Konsep negara hukum sangat terkait dengan sistem hukum yang dianut oleh negara
yang bersangkutan. dalam literatur lama pada dasarnya sistem hukum di dunia ini dapat
dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu sistem hukum kontinental dan sistem
hukum anglo saxon, sehingga kedua sistem hukum itu seolah-olah membelah dunia kita
ini menjadi dua kubu. sedangkan tulisan-tulisan yang akan datang kemudian mengatakan
selain kedua sistem hukum diatas terdapat juga sistem hukum lain seperti sistem
hukum islam, sistem hukum sosialis dan lain-lain. pengelompokkan itu menurut prof.
Bagir Manan lebih bercorak historis atau akademik. dalam kenyataannya akan dijumpai
hal-hal sebagai berikut :
1. terdapat sistem-sistem hukum (suatu negara) yang sekaligus mengandung ciri-ciri
tradisi hukum kontinental dan tradisi hukum anglo saxon atau gabungan antara tradisi
hukum kontinental dan tradisi hukum sosialis, ataupun gabungan antara hukum anglo
saxon dan tradisi hukum sosialis.
2. terdapat sistem-sistem hukum yang tidak dapat digolongkan kedalam salah satu dari
tiga kelompok diatas misalnya negara-negara yang mengidentifikasikan diri dengan
tradisi hukum menurut ajaran islam (the moslem legal tradition).
philips m. hadjon hanya mengemukakan 3 (tiga) macam konsep negara hukum, yaitu;
rechtsstaat, the rule of law, dan negara hukum pancasila. dewasa ini menurut M. Tahir
Azhary dalam kepustakaan ditemukan lima macam konsep negara yaitu:
1. nomokrasi islam; adalah konsep negara hukum yang pada umumnya diterapkan di
negara-negara islam.
2. rechtsstaat; adalah konsep negara hukum yang diterapkan di negara-negara eropa
kontinental, misalnya; belanda, perancis dan jerman.
3. rule of law; adalah konsep negara hukum yang diterapkan di negara-negara anglo
saxon, seperti; inggris dan amerika serikat
4. social legality; adalah konsep negara hukum yang diterapkan di negara-negara
komunis.
5. konsep negara hukum pancasila; adalah konsep negara hukum yang diterapkan di
indonesia.
pada posting selanjutanya saya akan membahas tentang arti-arti dari beberapa konsep-
konsep negara hukum menurut M. Tahir Azhary.
Dalam literatur hukum, ada empat sistem hukum dunia yg paling dominan:
civil law, disebut juga sistem hukum Eropa-Kontinental, banyak diterapkan di negara2 Eropa daratan dan bekas
jajahannya (seperti Indonesia yg menerapkan civil law yg dibawa Belanda)
common law, disebut juga case law atau sistem hukum Anglo-Sakson, diterapkan di Inggris dan negara2 bekas
jajahannya
Islamic law (hukum Islam)
socialist law (hukum sosialis)
Kedua istilah 'civil law' dan 'common law' dalam literatur hukum Indonesia tidak diterjemahkan karena memang sulit
mencari padanan langsungnya.
Namun demikian, menurut definisinya:
common law = hukum yg dibuat berdasarkan adat/tradisi yg berlaku dalam masyarakat dan keputusan hakim. Pada
mulanya, sistem hukum ini tidak tertulis.
civil law = hukum yg dibuat berdasarkan kodifikasi hukum yg dilakukan lembaga legislatif. Berbeda dg common law, civil
law sejak awal pembuatannya sudah merupakan sistem hukum tertulis.
Karena ciri khas dan kompleksitasnya istilah 'common law' dipertahankan dan tidak diterjemahkan.
Kalau diterjemahkan 'hukum adat' bisa rancu dg 'hukum adat' (adat/customary law) yg diakui keberadaannya di
Indonesia.
Kalau diterjemahkan 'hukum tak tertulis', tidak sesuai lagi dg kenyataan sekarang bahwa 'common law' sudah menjadi
hukum tertulis.
Kalau diterjemahkan 'hukum kasus' (case law), makna asalnya jadi berkurang karena sebenarnya istilah 'case law' tsb
hanyalah sebutan lain dari 'common law' dan tentu saja kurang populer daripada 'common law'.
Dg semua pertimbangan tsb dan juga fakta bahwa literatur hukum Indonesia tetap mempertahankan istilah 'common
law' tanpa diterjemahkan, saya mengusulkan istilah tsb tidak perlu diterjemahkan karena berpotensi mengurangi dan
mengaburkan makna yg dimaksud.
Ref.:
Suherman, Ade Maman. 2004. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
Bab 7
Globalisasi dan hukum perbandingan
1. Mr. Palomar
Tokoh yang dibuat oleh Calvino tentang Mr. Palomar adalah orang yang mencari
kunci untuk menguasai kompleksitas dunia dengan menguranginya (mereduksi) menjadi
mekanisme yang paling sederhana. Konsep Mr. Palomar ini berusaha menyederhanakan
segala sesuatu untuk dapat memahaminya.
Di era globalisasi, kita dipaksa untuk menitikberatkan perhatian pada keseluruhan
dunia fenomena hukum. Di dunia yang semakin saling ketergantungan satu sama lain,
hampir semua studi hukum menjadi kosmpolitan. Bagi studi hukum kosmopolitan, ada
kebutuhan terhadap kebangkitan jurisprudens umum dan pemikiran ulang tentang hukum
perbandingan dari perspektif global.
Proposisi ini adalah tipe ideal untuk penjelasan sekunder yang paling eksplisit
tentang sifat dan lingkup hukum perbandingan. Ini relevan untuk membuat sejumlah
argumen sebagai berikut.
Pertama, antara 1945 dan 1980, asumsi ini sangat berpengaruh dalam hal
konseptualisasi sub-disiplin dan pelembagaannya dalam jurnal, buku teks, kursus, proyek,
dan semua cara berpikir di atas. Model Negara dan Barat terbatas dalam hal masing-
masing unsurnya: hukum publik, negara Barat, dengan doktrin khususnya hukum privat,
dan perbedaan antara sistem hukum sipil dan common law orang tua sebagai fokus
utama. Banyak literatur sekunder tentang hukum perbandingan sebagai bidang ilmu
memiliki fokus yang sempit, mengabaikan beberapa contoh praktek terbaik, dan
merendahkan kekayaan, keragaman dan perbedaan studi hukum transnasional dan
kosmopolitan.
Ahli hukum perbandingan kadang-kadang bersikukuh pada perbedaan antara
hukum asing dan hukum perbandingan. Perbandingan mencakup berbagai kegiatan dan
asing adalah persoalan relatif. Pada tingkat teoritis hampir semua deskripsi mencakup
perbandingan. Kita menggunakan perbandingan dalam hidup sehari-hari menggunakan
analogi, model, metafora, tipe ideal dan berbagai alat lainnya. Beberapa contoh karya
terbaik ahli hukum perbandingan misalnya:
Studi paralel (studi Biclefeld Kreis tentang contoh dan interpretasi
statuta);
Menjelaskan sistem sendiri dibandingkan dengan yang lain, seperti
studi Llewellyn di Amerika.
Dan sebagainya.
Model Negara dan Barat sekarang sudah ketinggalan jaman, tetapi belum
digantikan oleh teori yang koheren. Ini tidak menyarankan bahwa harus mengganti satu
teori reduksionis dengan yang lain, tetapi bahwa isu utama berkaitan dengan lingkup,
metode, pembandingan, perbandingan, dan hubungan dengan persoalan lain yang perlu
ditangani.
Kritik terhadap model Negara dan Barat perlu dihargai dan dikembangkan. Pertama,
ada alasan yang baik untuk menyempitkan fokus, terutama di tahap awal. Kedua, ada
manfaat dan biaya dalam kualitas karya yang dilakukan dalam kerangka Negara dan
Barat.
Model Negara dan Barat memiliki empat kelemahan utama: digambarkan secara
sempit; telah terisolir dari bidang yang sama; ketinggalan jaman; dan teori di bawah
standar. Apa yang kurang adalah pandangan koheren tentang usaha dan diskusi tentang
isu-isu pembandingan, metode, tingkat, tujuan dan sebagainya. Singkatnya, pekerjaan
jurisprudens tidak dilakukan secara memadai bagi studi hukum perbandingan atau
kosmopolitan. Sehingga perlu pemikiran ulang yang radikal.
KabarIndonesia - Sejarah memang milik penguasa. Poros yang memegang kekuasaan mempunyai kekuatan penuh untuk
memaparkan atau mungkin mengaburkan fakta sejarah. Sejarah pahit bangsa Indonesia dengan warna merah Komunisme
menjadi modal memasung pembelajaran dan pengingkaran tujuan didirikannya Negara Indonesia, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pemahaman publik tentang Sosialisme sama dengan Komunisme. Membaca Sosialisme akan mendapat
atribut kiri dan sebagainya, dan sebaginya. Padahal secara intertekstual, Konsep Sosialisme juga akan kita temui dalam
ayat-ayat Al Quran. Yang mana? Penafsiran siapa? Lalu, Kelompok Islam mana yang mempercayainya? Historia Sosialisme
Bibit kawite Sosialisme sebenarnya telah lama ada dalam sejarah peradaban dunia. Plato, oleh sebagian kalangan disebut-
sebut sebagai Bapak Sosialisme. Secara logis, fenomena ini menggiring pada simpulan bahwa di dalam masyarakat Yunani
juga ada kesenjangan sosial sehingga pemikir seperti Plato terbersit untuk menghilangkan kesenjangan tersebut. Meng Tze
di Cina juga dapat disebut-sebut sebagai Bapak Sosialisme Cina karena dia mencetuskan gagasan pemerataan
kesejahteraan pada masyarakat. Jauh sebelum mengenali apalagi memahamai gagasan mereka, jauh di lubuk hati, kita juga
menghendaki "keadilan sosial" baik di bidang ekonomi, sosial-kemasyarakatan, serta jaminan hukum dan politik dari sistem
negara.
Sosialisme lahir sebagai faham ekonomi dan kemasyarakatan pada akhir abad ke-18 di Eropa. Revolusi industri di Inggris
telah memunculkan kelas baru dalam masyarakat, yaitu kaum borjuis yang menguasai sarana produksi karena penguasaan
modal bertimbun di tangan mereka. Sosialisme berkembang sebagai reaksi terhadap kondisi buruk yang dialami masyarakat
menengah ke bawah (kelas buruh) di bawah tekanan sistem kapitalisme liberal.
Sejumlah cendekiawan tampil menyerukan persamaan hak bagi semua lapisan, golongan dan kelas masyarakat. Mereka
menyuarakan distribusi keadilan dalam ekonomi, sosial, dan budaya. Mereka adalah St. Simon (1769-1873), Fourisee (1770-
1837), Robert Owen (1771-1858) dan Louise Blane (1813-1882). Tokoh-tokoh ini melahirkan purwa-rupa dari Sosialisme,
generasi berikutnya seperti Proudhon, Karl Marx, Frederick Engels, maupun Bakunin berangkat dari konsep pemikiran
mereka. St. Simon dinobatkan sebagai The Godfather of Socialism karena dialah orang pertama yang menyerukan perlunya
sarana-sarana produksi dimiliki sepenuhnya oleh negara. Gagasannyalah yang mendorong lahirnya sistem Kapitalisme
Negara (state capitalism).
Menjelang akhir abad ke-19, Sosialisme berkembang menjadi aliran-aliran yang diferensial dan menyebar bagai virus ke
seluruh Eropa. Fenomena ini dilatarbelakangi model-model pengorganisasian gerakan-gerakan bawah tanah yang radikal
dan revolusioner, selain tulisan-tulisan di media maupun kegiatan diskusi intelektual. Pierre J. Proudhon (1809-1865)
adalah penganjur sosialisme generasi kedua di Perancis setelah generasi St. Simon dan Louis Blanc. Proudhon memiliki
perbedaan pendapat dengan para pendahulunya yang cenderung menghapuskan hak-hak individual. Proudhon
memperjuangkan dipertahankannya hak-hak individual secara terbatas. Proudhon menolak gagasan Totalitarian-
Kolektivisme dari kaum sosialis radikal seperti Marx.
Menurut Marx, hak individual harus dihapuskan secara menyeluruh dan dikelola oleh negara. Pemikiran Marx ini berangkat
dari Faham Dialektika Materialismenya. Perbedaan pandangan antara Prodhoun dan Marx inilah yang mengawali
perpecahan di tubuh sosialis internasional, sosialisme pun terfragmentasi menjadi aliran-aliran seperti Sosialisme Demokrat,
Komunisme ala Marx, Sosialisme Anarkis ala Bakunin, Marxisme-Leninisme, Sosialisme ala Kautsky, Sosialisme Kristen,
dan lain-lain. Karl Marx banyak menginspirasi pemikir sosialisme. Konsep pemikirannya yang sederhana yaitu tidak ada
ruang bagi hak-hak individual dalam pemilikan sarana produksi menjadi sumber inspirasi guna membangun sistem
ekonomi, hukum, Negara, dan masyarakat yang sosialis.
Konsep Marx ini berangkat dari fakta bahwa kekayaan individual bukan sesuatu yang dapat mengangkat martabat individu.
Karena prinsip ekonomi dalam Kapitalisme telah mendoktrinasikan penghalalan segala cara agar mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya, meski harus memeras tenaga kerja dan menindas hak-hak kolektif masyarakat. Kekayaan individual,
menurut Marx, justru membunuh martabat individu, karena didapatkan dengan jalan yang tidak bermoral seperti. korupsi,
manipulasi, kolusi, penipuan, bahkan pelanggaran hukum. Marx menyadari bahwa kapitalisme bisa mematikan pranata
hukum dan masyarakat. Dehumanisasi yang dilakukan oleh kaum borjuis dan kapitalisme mencapai mendorong Marx
menulis buku-bukunya seperti Manifesto Komunis, Das Kapital dan lain-lain. Marx menyerukan agar kaum buruh bersatu
di bawah bendera "Penghapusan Kelas".
Marx bak Malcolm X menyuarakan kepentingan umum dan meyakini bahwa kedudukan buruh hakekatnya jauh lebih mulia
disbanding pemilik alat-alat produksi (kapitalis). Karena buruhlah yang memeras keringat memproduksi sesuatu yang
dibutuhkan masyarakat. Bakunin (1814-1876), tokoh sosialis sahabat dengan Karl Marx dan sama-sama berguru kepada
Proudhon. mengajarkan faham sosialisme yang radikal karena berasaskan pengacauan dan anarkisme. Dia menyerukan
agar rakyat yang tertindas melakukan tindakan apa saja untuk membuat perubahan. Baginya setiap orang memiliki
kebebasan untuk berbuat seperti itu. Manusia tidak perlu tunduk pada norma-norma sosial, dan undang-undang serta
hukum positif yang berlaku dalam masyarakat. Gerakan anarkis terutama berkembang di Rusia pada abad ke-19. Dari
faham ini tumbuh berbagai gerakan radikal dan atheis revolusioner yang menghalalkan segala cara. Novel-novel Dostoyevski
seperti Notes from the Underground, Devil, Karamasov Brothers, dll. menjadi potret gerakan dan psikologi kaum anarkis dan
sosialis revolusioner Rusia abad ke-19.
Ketika Indonesia terpuruk dalam kolonialisme Belanda, Sneevliet, seorang sosialis-komunis Belanda, membawa dan
menyebarkan paham ini. Contoh hasil karyanya adalah perpecahan dalam Sarekat Islam (SI) yang telah eksis dan berakar di
masyarakat. SI malih rupa menjadi SI Merah (sosialis) dan SI Putih. Orang-orang dalam SI Merah inilah yang kemudian
berkembang menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Sosialisme dalam Islam Konsep Keadilan Sosial ada dalam ajaran
agama-agama samawi seperti Yahudi, Kristen klasik dan Islam. Kebijakan ekonomi yang tidak berbasis pemerataan dan
keadilan sosial dikutuk dalam kitab suci agama-agama tersebut. Bung Hatta memaparkan dalam Persoalan Ekonomi
Sosialis Indonesia (1963), "Sekarang, bagaimana duduknya sosialisme Indonesia? Cita-cita sosialisme lahir dalam pangkuan
pergerakan kebangsaan Indonesia.
Dalam pergerakan yang menuju kebebasan dari penghinaan diri dan penjajahan, dengan sendirinya orang terpikat oleh
tuntutan sosial dan humanisme perikemanusiaan yang disebarkan oleh pergerakan sosialisme di benua Barat.
Tuntutan sosial dan humanisme itu tertangkap pula oleh jiwa Islam, yang memang menghendaki pelaksanaan perintah
Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta Adil, supaya manusia hidup dalam sayang menyayangi dan dalam suasana
persaudaraan dengan tolong-menolong. Bung Hatta menyatakan bahwa Islam anti-kapitalisme karena menghisap dan
menindas, kapitalisme lebih jahat dari perbudakan dan feodalisme. Dunia ini milik Allah yang disediakan sebagai tempat
manusia untuk sementara. Manusia hanya meminjam dunia, kepunyaan Allah, wajib bagi manusia memeliharanya dan
mewariskan kepada generasi selanjutnya dalam keadaan yang lebih baik daripada yang diterimanya dari angkatan
terdahulu. Surat Al-Takatsur dan Al-Humazah, mengutuk sikap ekonomi yang egois (kapitalisme). Nukilan Surat Al-Taubah
ayat 34-35 digambarkan betapa Islam mengutuk ketidakadilan sosial-ekonomi yang terdapat dalam suatu masyarakat :
"Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya banyak dari kalangan para rahib dan pertapa itu yang benar-benar
memakan harta manusia dengan cara yang tidak benar dan menyimpang dari jalan Allah. Adapun mereka yang menimbun
emas dan perak dan tidak menggunakannya di jalan Allah, maka peringatkanlah mereka itu dengan adanya siksa yang
pedih. Yaitu ketika harta itu dipanaskan dalam api neraka, kemudian disetrikakan kepada kening, lambung dan punggung
mereka. (lalu dikatakan kepada mereka) : "Inilah yang kamu tumpuk untuk kepentingan kamu sendiri di dunia, maka sekarang
rasakanlah harta yang dulu kamu tumpuk itu.
Keadilan sosial dalam Islam match dengan Egalitarianisme yang menekankan kepada persamaan hak dan kewajiban. Tetapi
Allah menciptakan umatnya dengan keberagaman kemampuan dan latar belakang geografis, maka berkembang pula
keberagaman frekuensi dan tingkat penghasilan. Seorang petani dan PNS mendapatkan penghasilan berkala (per bulan atau
per masa panen), sedangkan wiraswasta di bidang kuliner frekuensi penghasilan mereka adalah per hari. Namun, perspektif
yang digunakan dalam mengukur keberagaman tersebut tidak hanya berlandaskan konsep materialisme; yakni jumlah.
Kesuksesan panen seorang petani sama halnya dengan kesuksesan seorang guru bidang studi UNAS yang muridnya 100%
lulus.
Ketika hasil panen itu memuaskan maka penghasilan petani juga akan mengalami kenaikan. Sedangkan, ketika hasil
kelulusan tersebut memuaskan, fee yang diterima Sang Guru adalah tetap. Islam menolak mentah-mentah konsep "sama
rata sama rasa" produk Komunisme karena menghapuskan hak-hak individual dalam masyarakat. Islam mengakui
kepemilikan perorangan tetapi ada batasan agar tidak menimbulkan kesenjangan. Rezki yang diterima harus dibelanjakan di
jalan Allah, seperti untuk membantu sesama yang memerlukan, bukan untuk memperkaya diri pribadi dengan
menghalalkan segala cara termasuk penipuan, perampasan, dan bentuk-bentuk usaha yang minor kemaslahatan umat.
Atheisme dalam Faham Sosialisme Modern memang pantas mati. Tetapi keadilan sosial harus kita amin-i.
Muhammad Iqbal dan Muhammad Husein Heikal adalah contoh cendekiawan muslim yang sejalan dengan konsep keadilan
sosial dalam Sosialisme. Pemikiran mereka kemudian dikenal sebagai Sosialisme-Religius. Di Indonesia, tokoh-tokoh seperti
H.O.S. Cokroaminoto, K. H. Agus Salim, Bung Hatta, M. Natsir, Syafrudin Prawiranegara, Nurcholis Madjid, Mubyarto dan
lain-lain. K. H. Agus Salim (1920), tokoh SI ini mengatakan bahwa gagasan tentang sosialisme tercakup dalam ajaran agama
Islam. Syafrudin Prawiranegara (1955) mengatakan bahwa seorang Muslim haruslah sekaligus seorang sosialis. Masyumi
pun menerima tjap sebagai partai Islam Sosialis, karena tokoh-tokohnya mengemukakan gagasan bahwa bahwa Sosialisme
telah terdapat dalam ajaran Islam. ***********
Oleh : Anjrah Lelono Broto, S.Pd, Penulis dan Litbang LBTI (Lembaga Baca Tulis Indonesia)
o Filsafat
Pengantar
Tak seorang pun manusia di dunia ini lepas dari kecenderungan untuk menjadi kapitalis. Juga tak ada satu
pun perusahaan yang bisa bebas nilai dengan tendensi kapitalisasi. Bahkan dapat dikatakan bahwa apa
saja yang dimakan, ditonton, dinikmati, diminum, ditiduri atau dipakai adalah produk-produk kapitalisme.
Hasil teknologi yang mengagumkan, proses industrialisasi yang begitu dramatis, penjelajahan dunia baru,
penyebaran agama dan budaya tidak bisa melepaskan diri dari usaha dan hasil rekayasa sosial yang
Bisakah kita mendefinisikan diri sebagai seorang yang anti kapitalisme? Mampukah sekarang kita yang
hidup dalam dunia pasar ini bisa merumuskan diri sebagai seorang yang a-kapitalis? Kalau ada orang
yang bisa menjawab dengan arogan bahwa dia adalah anti kapitalisme atau a-kapitalis maka dapat
dipastikan orang itu adalah mania Robinson Crusoe atau seorang manusia langka yang a-historis, tidak
realistis dan tidak tahu diri. Tenaga dan kekuataan kapitalisme begitu mengakar dan tertanam dalam
seluruh kehidupan manusia. Tak sejengkal dan seinci tubuh manusia yang bisa terhindar dari jamahan
kapitalisme. Mengapa kapitalisme sebagai ideologi dan praktek hidup bisa sedemikian mengakar? Itulah
Definisi
Kapitalisme secara etimologis berasal dari kata caput, yang artinya kepala, kehidupan dan kesejahteraan.
Makna modal dalam kapital seharusnya diinterpretasikan sebagai titik kesejahteraan. Dengan makna
kesejahteraan, definisi kapital mulai dikembangkan dengan arti akumulasi keuntungan yang diperoleh
dalam setiap transaksi ekonomi. Oleh sebab itu, interpretasi awal dari kapitalisme adalah proses
pengusahaan kesejahteraan untuk bisa memenuhi kebutuhan. Dalam definisi ini, sebetulnya kapitalisme
mempunyai definisi yang konstruktif-manusiawi. Pasti setiap orang mempunyai keinginan dasar untuk
didefinisikan sebagai paham yang mau melihat serta memahami proses pengambilan dan pengumpulan
modal balik (tentu saja yang sudah dikumpulkan secara akumulatif) yang diperoleh dari setiap transaksi
komoditas ekonomi. Pada saat itu pula, kapitalisme tidak hanya dilihat sebagai ideologi teoritis tapi
Kapitalisme Purba
Kapitalisme purba adalah tahapan awal pembentukan kapitalisme yang ditemukan dalam bibit-bibit
pemikiran masyarakat feodal yang berkembang di Babilonia, Mesir, Yunani dan Kekaisaran Roma. Para
ahli ilmu sosial menamai tahapan kapitalisme purba ini dengan sebutan commercial capitalism.
Kapitalisme komersial berkembang ketika pada jaman itu perdagangan lintas suku dan kekaisaran sudah
berkembang dan membutuhkan sistem hukum ekonomi untuk menjamin fairness perdagangan ekonomi
Bahkan Max Weber pernah menyatakan bahwa akar kapitalisme berawal dari sistem Codex Iuris Romae
sebagai aturan main ekonomi yang kurang lebih universal dipakai oleh kaum pedagang di Eropa, Asia
Barat serta Asia Timur Jauh dan Afrika Utara. Aturan main ekonomi ini sebetulnya dimanfaatkan untuk
memapankan sistem pertanian feodal. Dari aturan ini pula muncul istilah borjuis yang mengelompokkan
sistem feodalisme yang disempurnakan dengan sistem hukum ekonomi itu. Kelompok borjuis dipakai
untuk menyebut golongan tuan tanah - bangsawan dan kaum rohaniwan yang biasa mendiami biara yang
Perkembangan selanjutnya adalah perkembangan kapitalisme yang dikenal sebagai tata cara dan kode
etik yang dipakai oleh kaum merkantilis. Kaum pedagang yang banyak berkumpul di bilangan pelabuhan
Genoa, Venice dan Pisa. Kaum merkantilis memakai kapitalisme sebagai tahap lanjutan sistem sosial
ekonomi yang dibentuk. Tatanan ekonomi dan politik yang berkembang memerlukan hukum dan etika
yang disusun dengan relatif mapan. Hal ini disebabkan terjadi perkembangan kompetisi dalam sistem
pasar, keuangan, tata cara barter serta perdagangan yang dianut oleh para merkantilis abad pertengahan.
Para merkantilis mulai membuka wacana baru tentang pasar. Ketika mereka berbicara tentang pasar dan
perdagangan, mau tidak mau mereka mulai bicara tentang barang dagang (komoditas) dan nilai lebih
yang nantikan akan banyak disebut sebagai the surplus value (nilai lebih). Dari akar penyebutan inilah,
wacana tentang keuntungan dan profit menjadi bagian integral dalam kapitalisme sampai abad
pertengahan.
Kapitalisme Industri
Pandangan merkantilis dan perkembangan pasar berikut sistem keuangan telah mengubah cara ekonomi
feodal yang semata-mata bisa dimonopoli oleh para tuan tanah, bangsawan dan kaum rohaniawan.
Ekonomi mulai bergerak menjadi bagian dari perjuangan kelas menengah dan mulai menampakkan
pengaruh pentingnya. Ditambah lagi, rasionalisasi filosofis abad modern yang dimulai dengan era
renaissance dan humanisme mulai menjalari bidang ekonomi juga. Setidaknya penulis akan menyebut
tiga tokoh atau ikon ilmuwan filsafat sosial yang cukup memberikan pengaruh yang dramatis terhadap
perkembangan kapitalisme industri modern. Mereka adalah Thomas Hobbes dengan pandangan egoisme
etisnya, yang pada intinya meletakkan sisi ajaran bahwa setiap orang secara alamiah pasti akan mencari
pemenuhan kebutuhan dirinya. Yang lain adalah John Locke. Dia menekankan sisi liberalisme etis, di
mana salah satu adagiumnya berbunyi bahwa manusia harus dihargai hak kepemilikan personalnya.
Tokoh lainnya adalah Adam Smith dan David Ricardo yang mencoba menukikkan pandangan dua tokoh
sebelumnya dengan filsafat laissez faire dalam prinsip pasar dan ekonomi. Pandangan klasik Adam Smith
menganjurkan permainan bebas pasar yang memiliki aturannya sendiri. Persaingan, pekerjaan dari
invisible hands akan menaikkan harga kepada tingkat alamiah dan mendorong tenaga kerja dan modal
beralih dari perusahaan yang kurang menguntungkan kepada yang lebih menguntungkan. Laissez faire
adalah ungkapan penyifat. Pandangan ini menekankan bahwa sistem pasar bebas diberlakukan sistem
Kapitalisme di tiga tokoh itu (Hobbes, Locke dan Adam Smith) mendapatkan legitimasi rasionalnya.
Akselarasi perkembangan kapitalisme rasional ini memicu analisa dan praktek ekonomi selanjutnya.
Akselarasi kapitalisme semakin terpicu dengan timbulnya revolusi industri. Kapitalisme mendapatkan
piranti kerasnya dalam pencapaian tujuan utamanya, yaitu akumulasi kapital (modal). Industrialisasi di
Inggris dan Perancis mendorong adalah industri-industri raksasa. Perkembangan raksasa industri mekanis
modern ini memicu kolonialisme dan imperialisme ekonomi. Tidak mengherankan apabila dalam konteks
ini terjadi exploitation lhomme par lhomme. Situasi penindasan yang ada menimbulkan reaksi alamiah
dari orang-orang yang kebetulan mempunyai kepedulian sosial kolektif yang mengalami trade-off dalam
era industri. Salah satu orang itu adalah Karl Marx. Dia mereaksi adalah sistem yang tidak beres dalam
Meski sosialisme sudah menjadi budaya tanding tetap saja kapitalisme maju dan semakin mapan dalam
percaturan kehidupan manusia. Max Weber menganalisa bahwa kemapanan kapitalisme selain didukung
dengan faktor sekular juga mendapatkan legitimasi religiusnya. Weber beranggapan bahwa ada kaitan
antara bangkitnya kapitalisme dengan Protestanisme. Kapitalisme merupakan bentuk sekular dari
Nilai-nilai religi Kristiani terutama Aliran Calvinisme memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam
Kapitalisme Lanjut
Kapitalisme lanjut merupakan fase lanjutan dari kapitalisme industri. Kapitalisme industri memicu
agregasi akumulasi modal bersama yang dikumpulkan melalui pembaruan perusahaan nasional dan
multinasional. Dalam fase ini, kapitalisme bukan semata lagi hanya mengakumulasi modal tapi lebih dari
itu, yaitu investasi. Dalam arti ini, kapitalisme tidak hanya bermakna konsumsi dan produksi belaka, tapi
menabung dan menanam modal sehingga mendapatkan keuntungan berlipat dari sebuah usaha adalah
usaha yang terus ditumbuhkan. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya didasarkan pada soal faktor produksi
tapi juga faktor jasa dan kestabilan sistem sosial masyarakat. Oleh sebab itu, kapitalisme lanjut dengan
refleksi sosialnya terus mengembangkan bagaimana mereka tetap berkembang mendapatkan keuntungan
tapi tetap menyediakan lahan pendapatan yang cukup bagi para konsumen sebagai sekaligus faktor
utama pasarnya.
Kapitalisme tahap ini mencapai puncak aktualisasinya melalui proses kewirausahaan ekonomi yang
mencoba mengkombinasikan kembali peran pasar bebas dalam bidang ekonomi dengan intervensi negara
Faktor modernisasi dalam wacana kapitalisme lanjut ini tidak terjebak pada dikotomi kapitalis sebagai
pemilik modal dan buruh sebagai faktor produksi melainkan berlanjut pada wacana bagaimana akhirnya
pekerja dihadapkan pada masalah kepemilikan bersama (share holder) dalam sebuah proses kapitalisasi
yang tetap saja memberikan ruang pada keuntungan dan proses akumulasi investasi.
Debat pembangunan kapitalisme dalam konteks sistem dunia (E. Wallerstein) juga menambah
kompleksitas proses kapitalisme sebagai raksasa ekonomi yang tak terelakkan. Debat lanjutan kapitalisme
dalam konteks globalisme tidak cenderung menempatkan pada kekuatan sosialisme dan kapitalisme
belaka melainkan relasi interdependen antar pelaku ekonomi yang justru meluas. Bahkan Anthony
Giddens pernah menyatakan bahwa dinamika kapitalisme sebagai resultante yang saling terhubung dan
tersinergi dalam kapitalisme itu sendiri, industrialisasi, pengawasan dan kekuatan militer.
Kapitalisme yang dijiwai oleh semangat mencari untung menjadi sumber dinamisme luar biasa, dan ketika
bergandengan dengan industrialisme menghasilkan tahap global sekarang ini. Dunia yang kita huni
sekarang juga dalam pengawasan yang terus-menerus, mulai di tempat kerja dan merambat pada
masyarakat. Negara meniru pabrik. Gugus institusi ini masih ditambah dengan munculnya kekuatan
militer sebagai penjamin stabilitas ekonomi sebagai syarat mutlak pasar yang bebas dan tenang.
Kapitalisme lanjut semakin matang dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin merangsek
Refleksi Kritis
Terlihat dalam sekilas sejarah ini, kapitalisme sebagai sebuah ideologi dan praktek sosial telah teruji
dengan berbagai tantangan dan ujian. Masalahnya adalah ramalan Karl Marx tentang kontradiksi dalam
kapitalisme tidak pernah terbukti secara empiris. Tapi justru kapitalisme menampakkan diri sebagai ide
yang semakin berkembang, cepat belajar, kritis dengan dirinya sendiri, lentur dan fleksibel. Apa
sebabnya?
Pertanyaan itu hanya bisa diajukan pada setiap manusia. Karena kembali pada awal, manusia diciptakan
untuk memenuhi kesejahteraannya. Dan presis, kapitalisme dalam arti tertentu mampu belajar, mau
memperbaiki mekanisme sosial dan krisis legitimasi sosialnya. Seperti Jurgen Habermas katakan, yaitu
ketika kita mau belajar kapitalisme sesungguhnya kita belajar dari manusia itu sendiri. Dan ungkapan ini
_________________________
Bahan Pustaka
1. Bell, Daniel, The Cultural Contradictions of Capitalism, Basic Books:New York, 1976
2. Braudel, Fernand, Capitalism and Civilization, Harper & Row:New York, 1984
4. Fried, Morton, The Evolution of Political Society, Random House:New York, 1970
5. Heilbroner, Robert, Marxism: For and Against, WW. Norton:New York, 1980
_____________________________
COM, Semarang - Sistem hukum modern yang dibangun pada abad 19 dan terus dikembangkan hingga sekarang sesungguhnya
dirancang untuk melanggengkan sistem ekonomi kapitalisme.
Guru Besar Hukum Internasional Undip Semarang Prof FX Adji Samekto dalam pidato pengukuhan guru besar di Semarang, Sabtu
mengatakan, perspektif studi hukum kritis menunjukkan, saintifikasi hukum modern yang dibangun pada abad 19 memang untuk melayani
tatan sosial yang bercorak kapitalistik.
Sistem kapitalistik ini mewujud dalam mekanisme pasar yang kompetitif melalui kebebasan yang dijamin oleh sistem demokrasi. "Jadi,
sistem hukum modern memang (dirancang) untuk melanggengkan kapitalisme," katanya.
Kapitalisme merupakan sistem sosial yang bersumber dari kepentingan akumulasi modal dan keuntungan dan untuk meraih semua ini
dilakukan eksploitasi sumber daya manusia, teknologi, dan alam.
Oleh karena itu, menurut dia, eksploitasi sumber daya manusia dan alam pun tidak akan bisa dibatasi dalam konteks kepentingan
maksimalisasi keuntungan.
Masalah lingkungan hidup, kemiskinan, pelanggaran ketertiban umum sebagai ekses unjuk rasa, hingga demonstrasi, menurut dia, bukan
sekadar persoalan domestik, melainkan soal pilihan ideologi liberalisme global yang kian membelenggu negara.
Menyikapi ketidakadilan yang berlaku dalam hukum internasional, katanya, kajian hukum internasional di era globalisasi tidak boleh
sekadar kontemplasi pasif, tetapi harus emansipatoris untuk membangkitkan kesadaran baru dalam melihat realitas sebenarnya yang
merugikan negara miskin dan sedang berkembang.
Hukum internasional sebagai bagian dari sistem hukum modern telah dikonstruksi sebagai ketentuan yang bersifat netral, tidak berpihak,
bersifat impersonal atau tidak subjektif.
Akan tetapi, menurut Adji, dalam implementasinya menunjukkan hal yang sebaliknya, bahkan sejak ketentuan hukum internasional dibuat,
aturan ini memang berpotensi tidak netral dan memihak pada kepentingan tertentu yang lebih dominan (negara maju dan kaya).
"Hal ini terjadi karena logika-logika dan struktur hukum internasional muncul dari adanya power relationships dalam masyarakat
internasional," kata profesor berusia 45 itu.
Hasil kajian atas beberapa praktik kebijakan globalisasi di sejumlah negara Dunia Ketiga, terutama di Afrika, menunjukkan bahwa
globalisasi malah menjerumuskan mereka ke dalam ketidakberdayaan.
"Oleh karena itu perlu digugat, bagaimanakah sesungguhnya peran hukum internasional di era globalisasi, apakah mampu menciptakan
keadilan dalam hubungan antarbangsa atau malah sebaliknya," katanya.
Selain Adji Samekto, dalam waktu bersamaan dikukuhkan pula Prof Sumarsono (Fakultas Peternakan), dan Prof Singgih Tri S (Sejarah).
[*/L1]
Dapatkan berita populer pilihan Anda gratis setiap pagi disini atau akses mobile langsung http://M.inilah.com via ponsel dan Blackberry !
Padahal, menurut dia, sistem ekonomi memiliki hubungan yang saling terkait dengan
sistem hukum.
Sistem ekonomi Indonesia yang dalam praktiknya lebih mengacu pada sistem kapitalis
menyebabkan hukum ekonominya kurang berpihak kepada rakyat kecil, seperti petani.
Menurut dia, saat ini sudah sangat mendesak agar Indonesia segera mempertegas sistem
ekonominya yang berdasarkan pada pasal 33 UUD 1945, sehingga acuan dalam
menyusun perundang-undangannya menjadi lebih jelas.
Ia mengatakan, UU ekonomi ini dibuat berdasarkan pasal 33 UUD 1945 dan basis
filosofinya sebagai penjabaran dari sistem ekonomi Indonesia.
Selain itu, kata dia, hingga kini belum ada satu presiden pun di Indonesia yang
menjadikan pembangunan hukum sebagai prioritas utama untuk menopang
pembangunan ekonomi.
Menurut dia, yang terjadi hingga saat ini ialah pembangunan dibiarkan mengalir tanpa
orientasi yang jelas.