Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia yang disingkat KAMMI. KAMMI lahir dari rahim reformasi mendeklarasikan dirinya untuk memperbaiki negeri yang tengah dikungkung oleh krisis multidimensional. Padahal sebelumnya bangsa ini mengalami masa stabilitas dan tinggal sedikit lagi memasuki era tinggal landas. Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa. (QS. AlAnam:44) Kepercayaan diri mereka untuk menuntaskan permasalahan bangsa bersama elemen masyarakat lainnya menjadikan KAMMI selalu bersemangat berada di barisan terdepan dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Perubahan politik tiap detik tak menyurutkan KAMMI untuk selalu berada di garda terdepan, walau bagitu kerasnya benteng tirani rezim saat itu. Hanya ketakutan mereka pada Allah yang menjadikan mereka semangat untuk memperbaiki taman indah Indonesia ini. Mereka berani berkata tegas menyuarakan keadilan di depan penguasa yang zalim. Mereka kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat. Bahkan mereka cermat terhadap tindak-tanduk koruptor yang berdasi itu. Mereka sadar jika mereka tidak kritis maka para pemimpin dan pembesar itu akan menghancurkan Indonesia hingga tak berbentuk lagi. Mereka takut jika di akhirat kelak mereka termasuk golongan yang menyesali diri karena tidak kritis, mengekor saja dan tidak peduli pada 13

kepentingan umat. Dan mereka berkata, Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (QS. Al-Ahzab:67) Maka mereka segera merumuskan sarana efektif penumbang rezim itu dengan berlandaskan ketakwaan pada Allah. Sarana ini adalah buah dari pemahaman mereka atas ekspresi terkuat ketakwaan yang diisyaratkan Allah dalam al-Quran. Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah pada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri pada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung. (QS. Al-Maidah:35) Maka lahirlah KAMMI dengan visi sebagai wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia. Perjuangan ini disambut para aktivis dakwah kampus di hampir seluruh penjuru Indonesia. Yang tergabung di dalamnya adalah anak-anak muda yang ketika itu mereka kental dengan mabit, qiyamullail dan lantunan ayat-ayat al-Quran. Di kantong baju mereka selalu ada al-Quran saku. Semangat mereka menggebu menderu. Sesekali mereka melantunkan nasyid Pemuda Kahfi yang mencoba membangkitkan negeri meraih generasi menumbangkan kedzaliman. Di mana dicari pemuda Kahfi, yang terasing demi kebenaran hakiki, untuk menoreh nama perkasa abadi. Mereka sadar untuk menjadi umat yang terbaik, mereka harus terlibat di masyarakat melakukan aktivisme sejarah. Meretas sejarah di tengah kecamuk politik dan hiruk pikuk kebingungan dan putus asanya penduduk negeri ini. Mengajak masyarakat untuk beriman, menunjukkan mereka pada kebaikan, menyebar manfaat dan menghindarkannya dari kemaksiatan. Kalian adalah umat terbaik yang dolahirkan untuk manusia, karena menyuruh berbuat yang maruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah... (QS. Ali Imran:110). Sebagai anak muda, KAMMI memaksimalkan perjuangannya untuk menyelamatkan negeri. Menghindarkan bangsa dari keterpurukan yang berkelanjutan bahkan semakin di ambang batas kehancurannya dengan menghentikan kekuasaan penguasa tirani ini berserta kroni-kroninya. Mereka sadar bahwa musuh sesungguhnya adalah kebathilan, bukan personal atau materi. Tapi jika kebathilan itu sudah merasuk dan digerakkan oleh personal dan materi bersangkutan sudah selayaknya personal dan materi itu dihentikan dan dicabut segera agar tidak mewabah lebih besar lagi. Maka jalan yang terbaik adalah membentuk kelompok yang solid dan terorganisir. Memiliki agenda yang jelas dan tujuan yang spesifik. Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang maruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang menang (QS. Ali Imran:104). Mereka berusaha menghindarkan diri dari kesia-siaan, mereka hanya mengonsentrasikan diri pada berjihad bukan wacana lepas tanpa arah. Mereka mencoba membangun organisasi ini agar dilibatkan menjadi batu-bata bangunan peradaban Islam. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS. AshShaff:4) KAMMI sadari jalan ini kan penuh onak dan duri Aral menghadang dan kedzaliman yang akan kami dapai KAMMI relakan jua serahkan dengan tekad di hati jasad ini darah ini sepenuh ridha di hati KAMMI adalah panah-panah terbujur yang siap dilepaskan dari busur tuju sasaran siapa pun pemanahnya KAMMI adalah pedang-pedang terhunus yang siap terayun menebas musuh tiada peduli siapapun pemegangnya

Asalkan ikhlas di hati tuk hanya ridha Ilahi Rabbi KAMMI sadari jalan ini kan penuh onak dan duri Aral menghadang dan kedzaliman yang akan kami dapai KAMMI relakan jua serahkan dengan tekad di hati jasad ini darah ini sepenuh ridha di hati KAMMI adalah tombak-tombak berjajar yang siap dilontarkan dan menghunjam menembus dada lantakkan keangkuhan KAMMI adalah butir-butir peluru yang siap ditembakkan dan melaju dan mengoyak menumbang kedzaliman Asalkan ikhlas di hati berjumpa wajah Ilahi Rabbi KAMMI sadari jalan ini kan penuh onak dan duri Aral menghadang dan kedzaliman yang akan kami dapai KAMMI relakan jua serahkan dengan tekad di hati jasad ini darah ini sepenuh ridha di hati KAMMI adalah mata pena yang tajam yang siap menuliskan kebenaran tanpa ragu ungkapkan keadilan KAMMI pisau belati yang selalu tajam bak kesabaran yang tak pernah padam tuk arungi dakwah ini jalan panjang Asalkan ikhlas di hati menuju jannah Ilahi Rabbi KAMMI sadari jalan ini kan penuh onak dan duri Aral menghadang dan kedzaliman yang akan kami dapai KAMMI relakan jua serahkan dengan tekad di hati jasad ini darah ini sepenuh ridha di hati Begitulah idealnya KAMMI, generasi Rabbani yang ditarbiyah al-Quran. Gerakan Mahasiswa Muslim yang mendedikasikan dirinya sebagai pengemban risalah al-Quran, penghubung langit dan bumi, ruh baru yang mengalir di tubuh umat, perangkai peradaban dan kafilah penerus perjuangan Rasulullah dan para khalifah ar-rasyidah yang bekerja untuk menegakkan Islam hatta laa takuuna fitnah wa yakuunaddinu kulluhu lillah. Prinsip Gerakan KAMMI KAMMI bangga dengan nikmat yang telah Allah karuniakan. Nikmat yang tiada duanya, tiada bandingnya dan tiada yang serupa dengan kenikmatan itu. Itulah nikmat Islam dan iman. Dengan nikmat ini umat Islam harus bangga, karena ia lebih mulia dan dimuliakan. Umat Islam harus tampil berwibawa di hadapan musuh-musuh yang sudah sejak lama mereka menghinakan dan merendahkan Islam. Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan pula bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derjatnya) jika kamu orang yang beriman (QS. Ali Imran:139) Maka dengan ini KAMMI meyakini semboyan yang menjadi prinsip gerakan KAMMI bahwa Kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI Kebathilan adalah musuh abadi KAMMI Solusi Islam adalah tawaran perjuangan KAMMI Perbaikan adalah tradisi perjungan KAMMI Kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI Persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI

15

04_Review Materi Khusus_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami ideologi KAMMI Materi : Ideologi KAMMI Penulis : Amin Sudarsono, S. Hum Ideologi KAMMI23 Amin Sudarsono24 Al-Islmu huwa tahrr al-ns min ibdat al-ibd il ibdat al-Rabb!, ----Sahabat Rabi---Apa yang disebut ideologi? Menurut Frans Magnis Suseno,25 ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut. Ian Adam26 menjabarkan bahwa yang dimaksud sebagai ideologi adalah ideologi sebagai doktrin yang membimbing tindakan politik, identitas-identitas yang mesti diyakini sebagai iman politik, tujuan yang wajib dicapai, alasan yang harus diperjuangkan, dan visi tentang masyarakat terbaik yang niscaya diwujudkan. Muhammad Ismail27 menyatakan bahwa ideologi (mabda) merupakan aqidah aqliyyah yanbatsiqu anha an nidzam, yang berarti: seperangkat kaidah berfikir yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan (nizham). Menurut definisi ini, nampak bahwa sesuatu disebut ideologi bila memiliki dua syarat, yaitu memiliki aqidah aqliyyah sebagai fikrah (ide) dan memiliki sistem (aturan) sebagai thariqah (metode penerapan). Dalam ilmu-ilmu sosial, dikenal dua pengertian mengenai ideologi, yaitu pengertian secara fungsional dan struktural. Ideologi secara fungsional diartikan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama; atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan dalam pengertian ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. Menurut pendekatan struktural konflik, kelas yang memiliki sarana produksi materiil dengan sendirinya memiliki sarana produksi mental seperti gagasan, budaya dan hukum. Gagasan kelas yang berkuasa dimanapun dan kapanpun merupakan hal yang dominan. Gagasan, budaya dan hukum, sadar atau tidak merupakan pembenaran atas kepentingan materiil pihak yang memiliki gagasan yang dominan. Sistem pembenaran ini, disebut ideologi. Dalam arti fungsional, ideologi secara tipologi digolongkan menjadi dua tipe yaitu doktriner dan pragmatis. Suatu ideologi dapat digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindoktrinasikan kepada warga masyarakat,
23 Makalah ini sebagai pemantik diskusi dalam Daurah Marhalah Ula KAMMI Komisariat Universitas Islam Negeri [UIN] Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada hari Sabtu, 16 April 2005.

24 Ketua Departemen Kajian Strategis KAMMI Daerah Istimewa Yogyakarta; saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa jurusan
Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. [amin_sudarsono@yahoo.com] 25 Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm 230. 26 Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir: Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depannya (Yogyakarta: Qalam, 2004), hlm.viii. 27 Muhammad Ismail, Bunga Rampai Pemikiran Islam (Jakarta: Gema Insani Pers, 1998).

dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat pemerintah atau partai. Komunisme merupakan salah satu contohnya. Ideologi dapat digolongkan sebagai ideologi pragmatis ketika ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsip-prinsipnya saja). Dalam hal ini, ideologi itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan beragama dan sistem politik. Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh ideologi pragmatis. Suatu ideologi untuk dapat terus bertahan ditengah tuntutan aspirasi masyarakat dan perkembangan modernitas dunia, setidaknya harus memiliki tiga dimensi: realita, idealisme dan fleksibilitas. Ditinjau dari dimensi realitas, ideologi itu mengandung makna bahwa nilainilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup di dalam masyarakat, terutama waktu ideologi tersebut lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. Dilihat dari segi idealisme, suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan terakhir dimensi fleksibilitas, artinya perlu ada perkembangan dari ideologi itu untuk mengikuti perkembangan pemikiran baru tanpa kehilangan nilai dasar atau hakikat dari ideologi tersebut. Dimensi fleksibilitas ini hanya mungkin dimiliki secara wajar dan sehat oleh suatu ideologi yang terbuka dan demokratis. Apakah Pancasila sudah memenuhinya ? Ideologi Besar Dunia Liberalisme. Mempunyai ciri-ciri: pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik. Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat mandiri dalam mengambil keputusan. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintah dijalankan sedemikian rupa sehingga penyelewengan dapat dicegah. Kelima, suatu masyarakat dikatakan bahagia, jika individunya bahagia. Paham ini dianut oleh Inggris dan koloninya termasuk Amerika. Konservatisme. Ditandai dengan gejala-gejala: pertama, masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat harus memiliki struktur (tata) yang stabil hingga setiap orang mengetahui bagaimana cara dia berinteraksi dengan orang lain. Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang stabil, perlu dibentuk pemerintahan yang memiliki kekuasaan yang mengikat tapi bertanggung jawab. Paham ini memandang pengaturan yang tepat atas pemerintahan akan menjamin perlakuan yang sma terhadap setiap orang. Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Sosialisme dan Komunisme. Sosialisme merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan eksesnya. Awal sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad ke sembilan belas dikenal sebagai sosialisme utopia. Sosialisme ini lebih didasari pada pandangan kemanusiaan (humanitarian) dan meyakini kesempurnaan watak manusia. Penganut paham ini berharap dapat menciptakan masyarakat sosialis dengan penuh argumentasi dan kejelasan, bukan dengan cara revolusi dan kekerasan sebagaimana komunisme. Perbedaan utama dua ideologi ini terletak pada sarana yang digunakan untuk mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis lebih luwes dalam berjuang dan pemberdayaan buruh secara bertahap dan bersedia berperan serta dalam pemerintahan yang belum sepenuhnya sosialis. Sedang komunisme menekankan cara revolusi dan 17

pemerintahan mesti dalam bentuk diktator proletariat walau dalam masa transisi. Fasisme. Ideologi ini merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan simbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara. Hal itu, akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin yang kharismatis sebagai simbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat. Dukungan massa yang fanatik ini berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang (Kaisar), Italia (Mussolini) dan Spanyol. Dewasa ini, pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) di negara maju, seperti Skin Head dan Ku Kluk Klan di Amerika Serikat yang berusaha mempertahankan supremasi kulit putih.28 Ideologi dunia demikian beragam. Manakah yang benar? Apakah semua ideologi menjamin terciptanya tatanan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, seperti yang didambakan oleh setiap anak Adam? Apakah Islam dapat dijadikan ideologi? Sebuah pertanyaan untuk kita semua. Islam Sebagai Ideologi Konsep universalitas Islam (syumuliyah) membuatnya jauh lebih besar dari sekedar lembaga agama ataupun sekedar semangat spiritual pemeluknya. Ia adalah cara hidup total yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Islam merupakan kesatuan organik dengan pemeluknya. Sebagai sebuah ideologi, Islam telah menjadi sumber inspirasi bagi para penganutnya, terutama saat menghadapi realitas. Ia tidak hanya sekedar sebagai alat untuk merubah atau mempertahankan tatanan sosial, tetapi juga sekaligus menjadi alat analisis terhadap berbagai fakta sosial. Pada sisi lain, Islam senantiasa mendorong pemeluknya untuk secara terus menerus merealisasikan doktrin keagamaannya dan menganggap realisasi doktrin tersebut sebagai konsekuensi iman. Dalam Islam, iman adalah sebuah keyakinan yang mengandung konsekuensi tindakan (al-imanu huwa al-tashdiqu bi al-qalb, wa al-iqraru bi al-lisan wa al-amalu bi alarkan iman adalah pembenaran dalam hati, pengikraran secara lisan dan penunaian serta pembuktian dengan tindakan dan perbuatan). Islam bermakna menyerahkan diri (aslama) pada Allah swt secara penuh hingga membebaskannya dari berbagai macam belenggu kehidupan yang memasung dan merenggut kebebasannya. Ia adalah agama Allah yang terakhir yang dibawa oleh Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia. Islam merupakan agama sempurna yang diridhai Allah (Qs. Al-Maaidah: 3) yang mampu membebaskan manusia dari berbagai belenggu kehidupan, dan mengantarkan manusia untuk hidup penuh damai dan kebahagiaan. Di wilayah inilah, Islam berposisi sebagai ideologi hidup seorang muslim. Arus ini memahami agama Islam bukan sekedar sebagai keyakinan agama (aqidah diniyyah), tetapi ia adalah aturan sosial (qanuun ijtimaiyyah), petunjuk spiritual (hidayah ruuhiyah) dan ikatan sosial politik (rabithah ijtimaiyah siyasiyah). Ideologi KAMMI Inti dari Islam adalah tauhid (laa ilaaha illalLah Muhammadan rasuululLah), memurnikan penyembahan dan peribadatan hanya untuk Allah swt. Implikasi konkritnya bagi KAMMI merupakan gerakan tauhid dengan dua makna dasarnya: (1) pembebasan (liberation) manusia dari berbagai jenis penyembahan dan mengembalikannya pada tempatnya yang haq: Allah SWT. (2) deklarasi (declaration) tata sosial masyarakat Islami sebagai antitesis tata sosial materialisme jahiliyyah. Dalam Paradigma Gerakan KAMMI, poin pertama disebutkan bahwa KAMMI adalah Gerakan Dawah Tauhid, syarah yang diberikan adalah sebagai berikut: a) Gerakan Dawah Tauhid adalah gerakan pembebasan manusia dari
28 Deden Faturohman dan Wawan Sobari, Pengantar Ilmu Politik (Malang: UMM Press, 2002), hlm 43-59.

berbagai bentuk penghambaannya terhadap materi, nalar, dan sesama manusia, dan mengembalikannya pada tempatnya yang sesungguhnya: Allah swt. b) Gerakan Dawah Tauhid merupakan gerakan yang menyerukan deklarasi tata peradaban kemanusiaan yang berdasar pada nilai-nilai universal wahyu ketuhanan (illahiyyah) yang mewujudkan Islam sebagai rahmat semesta (rahmatan lil alamin). c) Gerakan Dawah Tauhid adalah gerakan perjuangan berkelanjutan untuk menegakkan nilai kebaikan universal dan meruntuhkan tirani kemungkaran (amar maruh nahi munkar)29 Di titik ini, akan sangat berkesesuaian dengan Prinsip Gerakan KAMMI30, yang terdiri dari enam point: a) Kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI b) Kebathilan adalah musuh abadi KAMMI c) Solusi Islam adalah tawaran perjuangan KAMMI d) Perbaikan adalah tradisi perjungan KAMMI e) Kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI f) Persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI Khatimah Ideologi adalah cara pandang, cara gerak dan aplikasi tindakan. Ideologi bukan hanya wacana atau bahan diskusi yg tersembunyi di puncak menara gading intelektual. Ideologi adalah perbuatan nyata. Karena itu, Kredo Gerakan KAMMI mengikrarkan diri: Kami adalah orang-orang yang senantiasa menyiapkan diri untuk masa depan Islam. Kami bukanlah orang yang suka berleha-leha, minimalis dan loyo. Kami senantiasa bertebaran di dalam kehidupan, melakukan eksperimen yang terencana, dan kami adalah orang-orang progressif yang bebas dari kejumudan, karena kami memandang bahwa kehidupan ini adalah tempat untuk belajar agar kami dan para penerus kami menjadi perebut kemenangan yang hanya akan kami persembahkan untuk Islam.31

29 Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) KAMMI 2004-2006, Bab II Pasal 7 Ayat 1. 30 Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) KAMMI 2004-2006, Bab II Pasal 5. 31 Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) KAMMI 2004-2006, Bab II Pasal 4 Ayat e.

19

01_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Menolak segala bentuk ide dan pemikiran yang bertentangan dengan Islam Materi : Ghazwul Fikri, Aqidah Referensi : Wajah Peradaban Barat, Adian Husaini; Islam dan Sekularisme, M Naquib Al Attas; Kuliah Tauhid, Imaduddin Abdurrohim Ad Dinul Islam, Minadz Dzulumati Illa Nuur Islam segala ajaran adalah sesuatu yang tidak bisa dicampurkan satu dengan yang lainnya, karena Islam adalah panduan dan sistem kehidupan yang diturunkan oleh Allah untuk memandu kehidupan umat manusia dan seluruh jagat alam raya ini. Mengapa kita akhirnya yakin kepada Islam? karena secara akal kita mengakui kebenarannya dan secara perasaan kita merasakan kebenarannya.Dapat kita lihat bagaimana Al Quran dapat menjelaskan berbagai fenomena alam yang baru dapat diketahui kebenarannya pada abad ke-20. Seperti adanya hakikat penciptaan langit dan bumi, berdirinya langit tanpa tiang, terpisahnya dua samudera air tawar dan air asin, sensitivitas kulit manusia dan berbagai keajaiban alam lainnya. Dalam konteks shirah kita dapat melihat bagaimana dinul Islam dapat mengubah sebuah masyarakat yang tidak tidak beradab, yang memperbudak satu manusia dengan manusia lainnya karena alasan warna kulit, keturunan dan harta. Masyarakat yang tidak menjaga kehormatan para wanitanya dengan adat perkawinan yang begitu merendahkan, para istri dapat diwariskan dari bapak kepada anak laki-lakinya. Masyarakat yang begitu bodoh dan kejamnya mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan yang baru saja lahir. Masyarakat yang terlena dan memuja patung-patung semu yang bahkan tidak dapat bergerak,berbicara dan membela dirinya sendiri. Masyarakat yang terikat oleh ikatan ashobiyah darah kesukuan yang bisa saling berperang dan membunuh karena persaingan diantara mereka sendiri. Dalam konteks masyarakat seperti inilah Islam hadir mengisi relung-relung jiwa dan mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat muslim yang memasrahkan dirinya kepada Allah SWT. Ketika kita meyakini kebenaran Islam sebagai kebenaran yang hakiki dan tiada lagi kebenaran pada yang din yang lain, kita akan bertanya-tanya apa pula kebenaran itu? Kebenaran adalah sebuah informasi akan sesuatu yang tingkat validitasnya mencapai seratus persen, absolut, mutlak dan tidak ada keraguan, relativitas disana. Sekarang siapa yang memiliki klaim akan kebenaran itu sendiri, yang memiliki hak mutlaq tentu hanya Allah SWT, karena Dia-lah yang menciptakan seluruh hakikat dari kebenaran ini. Allah yang menciptakan langit, bumi, matahari, bulan, manusia, hewan, tumbuhan, waktu, alam raya beserta isinya. Mengapa Allah? Karena kita sampai pada kesimpulan tidak dapat membuktikan bahwa alam semesta ini berdiri dengan sendirinya, sangat tidak masuk di akal!bagaimana mungkin alam semesta ini yang sedemikian kompleks dapat terbentuk dengan sendirinya, apakah kita dapat percaya jika objek sederhana seperti bangku saja dapat terbentuk dengan sendirinya, secara tibatiba balok-balok kayu menyusun dirinya sendiri menjadi bangku yang memiliki bentuk yang khas? Jikalau bangku saja memiliki arsitek yang merancangnya, yang merencanakan pembuatan bangku, memotong kayunya, merancang dan menyatukannya menjadi sebuah bentuk bangku apalagi alam semesta ini yang tentu saja memiliki arsiteknya yaitu Allah SWT sang pencipta. Ada yang mengatakan Islam tidaklah universal,itu hanya agama bangsa Arab saja. Islam tidak bisa diterapkan di tempat lain dan lain sebagainya. Ketika kita menyadari betul proses transformasi sosial-transendental yang terjadi pada masyarakat Arab jahiliyah kita akan menyadari bahwa agama ini adalah sebuah

agama yang universal dimana hakikat kebenarannya akan diakui oleh seluruh budaya, adat maupun bangsa yang terdapat di dunia ini. Proses yang terjadi di dalam masyarakat Arab jahiliyah adalah proses Islamisasi dan purifikasi konsepkonsep nilai yang telah tercemar oleh adat tradisi (dimana adat tadisi itu dibentuk oleh asumsi-asumsi masyarakat itu sendiri) digantikan dengan pemahaman Ilahiyah yang ditransmisikan melalui wahyu Allah dengan perantara Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana Islam mengubah pemaknaan akan kata Allah yang sama sekali berbeda pada masa jahiliyah. Makna Allah pada masa jahiliyah adalah sebuah bentuk tertinggi ketuhanan yang dia tidak berdiri sendiri, memiliki banyak perantara-perantara agar manusia dapat berkomunikasi dengannya, dan menjadikan para malaikat sebagai banaat-banaat atau anak-anak perempuan Allah. Sungguh sebuah pemahaman yang sangat melenceng jauh dari apa yang telah diajarkan oleh Nabiyullah Ibrahim AS yang mengajarkan millah yang lurus mengenai ketauhidan Allah SWT. Islam datang kemudian kembali memurnikan hal tersebut bahwa Allah adalah suatu Zat Tunggal yang tidak membutuhkan sesuatu di luar Diri-Nya, yang tidak membutuhkan perantara-perantara, Yang Maha Tunggal lagi Maha Mengetahui dan seluruh kekuasaan berada pada-Nya. Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan, Allahu al Awwalu wal Akhiru... Bagaimana Islam mengubah pemaknaan akan ukhuwwah yang pada awalnya ukhuwwah ini dimaknai sebagai ikatan persaudaraan, keterikatan akibat adanya hubungan darah, keluarga, perkawinan, kesukuan yang akhirnya akan menjebak manusia pada pemahaman sempit akan ke-ashobiyahan. Manusia akan terjebak dalam dimensi identitas yang sempit yang akan menjebak jiwanya dan membuat mereka terkungkung dalam kesempitan tersebut. Islam hadir dan memaknai ulang akan makna ukhuwwah yang membebaskan manusia dari keterkungkungan. Ukhuwwah dimaknai sebagai keterikatan antar insan yang disandarkan kepada ketahuidan dan aqidah Islamiyah dimana kita meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Tunggal dan Muhammad adalah utusan-Nya yang menyampaikan seluruh firman-firman Nya. Bagaimana Islam mengubah makna akan arti kata karamah atau kemuliaan yang dimana pada sebelumnya bangsa Arab Jahiliyah memandang kemuliaan adalah berdasarkan harta kekayaan dan status sosial di masyarakat. Orang yang paling mulia menurut pandangan jahiliyah adalah orang yang paling banyak hartanya, paling tinggi kedudukannya di masyarakat. Ketika Islam datang pandangan yang keliru tersebut diubah dan ditansformasikan ke dalam pemahaman yang lebih baik dimana kemuliaan seseorang tidak dinilai dari harta kekayaan atau kedudukan sosialnya tetapi dilihat dari keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Karamah disini tidak lagi diukur melalui sudut pandang sosial an sich tetapi dilihat melalui sudut pandang sosial-transedental yang menggabungkan dua dimensi yaitu dimensi ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan adanya perubahan nilai-nilai yang Islam bawa dalam masyarakat Arab Jahiliyah, kita menyadari betul bahwa Islam adalah agama transformatif dimana Islam hadir bukan untuk membenarkan tradisi tetapi datang dengan sebuah kebenaran Ilahiyah dan mentradisikan kebenaran itu di dalam kehidupan manusia. Sehingga salahlah asumsi yang mengatakan bahwa Islam adalah sama dengan budaya Arab, milik orang Arab dan bukan agama universal sehingga kebenaran Islam tidak mutlak, karena hanya berlaku untuk orang Arab saja. Kesimpulan yang bisa kita dapatkan adalah Islam adalah sebuah kebenaran transendental yang hadir di dunia yang tidak terbatasi oleh satu budaya tertentu dan bersifat universal karena sifatnya yang mutlak dan transformatif, Islam itu mengubah realitas dan bukannya tunduk pada realitas. Sehingga dakwah Islam akan terus berjalan sampai pada akhirnya seluruh dunia telah ternaungi oleh cahaya Islam seluruhnya... 21

02_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami siroh nabawiyah, memahami hakekat dan tujuan dakwah Islamiyah Materi : Mengenal Pribadi Rasulullah, Sejarah Gerakan dakwah Referensi : Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam; Manhaj Haroki, Syaikh Munir Muhammad Ghadhban; Petunjuk Jalan, Sayyid Quthb Ukhuwwah dalam Konteks Harakah Manhaj Haroki karangan Syaikh Munir Muhammad Ghadhban adalah sebuah kitab yang layaknya kitab perang yang membahas strategi pergerakan, dakwah dan jihad Rasulullah Muhammad SAW. Penulis akan mencoba mengambil salah satu bagian dalam manhaj haroki32 yaitu dalam bab Pembinaan Markas Yang Kokoh dengan latar belakang peristiwa hijrah. Al Ghadhban menilai permasalahan mendasar dari bangunan markas yang kuat adalah berdasarkan masyarakat yang kuat, dimana masyarakat akan menjadi basis utama dalam pembangunan sebuah gerakan. Al Ghadhban membagi pembinaan masyarakat kepada tiga garis besar pembinaan : a) Perjanjian Kesatuan antara Muhajirin dan Anshar, b) Persaudaraan perseorangan antara Muhajirin dan Anshar, c) Persaudaraan antara Muhajirin sendiri. Perjanjian kesatuan antara kaum Muhajirin dan Anshar memuat beberapa poin, yaitu : Kaum Muhajirin dan Anshar bertanggungjawab sendiri secara bersama dalam mengatasi soal ganti rugi, Kaum mukminin tidak boleh tinggal diam dalam membantu yang kekurangan dan utang, Kaum mukminin tidak boleh mengadakan perjanjian dengan budak orang mukmin yang lain tanpa izin majikannya Kaum mukminin harus bersatu dalam menentang segala kejahatan, permusuhan yang menimbulkan keresahan di kalangan kaum mukmin Bersatu dalam menindak pelanggaran meski dilakukan oleh anak atau keluarga sendiri Tidak boleh seorang mukmin membunuh orang mukmin karena orang kafir atau menolog orang kafir guna melemahkan orang mukmin Sesama muslim adalah bersaudara, lebih daripada lainnya Kaum muslimin tidak boleh menyerah dalam peperangan di jalan Allah, kecuali atas pertimbangan yang adil diantara mereka Bila seorang mukmin membunuh saudaranya yang mukmin dengan sengaja, maka dia dituntut sesuai sesuai dengan kesalahannya kecuali kalau walinya merelakan Kaum muhajirin dan Anshar menjadi satu umat kemudian diperkuat dengan dipersaudarakannya antara keduanya Penulis menilai apa yang dilakukan Rasulullah adalah mencoba membuat rules yang jelas dalam konteks persaudaraan Anshar dan Muhajirin. Persaudaran ini berdimensi sosial, ekonomi, politik dan transendensi sekaligus. Beberapa kesepakatan pertahanan strategis telah dibangun Rasulullah dengan adanya persaudaraan ini dimana kaum mukminin harus bersatu dalam menentang kejahatan, peperangan, permasalahan ekonomi. Apa yang dilakukan Rasulullah saat itu adalah upaya brilian dalam upaya pencegahan konflik horisontal antara kaum Muhajirin dan Anshar. Bayangkan sebuah komunitas yang di dalamnya terjadi perbedaan etnisitas dan tingkat kemakmuran, apalgi terjadi dalam konteks
32 Syaikh Munir Muhammad Ghadhban, Manhaj Haroki, Pustaka Mantiq, Solo, 1994

23

pengungsian. Seperti yang kita lihat saat ini masalah pengungsian terutama adalah salah satu realitas sosial yang cenderung menghasilkan konflik. Rasulullah dapat mengubah potensi konflik tersebut menjadi sebuah ikatan sosial, ekonomi, politik, militer di bawah naungan ikatan keimanan dan menjadi sebuah basis sosial yang luar biasa. Persaudaraan perseorangan antara Muhajirin dan Anshar dimaksudkan agar umat Islam dapat saling bekerja sama dan saling bahu membahu dalam perjuangan. Secara fungsional persaudaran ini juga berdimensi strategis dimana kaum Anshar adalah ahli dalam peternakan dan pertanian sedangkan golongan Muhajirin ahli dalam berdagang. Kita dapat melihat bagaimana konsepsi ukhuwwah yang berarti persaudaraan yang berlandaskan iman diwujudkan dengan sanagt baik dalam episode perjuangan kali ini. Diriwayatkan oleh Al Bukhari, bahwa ketika Muhajirin tiba di Madinah, maka Rasulullah langsung menyaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Saad bin Rabi. Lalu Saad berkata : Ya Abdurrahman aku paling kaya dari golongan Anshar, maka kau ambil separuh hartaku dan aku punya dua istri, kau boleh pilih salah satu yang kau senangi aku ceraikan agar kau kawin dengannya, bila telah habis masa iddahnya. Lantas Abdurrahman menjawab, Semoga Allah memberi berkat bagimu pada istri-istrimu dan harta-hartamu. Cukup kau tunjukkan di mana pasar kalian. Lalu ditunjukkan pasar Bani Qaynuqa (Yahudi). Dalam episode ini kita dapat melihat bagaimana kualitas iman seseorang pada masa itu, seorang mukmin yang berada dalam posisi memiliki kemakmuran tidak berat hati untuk mengorbankan hartanya kepada saudaranya. Begitu juga seorang mukmin yang berada dalam posisi miskin tidak merasa bergantung kepada manusia dan ingin berusaha dan mencari makan dengan tangannya dan daya upayanya sendiri. Seorang mukmin dibuktikan dalam episode ini tidak terlena dengan harta dunia dan memiliki daya independensi tinggi dan hanya menggantungkan hidupnya kepada Allah SWT. Seandainya saja Abdurrahman bin Auf menerima tawaran Saad tentu akan akan mudah sekali bagi Abdurrahman mencapai kenyamanan hidup, harta disediakan istri dicarikan tetapi Abdurrahman menolak hal tersebut dan tetap berusaha dengan tangannya sendiri seraya berharap kepada Allah SWT. Persaudaraan antara kaum muhajirin sendiri dimaksudkan agar kaum yang kuat dapat mengangkat kaum yang lemah. Sebagaimana Rasulullah mempersaudarakan istrinya yang mulia dengan Ali bin Abi Thalib, anak pamannya sendiri. Kemudian menyaudarakan antara Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Rasulullah dengan Zaid bin Haritsah, anak angkatnya (bekas budak) tanpa membedakan garis keturunan karena disandarkan pada ketaqwaan semata. Dalam hal ini apa yang dilakukan Rasulullah adalah untuk mengikis status-status sosial jahiliyah yang mengutamakan hierarkis dalam status sosial. Bagaimana seorang bangsawan Quraisy seperti Hamzah disaudarakan dengan mantan budak seperti Zaid, tentu saja ini membuktikan bahwa Islam tidak mengenal tingkatantingkatan dalam kedudukan manusia, semua manusia itu sama dihadapa Allah SWT yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya adalah ketaqwaannya kepada Allah SWT...

03_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Mengetahui dasar politik Islam, memahami pandangan Islam tentang politik, mengenal dasar politik Islam Materi : Politik Islam Referensi : Manusia dan Kekhalifahan, Abu Ridha; Karakteristik Politik Islam, Abu Ridha; Siyasah Syariah, Ibnu Taimiyah; Al Khilafah Wal Mulk, al Maududi Siyasah Syariyah : Karakter Politik Islam Penulis berangkat dari istilah siasah dimana pendekatan makna dari siasah ini lebih dekat kepada makna pelayanan dibandingkan makna kekuasaan. Siasah berasal dari istilah yang populer pada masa Rasulullah SAW yaitu istilah siyasatu al faras, kata siasah yang dinisbatkan kepada pengurusan dan pelayanan seekor kuda. Sehingga paradigma yang coba dibangun dalam Islam adalah politik Islam yang berorientasi pada pelayanan. Makna siasah Islam juga dapat dilihat dari konteks berorientasi pelayanan dimana dalam bahasa arab kata imam atau amir berarti seseorang yang ada di depan atau memerintah dan sekaligus menjadi orang yang ada di belakang atau diperintah. Sebab kata benda fail kadang kadang juga berarti maful, oleh karena itu Imam Ibnu Taimiyah mengartikan firman Allah Dan jadikanlah kami imam bagi orang orang-orang yang bertakwa, menjadi Dan jadikanlah kami mamum bagi orang-orang yang bertakwa. Penulis mencoba mengangkat lima karakter utama dari Siasah Islam yang disarikan dari buku Karakteristik Politik Islam karya Ustadz Abu Ridha33, diantaranya adalah : a) Rabbaniyah, b) Syariyah, c) Adil, d) Moderat (Wasathiyah) dan e) Memerdekakan. Rabbaniyah, berarti seluruh aktivitas siasah mengacu kepada hukum atau nilai-nilai yang berasal dari Allah SWT dan keteladanan Rasulullah SAW, maka semua konsepsi dan penerapan siasah Islam mengacu kepada sumber-sumber rabbaniyah. Kita dapat melihat perjuangan Rasulullah yang memiliki karakteristik rabbaniyah, dimana tergambar dalam doa Rasulullah ketika hendak berhijrah ke Yastrib beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk berdoa, Dan katakanlah : Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. (QS Al Isra : 80). Dalam doa tersebut Imaduddin Khalil menilai ketidakterpisahan antara masyiah (kehendak) Allah dan iradah basyariyah (upaya manusia), ketidakterpisahan antara nilai-nilai Ilahiyah dan upaya menerapkannya di dalam kehidupan. Syariyah, yang berarti semua penerapan kekuasaan siasah harus memperoleh legalitas syariah. Dimana syariah menjadi dasar legalitas terhadap seluruh tingkah laku dan posisi manusia di dalam kehidupan. Secara dasar pengambilan kebijakan siasah Islam berada di dalam ranah inisiasi yang terbuka yaitu dalam lapangan ijtihad (pemikiran analogis perseorangan) dan ijma (konsesus kolektif) tetapi harus tetap berada dalam koridor syariah. Siasah Islam menjadikan syariah sebagai kerangka utama dan penentu bagi gerak perilaku seorang muslim maka peraturan yang berada ddalam Kitabullah menjadi dasar konstitusi dan perilaku siasah setiap muslim. Al Mawardi menyatakan syariah memiliki posisi menentukan sebagai sumber legitimasi terhadap realitas kekuasaan dimana ia memadukan antara realitas kekuasaan dan identitas siasah, agama menjadi ukuran justifikasi kepantasan atau kepatutan siasah yang menyebabkan ia berhak menjalankan kekuasaan. Adil, menurut salafu as-shalih keadilan ialah meletakkan sesuatu di tempatnya tanpa melampaui batas.Setinggi-tinggi derajat keadilan adalah keadilan akidah dalam mengakui keesaan Allah SWT, hak-Nya untuk disembah
33 Abu Ridha, Karakteristik Politik Islam, Syaamil Cipta Media, Bandung, 2004

25

bukan ditentang, disyukuri bukan diingkari, diingat bukan dilupakan. Beberapa landasan dalil yang memerintahkan manusia agar berlaku adil adalah : Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa buktibukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.... (QS Al Hadid : 25), Janganlah kamu terpengaruh oleh keadaan suatu kaum sehingga kamu tidak berlaku adil, Berbuat adillah, itulah yang lebih dekat kepada takwa. (QS Al Maidah : 8). Ibnu Taimiyah menyatakan, Keadilan adalah sistem dari segala sesuatu. Apabila urusan dunia ditangani secara adil maka dunia akan tegak berdiri, walaupun yang menerapkannya orang yang tidak mendapatkan kebahagiaan di akhirat, Dan apabila urusan dunia tidak ditangani dengan keadilan maka dunia tidak akan pernah tegak meskipun yang menanganinya seseorang yang memiliki keimanan. Wasathiyah, sebuah karakteristik khas yang dimiliki oleh Islam sebagai agama yang universal, untuk seluruh alam.Dr Imarah menjelaskan, makna dari wasathiyah adalah kebenaran di tengah dua kebathilan, keadilan di tengah dua kezaliman, tengah-tengah di antara dua ekstremitas. Dalam siasah Islam perhatian kepada kepada kepentingan kesejahteraan manusia yang bersifat jasadi (material) sama dengan perhatiannya kepada kepentingan kesejahteraan manusia yang bersifat ruhi (spriritual), dalam pandangan Islam dua hal tersebut memiliki hak yang sama untuk ditunaikan secara proporsional. Refleksi kemoderatan Islam dapat dicermati melalui hadis-hadis berikut : Dari Abu Hurairah r.a.,dari Nabi Muhammad saw. Ia bersabda, Sesungguhnya agama ini mudah dan orang yang memberat-beratkan agama akan terkalahkan dengan sendirinya. Oleh karena itu bertindaklah tepat, dekatilah (ketepatan). Gembirakanlah, dan carikanlah pertolongan di waktu pagi, waktu tergeliincir matahari dan sedikit dari waktu sore. (HR Bukhari). Kita juga dapat menilai karakter wasathiyah ini di dalam Al Quran, Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS Al Isra : 29) Memerdekakan, siasah kemerdekaan dalam Islam bertujuan membebaskan manusia dari perbudakan fisik, pemikiran ataupun mentalitas. Kesaksian tauhid tidak ada Ilah yang patut disembah, selain Allah, adalah landasan siasah kemerdekaan yang sesungguhnya. Sebab kesaksian itu, menurut Dr. Imarah, mengandung pesan revolusi kebebasan manusia dari setiap bentuk thagut dan dari semua penuhanan selain kepada Allah SWT. Pada hakikatnya sasaran dakwah Islam adalah membebaskan dan memerdekakan, Kata-kata Ribi bin Amr yang diucapkan di hadapan panglima Rustum benar-benar mencerminkan missi dakwah Islam meujudkan kebebasan dan kemerdekaan dalam arti yang hakiki, : Aku datang diutus untuk membebaskan manusia dari penghambaan sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah semata, dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia akhirat dan dari tirani agama-agama menuju keadilan Islam.

04_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Mengetahui kaidah dan strategi dalam berdakwah, mengenal karakter obyek dakwah Materi : Fiqh Dakwah Referensi : Fiqh Dakwah, Jumah Amin Abdul Azis, Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, Jasiman LC Fiqh Dakwah : Rahasia Para Dai Terdapat beberapa makna dakwah secara bahasa dan istilah, yaitu : 1)AnNida : artinya memanggil, 2) Ad-dua ila syaii : artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu, 3) Ad-dawat ila qadhiyat : artinya menegaskannya atau membelanya, 4) Ad-dua : artinya memohon dan meminta34. Secara terminologi dakwah berarti mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik hingga mereka meninggalkan thagut dan beriman kepada Allah, agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam35. Perintah berdakwah adalah seruan yang Allah perintahkan kepada manusia, Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Dan itulah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imran : 104). Terkadang permasalahan sesungguhnya dalam dakwah adalah bagaimana seni dalam menyampaikannya itu sendiri. Terkadang penolakan akan dakwah bukanlah dikarenakan oleh kontennya tetapi dikarenakan cara penyampaian para dai yang tidak diterima oleh madu dakwah sehingga substansi hakiki dari dakwah Islam tidak tersampaikan dengan baik. Terdapat beberapa prinsip dan kaidah berdakwah yang penulis sarikan dari buku Fiqh Dakwah karangan Ustadz Jumah Amin Abdul Azis, yaitu : 1) Memberi keteladanan sebelum berdakwah, 2) Mengikat hati sebelum menjelaskan, 3) Mengenalkan sebelum memberi beban, 4) Bertahap dalam pembebanan, 5) Memudahkan bukan menyulitkan, dan 6) Yang pokok sebelum yang cabang. Kaidah-kaidah ini menjadi rahasia para dai yang telah berjuang dalam menyampaikan risalah para nabi dan rasul. Semoga ini bermanfaat bagi para kader KAMMI yang akan berjuang di ranah dakwahnya masing-masing. Memberi keteladanan sebelum berdakwah, Seorang anak harus memperoleh teladan yang baik dalam keluarganya, agar nilai-nilai Islam dapat meresap sejak masa kanak-kanak sehingga pribadinya menjadi pribadi yang mulia. Begitu juga dengan madu dakwah harus memperoleh keteladanan dari dai karena tiada berguna perkataan yang tidak selaras dengan perbuatan. Kita dapat melihat perumpaan seorang dai yang tidak mengamalkan apa yang didakwahkannya layaknya lilin yang menerangi manusia dalam kegelapan tetapi dia sendiri habis terbakar. Al Quran juga mengingatkan para dai agar tetap selaras baik dalam perkataan dan perbuatan, Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Kitab?Maka tidakkah kamu berpikir? (QS Al Baqarah : 44). Mengikat hati sebelum menjelaskan, jiwa manusia itu cenderung berbuat kesalahan dan menentang kebenaran, terutama jika tidak mendapatkan nasihat dalam waktu yang lama sehingga hati menjadi keras. Dalam kondisi seperti itu sentuhlah manusia dengan lemah lembut, ketahuilah tabiat jiwa dan pintu hatinya karena engkau tidak sedang berhadapan dengan batu yang keras ataupun malaikat yang mulia tetapi engkau sedang menemui manusia yang memiliki
34 Jumah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah, Era Intermedia, Solo, 2008 hal 24 35 Jasiman LC, Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, Auliya Press, Solo, 2005 hal 310

27

tabiat menerima dan menolak, ada kecendrungan baik dan buruk, Allah berfirman, Demi jiwa (manusia) serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS Asy Syams : 7-8). Kemudian Allah mengilhamkan kepada para dai melalui firman-Nya, Serulah manusia kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan nasihat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik... (QS An Nahl : 125). Mengenalkan sebelum memberi beban, seorang dai tidak bisa mewajibkan manusia dengan apa yang ia bawa kecuali jika dia dapat membuat manusia puas dengan apa yang ia sampaikan. Untuk memuaskan manusia membutuhkan penyampaian yang baik, kata-kata yang mudah dimengerti, dan pemahaman yang jelas serta pengenalan terhadap dakwah sebelum memberikan beban berupa apapun, menyampaikan penjelasan sebelum melimpahkan tanggung jawab kepadanya. Al Quran diturunkan untuk mengenalkan manusia tentang empat persoalan sebelum memberikan beban kepada mereka, yaitu : 1) Mengenalkan tentang Rabb (Yang Menciptakan, Memberi Rezeki dan Memelihara) mereka, agar mereka beribadah kepada-Nya, 2) Mengenalkan akan diri mereka, agar mereka memahami hakikat keberadaan atau eksistensi mereka, 3) Mengenalkan tentang alam semesta, agar mereka menggunakan dan memakmurkannya, 4) Mengenalkan kepada mereka tentang akhir perjalanan hidup yang menanti-nanti mereka di akhirat Bertahap dalam pembebanan, prinsip tadarruj (bertahap) ini merupakan prinsip yang asasi dalam berdakwah hingga manusia memahami agama ini sesuai dengan kemampuan akalnya dan menerima dengan hatinya. Oleh karena itu seorang dai harus mendekati objek dakwah dari dari titik taraf pemahaman objek dakwah bukan dari titik pemahaman sang dai. Rasulullah bersabda, Kita sekalian para Nabi, diperintahkan untuk berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar akal mereka., Sahabat Ali juga berpendapat, Berbicaralah kepada manusia dengan pembicaraan yang mereka pahami dan tinggalkan apa-apa yang mereka ingkari. Inginkah kamu Allah dan Rasul-Nya didustakan? (HR Bukhari). Memudahkan bukan menyulitkan, Tugas pokok bagi para dai adalah memberi kemudahan kepada manusia diantaranya adalah dengan menjauhi sikap sok fasih (tafashuh) dan berlebihan dalam berbicara. Seorang dai hendaknya berbicara dengan sungguh-sungguh, sederhana serta menggunakan metode yang menarik karena pada dasarnya manusia itu tidak suka dengan orang yang sok hebat dan sok pintar. Sejenak kita mendengar apa yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, dari Rasulullah SAW bersabda, Permudahlah, jangan dipersulit, besarkan hati jangan membuat orang lari (HR Bukhari). Kita juga diingatkan oleh firman Allah, Allah menginginkan kemudahan bagi kamu, dan Dia tidak menginginkan kesulitan bagimu...(QS Al Baqarah : 185). Ini merupakan prinsip pokok dalam pembebanan akidah Islam secara keseluruhan. Bahwa pembebanan itu semuanya dipermudah, tidak ada yang dipersulit dan memberatkan. Yang pokok sebelum yang cabang, perbedaan pendapat di dalam masalah fiqih atau dalam masalah furu itu sesuatu yang niscaya terjadi. Karena landasan Islam terdiri dari ayat-ayat dan hadist-hadist yang mana akal kita berbeda dalam memahaminya. Dalam kondisi demikian seorang dai dapat mempergunakan kaidah yang diperkenalkan Hassan Al Banna, Nataawanu fi ma itafaqna alaihi wa yadziru badhuna badhan fi ma ikhtalafna fihi (Kita bekerja sama dalam halhal yang kita sepakati, dan saling memaafkan dalam hal-hal yang kita perselisihkan). Oleh karena itu, setiap kali mengawali dakwah, dimulai dengan yang pokok sebelum yang furu, hal-hal yang bersifat kuliyat (keseluruhan) sebelum yang juziyat (sebagian), yang ijmaly (global) sebelum yang tafhiliy (rinci). Dengan ini pemahaman seperti ini harapannya umat Islam tidak terjebak dalam kondisi saling menyalahkan dan melemahkan ukhuwwah islamiyah itu sendiri.

29

05_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami dinamika dunia harokah Islam, Materi : Mengenal Hizbut Tahrir Referensi : Menuju Jamaatul Muslimun, Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, MA; Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Herry Mohammad Dkk Mengenal Taqiyudin An Nabhani dan Hizbut Tahrir Profil Syekh Taqiyudin An-Nabhani Beliau adalah Syaikh Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Nama An Nabhani dinisbahkan kepada kabilah Bani Nabhan, satu kabilah Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim, wilayah Haifa, Palestina Utara. Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dilahirkan di daerah Ijzim pada tahun 1909. Beliau mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari ayah beliau sendiri, seorang syaikh yang faqih fid din. Ayah beliau seorang pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementerian Pendidikan Palestina.1 Ibu beliau juga menguasai beberapa cabang ilmu syariah, yang diperolehnya dari ayahnya, Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Beliau ini adalah seorang qadhi (hakim), penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah36. Syaikh Taqiyuddin menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syariah dari ayah dan kakek beliau, yang telah mengajarkan hafalan Al Qur'an sehingga beliau hafal Al Qur'an seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, beliau juga mendapatkan pendidikannya di sekolah-sekolah negeri ketika beliau bersekolah di sekolah dasar di daerah Ijzim. Kemudian beliau berpindah ke sebuah sekolah di Akka untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum beliau menamatkan sekolahnya di Akka, beliau telah bertolak ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di Al Azhar, guna mewujudkan dorongan kakeknya, Syaikh Yusuf An Nabhani. Syaikh Taqiyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di Tsanawiyah Al Azhar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama beliau meraih ijazah dengan predikat sangat memuaskan. Lalu beliau melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al Azhar. Di samping itu beliau banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiah di Al Azhar yang diikuti oleh syaikh-syaikh Al Azhar, semisal Syaikh Muhammad Al Hidhir Husain --rahimahullah-- seperti yang pernah disarankan oleh kakek beliau. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran lama Al Azhar membolehkannya. Syaikh Taqiyuddin An Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932. Pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya di Al Azhar Asy Syarif menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syaikh Al Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya37. Syaikh Taqiyuddin bekerja dalam bidang pengajaran syariah di kementerian pendidikan hingga tahun 1938. Pada tahun itu beliau beralih untuk beraktivitas di bidang peradilan syariah. Secara gradual beliau meniti karir di bidang peradilan syariah itu. Beliau memulainya dengan menjabat kepala sekretaris Mahkamah Haifa Pusat. Kemudian beliau naik jabatan menjabat asisten qadhi, kemudian menjabat qadhi Mahkamah Ramalah hingga tahun 1948. Pada tahun itu beliau keluar ke Syam akibat jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi. Pada tahun itu juga beliau kembali untuk menjabat qadhi Mahkamah Syariah al-Quds. Setelah itu, beliau diangkat menjadi qadhi di Mahkamah Banding Syariah (Mahkamah al36 Ihsan Samarah, Mafhum Al Adalah Al Ijtima'iyah fi Al Fikri Al Islami Al Mu'ashir, Biografi Singkat Syaikh Taqiyudin An Nabhani, Al Azhhar Press, Bogor, 2002 37 Ihsan Samarah, Mafhum Al Adalah Al Ijtima'iyah fi Al Fikri Al Islami Al Mu'ashir, Biografi Singkat Syaikh Taqiyudin An Nabhani, Al Azhhar Press, Bogor, 2002

Istinf asy-Syariyah) hingga tahun 1950. Kemudian beliau mengundurkan diri dan beralih untuk memberikan ceramah kepada para mahasiswa tingkat dua di Fakultas Ilmu Islam (Al-Kuliyah al-Ilmiyah al-Islmiyah) di Amman hingga tahun 195238. Syaikh Taqiyuddin Nabhani pernah bersentuhan dengan Ikhwanul Muslimin Yordania. Di dalam pertemuan-pertemuan ia sering memberikan ceramah dan memuji-muji Ikhwan serta pendirinya Imam Hassan Al-Banna. Tetapi tidak berapa lama ia mendirikan Hizib al-Tahrir dan dinyatakannya sebagai partai independen baik dalam pendirian atau dalam pandangan-pandangannya. Orang-orang moderat banyak yang mendukung dakwah Hizb ini antara lain Sayyid Quthb ketika berkunjung ke Quds pada tahun 1953. Dalam kunjungan tersebut dilakukan berbagai dialog dan ajakan menyatukan perjuangan. Tetapi Nabhani tetap pada sikapnya. Akhirnya Sayyid Quthb mengatakan Biarkan mereka. Mereka akan berhenti pada apa yang pernah dirintis Ikhwan.39 Sejarah Pendirian Hizbut Tahrir Hizbut Tahrir atau Hizb ut-Tahrir (Arab: , Inggris: Party of Liberation, Indonesia: Partai Pembebasan) awal bernama Partai Pembebasan Islam (hizb al-tahrir a]-islami) adalah partai politik berideologi Islamisme Sunni perintis paham Pan Islamisme (lihat Pan Arabisme), didirikan pada tahun 1952 di Jerusalem berdasarkan doktrin Sistim islam. Tagi al-Din al-Nabhani (1905-1978) atau di Indonesia dikenal dengan Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani seorang sufi, hakim pengadilan (Qadi) dan mantan aktivis organisasi Ikhwanul Muslimin yang kemudian menentang doktrin politik demokrasi Ikhwanul Muslimin terhadap konsep negara Mandat Britania atas Palestina. Hizbut Tahrir berprinsip dasar pada kebebasan yaitu terbebas dari doktrin-doktrin Islamisme yang lama serta menolak pemimpin yang dipilih berdasarkan sistim demokrasi termasuk pemilihan umum dengan melakukan propaganda bertujuan untuk menggabungkan semua negara Muslim untuk melebur ke dalam sebuah negara yaitu berdasarkan doktrin sistem Islam yang disebutnya sebagai Negara Islam atau unitariat kalifah40. Syaikh Taqiyuddin mulai mengkaji secara mendalam dan menaruh perhatian besar pada partai-partai, gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi yang tumbuh sejak abad keempat hijriah. Beliau mengkaji secara mendalam caracara, pemikiran-pemikiran dan sebab-sebab penyebarannya ataupun kegagalannya. Beliau mengkaji partai-partai itu karena kesadaran beliau akan wajib adanya kelompok islami yang beraktivitas mewujudkan kembali Khilafah. Setelah penghancuran Khilafah melalui tangan seorang penjahat Mustafa Kamal (Attaturk) kaum Muslim belum mampu mewujudkan kembali Khilafah meski ada banyak organisasi islami yang berjuang pada waktu itu. Ketika muncul negara Israel pada Mei 1948 di tanah Palestina, dan tampak kelemahan Arab di hadapan kelompok-kelompok kecil orang Yahudi anak asuh mandatori Inggris di Yordania, Mesir dan Irak; semua itu mempengaruhi/merangsang penginderaan Syaikh Taqiyuddin. Lalu Syaikh mulai mengkaji sebab-sebab hakiki yang dapat membangkitkan kaum Muslim. Beliau menuliskan hal itu di dua risalah yaitu Rislah al-Arab (Misi Arab) dan Inqdz Filishthn (Membebaskan Palestina); keduanya beliau keluarkan pada tahun 1950 M41. Pada saat beliau beralih beraktivitas di bidang peradilan, beliau mulai menjalin kontak dengan para ulama yang beliau kenal dan beliau jumpai saat bersama-sama di Mesir. Beliau mengajukan kepada mereka ide pendirian partai politik yang berlandaskan Islam untuk membangkitkan kaum Muslim dan
38 Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009 39 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2, <http://blog.re.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009 40 Hizbut Tahrir, <http://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_Tahrir>, diakses pada 1 Agustus 2009 41 Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009

31

mengembalikan kemuliaan dan keagungan mereka. Dalam upaya mengajukan ide tersebut, beliau berpindah-pindah di antara kota-kota di Palestina. Beliau mengajukan satu perkara yang telah mencapai kematangan dalam pemikiran beliau kepada pribadi-pribadi yang menonjol di antara para ulama dan pioner pemikiran. Untuk itu, beliau menyelenggarakan berbagai forum. Beliau mengumpulkan para ulama dari berbagai kota di seluruh penjuru Palestina. Pada forum-forum itu beliau berdiskusi dengan para ulama tentang metode kebangkitan yang sahih. Beliau banyak berdiskusi dengan para aktivis berbagai kelompok dan partai-partai politik, partai-partai nasionalis dan patriotis. Beliau menjelaskan kepada mereka kesalahan jalan mereka dan kemandulan aktivitas mereka. Beliau juga memaparkan banyak masalah politik dalam ceramah-ceramah beliau dalam berbagai acara keagamaan di Masjid al-Aqsha, Masjid Ibrahim alKhalil dan masjid-masjid lainnya. Dalam ceramah-ceramah itu, beliau menyerang sistem-sistem di Arab dengan mengatakan bahwa sistem-sistem itu adalah buatan para penjajah Barat dan sarana mereka untuk melanggengkan cengkeraman mereka terhadap negeri-negeri kaum Muslim. Di samping itu, beliau juga membongkar rencana-rencana politik negara-negara Barat. Beliau mengekspos niat busuk Barat untuk menentang Islam dan kaum Muslim. Beliau memahamkan kaum Muslim akan kewajiban mereka dan menyeru mereka untuk berpartai berlandaskan Islam. Syaikh Taqiyuddin pernah maju dan mencalonkan diri untuk menjadi anggota parlemen. Karena sikap beliau yang lurus, kegiatan politis dan aktivitas beliau yang penuh kesungguhan untuk mendirikan partai politik yang berideologi Islam, karena sikap beliau yang berpegang secara kuat pada Islam, serta karena intervensi negara terhadap hasil Pemilu, maka hasil Pemilu tidak berpihak pada kemenangan beliau.Kegiatan politik Syaikh Taqiyuddin tidak berhenti. Tekad beliau juga tidak padam. Beliau terus menjalin kontak dan berdiskusi sampai beliau mampu meyakinkan sejumlah orang para ulama, qadhi terkemuka, serta mereka yang memiliki politik dan pemikiran yang menonjol tentang pendirian partai politik berasaskan Islam. Lalu beliau mulai mengajukan kepada mereka kerangka kepartaian dan pemikiran-pemikiran yang mungkin dijadikan bekal tsaqfiyah bagi partai itu. Pemikiran-pemikiran beliau itu mendapatkan ridha dan penerimaan dari para ulama tersebut. Puncak aktivitas politik beliau adalah dengan mendirikan Hizbut Tahrir42. Syaikh mulai beraktivitas untuk membentuk partai di kota al-Quds. Pada saat itu beliau bekerja di Mahkamah al-Istinaf asy-Syariyah (Mahkamah Banding Syariah) di kota tersebut. Beliau menjalin kontak dengan beberapa tokoh di sana, di antaranya Syaikh Ahmad ad-Daur dari Qalqiliyah, Nimr al-Mishri dari al-Lad, Dawud Hamdan dari Ramalah, Syaikh Abdul Qadim Zallum dari kota al-Khalil, Dr. 'Adil an-Nablusi, Ghanim Abduh, Munir Syaqir, Syaikh Asad Bayoudh at-Tamimi, dan lain-lain. Pada awalnya, pertemuan di antara para pendiri Hizbut Tahrir itu berlangsung secara acak dan tidak teratur. Mayoritasnya dilakukan di al-Quds atau di al-Khalil. Pertemuan itu dilakukan untuk saling bertukar pendapat dan untuk menarik orang-orang baru. Diskusi yang berlangsung terfokus pada masalahmasalah keislaman yang mempengaruhi kebangkitan umat. Kondisi ini terus berlangsung seperti itu hingga akhir tahun 1952 M. Pada tanggal 17 November 1952 M, lima orang anggota pendiri Hizb menyampaikan permintaan resmi kepada Kementerian Dalam Negeri Yordania dengan maksud untuk mendapatkan izin pendirian partai politik43. Kelima orang itu adalah: 1. Taqiyuddin an-Nabhani, Pemimpin Partai. 2. Dawud Hamdan, Wakil Ketua merangkap Sekretaris Partai. 3. Ghanim Abduh, Bendahara Partai.
42 Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009 43 Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009

4. Dr. Adil an-Nablusi, anggota. 5. Munir Syaqir, anggota. Kemudian Hizb melengkapi syarat-syarat perundang-undangan yang dituntut oleh Undang-Undang Jamiyah Utsmani. Hizb berpusat di al-Quds. Hizb mulai menyampaikan informasi dan pemberitahuan sesuai dengan undangundang. Hizb menyampaikan penjelasan pendirian partainya kepada pemerintah dan melampirkan Anggaran Dasar Partai. Hizb juga menyiarkan status pendiriannya di Koran Ash-Sharh no. 176, tanggal 14 Maret 1952 M. Dengan semua itu, Hizbut Tahrir telah menjadi partai resmi menurut undang-undang terhitung sejak hari Sabtu 28 Jumada ats-Tsaniyah 1372 H, bertepatan tanggal 14 Maret 1953 M. Sejak saat itu Hizb memiliki wewenang untuk langsung melaksanakan kegiatan kepartaiannya dan berhak melaksanakan semua aktivitas kepartaian yang dinyatakan di dalam angaran dasarnya. Hal itu sesuai dengan Undang-undang Jamiyah Utsmani yang masih berlaku saat itu. Tahap-Tahap Operasional Dakwah Hizbut Tahrir44 1. Tahap Tatsqif, untuk melahirkan orang-orang yang meyakini fikrah Hizbut Tahrir dan metode Hizbut Tahrir dalam pembentukan kerangka gerakan. 2. Tahap Tafaul dengan umat, agar ia mampu untuk memikul dakwah sehingga ummat akan menjadikannya sebagai masalah utama dalam kehidupannya serta berusaha menerapkannya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. 3. Tahap pengambil-alihan kekuasaan yang selanjutnya menerapkan Islam secara utuh dan menyeluruh serta menyampaikan dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Tahap pertama, Pada saat itu Hizbut Tahrir telah melakukan kontak dengan anggota masyarakat menyampaikan konsep dan metode dakwahnya lewat perorangan. Bagi orang yang menerima fikrah dan thariqah Hizb pembinaannya diatur secara intensif dalam halaqah-halaqah Hizb hingga menyatu dgn ide-ide dan hukum-hukum Islam yang telah dijadikan sebagai pedoman dan kemudian menjadikannya seorang muslim yang mempunyai kepribadian Islam berinteraksi dengan Islam dan menghayatinya serta memiliki aqliyah dan nafsiyah Islamiyah, yang untuk selanjutnya bergerak mengemban dakwah kepada umat. Pada tahap ini perhatian Hizb dipusatkan kepada pembinaan kerangka gerakan memperbanyak pendukung dan pengikut serta mengkader para pengikutnya dalam halaqah-halaqah dengan tsaqafah Hizb yang terarah dan intensif sehingga pada akhirnya telah berhasil membentuk kelompok partai bersama-sama para pemuda yang telah menyatu dengan Islam yang menerima pemikiran-pemikiran Hizb kemudian berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran tersebut serta mengajak orang lain menuju pemikiran-pemikiran Hizb. Setelah Hizb berhasil membentuk suatu kelompok partai dan masyarakat mulai merasakannya serta mengenal Hizb beserta ide-ide dan apa yang ia anjurkan kepada masyarakat maka sampailah Hizb pada tahap yang kedua. Tahap kedua, Marhalatut-Tafaul yaitu berinteraksi dengan masyarakat untuk menyampaikan Islam kepada umat dan mendorongnya untuk memikul Islam membentuk kesadaran dan opini masyarakat atas dasar ide-ide dan hukum-hukum Islam yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Hizb hingga dijadikannya sebagai pemikiran ummat yang akan mendorongnya untuk berusaha mewujudkannya dalam kehidupan. Kemudian umat berjuang bersama-sama Hizb berusaha mendirikan Daulah Khilafah serta mengangkat seorang Khalifah untuk
44 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2, <http://blog.re.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009

33

melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Pada tahapan ini Hizb mulai beralih menyampaikan dakwah kepada masyarakat banyak dengan cara penyampaian yang bersifat kolektif. Pada saat itu Hizb melakukan kegiatan-kegiatan berikut ini45 : a. Tsaqafah murakkazah, melalui halaqah-halaqah yang diadakan secara individu dalam rangka mengembangkan kerangka Hizb untuk memperbanyak pendukung serta melahirkan kepribadian Islam di kalangan para pengikut dan anggota Hizb hingga mereka mampu mengemban dakwah Islam mengarungi medan kehidupan melalui pergolakan pemikiran dan perjuangan politik. b. Tsaqafah jamaiyah, yang disampaikan kepada umat Islam secara umum berlandaskan ide-ide dan hukum-hukum Islam yang telah dijadikan landasan Hizb sebagai materi pembinaan untuk umat. Ini dilakukan melalui pengajian-pengajian umum atau ceramah-ceramah di Masjid-masjid atau di balai-balai pertemuan gedung-gedung dan tempat-tempat umum juga melalui media massa buku-buku dan selebaran-selebaran untuk melahirkan kesadaran umat secara umum sekaligus berinteraksi dengan masyarakat. c. Asy-Syiraul fikri, yang disampaikan dalam rangka menentang kepercayaan/ideologi aturan dan pemikiran-pemikiran kufur. Menentang segala bentuk aqidah yang rusak pemikiran yang keliru persepsi yang salah dan tersesat dengan cara mengungkapkan kepalsuannya serta kekeliruannya dan pertentangannya dengan Islam. Sekaligus membersihkan umat dari segala bentuk pengaruh dan bekas-bekasnya. d. Al-Kifahus siyasi, yaitu berbentuk perjuangan menghadapi negara-negara kafir Imperialis yang menguasai negeri-negeri Islam. Menghadapi segala bentuk penjajahan baik itu yang berupa pemikiran politik ekonomi maupun militer dan mengungkapkan taktik dan strategi serta membongkar persekongkolan negara-negara kafir untuk membebaskan umat dari kekuatannya serta melepaskan umat dari segala bentuk pengaruh kekuasaannya. e. Menentang para penguasa di negeri-negeri Arab dan negeri-negeri Islam lainnya dan mengungkapkan kejahatan mereka serta mengadakan nasehat dan kritik. Sekaligus mencoba mengubah tingkah lakunya tiap kali mereka melahap hak-hak umat atau pada saat mereka tidak melaksanakan kewajibannya terhadap umat atau pada saat melalaikan salah satu urusan umat atau tiap kali mereka menyalahi hukum-hukum Islam. Dan berusaha untuk menghapuskan kekuasaannya kemudian menggantikannya dgn kekuasaan yang berlandaskan pada hukum-hukum Islam. Tahap ketiga, Thalabun Nushrah tatkala masyarakat telah apatis terhadap Hizb akibat hilangnya kepercayaan umat terhadap pemimpin-pemimpinnya dan tokoh-tokoh masyarakat yang pernah menjadi tumpuan harapan dan juga akibat keadaan yang teramat sulit yang sengaja dibuat oleh kaum Imperalis di Daerah Timur Tengah agar taktik Imperialisme mereka tetap berlangsung. Juga akibat dominasi kekuasaan dan sikap keras/kejam yang dilakukan oleh para penguasa untuk menindas rakyatnya penganiayaan yang teramat keras yang dilakukan oleh para penguasa terhadap Hizb anggota serta pengikutnya. Pada saat masyarakat menjadi apatis akibat semua keadaan ini maka Hizb mulai melakukan thalabunnushrah dari orang-orang yg mampu untuk dua tujuan, yaitu : a) Tujuan Himayah hingga mampu berjalan mengemban dakwah dalam keadaan yg aman, b) Mencari jalan untuk sampai pada tingkat pemerintahan untuk mendirikan Khilafah Islamiyah dan menerapkan Islam. Pada saat Hizb melakukan kegiatan thalabun45 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2, <http://blog.re.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009

nushrah seluruh kegiatan lainnya tetap dijalankan seperti pembinaan intensif dalam halaqah-halaqah pembinaan kolektif untuk seluruh umat, mengkonsentrasikan kegiatan hanya pada umat untuk ikut bertanggungjawab dalam memikul beban Islam, serta mewujudkan opini umum di kalangan umat. Begitu pula kegiatan lain seperti menentang negara-negara kafir Imperialis dan mengungkapkan taktik mereka serta membongkar persekongkolannya. Juga menentang para penguasa mengutamakan kepentingan umat dan memelihara urusannya46. Gagasan Khilafah Hizbut Tahrir Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh dunia Islam untuk memperkuat komunitas Muslim yang hidup secara islami dalam pikiran dan perbuatannya, dengan terikat pada hukum-hukum Islam dan menciptakan identitas Islam yang kuat. Hizbut Tahrir juga beraktivitas bersama-sama komunitas Muslim di Barat untuk mengingatkan mereka agar menyambut seruan perjuangan mengembalikan Khilafah dan menyatukan kembali umat Islam secara global. Hizbut Tahrir juga berupaya menjelaskan citra Islam yang positif kepada masyarakat Barat dan terlibat dalam dialog dengan para pemikir, pembuat kebijakan dan akademisi Barat. Yang menarik tentang khilafah ini, Taqiyudin an-Nabhani menyatakan: ...mengadakan banyak seminar tentang Khilafah, bukanlah jalan yang mengantarkan pada pembentukan Negara Islam. Upaya menyatukan negaranegara yang memerintah negeri-negeri Islam bukanlah sarana yang bisa membangun Negara Islam. Piagam atau deklarasi yang dikeluarkan berbagai muktamar bangsa-bangsa Islam, bukanlah bentuk perwujudan yang mampu menciptakan kehidupan yang Islami. Semua itu dan yang sejenisnya bukanlah jalan (thariqah). Itu adalah hiburan sesaat yang sedikit menyegarkan jiwa kaum Muslimin. Kemudian semangat muktamar itu lambat laun menjadi padam. Setelah itu duduk-duduk santai tanpa melakukan aktivitas yang nyata. Lebih dari itu semuanya adalah jalan yang bertentangan dengan thariqah Islam. Metode satusatunya untuk mendirikan negara Islam hanya dengan mengemban dakwah Islam dan berbuat nyata dalam mewujudkan kehidupan yang Islami. Hal ini menuntut menuntut satu kesatuan yang utuh. Karena umat Islam adalah satu. Mereka adalah kumpulan manusia yang dikumpulkan oleh aqidah yang satu. Dari situ sistem negara Islam memancar.47 Dengan konsep khilafahnya, Taqiyuddin menentang habis nasionalisme: Ikatan kebangsaan (nasionalisme) tumbuh di tengah-tengah masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup bersama dalam satu wilayah dan tidak beranjak dari situ...48 Ikatan nasionalisme (rabithah wathaniyah) ikatan yang rusak karena 3 hal: pertama, ikatan yang rendah karena tidak mampu mengikat satu manusia dengan yang lain menuju jalan kebangkitan. Kedua, ikatan reaksioner, yang selalu didsarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri. Juga ikatan ini sangat berpeluang berubah-ubah sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang langgeng antara manusia satu dengan yang lain. Ketiga, ikatan temporal, muncul saat membela diri karena datangnya ancaman. Dalam keadaan stabil, ikatan ini tidak muncul. Karena itu, ia tidak bisa dijadikan pengikat antara sesama manusia49. Referensi :
46 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2, <http://blog.re.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009 47 Kehebatan Nabhani, <http://dunia.pelajar-islam.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009 48 Kehebatan Nabhani, <http://dunia.pelajar-islam.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009 49 Kehebatan Nabhani, <http://dunia.pelajar-islam.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009

35

Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir MA, Menuju Jamaatul Muslimin : Telaah Sistem Jamaah Dalam Gerakan Islam, Robbani Press, Jakarta, 2001 Ihsan Samarah, Mafhum Al Adalah Al Ijtima'iyah fi Al Fikri Al Islami Al Mu'ashir, Biografi Singkat Syaikh Taqiyudin An Nabhani, Al Azhhar Press, Bogor, 2002 Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2, <http://blog.re.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009 Hizbut Tahrir, <http://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_Tahrir>, diakses pada 1 Agustus 2009

06_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami karakter para sahabat Rasulullah, memahami karakter para tokoh harokah Islamiyah Materi : Studi Tokoh-tokoh Islam Referensi : Karakteristik Perihidup Enampuluh Sahabat Rasulullah, Khalid Muh Khalid, Model Kepemimpinan Dalam Gerakan Islam, Musthafa Muhammad Thahhan, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Herry Mohammad Dkk Mohammad Natsir : Islam Sebagai Dasar Negara Indonesia Profil Natsir Mohammad Natsir dilahirkan di Alahan Panjang, Solok, Sumatera Barat pada tanggal 17 Juli 1908. Kedua orang tuanya berasal dari Maninjau. Ayahnya Idris Sutan Saripado adalah pegawai pemerintah dan pernah menjadi Asisten Demang di Bonjol. Natsir adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dia kemudian diangkat menjadi penghulu atau kepala suku Piliang dengan gelar Datuk Sinaro Panjang di Pasar Maninjau. Natsir pada mulanya sekolah di Sekolah Dasar pemerintah di Maninjau, kemudian HIS (Hollands Inlandsche School) di Solok pada 1916-1923. Natsir kemudian meneruskan studinya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang pada 1923-1927, seterusnya AMS (Algemene Middelbare School) di Bandung pada 1927-1930. Lulus dengan nilai tinggi, ia sebenarnya berhak melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum di Batavia, sesuai dengan keinginan orang tuanya, agar ia menjadi Meester in de Rechten, atau kuliah ekonomi di Rotterdam. Terbuka juga peluang Natsir untuk menjadi pegawai negeri dengan gaji tinggi50.Tetapi, semua peluang itu tidak diambil oleh Natsir, yang ketika itu sudah mulai tertarik kepada masalah-masalah Islam dan gerakan Islam. Natsir mengambil sebuah pilihan yang berani, dengan memasuki studi Islam di Persatuan Islam di bawah asuhan Ustad A. Hasan. Tahun 1931-1932, Natsir mengambil kursus guru diploma LO (Lager Onderwijs). Maka, tahun 1932-1942 Natsir dipercaya sebagai Direktur Pendidikan Islam (Pendis) Bandung51. Pendidikan agama mulanya diperoleh dari orang tuanya, kemudian ia masuk Madrasah Diniyah di Solok pada sore hari dan belajar mengaji Al Quran pada malam hari di surau. Pengetahuan agamanya bertambah dalam di Bandung ketika dia berguru kepada ustaz Abbas Hasan, tokoh Persatuan Islam di Bandung. Kepribadian A Hasan dan tokoh-tokoh lainnya yang hidup sederhana, rapi dalam bekerja, alim dan tajam argumentasinya dan berani mengemukakan pendapat tampaknya cukup berpengaruh pada kepribadian Natsir kemudian. Natsir mendalami Islam, bukan hanya mengenai teologi (tauhid), ilmu fiqih (syariah), tafsir dan hadis semata, tetapi juga filsafat, sejarah, kebudayaan dan politik Islam. Di samping itu ia juga belajar dari H. Agus Salim, Syekh Ahmad Soorkati, HOS Cokroaminoto dan A.M. Sangaji, tokoh-tokoh Islam terkemuka pada waktu itu, beberapa di antaranya adalah tokoh pembaharu Islam yang mengikuti pemikiran Mohammad Abduh di Mesir. Pengalaman ini semua memperkokoh keyakinan Natsir untuk berjuang dalam menegakkan agama Islam. Pengalaman organisasinya mulai ketika dia masuk Jong Islamieten Bond (JIB) di Padang. Di Bandung dia menjadi wakil ketua JIB pada 1929-1932, menjadi ketua Partai Islam Indonesia cabang Bandung, dan pada tahun empat puluhan menjadi anggota Majlis Islam Ala Indonesia (MIAI), cikal bakal partai Islam Masyumi (Majlis Syura
50 Mengenang Seabad Mohammad Natsir, Republika Online Kamis 5 Februari 2009, <http://www.republika.co.id>, diakses pada 22 April 2009 51 Mengenang Seabad Mohammad Natsir, Republika Online Kamis 5 Februari 2009, <http://www.republika.co.id>, diakses pada 22 April 2009

37

Muslimin Indonesia) yang kemudian dipimpinnya52. Natsir memegang sebagai Ketua Pimpinan Pusat Masyumi pada 1949, 1951, 1952, 1954 dan 1956. Natsir pernah menjadi Menteri Penerangan Kabinet Sjahrir I (3 Januari 1946 - 12 Maret 1946), Menteri Penerangan Kabinet (12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946), Menteri Penerangan Kabinet (2 Oktober 1946 27 Juni 1947), Menteri Penerangan Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949), dan Perdana Menteri Kabinet Natsir (6 September 1950 26 April 1951)53. Jasa Natsir dalam terbentuknya NKRI sangat besar. Pada 3 April 1950, sebagai anggota parlemen, Natsir mengajukan mosi dalam Sidang Parlemen RIS (Republik Indonesia Serikat). Mosi itulah yang dikenal sebagai Mosi Integral Natsir), yang memungkinkan bersatunya kembali 17 Negara Bagian ke dalam NKRI. Ketua Mahkamah Konstitusi, dalam sambutannya, juga menekankan jasa besar Natsir dalam soal NKRI ini, sehingga bangsa Indonesia sangat layak memberi penghargaan kepada Natsir. Selain itu, Natsir juga berulang kali duduk sebagai menteri dalam sejumlah kabinet54. Setelah Masyumi dibubarkan, Mohammad Natsir dengan kawan-kawannya tokoh-tokoh Islam Masyumimendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia pada 1967. Ketika berkiprah di Dewan Dakwah, Natsir melakukan pendidikan dai secara nasional dan sistematis, mendirikan perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam di luar IAIN, memelopori pendirian pesantren-pesantren di sekitar kampus-kampus umum, mengirimkan dai-dai sekolah ke Timur Tengah dan lain-lain55. Tahun 1957, Natsir menerima bintang Nichan Istikhar (Grand Gordon) dari Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasa-jasanya dalam membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Tahun 1980, Natsir juga menerima penghargaan internasional (Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah) atas jasa-jasanya di bidang pengkhidmatan kepada Islam untuk tahun 1400 Hijriah. Penghargaan serupa pernah diberikan kepada ulama besar India, Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi dan juga kepada ulama dan pemikir terkenal Abul Ala al-Maududi. Karena itulah, hingga akhir hayatnya, tahun 1993, Natsir masih menjabat sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami dan anggota Majlis Tasisi Rabithah Alam Islami56. Dasar Negara Indonesia Menurut Natsir Mohammad Natsir (1908-1993). Beliau berpendapat bahwa Islam ialah sumber penentangan setiap macam penjajahan, penentangan eksploitasi manusia atas manusia; sumber pemberantasan kebodohan, kejahilan; sumber pemberantasan pendewaan, juga sumber pemberantasan kemelaratan dan kemiskinan. Islam tidak memisahkan antara kegamaan dan kenegaraan. Islam itu adalah primair. Maka Islam itu adalah : ( al-din wa al-daulah) agama dan negara57. Menurut Lance Castle dan Herbert Feith dalam Indonesian Political Thinking: 1945-1965 , cita-cita politik Mohammad Natsir adalah58 : (1) membebaskan manusia dari segala bentuk supertisi (takhayul dan khaurafat), memerdekakannya dari segala rasa takut kecuali kepada Allah Sang Maha Pencipta serta memegang perintah-perintah-Nya agar kebebasan ruhani manusia dapat dimenangkan, (2) segala macam tirani harus dilenyapkan, eksploitasi manusia diakhiri, dan kemiskinan diberantas untuk mencapai maksud-maksud tersebut. Tirani dan eksploitasi manusia dilenyapkan bilamana penderitaan dan
52 Shofwan Karim, Muhammad Natsir (1908-1993), <http://shofwankarim.blogspot.com>, diakses pada 22 April 2009 53 Nuim Hidayat Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008, <http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009 54 Mengenang Seabad Mohammad Natsir, Republika Online Kamis 5 Februari 2009, <http://www.republika.co.id>, diakses pada 22 April 2009 55 Nuim Hidayat Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008, <http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009 56 Mengenang Seabad Mohammad Natsir, Republika Online Kamis 5 Februari 2009, <http://www.republika.co.id>, diakses pada 22 April 2009 57 Shofwan Karim, Mohammad Natsir : Cita Politik, <http://shofwankarim.blog.friendster.com>, diakses pada 22 April 2009 58 Shofwan Karim, Mohammad Natsir : Cita Politik, <http://shofwankarim.blog.friendster.com>, diakses pada 22 April 2009

penyakit masyarakat dapat dihilangkan, yang kesemuanya bersumber pada kemusyrikan dan kekufuran, (3) chauvinisme yang merupakan akar intoleransi dan permusuhan di antara manusia wajib diperangi. Secara demikian, kita semua wajib membangun masyarakat di mana martabat manusia diakui secara penuh, seluruh anggota masyarakat satu sama lain tolong-menolong dan menolak anggapan yang kuatlah yang menang (the survival of the fittest), (4) Natsir yakin bahwa Islam mengajarkan cita-cita politik yang sangat luhur, dan dalam kenyataan umat Islam Indonesia telah memperjuangkan cita-cita untuk membangun masyarakat yang bebas dari chauvinisme, tirani dan eksploitasi. Tauhid adalah modal perjuangan kaum Muslimin, (5) untuk mencapai tujuan politik tersebut di atas, konteks situasional dan kondisional yang dihadapi harus diperhatikan, berhubung caracara perjuangan harus selalu disesuaikan dengan tantangan dan masalah yang dihadapi. Bagi Natsir, agama (baca: Islam) tidak dapat dipisahkan dari negara. Ia menganggap bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian integral risalah Islam. Dinyatakannya pula bahwa kaum muslimin mempunyai falsafah hidup atau idiologi seperti kalangan Kristen, fasis, atau Komunis. Natsir lalu mengutip nash Alquran yang dianggap sebagai dasar ideologi Islam (yang artinya), Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku. (51: 56). Bertitik tolak dari dasar ideologi Islam ini, ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup seorang muslim di dunia ini hanyalah ingin menjadi hamba Allah agar mencapai kejayaan dunia dan akhirat kelak. (Muhammad Natsir, Capita Selekta, hlm. 436)59. Untuk mencapai predikat hamba Allah tersebut, Allah memberikan aturan kepada manusia. Aturan atau cara kita berlaku berhubungan dengan Tuhan yang menjadikan kita dan cara kita yang berlaku berhubungan dengan sesama manusia. Di antara aturan-aturan dan cara kita yang berlaku berhubungan dengan sesama manusia. Di antara aturan-aturan yang berhubungan dengan muamalah sesama makhluk itu, ada diberikan garis-garis besarnya seseorang terhadap masyarakat, dan hak serta kewajipan masyarakat terhadap diri seseorang. Yang akhir ini tak lebih-tak kurang, ialah yang dinamakan orang sekarang dengan urusan kenegaraan. (Muhammad Natsir, Capita Selekta, hlm. 436)60. Komitmen Natsir sebagai ideolog dakwah Islam ditunjukkannya Dalam pidatonya di Dewan Konstituante pada 12 November 1957 dengan judul Islam Sebagai Dasar Negara. Natsir mengatakan bahwa faham sekulerisme mengandung bahaya-bahaya. Sekulerisme adalah suatu pandangan hidup, opiniopini, tujuan-tujuan dan sifat-sifat yang dibatasi oleh batas-batas keberadaan duniawi. Kata Natsir: Meskipun mungkin pada suatu saat kaum sekuleris itu mengakui keberadaan Tuhan, di dalam kehidupan kesehariannya sebagai pribadipribadi sekuleris, tidak mengakui kebutuhan terhadap suatu hubungan itu dalam kehidupan sehari-hari dinyatakan dalam sikap-sikap, tingkah laku dan tindakantindakan atau dalam doa dan ibadah61. Menurutnya, untuk dasar negara, Indonesia hanya mempunyai dua pilihan yaitu sekularisme (la diniyah) dan paham agama (din). Pancasila menurutnya adalah la diniyah karena itu ia sekuler tidak mau mengakui wahyu sebagai sumbernya, Pancasila adalah hasil penggalian masyarakat62. Natsir melanjutkan: Juga kaum sekuleris memandang konsep-konsep mengenai Tuhan dan agama hanya sebagai hasil ciptaan manusia, yang ditentukan oleh kondsi-kondisi sosial, bukan ditentukan oleh kebenaran wahyu. Bagi kaum sekuleris doktrin agama dan Tuhan relatif dan tergantung pada
59 Pemikiran Muhammad Natsir Tentang Agama dan Negara, <http://pbb-info.com>, diakses pada 22 April 2009 60 Pemikiran Muhammad Natsir Tentang Agama dan Negara, <http://pbb-info.com>, diakses pada 22 April 2009 61 Nuim Hidayat Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008, <http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009 62 Amrullah Ahmad, Mohammad Natsir Muslim Teolog-Intelektual-Ideo-Praxis Dalam Dakwah Islam, 100 Tahun Mohammad Natsir : Berdamai Dengan Sejarah, Penerbit Republika (2008) : Jakarta, hal 401

39

penemuan-penemuan umat manusia. Dan tolok ukur kebenaran dan kebahagiaan atau ukuran keberhasilan manusia semata-mata ditentukan oleh materi (benda), Di negara sekuler, masalah-masalah ekonomi, hukum, pendidikan, sosial dan lainlainnya semata-mata ditentukan oleh kepentingan material, bukan oleh nilai-nilai spiritual63. Natsir juga tak segan-segan berterus terang tentang perlunya Islam dan negara bersatu: Kalau kita terangkan bahwa agama dan negara harus bersatu, maka terbayang sudah dimata seorang bahlul (bloody fool) duduk di atas singgasana, dikelilingi oleh haremnya menonton tari dayang-dayang. Terbayang olehnya yang duduk mengepalai kementrian kerajaan, beberapa orang tua bangka memegang hoga. Sebab memang beginilah gambaran pemerintahan Islam yang digambarkan dalam kitab-kitab Eropah yang mereka baca dan diterangkan oleh guru-guru bangsa Barat selama ini. Sebab umumnya (kecuali amat sedikit) bagi orang Eropa: Chalifah=Harem, Islam=Poligami)64. Dalam bukunya Agama dan Negara dalam perspektif Islam, Mohammad Natsir menyatakan65: Bagi kaum muslimin urusan agama itu bukanlah ibarat satu baju yang boleh dipakai dan digantungkan, bilamana suka, akan tetapi menjadi urusan prive semata, melainkan juga masalah kemasyarakatan (maatschappelijk probleem) bahkan masalah kenegaraan, staatkundig probleem, yang berarti bagi kaum Muslimin Indonesia belumlah cukup kerayaannya satu kerajaan Indonesia Raya selama belum didasarkan dan diatur menurut dasar-dasar susunan hukum kenegaraan Islam, sekalipun ditakdirkan, yang memegang pucuk pimpinan pemerintahan Indonesia Raya itu sudah sebangsa dan setanah air. Tegasnya dengan semata-mata jatuhnya pucuk pemerintahan ke dalam tangan Indonesia, belumlah tercapai ideologi pergerakan Muslimin Indonesia. Paling banyak mereka kaum Muslimin pada saat itu baru sampai ke zaman (fase) yang kedua dari pergerakan mereka. Dan selama itu pula mereka akan meneruskan perjuangan, sehingga tercapai cita-cita kenegaraan Islamietisch Staatkundig Ideaal mereka. Lama atau cepatnya akan sampai kepada tujuan tersebut, bergantung kepada keadaan gelanggang perjuangan dalam zaman yang kedua itu, dan bergantung kepada besar kecilnya kekuatan kaum Muslimin di saat itu dibandingkan dengan partai-partai lain. Dan ini bergantung kepada persiapan organisasi kaum Muslimin di Indonesia dari sekarang. Ditakdirkan sebagai misal, pada saat kaum Muslimin berada dalam keadaan lemah walaupun jumlah mereka pada hekekatnya jauh lebih besar dari jumlah golongan bukan Islam, perjuangan merekapun tidak boleh dihentikan, walaupun ibaratnya sebagai partai oposisi dalam pemerintahan negara, sekalipun pemerintahan itu terletak dalam tangan bangsa sendiri, sampai kepada satu saat dimana pemerintahan didasarkan atas dasar Keislaman, tidak mungkin dan tidak boleh mereka hentikan, serta tunduk kepada perintah agama mereka. Berbuat baktilah kepada Allah dengan segenap kesanggupanmu. (At-Taghabun:16). Referensi : Waluyo, Dari Pemberontak Menjadi Pahlawan Nasional : Mohammad Natsir dan Perjuangan Politik di Indonesia, Penerbit Ombak (2009), Yogyakarta 100 Tahun Mohammad Natsir : Berdamai Dengan Sejarah, Penerbit Republika (2008), Jakarta Mengenang Seabad Mohammad Natsir, Republika Online Kamis 5 Februari 2009, <http://www.republika.co.id>, diakses pada 22 April 2009 Shofwan Karim, Mohammad Natsir : Cita Politik,
63 Nuim Hidayat Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008, <http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009 64 Nuim Hidayat, Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008, <http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009 65 Nuim Hidayat, Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008, <http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009

<http://shofwankarim.blog.friendster.com>, diakses pada 22 April 2009 Pemikiran Muhammad Natsir Tentang Agama dan Negara, <http://pbbinfo.com>, diakses pada 22 April 2009 Shofwan Karim, Muhammad Natsir (1908-1993), <http://shofwankarim.blogspot.com>, diakses pada 22 April 2009 Nuim Hidayat Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008, <http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009

41

07_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami sejarah Indonesia, memahami potensi Indonesia (geopolitik, geoekonomi, geokultural,demografi), mengetahui sejarah dan perkembangan Islam di Indonesia Materi : Sejarah dan Perkembangan Islam di Indonesia Referensi : Sejarah Pergerakan Politik Islam di Indonesia, Deliar Noer dan Lafran Pane, Sejarah Muhammadiyah dan Nahdathul Ulama, Genealogi : Intelejensia Muslim dan Kuasa, Yudhi Lathif Melihat Sejenak Persyarikatan Muhammadiyah Profil KH Ahmad Dahlan Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya K.H. Abu Bakar adalah imam dan khatib Masjid Besar Kauman Yogyakarta, sementara ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta. Menurut salah satu silsilah, keluarga Muhammad Darwis dapat dihubungkan dengan Maulana Malik Ibrahim, salah seorang wali penyebar agama Islam yang dikenal di Pulau Jawa, sejak kecil Muhammad Darwis sudah belajar membaca Quran di kampung sendiri atau di tempat lain. Ia belajar membaca Quran dan pengetahuan agama Islam pertama kali dari ayahnya sendiri dan pada usia delapan tahun ia sudah lancar dan tamat membaca Quran. Menurut cerita, sejakIa belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin. Selain belajar dari dua guru di atas yang juga adalah kakak iparnya, Muhammad Darwis belajar ilmu agama lslam lebih lanjut dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan KH. Muhammad Nur66. Ahmad Dahlan juga belajar dengan para ulama di Arab Saudi ketika ia sedang menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadist kepada Kyai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang. Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad Darwis ini semakin berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890,beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889. Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia seperti: Kyai Mahfudh dari Termas, Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, dan Kyai Nawawi dari Banten, maupun para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama bermukim di Mekah kurang lebih delapan bulan, telah membuka cakrawala baru dalam diri Muhammad Darwis, yang telah berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin, luas dan bervariasinya jenis kitab yang dibaca Ahmad Dahlan. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari Ahlussunnah waljamaah dalam ilmu aqaid, dari madzab Syafii dalam ilmu Fiqh dari Imam Ghozali dan ilmu tasawuf67. Ia belajar fiqh pada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa'id Yamani, dan Syekh Sa'id Babusyel. Ahmad Dahlan belajar ilmu hadist pada Mufti Syafi'i, sementara itu ilmu falaq dipelajari pada Kyai Asy'ari Bawean. Dalam bidang ilmu qiruat, Ahmad Dahlan belajar dari Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Ahmad Dahlan juga secara reguler mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para Ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas
66 Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009 67 Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009

Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang. Berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan oleh Ahmad Dahlan, sebagian besar adalah buku yang dipengaruhi ide-ide pembaharuan. Di antara buku-buku yang sering dibaca Ahmad Dahlan antara lain: Kosalatul Tauhid karangan Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma karangan Muhammad Abduh, Kanz Al-Ulum,Dairah Al Ma'arif karangan Farid Wajdi, Fi Al -Bid'ah karangan Ibn Taimiyah,Al Tawassul wa-al-Wasilah karangan Ibn Taimiyah, Al-Islam wa-l-Nashraniyahkarangan Muhammad Abduh, Izhar al-Haq karangan Rahmah al Hindi, Tafsshilal-Nasyatain Tashil al Sa'adatain, Matan al-Hikmah karangan Atha Allah, danAl-Qashaid al-Aththasiyvah karangan Abd al Aththas68. Bagaimana proses pembentukan Muhammadiyah? Setelah pulang dari menunaikan ibadah haji kedua, aktivitas sosialkeagamaan Ahmad Dahlan di dalam masyarakat di samping sebagai Khatib Amin semakin berkembang. Ia membangun pondok untuk menampung para murid yang ingin belajar ilmu agama Islam secara umum maupun ilmu lain seperti: ilmu falaq, tauhid, dan tafsir. Para murid itu tidak hanya berasal dari wilayah Residensi Yogyakarta, melainkan juga dari daerah lain di Jawa Tengah.Walaupun begitu, pengajaran agama Islam melalui pengajian kelompok bagi anak- anak, remaja, dan orang tua yang telah lama berlangsung masih terus dilaksanakan. Di samping itu, di rumahnya Ahmad Dahlan mengadakan pengajian rutin satu minggu atau satu bulan sekali bagi kelompok-kelompok tertentu,seperti pengajian untuk para guru dan pamong praja yang berlangsung setiap malam Jum`at. Ahmad Dahlan juga aktif dalam organisasi pergerakan yang lahir pada masa itu salah satunta Budi Utomo. Dalam perkembangan selanjutnya, Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota biasa, melainkan ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta. Sementara itu,pada sekitar tahun 1910 Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair,organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab. Keterlibatan secara langsung di dalam Budi Utomo memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan tentang cara berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern69. Berinteraksi dengan kedua organisasi ini memberikan inspirasi dan gagasan baru bagi Ahmad Dahlan. Oleh karena itu dia secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama Islam dan ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan Ahmad Dahlan menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada para santri yang belajar di Kauman maupun penduduk Kauman secara umum. Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m dan ia bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan sendiri oleh Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya sendiri. Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri oleh Ahmad Dahlan dari papan bekas kotak kain moridan papan tulis dibuat dari kayusuren. Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurusBudi Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan mendapat dukungan yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Rajiyang menjadi siswa, R. Sosro Sugondo, dan R. Budiharjo yang menjadi guru di Kweekschool Jetis sangat membantu Ahmad Dahlan mengembangkan sekolah tersebut sejak awal70. R. Budiharjo yang bersama-sama Ahmad Dahlan menjadi pengurus Budi Utomo Yogyakarta banyak memberikan saran tentang penyelenggaraan sebuah
68 Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009 69 Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009 70 Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009

43

sekolah sesuai dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis. Ia juga menyarankan kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada pemerintah jika sekolah yang didirikan itu sudah teratur, dengan dukungan dari Budi Utomo. Selain itu, pendirian sekolah itu juga mendapat dukungan dari kelompok terpelajar yang berasal dari luar Kauman serta para siswa Kweekschool Jetis yang biasa datang ke rumahnya pada setiap hari Ahad. Sebagai realisasi dari dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan Kholil, seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada sore hari di sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa masuk dua kali dalam satu hari karena Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan agama Islam pada pagi hari. Walaupun masih mendapat tantangan dari beberapa pihak, jumlah siswa terus bertambah sehingga Ahmad Dahlan harus memindahkan ruang belajar ke tempat yang lebih luas di serambi rumahnya71. Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Sebagai lembaga pendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan. Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan menjadi pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari inspektur kepala dan anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang sudah dewasa. Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif,melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah seperti nama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda72. Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama yang berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."'Berdasarkan nama itu diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu: Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi Utomo dalam rangka mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam proses permohonan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembentukan Muhammadiyah. Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan setelah melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam kesepakatan itu juga ditetapkan bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akan membantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar pembentukan Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum. Pada hari Sabtu malam, tanggal 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah diumumkan secara resmi kepada masyarakat dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial, maupun para pejabat dan kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia
71 Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009 72 Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009

Belanda untuk mengakui Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bertujuan menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di Jawa dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9 orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris, Ahmad, AbdulRahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai anggota. Sementara itu, para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan Madura yang beragama Islam73. Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namanya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat. Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya74. Apa gagasan utama Ahmad Dahlan? Gagasan Ahmad Dahlan adalah bagaimana dapatnya mengamalkan ayatayat al-Qur`an. Dengan demikian Muhammadiyah sebagai organisasi senantiasa diikhtiarkan untuk menjadi tempat untuk mengkaji Al-Qur`an sekaligus menjadi tempat bermusyawarah untuk mengamalkannya. Oleh karenanya Muhammadiyah tidak mungkin terpisah dari tiga prinsip yakni :pengkajian Al-Qur`an, musyawarah dan amal,75 Dari tulisan KH. Ahmad Dahlan dan pengungkapan Haji Hajid tentang KH. Ahmad Dahlan dalam berorganisasi berpegang pada prinsip: a. Senantiasa menghubungkan diri (mempertanggungjawabkan tindakannya) kepada Allah. b. Perlu adanya ikatan persaudaraan berdasar kebenaran (sejati). c. Perlunya setiap orang, terutama para pemimpin terus-menerus menambah ilmu, sehingga dapat mengambil keputusan yang bijaksana. d. Ilmu harus diamalkan. e. Perlunya dilakukan perubahan apabila memang diperlukan untuk menuju keadaan yang lebih baik. f. Mengorbankan harta sendiri untuk kebenaran. Ikhlas dan bersih76. Haji Hajid menuliskan pengalamannya sebagai murid Ahmad Dahlan dalam risalah singkat berjudul falsafah Ajaran KH. Ahmad Dahlan77, yakni tujuh poin yang dapat dipetik, yaitu : Pertama, Kerapkali KH. Ahmad Dahlan mengungkapkan perkataan ulama (al-Ghazali pen) yang menyatakan bahwa manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama itu senantiasa dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan yang beramal pun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih. Kedua, Kebanyakan mereka di antara manusia berwatak angkuh dan takabur mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri. KH. Ahmad Dahlan heran
73 Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009 74 Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah, <http://www.republika.co.id>, diakses pada 20 Juli 2009 75 Maman A. Madjid Minfas, Muhammadiyah Versi Ahmad Dahlan : Gagasannya Yang Hampir Mati dan Terlupakan, Majalah Tabligh Vol. 01/No. 12/ Juli 2003, <http://muhammadiyah-online.or.id>, diakses pada 20 Juli 2009 76 Maman A. Madjid Minfas, Muhammadiyah Versi Ahmad Dahlan : Gagasannya Yang Hampir Mati dan Terlupakan, Majalah Tabligh Vol. 01/No. 12/ Juli 2003, <http://muhammadiyah-online.or.id>, diakses pada 20 Juli 2009 77 Maman A. Madjid Minfas, Muhammadiyah Versi Ahmad Dahlan : Gagasannya Yang Hampir Mati dan Terlupakan, Majalah Tabligh Vol. 01/No. 12/ Juli 2003, <http://muhammadiyah-online.or.id>, diakses pada 20 Juli 2009

45

mengapa pemimpin agama dan yang tidak beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar pikiran memperbincangkan mana yang benar dan mana yang salah?. Ketiga, Manusia kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai. Kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk dirubah. Sudah menjadi tabiat bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik dari sudut atau itiqat, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar. Keempat, Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama-sama menggunakan akal pikirannya untuk berpikir bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Manusia harus mempergunakan pikirannya untuk mengoreksi soal itikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati. Kelima, Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang bermacam-macam membaca beberapa tumpuk buku dan sudah memperbincangkan, memikir-mikir, menimbang, membanding-banding kesana kemari, barulah mereka dapat memperoleh keputusan, memperoleh kebenaran yang sesungguhnya. Dengan akal pikirannya sendiri dapat mengetahui dan menetapkan, inilah perbuatan yang benar. Keenam, Kebanyakan para pemimpin belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mepermainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah. Ketujuh, Ilmu terdiri atas pengetahuan teori dan amal (praktek), Dalam mempelajari kedua ilmu itu supaya dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum bisa mengerjakan tidak perlu ditambah. Adapun misi dakwah yang pertama dari Muhammadiyah adalah kembali ke Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammadiyah saw. Ia melihat, bahwa umat Islam telah jauh melenceng dari apa yang digariskan oleh Nabi Muhammad saw. Pada saat yang bersamaan, sistem pendidikan yang membuat mereka kembali ke ajaran yang benar, masih minim jumlahnya. Karena itu, tugas Muhammadiyah, selain memperbaiki keimanan melalui pendidikan, ia juga berdakwah dengan karya nyata. Sebagai organisasi masyarakat yang berbasiskan agama, apalagi ajarannya adalah untuk kembali pada sumber aslinya, Al-Quran dan Al-Hadist, di tengah-tengah masyarakat yang berpesta dengan takhayul, bidah dan churafat (TBC), bukan kecil hambatan, rintangan yang mesti dihadapinya. Bagi Ahmad Dahlan, ajaran Islam tidak akan membumi dan dijadikan pandangan hidup pemeluknya, kecuali dipraktikkan. Betapapun bagusnya suatu program, menurut dahlan, jika tidak dipraktikkan, tak bakal bisa mencapai tujuan bersama78. Praktik amal nyata yang fenomenal ketika menerapkan apa yang tersebut dalam surah al-Maun yang secara tegas memberi peringatan kepada kaum muslimin agar mereka menyayangi anak-anak yatim dan membantu fakir miskin. Aplikasi surah al-Maun ini adalah terealisirnya rumah-rumah yatim dan menampung orang-orang miskin. Kondisi ini terjadi pada zaman penjajahan jepang yang menerapkan institusi romusha, yang merupakan lembaga kerja paksa untuk usaha perang Jepang di Indonesia. Akibat romusha ini banyak rakyat yang meninggal dunia anak-anak menjadi yatim, jumlah janda semakin bertambah, kemiskinan semakin melilit. Inilah yang mendorong Muhammadiyah akhirnya mendirikan Penolong Kesengsaran Oemoem di Panarukan, Jawa Timur79.
78Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, K.H. Ahmad Dahlan : Pembaru Dari Kauman, Jakarta, Gema Insani Press, 2006 79 Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, K.H. Ahmad Dahlan : Pembaru Dari Kauman,

Ketika menerapkan Al-Quran surah 26 ayat 80, yang menyatakan bahwa Allah menyembuhkan sakit seseorang, Muhammadiyah mendirikan balai kesehatan masyarakat atau rumah sakit. Lembaga ini didirikan, selain untuk memberi perawatan pada masyarakat umum, bahkan yang miskin digratiskan, juga untuk memberi penyuluhan, betapa pentingnya arti sehat. Berbagai bentuk penyuluhan diselenggarakan, agar masyarakat bisa hidup secara sehat sebagaimana diajarkan oleh Muhammad saw. Bila umat sehat, mereka akan jadi produktif yang manfaatnya untuk keluarga, umat dan negara. Al-Quran surah 96 ayat 1 yang memberi penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Dengan pendidikan, buta huruf diberantas. Bila umat tak lagi buta huruf, maka mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan-tentang agamanya. Dari lembaga pendidikan ini muncul pula bahan-bahan bacaan, dalam bentuk buku, koran dan sejenisnya. Dengan mengetahui huruf rakyat akan mampu membaca, ketika sudah mampu membaca maka rakyat dapat melihat dunia. Membaca adalah jendela dunia80. Amal nyata Muhammadiyah yang dikomandoi oleh Ahmad Dahlan, tak pernah lepas dari tiga unsur di atas : rumah yatim dan fakir miskin, rumah sakit dan lembaga pendidikan. Dan itu terus dilakukan oleh generasi penerus Muhammadiyah sampai kini. Akhirnya usaha keras yang dirintis Ahmad Dahlan akhirnya berbuah juga. Muhammadiyah menjadi pelopor organisasi sosial kemasyarakatan yang berbasiskan agama serta memiliki corak pembaruan yang khas dan dinamis. Referensi : Sejarah Muhammadiyah, <http://www.mailarchive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009 Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah, <http://www.republika.co.id>, diakses pada 20 Juli 2009 Maman A. Madjid Minfas, Muhammadiyah Versi Ahmad Dahlan : Gagasannya Yang Hampir Mati dan Terlupakan, Majalah Tabligh Vol. 01/No. 12/ Juli 2003,<http://muhammadiyah-online.or.id>, diakses pada 20 Juli 2009 Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, K.H. Ahmad Dahlan : Pembaru Dari Kauman, Jakarta, Gema Insani Press, 2006

Jakarta, Gema Insani Press, 2006 80 Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, K.H. Ahmad Dahlan : Pembaru Dari Kauman, Jakarta, Gema Insani Press, 2006

47

08_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami sejarah Indonesia, memahami potensi Indonesia (geopolitik, geoekonomi, geokultural,demografi), mengetahui sejarah dan perkembangan Islam di Indonesia Materi : Sejarah dan Perkembangan Islam di Indonesia Referensi : Sejarah Pergerakan Politik Islam di Indonesia, Deliar Noer dan Lafran Pane, Sejarah Muhammadiyah dan Nahdathul Ulama, Genealogi : Intelejensia Muslim dan Kuasa, Yudhi Lathif Melihat Sejenak Jamiyyah Nahdlatul Ulama Profil KH Hasyim Asyari KH Hasyim Asyari lahir di Jombang, Jawa Timur, 14 Februari 1871 adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asyari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir). Kakeknya, Kiai Ustman terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Dan ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas di Jombang. Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya81. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, semenjak usia 15 tahun, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu. Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy'ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib Al-Minangkabauwi dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis. Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren Tebuireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional. Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato82. Bagaimana Proses Pembentukan Nahdlatul Ulama Bermula dari keresahan batin yang melanda Kiai Hasyim. Keresahan itu muncul setelah Kiai Wahab meminta saran dan nasehatnya sehubungan dengan ide untuk mendirikan jamiyyah bagi para ulama ahlussunnah wal jamaah. Sebelum melangkah, banyak hal yang harus dipertimbangkan, juga masih perlu untuk meminta pendapat dan masukan dari kiai-kiai sepuh lainnya. Pada awalnya, ide pembentukan jamiyyah itu muncul dari forum diskusi Tashwirul Afkar yang didirikan oleh Kiai Wahab pada tahun 1924 di Surabaya. Forum diskusi Tashwirul
81 Kiai Hasyim Asyari : Ulama Pembaharu Pesantren, <http://www.tokohindonesia.com>, diakses pada 31 Juli 2009 82 Kiai Hasyim Asyari : Ulama Pembaharu Pesantren, <http://www.tokohindonesia.com>, diakses pada 31 Juli 2009

Afkar yang berarti potret pemikiran ini dibentuk sebagai wujud kepedulian Kiai Wahab dan para kiai lainnya terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam terkait dalam bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik. Setelah peserta forum diskusi Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk jamiyyah, maka Kiai Wahab merasa perlu meminta restu kepada Kiai Hasyim yang ketika itu merupakan tokoh ulama pesantren yang sangat berpengaruh di Jawa Timur. Setelah pertemuan dengan Kiai Wahab itulah, hati Kiai Hasyim resah. Gelagat inilah yang nampaknya dibaca oleh Kiai Cholil Bangkalan yang terkenal sebagai seorang ulama yang waskita (mukasyafah). Dari jauh ia mengamati dinamika dan suasana yang melanda batin Kiai Hasyim. Sebagai seorang guru, ia tidak ingin muridnya itu larut dalam keresahan hati yang berkepanjangan. Karena itulah, Kiai Cholil kemudian memanggil salah seorang santrinya, Asad Syamsul Arifin (kemudian hari terkenal sebagai KH. Asad Syamsul Arifin, Situbondo) yang masih terhitung cucunya sendiri83. Sesampainya di Jombang, Asad segera ke kediaman Kiai Hasyim. Kedatangan Asad disambut ramah oleh Kiai Hasyim. Terlebih, Asad merupakan utusan khusus gurunya, Kiai Cholil. Setelah bertemu dengan Kiai Hasyim, Asad segera menyampaikan maksud kedatangannya, Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini, kata Asad seraya menyerahkan tongkat. Kiai Hasyim menerima tongkat itu dengan penuh perasaan. Terbayang wajah gurunya yang arif, bijak dan penuh wibawa. Kesan-kesan indah selama menjadi santri juga terbayang dipelupuk matanya. Apa masih ada pesan lainnya dari Kiai Cholil? Tanya Kiai Hasyim. ada, Kiai! jawab Asad. Kemudian Asad membacakan surat Thaha ayat 17-2384. Setelah mendengar ayat tersebut dibacakan dan merenungkan kandungannya, Kiai Hasyim menangkap isyarat bahwa Kiai Cholil tak keberatan apabila ia dan Kiai Wahab beserta para kiai lainnya untuk mendirikan jamiyyah. Sejak saat itu proses untuk mendirikan jamiyyah terus dimatangkan. Meski merasa sudah mendapat lampu hijau dari Kiai Cholil, Kiai Hasyim tak serta merta mewujudkan niatnya untuk mendirikan jamiyyah. Ia masih perlu bermusyawarah dengan para kiai lainnya, Proses dari sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat sampai dengan perkembangan terakhir pembentukan jamiyyah rupanya berjalan cukup lama. Tak terasa sudah setahun waktu berlalu sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat kepada Kiai Hasyim. Namun, jamiyyah yang diidam-idamkan tak kunjung lahir juga. Tongkat Musa yang diberikan Kiai Cholil, maskih tetap dipegang erat-erat oleh Kiai Hasyim. Tongkat itu tak kunjung dilemparkannya sehingga berwujud sesuatu yang nantinya bakal berguna bagi ummat Islam. Sampai pada suatu hari, Asad muncul lagi di kediaman Kiai Hasyim dengan membawa titipan khusus dari Kiai Cholil Bangkalan. Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk menyerahkan tasbih ini, kata Asad sambil menyerahkan tasbih. Kiai juga diminta untuk mengamalkan bacaan Ya Jabbar Ya Qahhar setiap waktu, tambah Asad. Entahlah, apa maksud di balik pemberian tasbih dan khasiat dari bacaan dua Asma Allah itu. Mungkin saja, tasbih yang diberikan oleh Kiai Cholil itu merupakan isyarat agar Kiai Hasyim lebih memantapkan hatinya untuk melaksanakan niatnya mendirikan jamiyyah. Sedangkan bacaan Asma Allah, bisa jadi sebagai doa agar niat mendirikan jamiyyah tidak terhalang oleh upaya orang-orang dzalim yang hendak menggagalkannya. Qahhar dan Jabbar adalah dua Asma Allah yang memiliki arti hampir sama. Qahhar berarti Maha Memaksa (kehendaknya pasti terjadi, tidak bisa dihalangi oleh siapapun) dan Jabbar kurang lebih memiliki arti yang sama, tetapi adapula yang mengartikan Jabbar dengan Maha Perkasa (tidak bisa dihalangi/dikalahkan oleh siapapun).
83 Moh. Syaiful Bakhri, Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU, Buletin Nahdliyah Edisi 1-2/September-Oktober 2006, <http://serbasejarah.wordpress.com>, diakses pada 20 Juli 2009 84 Moh. Syaiful Bakhri, Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU, Buletin Nahdliyah Edisi 1-2/September-Oktober 2006, <http://serbasejarah.wordpress.com>, diakses pada 20 Juli 2009

49

Pada tanggal 31 Januari 1926 M. atau 16 Rajab 1345 H, hari Kamis, di lawang Agung Ampel Surabaya, pada pertemuan ini, lahirlah organisasi baru yang diberi nama "Jamiyyah Nahdlatul Ulama". Kehadiran Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' dimaksudkan sebagai suatu organisasi yang dapat mempertahankan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dari segala macam intervensi (serangan) golongan-golongan Islam di luar Ahlus Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia pada khususnya dan di seluruh dunia pada umumnya, disamping itu juga dimaksudkan sebaga organisasi yang mampu memberikan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang diberikan oleh Pemerintah Penjajah Belanda kepada ummat Islam di Indonesia85. Setelah para ulama sepakat mendirikan jamiyyah yang diberi nama Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Hasyim meminta Kiai Ridhwan Nashir untuk membuat lambangnya. Melalui proses istikharah, Kiai Ridhwan mendapat isyarat gambar bumi dan bintang sembilan. Setelah dibuat lambangnya, Kiai Ridhwan menghadap Kiai Hasyim seraya menyerahkan lambang NU yang telah dibuatnya. Gambar ini sudah bagus. Namun saya minta kamu sowan ke Kiai Nawawi di Sidogiri untuk meminta petunjuk lebih lanjut, pesan Kiai Hasyim. Dengan membawa sketsa gambar lambang NU, Kiai Ridhwan menemui Kiai Nawawi di Sidogiri. Saya oleh Kiai Hasyim diminta membuat gambar lambang NU. Setelah saya buat gambarnya, Kiai Hasyim meminta saya untuk sowan ke Kiai supaya mendapat petunjuk lebih lanjut, papar Kiai Ridhwan seraya menyerahkan gambarnya. Setelah memandang gambar lambang NU secara seksama, Kiai Nawawie memberikan saran konstruktif: Saya setuju dengan gambar bumi dan sembilan bintang. Namun masih perlu ditambah tali untuk mengikatnya. Selain itu, Kiai Nawawie jug a meminta supaya tali yang mengikat gambar bumi ikatannya dibuat longgar. selagi tali yang mengikat bumi itu masih kuat, sampai kiamat pun NU tidak akan sirna, papar Kiai Nawawie86. Pengaruh Nahdlatul Ulama Terhadap Perjuangan Kemerdekaan Setelah Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' lahir pada tanggal 31 Januari 1926 M, Alhamdulillah, meskipun Jam'iyyah NU baru saja lahir, ternyata telah mampu melaksanakan tugas-tugas yang berat, maupun tugas yang diharapkan oleh ummat Islam kepadanya. Tugas-tugas tersebut antara lain: 1. Pada bulan Februari 1926 M. setelah berhasil menyelenggarakan kongres Al Islam di Bandung yang dihadiri oleh tokoh-tokoh organisasi Islam selain NU, seperti: PSII, Muhammadiyah dan lain-lainnya. Diantara keputusan kongres tersebut adalah mengirimkan dua orang utusan, yaitu: H.Umar Said Tjokroaminoto dari PSII dan KH. Mas Mansur dari Muhammadiyah, ke Muktamar Alam Islam yang diselenggarakan oleh raja Ibnu Saud (raja Saudi Arabia) di Makkah. Disamping itu, Jam'iyyah NU juga mengirimkan utusan yang khusus membawa amanat NU, yaitu: KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Ahmad Ghonaim Al Misri. Alhamdulillah kedua utusan ini berhasil dengan baik. Kedua beliau ini pulang dengan membawa surat dari raja Sa'ud ke Indonesia tertanggal 28 Dzul Hijjah 1347 H./ 13 Juni 1928 M. nomor: 2082, yang isinya antara lain menyatakan bahwa raja Ibnu Sa'ud menjanjikan akan membuat satu ketetapan yang menjamin setiap ummat Islam untuk menjalankan Agama Islam menurut paham yang dianutnya. 2. Sesuai dengan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia, maka sejak lahir, Jam'iyyah NU telah berani memberikan reaksi secara aktif terhadap rencana pemerintah Penjajah Belanda mengenai:
85 Drs KH Achmad Masduqi, Riwayat Perjuangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, <http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com>, diakses pada 20 Juli 2009 86 Moh. Syaiful Bakhri, Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU, Buletin Nahdliyah Edisi 1-2/September-Oktober 2006, <http://serbasejarah.wordpress.com>, diakses pada 20 Juli 2009

1. Ordonansi Perkawinan atau Undang-Undang Perkawinan, yang isinya mengkombinasikan hukum-hukum Islam dengan hukumhukum yang dibawa Belanda dari Eropa. 2. Pelimpahan pembagian waris ke Pengadilan Negeri (Nationale Raad) dengan menggunakan ketentuan hukum di luar Islam. 3. Persoalan pajak rodi, yaitu pajak yang dikenakan kepada warga negara Indonesia yang bermukim di luar negeri. 4. Dan lain-lainnya. Walhasil, meskipun NU tidak pernah menyatakan sebagai Partai Politik, namun yang ditangani adalah persoalan politik. Pada tanggal 5 September 1929 Jam'iyyah NU mengajukan Anggaran Dasar (Statuten) dan Anggaran Rumah Tangga (Huishoudelijk Reglemen) yang telah disusun kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dan pada tanggal 6 Februari 1930 mendapat pengesahan dari Pemerintah Hindia Belanda sebagai organisasi resmi dengan nama: " Jamiyyah Nahdlatul Ulama" untuk jangka waktu 29 tahun terhitung sejak berdiri, yaitu: 31 Januari 1926. Setelah berdiri secara resmi, Nahdlatul Ulama mendapat sambutan dari seluruh masyarakat Indonesia yang sebagian besar berhaluan salah satu dari madzhab empat. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat, 4 sampai 5 bulan, sudah terbentuk 35 cabang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yang antara lain87: 1. Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' dipimpin oleh para ulama' yang menjadi guru dari para kyai yang tersebar di seluruh Nusantara, khususnya Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari. 2. Kesadaran ummat Islam Indonesia akan keperluan organisasi Islam sebagai tempat menyalurkan aspirasi dan sebagai kekuatan sosial yang tangguh dalam menghadapi tantangan dari luar Sebagai organisasi sosial yang harus menangani semua kepentingan masyarakat, Nahdlatul Ulama' memandang sangat perlu untuk membentuk kaderkader yang terdiri dari generasi muda yang sanggup melaksanakan keputusankeputusan yang telah diambil oleh NU. Untuk itu, pada tanggal 12 Februari 1938, atas prakarsa KH. Abdul Wahid Hasyim selaku konsul Jawa Timur, diselenggarakan konferensi Daerah Jawa Timur yang menelorkan keputusan untuk menyelenggarakan pendidikan formal, yaitu mendirikan madrasah-madrasah, disamping sistem pendidikan pondok pesantren. Madrasah-madrasah yang didirikan itu terdiri dari dua macam, yaitu88: Madrasah Umum, yang terdiri dari: o Madrasah Awwaliyah, dengan masa belajar 2 tahun. o Madrasah Ibtidaiyyah, dengan masa belajar 3 tahun. o Madrasah Tsanawiyyah, dengan masa belajar 3 tahun. o Madrasah Mu'allimin Wustha, dengan masa belajar 2 tahun. o Madrasah Mu'allimin 'Ulya, dengan masa belajar 3 tahun. Madrasah Kejuruan (Ikhtishashiyyah), yang terdiri dari: o Madrasah Qudlat (Hukum). o Madrasah Tijarah (Dagang). o Madrasah Nijarah (Pertukangan). o Madrasah Zira'ah (Pertanian). o Madrasah Fuqara' (untuk orang-orang fakir). o Madrasah Khusus.
87 Drs KH Achmad Masduqi, Riwayat Perjuangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, <http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com>, diakses pada 20 Juli 2009 88 Drs KH Achmad Masduqi, Riwayat Perjuangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, <http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com>, diakses pada 20 Juli 2009

51

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Nahdlatul Ulama' yang dibubarkan oleh penjajah Jepang bangkit kembali dan mengajak kepada seluruh ummat Islam Indonesia untuk membela dan mempertahankan tanah air yang baru saja merdeka dari serangan kaum penjajah yang ingin merebut kembali dan merampas kemerdekaan Indonesia. Rais Akbar dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy'ari, mengeluarkan fatwa bahwa mempertahankan dan membela kemerdekaan Indonesia adalah wajib hukumnya. Seruan dan ajakan NU serta fatwa dari Rais Akbar ini mendapat tanggapan yang positif dari ummat Islam; dan bahkan berhasil menyentuh hati nurani arek-arek Surabaya, sehingga mereka tidak mau ketinggalan untuk memberikan andil yang tidak kecil artinya dalam peristiwa 10 November '45. Fatwa Jihad tersebut antara lain berisi : 1) Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus wajib dipertahankan, 2) Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, harus dijaga dan ditolong, 3) Musuh Republik Indonesia, yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan Sekutu (Inggris) pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia, 4) Umat Islam, terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali, 5) Kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu secara material terhadap mereka yang berjuang89. Fatwa jihad ini mendapatkan sambutan yang luar biasa dari segala lapisan masyarakat, bakan Bung Tomo seorang tokoh utama dari Barisan Pemberontak Republik Indonesia meminta dukungan dan menggunakan fatwa KH Hasyim Asyari untuk melakukan perlawanan bersenjata melalui siaran radio. Melalui radio pula Bung Tomo memompa semangat arek-arek Suroboyo yang punya semboyan lebih baik berjuang dan mati daripada hidup kembali dijajah. Pompaan semangat ini bagaikan api disiram dengan minyak ketika KH Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa jihadnya. Yang kemudian kita mengenal Pertempuran 10 November sebagai salah satu pertempuran rakyat Indonesia yang paling heroik sepanjang masa sehingga diperingati sebagai Hari Pahlawan setiap tahunnya. Kontribusi yang diberikan NU dalam menegakkan perjuangan kemerdekaan Indonesia tidaklah kecil. KH Hasyim Asyari dapat membuktikan bahwa ulama tidak berdiri saja di belakang hijab dan meninggalkan medah jihad. Keutuhan sikap ini menjadikan inspirasi besar bagi kita bahwa dakwah Islam tidaklah sekuler, menunjukkan bahwa dakwah Islam adalah syumul (sempurna). Dimana terdapat dakwah dan jihad, adanya ekspresi nyata dari dakwah Islam yang bisa diaplikasikan riil di masyarakat. Semoga kisah perjuangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama memberikan inspirasi besar bagi aktivitas amal siyasi ikhwah sekalian. Referensi : Kiai Hasyim Asyari : Ulama Pembaharu Pesantren, <http://www.tokohindonesia.com>, diakses pada 31 Juli 2009 Moh. Syaiful Bakhri, Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU, Buletin Nahdliyah Edisi 1-2/September-Oktober 2006, <http://serbasejarah.wordpress.com>, diakses pada 20 Juli 2009 Drs KH Achmad Masduqi, Riwayat Perjuangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, <http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com>, diakses pada 20 Juli 2009 Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, K.H. Hasyim Asyari : Fatwa Jihad Sang Ulama, Jakarta, Gema Insani Press, 2006

89 Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, K.H. Hasyim Asyari : Fatwa Jihad Sang Ulama, Jakarta, Gema Insani Press, 2006

09_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami manhaj dakwah kampus Materi : Manhaj dakwah kampus Referensi : Risalah Pergerakan Pemuda Islam, Musthafa Muhammad Thahan Memahami Manhaj Dakwah Kampus Definisi Dakwah Kampus Dakwah kampus merupakan bagian dari aktvitas amal dakwah di lingkup kepemudaan atau disebut dengan amal thullabi. Dimana Musthafa Muhammad Thahan menjelaskan maknanya dengan, Ketika sekelompok pelajar/mahasiswa bergerak dalam satu amal yang terpadu menuju kebangkitan ummat, maka aktivitas dan gerakan mereka disebut dengan amal thullabi90. Selain itu Dakwah Kampus adalah dakwah ammah harokatudz dzahiroh dalam lingkup perguruan tinggi. Dakwah yang sifatnya terbuka, berorientasi kepada rekrutmen dakwah di kalangan civitas akademika secara umum, dan aktivitasnya dapat dirasakan oleh civitas akademika. Civitas akademika yang dimaksud di sini adalah para mahasiswa dan dosen perguruan tinggi. Civitas akademika merupakan bagian dari masyarakat kampus yang hidup dengan peraturan, ada peraturan kampus (rektorat), peraturan ormawa, dan sebagainya. Sehingga untuk dapat mengejewantahkan dakwah ammah harokatudz dzahirah tersebut, maka prinsip 'legal', 'formal', dan 'wajar' dalam kacamata civitas akademika, menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh Dakwah Kampus. Salah satu derivasi dari hal ini, maka biasanya sebuah lembaga dakwah kampus perlu membuat AD/ART sebagai bagian dari bentuk legalisasi organisasi dakwah kampus di sebuah perguruan tinggi91. Keistimewaan Dawah Kampus92 Mengapa dakwah kampus menjadi istimewa? Karena kampus adalah tempat berkumpulnya para pemuda (yaitu mahasiswa) dalam waktu yang cukup lama baik di dalam maupun di luar ruang kuliah dimana mereka saling berdiskusi/berdialog, berinteraksi dan tukar pengalaman. Selain itu dunia kampus adalah tempat yang bebas dimana berbagai aliran dapat mengungkapkan pendapatnya. Kampus juga merupakan gudang ilmu dan rumah penelitian ilmiah, maka ia adalah sarana ummat untuk membangun peradaban dan menguasai serta memanfaatkan kemajuan. Dengan demikian dakwah kampus adalah tempat yang paling strategis untuk mencetak kader dan meluluskan tokoh serta pemimpin masyarakat di segala bidang dimana amal thullabi di kampus adalah aktivitas yang meluas di seluruh dunia. Setiap negara memiliki puluhan bahkan ratusan universitas dan institut dengan jutaan mahasiswa dan mahasisiwinya. Dimana para mahasiswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan dosen, pejabat fakultas dan universitas, tokoh masyarakat dan negara melalui ceramah, seminar dan kuliah umum yang kesempatan ini tidak dimiliki secara luas oleh lapisan masyarakat lainnya. Penulis juga mencatat beberapa keistimewaan dakwah kampus lainnya, yaitu : 1. Mahasiswa adalah cadangan masa depan (iron stock) 2. Mahasiswa adalah unsur pengubah (agent of change) 3. Kampus adalah pusat rujukan (center of reference) 4. Kampus adalah pusat aktifitas (center of activity) 5. Kampus adalah pusat gerakan (center of movement) Medan Dakwah Kampus
90 Musthafa Muhammad Thahan, Risalah Pergerakan Pemuda Islam, Jakarta, Penerbit VISI, 2002 91 Urgensi Dakwah Kampus, <http://saliqilman.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 92 Musthafa Muhammad Thahan, Risalah Pergerakan Pemuda Islam, Jakarta, Penerbit VISI, 2002

53

Untuk menjalankan roda Dakwah Kampus, maka dibutuhkan personilpersonil, yaitu Aktivis Dakwah Kampus (ADK). ADK adalah kader dakwah dan tarbiyah yang memiliki peran dalam Dakwah Kampus. Peran yang dilakukan bisa berupa sebagai pengurus lembaga dakwah kampus, murobbi kampus, dan sebagainya. Peran ADK ini bisa dijalankan oleh kader dakwah yang bertitel mahasiswa, atau dosen, atau kader dakwah lainnya yang bersinggungan dengan Dakwah Kampus. Mereka harus dapat bergerak bersama-sama dalam koridor strategi dakwah kampus yang bersangkutan. Secara sederhana medan dakwah kampus dapat dibagi kepada beberapa obyek, yaitu : 1. Civitas akademika 2. Pejabat dan pegawai 3. Alumni perguruan tinggi 4. Lembaga kemahasiswaan 5. Institusi perguruan tinggi 6. Institusi pemerintah terkait 7. Institusi kerjasama antar perguruan tinggi 8. Peraturan perundangan yang terkait 9. Kurikulum dan system administrasi perguruan tinggi 10.Sarana dan prasarana kampus. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, dalam pergerakannya dakwah kampus memiliki medan tersendiri. Medan pergerakan dakwah kampus adalah area di mana dakwah kampus mengaktualisasikan diri. Medan Dakwah Kampus yaitu lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap dakwah kampus, meliputi manusia-manusianya (para civitas akademika, pejabat dan pegawai kampus, alumni), sarana-sarananya (lembaga kemahasiswaan, institusi perguruan tinggi, institusi pemerintah terkait, institusi kerjasama antar perguruan tinggi), dan aturan main yang berlaku (peraturan perundangan terkait, kurikulum dan sistem administrasi perguruan tingggi), serta sarana dan prasarana kampus. Dan yang terakhir dalam kajian ini adalah tujuan Dakwah Kampus, terakhir dan sangat penting. Karena tujuan dakwah kampus harus selalu menjadi satu hal yang terus diingat oleh para ADK, agar mereka tahu ke mana arah dakwah kampus berjalan93. Tujuan Dakwah Kampus Tujuan utama dari Dakwah kampus adalah adanya suplai alumni yang berafiliasi kepada Islam, dan optimalisasi peran kampus dalam upaya mentransformasi masyarakat menuju masyarakat Islami. Derivasi dari hal ini maka peran tarbiyah kampus yang berkesinambungan - untuk menghasilkan alumnialumni yang berafiliasi kepada Islam - menjadi sangat penting. Derivasi lainnya, lembaga dakwah kampus perlu secara bertahap menjadi lembaga dakwah kampus yang matang, agar dapat memainkan perannya di perguruan tinggi yang bersangkutan untuk dapat mengusung perubahan. Mengenai tahapan dakwah kampus ini perlu kajian tersendiri. Diantaranya misi dakwah kampus adalah : 1. Pembelajaran/pengkaryaan akademik 2. Kaderisasi 3. Nashrul fikroh 4. Optimalisasi lembaga-lembaga intra dan ekstra 5. Pencitraan publik 6. Perluasan jaringan Dakwah kampus adalah bagian besar dari ekskalasi perbaikan peradaban (marotibul amal) dimulai dari perbaikan individu, dimana individu ini akan membangun sebuah keluarga, lalu kumpulan keluarga ini akan membentuk dan bergabung dalam masyarakat dan menjadi bagian dalam perbaikan negara. Tahap
93 Urgensi Dakwah Kampus, <http://saliqilman.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009

terakhir adalah bagaimana kumpulan negara yang ada akan membangun sebuah era baru peradaban Dunia (Ustadziyatul Alam). Peran dakwah kampus dalam tahapan ini menekankan pada perbaikan individu dan masyarakat. Dakwah Kampus bukan aktifitas organisasi biasa, ini adalah bagian dari pembangunan peradaban. Sehingga Anda perlu serius dalam mengerjakan dakwah kampus ini. Semakin banyak mahasiswa yang tercerahkan akibat dakwah yang dilakukan, maka akan sangat bermanfaat untuk perbaikan bangsa ke depannya. Untuk itu perlu kiranya kita memahami tujuan dakwah kampus, yakni94 : 1. Suplai alumni yang berafiliasi terhadap Islam, bagaimana dakwah kampus mampu mensuplai dan mencetak alumni yang punya afiliasi terhadap Islam. Paramater afiliasi disini adalah seorang tidak menolak kebaikan dan menolak kemungkaran, serta tidak menentang ajaran Islam. 2. Transformasi masyarakat menjadi masyarakat madani. Perbaikan masyarakat kampus dengan pembinaan di segala bidang, dengan harapan dapat membentuk masyarakat madani. Untuk membangun masyarakat madani di masyarakat luas, dapat dimulai dengan membangun masyarakat madani pada tingkat kampus. 3. Penyedia unsur-unsur perbaikan negara, yakni bagaimana dakwah kampus mampu mempersiapkan para mahasiswa untuk masuk ke salah satu dari tiga sektor ( publik, swasta, masyarakat ). Dimana ia tidak hanya disiapkan secara kompetensi, akan tetapi juga disiapkan secara pemahaman dakwah. Sehingga perbaikan negara dapat dilakukan secara bottom up. Sasaran Dakwah Kampus95 Untuk mencapai tujuan di atas, ada beberapa sasaran antara yang harus dicapai terlebih dahulu. Sasaran tersebut antara lain: 1. Terbentuknya biah (lingkungan) yang kondusif bagi kehidupan Islami di kampus, baik dalam sisi moral, intelektual, maupun tanggungjawab sosial. Kita tahu bahwa kampus adalah lingkungan yang heterogen. Ketika berinteraksi di dalamnya, maka butuh kekuatan untuk menjaga idealisme dengan tetap memperhatikan realitas. Hal ini berarti dakwah kampus memerlukan sebuah lingkungan kecil yang senantiasa dapat terus mencharge ruhiyah para ADK di tengah-tengah aktivitasnya di kampus. Sarana untuk itu adalah tarbiyah yang berkesinambungan untuk para ADK dan yang didakwahkannya. 2. Terbentuknya opini ketinggian Islam di kalangan kampus. Oleh karena itu syiar dalam mengkampanyekan kemuliaan Islam harus terus dilakukan secara rutin. Sarana-sarana syiar untuk ini cukup banyak, misalnya majalah, perpustakaan, peringatan hari besar Islam, tabligh akbar, dan sebagainya. Barangkali bisa kita diskusikan mengenai hal ini dalam kajian tersendiri. 3. Terbentuknya kesinambungan barisan pendukung dakwah. Untuk itu, tarbiyah yang berkesinambungan di setiap angkatan mahasiswa harus dipastikan berjalan. Ini membutuhkan sebuah lajnah yang dapat mengawasi itu dalam jangka panjang. 4. Terbentuknya hubungan timbal balik yang sinergis antara dakwah ammah dengan pengkaderan. Artinya, semua rekrutmen-rekrutmen dakwah diupayakan dapat dilanjutkan dengan proses dakwah secara khusus terhadap orang-orang yang direkrut tersebut. 5. Demikian kajian singkat mengenai definisi dasar dan tujuan dakwah kampus. Semoga dapat menjaga orisinalitas dakwah kampus di tengahtengah proses perubahan yang semakin cepat.
94 Ridwansyah Yusuf Achmad, Urgensi Dakwah Kampus, <http://ridwansyahyusufachmad.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 95 Urgensi Dakwah Kampus, <http://saliqilman.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009

55

Capaian Strategis Dakwah Kampus Perbaikan Individu, Individu atau mahasiswa dalam konteks dakwah kampus perlu dibina sejak dini agar ia sebagai pribadi memiliki kepahaman keislaman yang komprehensif. Sebagai seorang pria , ia akan menjadi seorang kepala keluarga yang akan memimpin sebuah keluarga dan menjadi teladan bagi anak-anaknya. , begitu pula dengan seorang perempuan yang akan menjadi sosok Ibu untuk keluarganya. Dimana ia akan mendidilk anak-anaknya untuk menjadi seorang yang berdedikasi terhadap umat. Selain itu seorang individu juga dituntut untuk mampu mengoptimalkan segala potensinya agar ia dapat menjadi dai dimana pun ia berada. Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi lalu mengubah sesuatu. Seorang kader dakwah yang terkibat dalam dakwah kampus diharapkan mampu memiliki tujuan hidup sejak dini. Ia diharapkan mampu menentukan what am i going to be ? dan membuat langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuannya. Kita juga diharapkan dapat memikirkan tentang problematika umat yang terjadi dan dengan potensi yang kita miliki, kita dapat menjadi solusi perbaikan umat, baik secara parsial maupun integral. Perbaikan Negara, Mahasiswa setelah lulus akan terlibat dalam struktur sosial masyarakat. dalam bentuk ia bekerja di bidangnya masing-masing. Ada mahasiswa yang nantinya akan menjadi dosen, profesional, birokrat, seniman, dan lainnya yang akan menjadi unsur perbaikan bangsa dalam masyarakat. nantinya mahasiswa akan masuk dalam salah satu dari 3 sektor, antara (1) sektor publik yang terdiri dari birokrat, PNS, TNI/Polri, atau Diplomat. (2) sektor swasta yang biasanya di isi oleh para profesional atau menjadi seorang wirasusaha, dan (3) sektor masyarakat yang terdiri dari LSM, social workers,dan yayasan. Dengan semakin banyaknya mahasiswa yang memiliki keseimbangan antara fikriyah, jasadiyah, dan ruhiyah mengisi pos-pos dalam masyarakat ini, secara bertahap akan mampu mengubah strukur masyarakat di negara ini. Referensi : Musthafa Muhammad Thahan, Risalah Pergerakan Pemuda Islam, Jakarta, Penerbit VISI, 2002 Said Hawwa, Membina Angkatan Mujahid : Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hassan Al-Banna dalam Risalah Taalim, Solo, Era Intermedia, 2005 Urgensi Dakwah Kampus, <http://saliqilman.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 Ridwansyah Yusuf Achmad, Urgensi Dakwah Kampus, <http://ridwansyahyusufachmad.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009

10_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami urgensi, kaifiat, adab, dan efektifitas amal jamai dan syura Materi : Amal jamai dan syura dalam harokah Islam Referensi : Ats Tsawabit wal Mutaghayirat, Jumah Amin Abdul Azis, Amal Jamai Karya Musthafa Masyur, Prinsip-prinsip Gerakan Dakwah Amal Jamai dan Syura : Dasar Untuk Bergerak Jama'ah adalah sarana yang paling tepat untuk menyatukan individuindividu yang memiliki kesamaan visi dan tujuan. Jamaah juga digunakan untuk menyederhanakan perbedaan orang-perorang. Kehebatan dan kecerdasan individu tidak akan pernah mengalahkan kecerdasan dan kehebatan kolektif. Dari sini, diharapkan timbul kesadaran bahwa tidak ada orang yang dapat melakukan segalanya atau menjadi segalanya. Mereka yang hebat dan 'jago' harus berkumpul dan bekerjasama untuk sebuah cita-cita mulia. Dengan demikian, kehadiran sebuah jama'ah adalah sesuatau yang niscaya. Amal jama'i adalah amal yang dilakukan secara berjama'ah atau yang diatur dalam sebuah kelembagaan (Tanzhim). Dan yang perlu pula diperhatikan hal-hal yang menyangkut masalah amal jama'i, yaitu ma'alin (rambu-rambu) dalam masalah amal jama'I karena hal ini merupakan satu topik yang sangat dibutuhkan oleh kita. Amal jama'i adalah sesuatu yang sangat urgen untuk dipelajari dalam kehidupan kita karena banyak dalam Al-Qur'an maupun hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menunjukkan keutamaan atau pentingnya amal jama'i tersebut. Demikian pula dengan kenyataan yang kita lihat di lapangan yang menunjukkan kepada kita tentang pentingnya melakukan amal jama'i, bahkan banyak diantara ayat-ayat Al-Quran yang secara langsung menunjukan tentang pentingnya hal tersebut. Tujuan utama dari amal jama'i adalah agar kita lebih mempunyai kekuatan dalam menggerakkan sesuatu ataupun mencapai ujuan tertentu. Dalam berdakwahpun Rosululloh tidak pernah melakukannya secara sendirian, ada ashabiqunal awalun ataupun sahabat yang senantiasa membantu beliau dalam mnegakkan kalimatullah. Oleh karena itu selama tujuan kita dalam amal jama'i seperti yang kita sebutkan tadi maka wajib bagi kita untuk mengamalkan/ merealisasikan masalah amal jama'i tersebut, menggiatkan at- Ta'awun (kerjasama), persaudaraan dan saling tolong menolong antara yang satu dengan yang lain diantara kita ummat Islam. Jika kita ingin mengangkat agama yang mulia ini dan mengumpulkan umat ini maka kita harus melakukan amal jamai tersebut dimana dalam Al-Qur'an dan hadits-hadits Rosulullah SAW, banyak terdapat dalil-dalil yang bersifat umum yang menunjukkan tentang urgensinya. Diantaranya firman Allah dalam Al-Qur'an: Wahai orang-orang yang beriman. Ini adalah merupakan panggilan syar'i (khitabusyar'I) dalam bentuk jamak, jadi Allah tidak memanggil orang perorang dari hamba-hambaNya tetapi Allah memanggil mereka yang beriman secara keseluruhan. Begitu pula dalam firman Allah yang lain: Wa'tasimu bihablillahi jami'an walaa tafarraqu , dan berpegang teguhlah kalian pada tali agama Allah dan janganlah kalian bercerai berai, Allah menyebutkan perintah ini dalam bentuk jamak dan dalam ayat yang lain, Wata'aawanu alal birri wattaqwa dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah, juga dalam firman Allah, di sini disebutkan bahwa kebaikan itu bisa dicapai bersamasama. Manusia bisa melakukan kebaikan secara individual, akan tetapi kebaikan secara kolektif akan menimbulkan dampak yang jauh lebih besar. Waltakun Minkum Ummatun yad'uuna ilal khair Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikan. Disini kata Ummah datang dalam bentuk jamak sebagaimana firman Allah Kuntum Khaira 57

Ummah ukhrijat Linnasi ta'muruna bil ma'ruf watanhawuna anil munkar. Dalil dalil yang disebutkan ini asalnya dari Al-Qur'anul Karim adalah merupakan panggilan yang bersifat jamak kepada hambahambaNya dan dari sinilah kita dapat mengambil pelajaran bahwa dengan amal jama'i tersebut akan menyebabkan sebuah amalan itu mengalami perkembangan, karena sesungguhnya tolong menolong atau mengikat antara satu dengan yang lain, dan saling membantu adalah merupakan salah satu diantara karakteristik agama Islam dan tidak mungkin urusan ini diatur secara orang per-orang. Dibutuhkan ta'awun antara satu dengan yang lain oleh karenanya di sinilah pentingnya amal jama'i tersebut. Amal jamai haruslah sistemik, berpijak di atas qiyadah (kepemimpinan) yang bertanggungjawab, basis yang kokoh, persepsi yang jelas, dan diatur keputusan, hubungan antara qiyyadah dengan jundi (prajurit) atas dasar syuro(musyawarah) yang mengikat, atas dasar ketaatan yang penuh kesadaran serta pemahaman. Di dalam amal jamai, terdapat beberapa kaidah-kaidah wajib yang harus dilakukan ketika dilakukan akan dilakukan pengambilan keputusan. Keputusan jamaah diambil lewat mekanisme syuro. Syuro merupakan nilai-nilai islam yang tinggi. Syuro merupakan kewajiban yang syari dan secara prinsipil merupakan bagian dari Islam. Karena Alloh SWT memerintahkan syuro sebagaimana diperintahkannya shalat dan zakat. Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka (Q.S. As Syuura :38) Syuro mengindikasikan adanya mekanisme yang bertanggung jawab. Keputusan syuro adalah hasil kesepakatan bersama, sehingga wajib dilaksanakan bersama pula. Dalam ilmu ekonomi modern, seorang manajer sebaiknya melibatkan karyawannya dalam mengambil sebuah keputusan karena yang demikian itu akan lebih membawa maslahat dan tanggung jawab bagi semua, sehingga dalam menjalankan program kerja, ada rasa memiliki. Syuro adalah mekanisme pengambilan keputusan yang sangat ideal untuk diterapkan di setiap masa. Ketika dahulu Rasulullah SAW mengadakan syuro dengan para shahabat tentang strategi menghadapi balasan kaum Quraisy, keputusan yang didapatkan adalah menyongsong musuh di medan perang. Padahal secara pribadi Rasululloh SAW lebih cenderung untuk menunggu musuh masuk kota Madinah dan menjalankan taktik perang kota. Jelas sekali bahwa memang tidak ada wayhu untuk menentukan bentuk taktik menghadapi seruban lawan, karena itulah Rasulullah SAW menggelar syuro dengan para shahabat. Seandainya ada wahyu, tidak akan terjadi syuro. Syuro berisi diskusi, menggodok berbagai pandangan dalam urusan-urusan masyarakat, dan membahas berbagai persoalan umat yang berkaitan dalam penyelesaiannya. Lalu melakukan kristalisasi gagasan antar individu guna mencapai keputusan yang paling utama, tepat, dan paling dekat dengan kemaslahatan umat. Syuro bersifat wajib dan mengikat. Tidak boleh ada yang membangkang atas keputusan syuro hanya karena opini pribadi yang menilai salah atas keputusan. Karena pada hakikatnya yang dinilai dari syuro buakanlah semata dari hasilnya, akan tetapi dari prosesnya juga. Syuro yang dilaksanakan secara syari atas gagasan-gagasan syari, penuh keseriusan dan keteguhan, senantiasa disiplin dan ikhlas ketika dihasilkan suatu keputusan, Insyaalah akan menghasilkan keputusan yang ahsan.

11_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Memahami esensi kepemimpinan Materi : Kepemimpinan Referensi : Jundullah Mengenal Intelektualitas dan Akhlak Tentara Allah, Said Hawwa, Al-Qidayah Wal Jundiyah, Karya Musthafa Masyur Karakter Kepemimpinan Islam Salah satu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar kehidupan mereka berjalan dengan baik dan lebih baik lagi adalah pemimpin yang baik. Karena itu, kehadiran pemimpin yang baik selalu dirindukan oleh masyarakat, termasuk masyarakat kita sekarang. Yang menjadi persoalan kita kemudian adalah seperti apa pemimpin yang baik itu?. Al-Qur'an ternyata menceritakan tentang banyak pemimpin yang salah satunya adalah Zulkarnain. Belajar dari Zulkarnain, kita bisa menemukan kriteria pemimpin yang sejati, begitu yang dikemukakan Allah Swt di dalam surat Al Kahfi. Dari kisah yang dikemukakan Allah Swt tentang Zulkarnain, kita memang tidak mendapat penjelasan tentang siapa Zulkarnain, dimana tempatnya dan kapan semua itu terjadi. Hal itu memang tidak terlalu penting, karena yang terpenting adalah pelajaran apa yang bisa diambil darinya. Yang jelas, kata Sayyid Quthb, dia bukanlah raja Alexander Zulkarnain yang animisme. Namun Sayyid Quthb juga mengutip pendapat Abu Raihan al Biruni -meskipun bukan sebuah kemutlakan- yang menyatakan bahwa Zulkarnain berasal dari Humair, nama aslinya Abu Bakar bin Ifriqisy. Dia berkelana bersama tentaranya ke pantai laut putih tengah, dia melampaui Tunis dan Maroko, dia membangun kota Afrika hingga benua itupun disebut Afrika. Dia dijuluki dua tanduk (bukan karena kepalanya bertanduk,red) tapi karena dia berhasil mencapai dua tanduk matahari, yakni Timur dan Barat. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita tangkap dari kisah Zulkarnaian, khususnya dalam konteks kepemimpinan yang sangat kita dambakan adanya pemimpin yang mulia sehingga membawa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan bangsa. Empat karakter yang idealnya dimiliki oleh pemimpin muslim, adalah : a) Berkuasa tapi tidak sombong, b) Melayani rakyat, c) Menegakkan keadilan, d) Berorientasi pada kebaikan Berkuasa tapi tidak sombong, Zulkarnain adalah raja yang memiliki kekuasaan yang besar dengan tentaranya yang kuat sehingga ia bisa mengembara ke Timur dan ke Barat, namun dengan kekuasaannya itu ia tidak menyombongkan diri. Sayyid Quthb menyatakan bahwa Zulkarnain menuju kearah Barat hingga sampai ke satu titik di pantai Samudera Atlantik yang dinamai dengan Laut Gelap. Ia menganggap telah mencapai akhir daratan di titik itu dan melihat matahari tenggelam di di situ, Allah Swt berfirman: Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu. Maka diapun menempuh suatu perjalanan. Hingga apabila telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam (QS 18:84-86). Ketika ia mendapati segolongan umat yang telah pasrah kepadanya, ia justeru tidak berniat untuk menzalimi mereka dan mengambil keuntungan duniawi dari mereka, padahal Allah Swt memberikan pilihan kepadanya mau berbuat baik atau buruk. Namun ia justeru mengajak mereka kepada iman dan amal shaleh, Allah Swt berfirman: dan dia mendapati disitu segolongan umat. Kami berkata: Hai Zulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Berkata Zulkarnain: adapun orang yang menganiaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya. Adapun orang yang beriman dan beramal shaleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan 59

kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami. Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur), dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah, sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya (QS 18:86-91). Melayani rakyat, Pemimpin yang baik adalah pelayan bagi masyarakat yang dipimpinnya, karena Zulkarnain yang memiliki kekuasaan menunjukkan klasnya sebagai pemimpin yang sejati dengan melayani dan melindungi rakyatnya, bahkan tanpa meminta pembayaran sekalipun meskipun mereka mau membayarnya. Hal ini nampak ketika dalam pengembaraannya, Zulkarnain mendapati suatu umat yang sangat terbelakang sehingga mereka hampir tidak mengerti pembicaraan, bahkan mereka sendiri dalam keadaan terancam dari Ya'juj dan Ma'juj yang suka melakukan kerusakan di muka bumi. Maka Zulkarnain melibatkan semua komponen masyarakat untuk membangun tembok yang sangat kuat yang terbuat dari besi dan tembaga yang dibangun diantara dua gunung dengan ketinggian mencapai puncak gunung sehingga tertutup bagi Ya'juj dan Ma'juj untuk memasuki wilayah penduduk itu sehingga keberadaan (eksistensi) mereka bisa dipertahankan. Dengan keberhasilan itu, Zulkarnain tetap menyadari kelemahannya karena semua itu adalah karunia Allah Swt, Allah Swt menceritakan hal ini dalam firmanNya: Kemudian dia menempuh jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia sampai diantara dua buah gunung, dia mendapati dihadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: Hai Zulkarnain: sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Maka dapatkah kami memberikan suatu pembayaran kepadamu, supaya membuat dinding antara kami dan mereka?. Zulkarnain berkata: Apa yang telah dikuasakan Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat) agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka. Berilah aku potongan-potongan besi. Hingga apabila besi telah sama rata dengan dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: "Tiuplah (api itu)" hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu". Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. Zulkarnain berkata: Ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah dating janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar (QS 18:84-98) Menegakkan keadilan, Memberantas Kezaliman. Kesediaan Zulkarnain membangun tembok yang kuat dari besi dan tembaga guna melindungi masyarakat dari ganguan Ya'juj dan Ma'juj menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin yang sangat memberi perhatian kepada rakyat untuk memperoleh keadilan dan terbebas dari segala bentuk kezaliman. Oleh karena itu, para pemimpin dari level terendah hingga level tertinggi seharusnya berupaya untuk menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman, bukan malah bersekongkol dengan orang-orang yang melakukan kezaliman. Pemimpin yang menegaakkan keadilan dan memberantas kezaliman akan dikenang sepanjang masa sebagai pemimpin yang baik, begitulah yang dialami oleh Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang memimpin tidak sampai tiga tahun dan tidak diabadikan di dalam AlQur'an, namun sejarah tidak melupakan jasanya dalam memimpin sehingga keadilan yang ditegakkan dan kezaliman yang diberantas membuat kesejahteraan dan kedamaian rakyatnya tercapai hingga pada masanya sulit untuk mencari mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Berorientasi pada kebaikan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu berorientasi pada kebaikan karena itu Zulkanain mengarahkan masyarakat

yang didatanginya dalam pengembaraan untuk beriman dan beramal shaleh. Mereka dilibatkan dalam kerjasama yang baik ketika membangun tembok pertahanan sehingga keamanan yang menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat bisa terwujud. Sekarang ini kita sangat mendambakan pemimpin yang berlaku seperti demikian.

61

12_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY Poin : Menguasai peta politik dan pergerakan mahasiswa, memahami kebijakan etik di tingkat kampus, memahami struktur sosial (suku, bahasa, adat, kelas sosial) di level kampus Materi : Sejarah Gerakan Mahasiswa, Pemetaan kampus Referensi : Bergerak Bersama Rakyat!, Suharsih dan Ign Mahendra, Pergolakan Pemikiran Islam, Ahmad Wahib, Catatan Seorang Demonstran, Soe Hok Gie Belajar Dari HMI, IMM, PMII dan GMNI Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Dampak dari penjajahan Belanda, yang menyebabkan dunia pendidikan dan kemahasiswaan di Indonesia telah tercekoki oleh unsur-unsur dan sosok pendidikan Barat yang mengarah pada sekulerisme dengan meninggalkan agama, di setiap aspek kehidupan umat manusia. Kenyataan memang menunjukkan bahwa kehidupan kemahasiswaan berada dalam krisis keseimbangan, dimana iman dan ilmu tidak ada keserasian. Demikian alam dan situasi kehidupan pendidikan di Indonesia sebelum kehadiran HMI. Di pihak lain sebelum lahirnya HMI telah berdiri Perserikatan Mahasiswa Islam (PSI) yang dalam anggaran dasarnya dengan tegas menyatakan bahwa organisasi ini berdasarkan non agama dan non politik, dasar pertama tentu sangat bertentangan dengan Islam. Sedang dasar kedua, non politik memang pada prinsipnya semua organisasi kemahasiswaan itu non politik. Di Surakarta terdapat Serikat Mahasiswa Islam (SMI) yang tokoh-tokohnya gembong PKI. Kedua organisasi kemahasiswaan itu setali tiga uang, tak mengerti peluang terhadap perkembangan agama. Pemrakarsa berdirinya HMI pada waktu itu membayangkan bagaimana kehidupan mahasiswa-mahasiswa itu kelak sebagai calon sarajana dan pemimpin umat yang asama sekali tidak mendapat pengajaran agama Islam di bangku perkulaiahan. Betapapun kelak senadainya para intelektual yang semata-mata mengutamakan ilmu pengetahuan tanpa didasari oleh ilmu agama sama sekali, akan tampil sebagai tokoh masyarakat dan pemimpin bangsa. Pengalaman dan fakta menunjukkan dan sebagai saksi sejarah siapa yang dapat menguasai generasi muda dan cendekiawan pasti akan dapat menguasai masa depan bangsa. Sekarang timbul persoalan, bagaiamana cara mengubah kondisi yang kurang menguntugkan itu? Sehingga tercipta suasana harmonis dalam dunia pendidikan dan kemahasiswaan yang semata-mata tidak mengutamakan rasio dan ilmu pengetahuan tetapi mutlak harus diimbangi jiwa dan semangat agama. Dari problem ini, sejak Nopember 1945 timbullah gagasan di benak seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (UII), yang selama ini selalu mengikuti dan memperhatikan segala aspek dan aneka ragam kehidupan mahasiswa dan perguruan tinggi khususnya, maupun perjalanan sejarah rakyat dan bangsa Indonesia umumnya, untuk mendirikan organisasi mahasiswa sebagai alat perjuangan untuk mencapai cita-citanya. Tersebutlah nama Lafran Pane, ia adalah Ketua III SEMA STI bidang kemahasiswaan. Untuk mendirikan organisasi mahasiswa, lafran Pane tidak bekerja sambil lalu saja, ia meminta saran dan pemikirn Rektor STI, yaitu Prof. A. Kahar Muzakir. Dan pendukung idenya itu bukan sembarangan orang diikutsertakan, ia amat selektif sekali96. Mengingat kebutuhan yang mendesak, Lafran Pane berjihad, mencari jalan keluar dari ketidakmengertian beberapa pihak tentang niat baiknya. Yaitu, bahwa organisasi ini memang harus didirikan. Memang sudah takdir Allah, disaat bapak Husaen Yahya yang memberi jam kuliah ilmu tafsir, memenuhi permintaan Lafran Pane, waktunya digunakan untuk rapat. Dan pada saat itu pula pada tanggal 5
96 Lembaran Sejarah HMI, diakses pada 10 Agustus 2009

Februari 1947 bertepatan dengan tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, secara formal semua peserta rapat menyetujui didirikannya organisasi mahasiswa Islam, yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bertujuan : 1) Mempertahankan negara RI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, 2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam. Kemudian mengesahkan Anggaran Dasar HMI dan adapun ART akan dibuat kemudian hari. Dua peristiwa penting yang mengiringi kelahiran HMI pada waktu itu adalah : 1) Peringatan Maulid Nabi Muhammad tanggal 12 Rabiul Awal 1366 H, 2) Sidang kabinet di gedung Agung Yogyakarta. Ternyata apa yang diputuskan mahasiswa-mahasiswa di STI dengan berdirinya HMI pada tanggal yang sama, dimana disebutkan bahwa HMI bertujuan mempertahankan Negara RI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia adalah sejarah dengan hasil kabinet tersebut. Berarti HMI selalu ada dan berada dalam timbul tenggelamnya Negara RI. Gelombang yang pasang surut reaksi- reaksi yang dialami HMI adalah : Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PIY) Karena bagi Malino Ahmad (ketua PMY) merupakan tantangan untuk melebarkan pengaruhnya di kalangan mahasiswa dan cendekiawan yang saat itu dibutuhkan sekali, maka PMY (termasuk PSI) melancarkan propagandanya bahwa HMI pemecah belah mahasiswa. Rekasi ini bersifat ideologis, karena PMY yang jelas tidak beragama. Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Lafran pane adalah orang yang belum dikenal oleh Masyumi maupun GPII, dengan sendirinya dicurigai karena ada kekuatan Islam yang tumbuh diluar Masyumi. GPII yang pada waktu itu berorentasi kepada Masyumi secara spontan Ia memberikan realisasi atas kelahiran HMI. Isu yang dilancarkan oleh PMY temasuk oleh GPII ialah bahwa HMI merupakan pemecah pemuda dan umat Islam. Persoalannya pada Lafran Pane bukan karena tidak setuju dengan Masyumi dan GPII, tetapi yang urgen organisasi harus bersifat independen. Pelajar Islam Indonesia (PII) Kendati PII berdiri pada tanggal 4 Mei 1947 (lebih muda dari HMI), tetapi ia juga memberikan reaksi atas kelahiran HMI dengan motif yang hampir sama dengan GPII, karena anggota dan pengurus PII terdapat juga rekan-rekan dari GPII. Sikap tidak setuju ini mereka cetuskan dalam kongres I PII di solo tanggal 14-16 Juli 1947. Namun kemudian PII berubah sikap tatkala PII melakukan Konferensi besar I, di Ponorogo pada tanggal 4-6 November 1947. Setelah Lafran Pane diminta menjelaskan maksud dan tujuan serta latar belakang sejarah berdirinya HMI, yang pada pokoknya, bidang kemahasiswaan bukan merupakan bidang garap, bidang PII maupun GPII, karena ia mempunyai ciri tersendiri, untuk itu HMI hadir. Sehingga pembagian lapangan kerja dari berbagai aspek kemasyarakatan terlaksana. Sejak itu PII maupun GPII menerima dan memahami kehadiran HMI. Fase Pengokohan (5 Februari s/d 30 November 1947) a. Upaya yang dilakukan untuk memperkenalkan dan mengembangkan HMI waktu itu antara lain: b. Cerama-cerama ilmiah dari pemimpin-pemimpin terkemuka c. Memanfaatkan kongres PPMI di Malang pada tanggal 8 Maret 1947 untuk mencari dukungan HMI dari luar daerah. d. Berdirinya HMI cabang Klaten, Solo dan Malang. e. Mendukung dalam kepengurusan PB HMI mahasiswa seperti lulusan STI seperti Mintateja mahasiswa FK UNY, kemudian muncul wajah baru, Achmad Tirto Sudiro, Ushuludin Hutangalung dan lain-lain 63

Fase Perjuangan Bersenjata (1947-1949) a. Tanggal 25 Maret 1947 ditandatangani perjanjian Linggarjati antara Belanda dan Indonesia b. Tanggal 21 Juli 1947, Agresi Kolonial I, HMI bersama pemerintah dan rakyat melaqkukan perlawanan c. Tanggal 17 januari 1948, terjadi perjanjian Renvil, HMI bersama Masyumi tidak menyetujui d. Tanggal 18 September 1948 terjadi teror berdarah di Madiun oleh PKI melalui PPMI, HMI membentuk koprs mahasiswa dengan inti kesatuan tempur HMI yang berjuang bersama tentara siliwangi Jawa Barat melawan PKI. Dan pada saat itu pula, kekuatan yang dilancarkan "Ikrar 17 Agustus 1945" dalam tubuh umat Islam. Maka untuk mecakup semua lapanngan pekerjaan, pada tanggal 28 Desember 1945 di gedung seni seno Jogyakarta diadakan kongres muslimin Indonesia II setelah kemerdekaan, dihadiri 129 organisasi. Dan salah satu keputusan kongres menyatakan bahwa HMI sebagai organisasi Mahasiswa Islam. Lembar-lembar baru telah terbuka dengan keeksistensian HMI ditenga umat bangsa Indonesia. Rupanya persatuan dan kesatuan ini tidak berumur panjang, karena praktek politik yang dedaken dikalangan umat Islam sendiri yang pada akhirnya Masyumi pecah, yaitu :a) Tanggal 30 November 1947 PERTI memproklamirkan diri sebagai partai, b) Tanggal 17 Juli PSII kembali berdiri sebagai partai, c) Tanggal 06 April 1947 NU memproklamirkan diri sebagai partai, d) Akhirnya Masyumi pun berdiri sendiri sebagai partai. Dampak dari kejadian ini mengovakan keutuhan perjanjian seni seno maka tumbulah Organisasi pelajar, Mahasiswa dan keguruan untuk kepentiangan-kepentingan partai tersebut97. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963) Adapun tahapan-tahapan pertumbuhan HMI secara garis besarnya adalah : a) Pembentukan cabang baru, b)Mimindahkan PB HMI dari Yokyakarta ke Jakarta, c) Menentukan atribut-atribut HMI, d) Menetapkan nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI, e)Pembentukan BAKDO (Badan Koordinasi) HMI tingkat promosi, f) Pembentukan lembaga-lembaga HMI. Adapun yang bersifat umum antara lain meliputi: a) Pendayagunaan PPMI, b) Penegasan Idependen HMI, c) Mendesak pemerintah agar mengeluarkan UU Perguruan Tinggi, d) Mendesak pemerintah agar pelajaran Agama diajarkan sejak SD sampai Perguruan Tinggi (Secara terinci dapat dilihat pada buku "Sejarah Perjuangan HMI" karangan Drs. Agus Salim Sitompul, pada bab V, hal 98 ) Fase Tantangan(1964-1965) HMI melalui korps mahasiswa turut mengganyang PKI pada peristiwa Madiun 1948, dendam kusumat PKI sebagai front HMI tak kunjung padam. Karena itu ia memandang HMI sebagai Front islam terkuat sesudah Masyumi dan GPII. Maka dihembus-hembuskanlah niat jeleknya, baik melalui kaki tangan PKI maupun organisasi lain yang ia peralat untuk secepatnya menuntut pembubaran HMI. Namun Soekarno sebagai presiden RI mengatakn "Go Ahead HMI", kenyataan akhirnya menunjukkan PKI-lah yang justru dilarang di Indonesia setelah peristwa 30 September Fase Kebangkitan HMI sebagai pelopor orde baru dan angkatan 66'(1966-1967) Penumpasan PKI merupakan suatu momentum yang menguak fase baru memasuki perjuangan menuntut tegaknya keadilan dan kebenaran serta
97 Lembaran Sejarah HMI, diakses pada 10 Agustus 2009

perbaikan ekonomi rakyat PPMI yang sudah ditunggangi PKI tidak bisa banyak bisa diharapkan untuk menyuarakan keinginan mahasiswa pada saat itu (yang akhirnya bubar), atas prakarsa ketua PB HMI Mar'ie Muhammad, pada tanggal 23 oktober 1965 untuk mendirikan KAMI yang dikenal dengan TRITURANYA-nya. Setelah KAMI dibubarkan pada tanggal 27 Februar 1960 muncul KAPPI yang didirikan pada tanggal 27 Februari 1966 berperan sebagai penerus KAMI yang dipimpin oleh Husni Tamri( ketua PII ). Tanggal 4 maret 1966 didirikanlah lasykar Arif Rahman Hakim dengan komandannya Fahmi Idris ( ketua HMI Jaya). Fase Pembangunan Nasional (1969-sekarang) Lahirnya babak baru dalam perjuangan bangsa Indonesia yakni Orde Baru, maka menuntut seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semakin kompleksnya masalah pembangunan, baik sebagai akibat peningkatan harapan masyarakat terhadap kehidupan yang lebih baik maupun dampak negatif dari pilihan strategis dan pelaksanaan pembangunan mengharuskan kita untuk senantiasa berfikir kreatif terhadap masalah -masalah pembangunan maupun kemasyarakatan sehingga dapat melahirkan sikap bangsa terhadap pentingnya kualitas sumber daya manusia. Sebagai organisasi kader, maka HMI dituntut untuk tanggap terhadap kecenderungan-kecenderungan ini, supaya HMI dapat berperaan Aktif dalam setiap pembangunan dan perkembangannya. Untuk itu tidaklah mengherankan jika HMI memberikan masukan yang berarti (pada masa pembangunan ini) diantaranya yaitu, menyatakan (pernyataan) PB HMI tentang lembaga kepresidenan dan lembaga UUD1945 yang isinya menyatakan dukungan HMI kepada Sidang Umum MPR untuk menetapkan Jenderal Soeharto untuk menjadi Presiden dan tidak mengubah UUD 1945, karena saat ada usaha untuk mengubah UUD sehingga menggoyahkan kepemimpinan Nasional. Di bidang pembinaan dan pembaharuan Umat, HMI memberikan masukan terhadap metode dakwah islam (1972), disamping itu juga memberikan masukan yang berarti mengenai undang-undang perkawinan (20 tahun untuk waita dan 25 tahun untuk pria)98. Di bidang kepemudaan HMI bersama-sama organisasi yang lain membentuk kelompok Cipayung(HMI,PMII,GMNI,GMKI,dan PMKRI)sebagai wadah untuk menampung aspirasi pemuda sekaligus merupakan proses mendinamisasi kretifitas pemuda. Kelompok ini di bentuk tahun 1972. Selain itu secara perorangan banyak alumni HMI yang duduk dipemerintahan, swasta, organisasi dan sebagainya. Dewan bidang kealian masing-masing untuk memberikan darma baktinya dan sumbangsihnya bagi pembangunan dan mengisi kemerdekaan RI. Apa yang telah dikemukakan itu adalah cermin perjuangan HMI pada setiap babak sejarah masa silam yang diperaninya. Itu semua diperbuat HMI tanpa pamrih semata-mata untuk kesejahteraan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Diakui atau tidak semua telah menjadi kenyataan dan hasilnya pun telah sama dirasakan dan dihayati oleh seluruh rakyat Indonesia. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pada mulanya para mahasiswa yang bergabung atau yang mengikuti jejakjejak Muhammadiyah oleh Muhammadiyah dianggapnya cukup bergabung dalam organisasi otonom yang ada dalam Muhammadiyah, seperti Pemuda Muahmmadiyah (PM) Yang diperuntukkan pada mahasiswa dan Nasyi'atul Aisyiyah (NA) untuk mahasisiwi Yang lahir pada 27 Dzulhijjah 1349 H (NA) dan pemuda pada tanggal 25 Dzulhiijjah 1350 H. Anggapan Muhammadiyah tersebut lahir pada
98 Lembaran Sejarah HMI, diakses pada 10 Agustus 2009

65

saat-saat Muhammadiyah bermuktamar ke-25 di Jakarta pada tahun 1936 Yang pada saat itu dihembuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendirikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan pada saat itu pula Pimpinan Pusat (PP) Yang dipegang oleh KH. Hisyam (periode 1933-1937). Dan pada dikatakan bahwa anggapan dan pemikiran mengenai perlunya menghimpun mahasiswa Yang sehaluan dengan Muhammadiyah yaitu sejak konggres ke-25 tersebut99. Namun demikian keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah pada saat itu masih vakum, karena pada waktu itu Muhammadiyah masih belum memiliki Perguruan Tinggi seperti Yang diinginkannya sehingga para mahasiswa Yang berada di Perguruan Tinggi lain baik negeri ataupun swasta Yang sudah ada pada waktu itu secara ideologi tetap berittiba' pada Muhammadiyah dalmn kondisi tetap mereka harus mau bergabung dengan PM, NA ataupun Hizbul Wathon (HW). Pada perkembangan keberadaan mereka Yang berada dalam ketiga organisasi otonom tersebut merasa perlu adanya perkumpulan khusus mahasiswa Yang secara khusus anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam. Alternatif yang mereka pilih yaitu bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). bahkan ada image waktu itu yang menyatakan bahwa HMI adalah anak Muhammadiyah Yang diberi tugas khusus untuk membawa mahasiswa dalam misi dan visi yang dimiliki oleh Muhammadiyah, karena waktu itu ditubuh HMI sendiri dipegang oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah yang secara aktif mengelola HMI100. Pada waktu itu Muhammadiyah secara kelembagaan turut mengeloia HMI baik dari segi moral ataupun material, sampai belakangan ini menurut data-data Yang ada di PP Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah (terutama PTM dan RS Sosial) secara, materiil turut membiayai hampir setiap aktifitas HMI baik mulai dari tingkat konggres sampai aktifitas sehari -hari. Disinilah sekali lagi bukan.HMI yang turut menelorkan tokoh-tokoh Muhammadiyah tapi sebaliknya bahwa Muhammadiyah yang dulu ikut aktif membesarkan HMI. Mengapa hal itu dilakukan ?.? Jawabannya seperti dikemukakan diatas, yaitu bahwa HMI diharapkan akan tetap konsisten dengan faham keagamaan Yang diilhami oleh Muhammadiyah. Namun pada perkermbangannya dahulu mengalami perubahanperubahan khususnya dalam independensi diinginkan oleh Muhammadiyah oleh Muhammadiyah lebih cenderung liberal dalam segala dalam segala aliran Yang ada dalam teologi islam boleh mewarnai tubuh HMI aliran-aliran Asy'ariyah (cenderung menghidupkan kembali sunnah-sunnah rosul), aliran syi'ah (Yang cenderung mengkultuskan syaidina Ali bin Abi Tholib r.a), Mu'tazilah, nasionalisme, sekularisme, pluralisme lainnya. Sementara dalam Muhammadiyah tidaklah independensi Muhammadiyah ditekankan pada berpendapat namun masib dalam konteks wacana islam masih tetap berideologi Al-quran dan Assunnah dalam Muhammadiyah tidak mengenal madzab-madzab yang ada seperti madzab Syafi`I, Hambali dan Maliki101. Melihat fenomena diatas, HMI yang kian melesat kealam berideologi tersebut maka dengan diplomasinya pihak PP Muhammadiyah mengeluarkan suatu policy atau kebijakan yaitu menyenyelamatkan kader-kader Muhammadiyah yang masih berada dijenjang pendidikan menengah atau Pendidikan Tinggi. Pada tanggal 18 Nofember 1955 keinginan Muhammadiyah untuk mendirikan PTM ini PP Muhammadiyah melalui struktur kepemimpinannya membentuk departemen pelajar dan mahasiswa yang menampung aspirasi aktif dari para pelajar dan mahasiswa. Maka pada saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah pertama di Palembang tahun 1956 didalam keputusannya menetapkan langkah kedepan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956-1959 dan dalam langkah ini ditetapkan pula usaha untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak
99 Sejarah IMM, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 100 Sejarah IMM, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 101 Sejarah IMM, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009

menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengemban amanah.Untuk lebih merealisasikan usaha PP Pemuda Muhammadiyah tersebut maka lewat KOPMA (Konferensi Pimpinan Daerah Muhammadiyah) se-Indonesia pada tanggal 5 Shafar 1381/18 Juli 1962 di Surakarta, memutuskan untuk mendirikan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah). PP Pemuda Muhammadiyah pada saat KONPIDA ini masih belum berhasil melahirkan organisasi khusus Mahasiswa Muhammadiyah. Pada saat itu nasib boleh duduk dalam kepengurusan IPM. Sehubungan dengan semakin berkembangnya PTM yang dirintis oleh Fakultas Hukum Dan Filsafat di Padang Panjang yang berdiri pada tanggal 18 Nofember 1955 namun karena peristiwa pemberontakan PRRI kedua fakultas tersebut vakum, kemudian berdiri di Jakarta PT Pendidikan guru yang kemudian berganti nama menjadi IKIP. Pada tahun 1958 dirintis fakultas serupa di Surakarta, di Yogyakarta berdiri akademi Tabligh Muhammadiyah dan di Jakarta berdiri pula FIS (Fakultas Ilmu Sosial) yang sekarang UMJ. Karena semakin berkembangnya PTM-PTM yang sudah ada maka pada tahun 1960-an ide-ide untuk menangani khusus mahasiswa Muhammadiyah semakin kuat. PP Pemuda Muhammadiyah yang oleh PP Muhammadiyah dan Muktamar ke-I di Palembang (1956) dibebani tugas untuk menampung aspirasi aktif para Mahasiswa Muhammadiyah, segera membentuk Study Group yang khusus Mahasiswa yang berasal dari Malang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Padang, Ujung Pandang dan Jakarta. Menjelang Muktamar Muhammadiyah setengah abad di Jakarta tahun 1962 mengadakan kongres Mhasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta dan dari kongres ini semakin santer upaya para tokoh Pemuda untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan untuk berdiri sendiri. Pada 15 Desember 1963 mulai diadakan pejajagan dengan didirikannya Dakwah mahasiswa yang dikoordinir oleh : Ir. Margono, Dr. Sudibjo Markoes dan Drs. Rosyad Saleh. Ide pembentukan ini berasal dari Drs. Moh. Djazman yang waktu itu sebagai Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah. Dan sementara itu desakan agar segera membentuk organisasi khusus mahasiswa dari berbagai kota seperti Jakarta dengan Nurwijo Sarjono MZ. Suherman, M. yasin, Sutrisno Muhdam, PP Pemuda Muhammadiyah dll-nya. Akhirnya dengan restu PP Muhammadiyah waktu itu diketuai oleh H.A. Badawi, dengan penuh bijaksana dan kearifan mendirikan organisasi yang khusus untuk Mahasiswa Muhammadiyah yang diketuai oleh Drs. Moh. Djazman sebagai koordinator dengan anggota M. Husni Thamrin, A. Rosyad Saleh, Soedibjo Markoes, Moh. Arief dll102. Sejak kegiatan pendidikan tinggi atau perguruan tinggi Muhammadiyah berkembang pada tahun 1960-an itulah kembali santer ide tentang perlunya organisasi yang khusus mewadahi dan menangani mahasiswa. Sementara itu, menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Dari kongres ini pula upaya untuk membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah kembali mengemuka. Pada tanggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajagan berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs. Mohammad Djazman, dan kemudian dikoordinir oleh Ir. Margono, dr. Soedibjo Markoes, dan Drs. A. Rosyad Sholeh103. Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga datang dari para mahasiswa Muhammadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman, M. Yasin, Sutrisno Muhdam dan yang lainnya. Dengan banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka PP Pemuda Muhammadiyah -- waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua Umum dan M.
102 Sejarah IMM, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 103 Sejarah IMM, DPD IMM Jawa Tengah <http://acep6te.net>, diakses pada 10 Agustus 2009

67

Djazman Al Kindi sebagai Sekretaris Umum-- mengusulkan kepada PP Muhammadiyah --yang waktu itu diketuai oleh K.H. Ahmad Badawi-- untuk mendirikan organisasi khusus bagi mahasiswa yang diiberi nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah --atas usul Drs. Mohammad Djazman yang--, dan kemudian disetujui oleh PP Muhammadiyah serta diresmikan pada tanggal 14 Maret 1964 (29 Syawwal 1384). Peresmian berdirinya IMM itu resepsinya diadakan di gedung Dinoto Yogyakarta; dan ditandai dengan penandatanganan "Enam Penegasan IMM" oleh K.H. Ahmad Badawi, yang berbunyi: a. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam; b. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM; c. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah d. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah; e. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi yang sah mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara yang berlaku f. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lilLahi Ta'ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat. Sedangkan faktor ekstern berdirinya IMM berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan di luar dan di sekitar Muhammadiyah. Hal ini paling tidak bertalian dengan keadaan umat Islam, kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia, serta dinamika gerakan mahasiswa. Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu masih banyak dipenuhi oleh tradisi, paham, dan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Keyakinan dan praktek keagamaan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah mahasiswa, banyak bercampur baur dengan takhayul, bid`ah, dan khurafat. Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI), keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik kekuasaan antar golongan dan partai politik. Sehingga, kendati waktu itu Indonesia telah merdeka selama kurang lebih 20 tahun, namun tidak bisa mencerminkan makna dan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Demokrasi dan kedaulatan rakyat terkungkung, sementara tirani kekuasaan dan otoritarianisme merajalela akibat kebijakan demokrasi terpimpin ala Soekarno104. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sejarah masa lalu adalah cermin masa kini dan masa datang. Dokumen historis, dengan demikian merupakan instrumen penting untuk mengaca diri. Tidak terkecuali PMII. Meski dokumen yang disajikan dalam tulisan ini terbilang kurang komplit, sosok organisasi mahasiswa tersebut sudah tergambar jelas berikut pemikiran dan sikap-sikapnya. PMII, yang sering kali disebut Indonesian Moslem Student Movement atau Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia adalah anak cucu NU (Nahdlatul Ulama) yang terlahir dari kandungan Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), yang juga anak dari NU. Status anak cucu inipun diabadikan dalam dokumen kenal lahir yang dibikin di Surabaya tepatnya di Taman Pendidikan Putri Khodjijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 H.Meski begitu bukan berarti lahirnya PMII berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan yang dihadapinya. Hasrat mendirikan mahasiswa NU memang sudah lama bergejolak, namun pihak PBNU belum memberikan green light, belum menganggap perlu
104 Sejarah IMM, DPD IMM Jawa Tengah <http://acep6te.net>, diakses pada 10 Agustus 2009

adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di Perguruan Tinggi. Namun kemauan anak-anak muda itu tak pernah kendor, bahkan terus berkobar dari kampus ke kampus. Bisa dimengerti karena kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkikkan untuk melahirkan organisasi baru. Banyak organisasi mahasiswa bermunculan di bawah naungan payung induknya, misalnya saja SEMMI (dengan PSII), KMI (dengan PERTI), HMI (lebih dekat ke MASYUMI), IMM (dengan Muhammadiyah), dan HIMMAH (dengan Al-Washliyah). Wajar jika anak-anak NU kemudian ingin mendirikan wadah sendiri dan bernaung di bawah panji dunia. Dan benar, keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk Ikatan Mahasiswa NU (IMANU) pada akhir 1955, yang diprakarsai oleh beberapa pimpinan pusat dari IPNU. Namun IMANU tak berumur panjang karena PBNU menolak keberadaannya. Bisa dipahami kenapa PBNU bertindak keras, sebab waktu itu IPNU baru saja lahir yaitu pada tanggal 24 Februari 1954. Apa jadinya jika baru lahir saja belum terurus sudah keburu menangani yang lain, logis sekali. Jadi keberatan PBNU bukan terletak pada prinsip berdiri atau tidaknya IMANU tapi lebih merupakan pertimbangan waktu, pembagian tugas, dan efektivitas organisasi. Dan baru setelah wadah "Departemen" itu dinilai tidak lagi efektif, tidak cukup kuat untuk menampung aspirasi mahasiswa NU, konferensi besar IPNU I (14-16 Maret 1960 di Kaliurang), sepakat mendirikan organisasi tersendiri. Lalu berkumpullah tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, dalam sebuah musyawarah tiga hari di Taman Pendidikan Khodijah, Surabaya. Dengan semangat membara, mereka menbahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama mereka impikan dan idamkan. Bertepatan dengan itu, ketua umum PBNU, K.H. Idham Kholid, memberikan lampu hijau. Bahkan semangat pula membakar semangat agar mahasiswa NU menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang berprinsip. Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu untuk ilmu. Maka lahirlah organisasi mahasiswa di bawah naungan pyung NU, pada 17 April 1960, lewat kandungan Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Dan bayi yang baru lahir itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Dengan demikian, ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri. Bahwa kemudian harus bernaung di bawah panji NU, itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi politik saat itu yang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tapi lebih dari itu, keterikatan PMII pada NU memang sudah terbentuk dan memang sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita, bahkan pola berpikir, bertindak, dan berprilaku. PMII adalah bagian dari sejarah Indonesia. Mulai dari awal proses kemunculannya, proses lahirnya sampai proses perjalanannya hingga sekarang, PMII telah menjadi saksi dari sejarah perjalanan Indonesia. Selain itu, PMII juga sejarah bagi dirinya sendiri. PMII pernah jaya dan pernah terpuruk. PMII pernah bersitegang akibat perdebatan tentang politik praksis dan PMII pernah ditendang dari wilayah strategis. Semua itu bagian dari sejarah yang tak terpisahkan dari perjalanan PMII. Dalam proses pemunculannya, PMII tidak bisa dipisahkan dari kondisi sosial politik tahun 1950-an. Ketika itu, telah muncul organisasi-organisasi kepemudaan seperti HMI (ketika itu underbow Masyumi) SEMMI (dengan PSII) KMI (dengan PERTI) dan HIMMA (dengan Wasillah). Banyaknya organisasi tersebut, membuat anak-anak NU ingin mendirikan wadah yang bernaung di bawah panji bola dunia. Akhirnya, pada tahun 1955 di dirikanlah IMANU (Ikatan Mahasiswa NU) oleh tokoh-tokoh PP-IPNU. Namun, IMANU tidak berumur panjang. Sebab, PBNU tidak merestui dengan alasan yang sangat logis: IPNU didirikan baru tanggal 24 Februari 1954 dan dengan pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas

69

organisasi105. Tetapi sampai pada Kongres IPNU ke 2 (Awal 1957 di pekalongan)dan ke 3 (akhir 1958 di Cirebon) NU masih memandang belum perlu adanya organisasi kemahasiswaan. Baru kemudian pada tahun 1959 IPNU membuat departemen yang kemudian dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Satu tahun kemudian setelah Departemen Perguruan Tinggi IPNU ini dianggap tidak efektif dan tidak cukup menampung aspirasi mahasiswa NU, maka pada Konprensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960) di Kaliurang sepakat mendirikan organisasi tersendiri. Rekomendasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh 13 tokoh, yakni; Chalid Mawardi (Jakarta), Said Budairy (Jakarta), M. Shabih ubaid (Jakarta), Makmun Syukri BA. (Bandung), Hilman (Bandung), H. Ismail Makky (Yogyakarta), Munsif Nachrawi (Yogyakarta), Nurilhuda Suady HA. (Surakarta), Laily Mansyur (Surakarta), Abdul Wahab Djailani (semarang), Hisbullah Huda (Surabaya), M. Chalid Marbuko (Malang), dan Ahmad Husein (Makasar). Pada tanggal 14-16 April 1960, mereka menggodok organ baru di TPP Khadijah Surabaya. Akhirnya, tanggal 17 April 1960 lahirlah organisasi mahasiswa NU yang diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)106. Dalam perjalanan selanjutnya, PMII merasa tidak strategis dan mengalami keterbatasan langkah di bawah naungan NU ketika itu berfusi ke PPP. Maka pada tahun 1972, PMII mendeklarasikan Independensi dari NU dalam ajang Munas di Murnajati. Deklarasi ini terkenal dengan Deklarasi Murnajati. Adapun tim perumus Deklarasi Murnajati adalah; Umar Basalin (Bandung), Madjidi Syah (Bandung), Slamet Efendi Yusuf (Yogyakarta), Man Muhammad Iskandar (Bandung), Choirunnisa Yafizhan (medan), Tatik Farikhah (Surabaya), Rahman indrus dan Muiz Kabri (Malang). Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan. PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut. Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilainilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab. Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskanPancasila107. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (disingkat GMNI) adalah sebuah organisasi mahasiswa di Indonesia. Organisasi ini adalah sebuah gerakan mahasiswa yang berlandaskan ajaran Marhaenisme. GMNI dibentuk pada tanggal 22 Maret 1954. GMNI lahir sebagai hasil proses peleburan tiga organisasi mahasiswa yang berasaskan Marhaenisme Ajaran Bung Karno. Ketiga organisasi itu ialah: Gerakan Mahasiswa Marhaenis, berpusat di Jogjakarta Gerakan Mahasiswa Merdeka, berpusat di Surabaya
105 Sejarah PMII, <http://pmmiub.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 106 Sejarah PMII, <http://pmmiub.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 107 Sejarah PMII, <http://pmmiub.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009

Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia, berpusat di Jakarta108.

Proses peleburan Proses peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang diketuai oleh S.M. Hadiprabowo. Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi, Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan ketiga organisasi yang seasas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian disampaikan kepada pimpinan kedua organisasi yang lain, dan ternyata mendapat sambutan positif. Setelah melalui serangkaian pertemuan penjajagan, maka pada Rapat Bersama antar ketiga Pimpinan Organisasi Mahasiswa tadi, yang diselenggarakan di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman Suropati, akhirnya dicapai sejumlah kesepakatan antara lain: Setuju untuk melakukan fusi Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi bernama "Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia" (GMNI). Asas organisasi adalah: Marhaenisme ajaran Bung Karno. Sepakat mengadakan Kongres I GMNI di Surabaya, dalam jangka waktu enam bulan setelah pertemuan ini. GMNI dan Ideologi Marhaenisme GMNI tak pernah lepas dari ideologinya yaitu marhaenisme meskipun pada tahun 1983 harus menerima keadaan pancasila sebagai ideologi dan asas, meski pancasila jaman ORBa tidak seperti Pancasila yang dipidatokan oleh Bung karno pada tanggal 1 JUni 1945. namun ,atau tidak mau suka tidak suka karena siapa lagi kalu bukan GMNI yang harus menjaga keberadan pancasila senbagai dasar negara. Meski sebenarnya Marhaenisme itu tidak sama dengan pancasila karena fungsinya pun berbeda dan pemaknaannya berbeda, serupa tapi tak sama109. Marhaenisme adalah marxisme yang diterapkan sesuai situasi dan kondisi Indonesia. sebenarnya memang benar marhaenisme itu marxisme yang diterapkan sebagai sutuasi dan kondisi di Indonesia, karena di dalam Marhaenisme tidak kenal manifesto komunis. tanpa marxisme marheinisme tidak akan mampu menerangkan kondisi ideologi yang dihadapi rakyat Indonesia, bahwa marhaenisme seperti halnya 10 tesis marhaenisme adalah melupakan ajran ideologi yang berlandaskan pada pemikiran-pemikiran Karl mark. ajaran marhaenisme itu ajran ideologi kiri, karena tanpa ideologi kiri kemerdekaan Indonesia tidak akan tercapai. marhaensime itu memiliki kerangka pikir marxisme, Dialektika, dan historis materialisme. Namun marhaenisme ini tidak mampu diteruskan oleh pengikut ajarannya dalam menciptakan teori-teori perjuangan terbaru, tidaks seperti marxisme. Kemampuan kader memahami ideologipun berbeda-beda berdasarkan latar belakang kemampuan, kecerdasan, dan kepentingan hidup kader GMNi rata-rata tidak berhubungan langsung dengan apa yang menjadi landasan perlawanan kaum Marhaen. Referensi : Lembaran Sejarah HMI, diakses pada 10 Agustus 2009 Sejarah IMM, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009 Sejarah IMM, DPD IMM Jawa Tengah <http://acep6te.net>, diakses pada 10 Agustus 2009 Sejarah PMII, <http://pmmiub.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009
108 Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, <http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Mahasiswa_Nasional_Indonesia>, diakses pada 10 Agustus 2009 109 56 Tahun GMNI Idealisme, Materialisme dan Pragmatisme, <http://dumadia.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009

71

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, <http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Mahasiswa_Nasional_Indonesia>, diakses pada 10 Agustus 2009 56 Tahun GMNI Idealisme, Materialisme dan Pragmatisme, <http://dumadia.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009

Anda mungkin juga menyukai