Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberagaman adalah suatu kondisi masyarakat dimana terdapat


perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang terutama bangsa, ras, agama,
ideologi dan budaya. Indonesia merupakan penduduk mayoritas Islam terbesar di
dunia, jadi tidaklah mengherankan jika Indonesia mendapat perhatian khusus
dunia. Seiring dengan pergerakan globalisasi yang terus berkembang, apakah
Islam yang dituduh sebagai agama teoraksi yang jumud dan rukud (stagnasi atau
statis) dapat membangun persatuan dalam kehidupan masyarakat yang plural?

Akhirnya muncul pertanyaan, bagaimana Islam menyikapi perbedaan dan


keberagaman yang ada? Dan bagaimana pula Islam dapat mewujudkan persatuan
dan kesatuan umat dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
ditengah-tengah masyarakat yang majemuk. Dalam konteks Keberagaman, tentu
akan menyinggung pada bagaimana terciptanya suatu keputusan yang dapat
menghormati semua keberagaman. Maka dari itu haruslah ada sistem Demokrasi.

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana semua warganya memiliki


hak yang sama dalam pengambilan suatu keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi juga diartikan sebagai Pemerintahan dari Rakyat, oleh Rakyat
dan untuk Rakyat. Demokrasi dalam islam adalah ideologi politik yang berusaha
menerapkan prinsip-prinsip islam kedalam kebijakan publik dalam kerangka
demokrasi.

Di Indonesia rakyat juga berwenang untuk memilih presiden dan wakil


presiden secara langsung. Dalam islam, demokrasi sudah diajarkan oleh
Rasulullah SAW. Contohnya, pada saat perang Badar, Rasulullah mendengarkan
saran sahabatnya mengenai lokasi perang walaupun itu bukan pilihan yang
diajukan Rasulullah. Sistem demokrasi di Barat memiliki tujuan-tujuan yang
sifatnya Dunuawi dan materialistis. Oleh karena itu kita harus mempelajari sistem
demokrasi yang sejalan dengan aturan Islam.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sikap Islam menghadapi Keberagaman?

2. Bagaimana jalannya demokasi dalam islam?

3. Bagaimana pandangan Islam terhadap Demokrasi?

1.3 Tujuan

1. Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

2. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap demokrasi

3. Untuk mengetahui bagaimana sikap Islam dalam menghadapi


Keberagaman

1.4 Manfaat Penulisan

Menambah pengetahuan tentang Keberagaman dan Demokrasi dalam


ajaran Islam
PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi dan Syura dalam Islam

Demokrasi diidentikkan dengan dan Syura dalam Islam karena adanya


persamaan antara keduanya.

2.1.1 Demokrasi

Kata Demokrasi berasal dari kata “:Demos” yang berarti Rakyat. Dan
“Kratos” yang berarti Kekuatan.[1] Menurut Abraham Lincoln, Demokrasi adalah
pemerintahan dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat (Government of the
People, by the People, for the People). [2]

Dalam QS.Ali-Imran ayat 159 :

‫اعْفُ َع ْنهُ ْم‬AAَ‫كَ ف‬AAِ‫وا ِم ْن َحوْ ل‬A ‫ض‬ ُّ َ‫ب ال ْنف‬ ِ ‫ظَ ْالقَ ْل‬A ‫ا َغلِي‬AAًّ‫وْ ُك ْنتَ فَظ‬AAَ‫ ٍة ِمنَ هَّللا ِ لِ ْنتَ لَهُ ْم َول‬A‫ا َرحْ َم‬AA‫فَبِ َم‬
)١٥٩( َ‫اورْ هُ ْم فِي األ ْم ِر فَِإ َذا َع َز ْمتَ فَت ََو َّكلْ َعلَى هَّللا ِ ِإ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ ْال ُمت ََو ِّكلِين‬ ِ ‫ر لَهُ ْم َو َش‬Aْ ِ‫َوا ْستَ ْغف‬
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Secara istilah, kata demokrasi dapat ditinjau dari dua segi makna:

Pertama, demokrasi dipakai sebagai suatu konsep yang berkembang dalam


kehidupan politik pemerintah, yang di dalamnya terdapat penolakan terhadap
adanya kekuasaan yang terkonsenntrsi pada satu orang dan menghendaki
peletakan kekuasaan ditangan orang banyak (Rakyat) baik secara langsung
maupun dalam perwakilan.

Kedua, demokrasi dimaknai sebagai suatu konsep yang meghargai hak-hak dan
kemampuan indivdu dalam kehidupan bermasyarakat.
2.1.2 Syura

Menurut bahasa, dalam kamus mu’jam maqayis al-Lugah, syura memilik


dua pengertian, yaitu menampakan dan memaparkan sesuatu atau mengambil
sesuatu.Seperti dalam surah Asy Syura: 38

Artinya : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya, dan
mendirikan salat, sedang nrusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami-berikan kepada
mereka.” (QS Asy Syura: 38).

Isi kandungan surah Asy-Syura diatas adalah agar senantiasa bermusyawarah


untuk menentukan sikap di dalam menghadapi hal-hal yang pelik dan penting.

Sedangkan menurut istilah, beberapa ulama terdahulu telah memberikan


definisi Syura, diantara mereka adalah :

 Ar-Raghib al-Asfhani dalam kitabnya Al-Mufradat fi Gharib al-


Qur’an, mendefinisikan syura sebagai “proses mengemukakan
pendapat dengan saling mengoreksi antara peserta syura”.
 Inu al-Rabi al-Maliki dalam Akham al-Qur’an medefinisikannya
dengan “berkumpul untuk menerima pendapat (dalam suatu
permasalahan) yang peserta syura nya saling mengeluarkan pendapat
yang dimiliki”.

 Sedangkan definisi syura diberikan oleh pakar fikih kontemporer dalam


asy syura fi zilli nizami al-Hukum al-Islami. Diantaranya adalah “proses
menelusuri pendapat para ahli dalam suatu permaasalahan untuk
mencapai solusi yang mendekati kebenaran”.
2.3 Pandangan Ulama Tentang demokrasi
a. Abdul A’la Al-Maududi
Abdul A'la Al-Madudi menolak dengan sangat tgas tentang
adanya demokrasi. Menurut pendapatnya, Islam tidak
dikenalkan atau mengenal paham demokrasi yang
memberikan kekuasaan besar bahkan kekuasaan penuh
kepada rakyat untuk menetapkan semua hal-hal yang
berkaitan dengan roda pemerintahan yang detail maupun
skala besar. Paham demokrasi ini adalah buatan manusia
tepatnya produk dari kalangan orang-orang Barat atas dasar pertentangan Barat pada agama sehingga
paham ini cenderung menjurus ke arah sekuler. Oleh sebab itu, al-Maududi memberikan anggapan
bahwa demokrasi modern ala Barat merupakan suatu hal yang bersifat syirik. Menurut pendapatnya,
Islam menganut paham yaitu berdasarkan hukum Tuhan yaitu Allah Swt. 
b.Mohammad Iqbal
Menurut beliau Islam tidak menerima demokrasi secara
mutlak dan juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam
demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan
hukum) secara mutlak berada di tertinggi. merupakan
wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan hukum
Wewenang tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura
(Islam) kekuasaan tersebut manusia hanyalah menjabarkan
dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip yang
digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak
diatur oleh ketentuan Allah.Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâri’ (legislator) sementara manusia
berposisi sebagai faqîh (yang memahami dan menjabarkan) hukum-Nya. Mohammad Iqbal pun,
menawarkan sebuah solusi yaitu konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral
ketuhanan. Model demokrasi yang disarankan oleh Iqbal adalah sebagai berikut.
 Tauhid sebagai landasan asasi.

 Kepatuhan terhadap hukum.

 Saling toleransi sesama warga.

 Tidak ada batasan wilayah, ras, dan juga warna kulit.

 Penafsiran hukum dari Tuhan melalui ijtihad.

b. Yusuf Al-Qardhawi
Al-Qardhawi berpendapat, bahwa substansi demokrasi adalah sejalan dengan ajaran agam
Islam. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hal yaitu, sebagai berikut

.• Di dalam teori demokrasi proses pemilihan melibatkan khalayak ramai untuk mengangkat
salah seorang dari kandidat yang berhak untuk memimpin dan mengurusi segala urusan serta
keadaan masyarakat. Dari hal ini, jelas bahwa masyarakat memilih pemimpin yang
disukainya dan tidak akan memilih pemimpin yang tidak disukainya. Hal ini sejalan dengan
ajaran islam, Islam menolak seseorang menjadi imam dalam solat yang tidak disukai oleh
ma'mumnya.

• Hal yang sejalan dengan Islam lainnya adalah mendorong rakyat senantiasa
melakukan usaha untuk meluruskan penguasa yang tirani. Karena amar ma'ruf dan
nahi mungkar serta selalu memberikan nasihat kepada pemimpin yang memimpin
rakyatnya adalah bagian dari ajaran Islam.

•pemberian saksi. Oleh karena itu, barangsiapa yang sama sekali tidak menggunakan
hak pilihnya sehingga kandidat calon pemimpin yang seharusnya dipilih dan benar-
benar layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas condong kepada kandidat yang
sebenarnya kurang layak bahkan tidak layak menjadi pemimpin, berarti dia telah
menyalahi aturan dan perintah Allah Swt untuk senantiasa memberikan kesaksian
pada saat dibutuhkan.

•Penetapan suatu hukum-hukum yang didasarkan kepada suara mayoritas rakyatnya


juga tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Suara mayoritas yang diambil ini
tidak boleh bertentangan dengan nash syariat secara tegas.

•Kebebasan mengemukakan pendapat, dan juga kebebasan pers, serta otoritas


pengadilan merupakan sebagian hal di dalam teori demokrasi yang tentu sejalan
dengan ajaran Islam.

c. Salim Al-Bashnawi
Menurut pendapar dari Salim Ali al-Bahasnawi,
demokrasi mengandung sisi-sisi yang baik dan
tidak bertentangan dengan ajaran agama islam.
Sisi baik atau positif agama Islam, tetapi juga di dalamnya terdapat sisi negatif yang
dari demokrasi ini adalah adanya kedaulatan rakyat selama hal tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sementara, Sisi buruknya adalah
penggunaan hak legislatif yang begitu bebas yang bisa mengarah kepada sikap untuk
menghalalkan yang haram dan juga bisa mengharamkan yang halal. Atas dasar kedua
sisi dari demokrasi tersebut Salim Ali al-Bahasnawi memberikan suatu Islamisasi
demokrasi yang dirumuskan sebagai berikut.

 Menetapkan tanggung jawab setiap dari masing-masing individu di hadapan Allah Swt.

 Wakil-wakil rakyat harus berlandaskan akhlak Islam dalam melaksanakan tugas dan dal
musyawarah.

 Mayoritas tidak menjadi ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan di
dalam al-qur'an dan hadist/sunnah.

 Komitmen terhadap Islam terkait dengan persyaratan untuk mendapatkan jabatan


sehingga hanya ang bermoral baik yang dapat duduk di parlemen

d. Muhammad Imarah

Muhammad Imarah berpendapat bahwa di dalam


demokrasi, kekuasaan legislatif untuk membuat dan
menetapkan hukum secara mutlak berada pada tangan
rakyat. Hal itu sangat bertentangan dengan agama
islam karena kekuasaan penuh tersebut ada di tangan
Allah Swt. Allah Swt lah pemegang hukum dan segala
kekuasaan tertinggi. Manusia hanyalah makhluk
ciptaanNya yang hanya bisa menjabarkan dan merumuskan hukum-hukum sesuai prinsip
yang diturunkan Tuhan serta juga berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur secara rinci oleh
ketentuan Allah Swt. Jadi Muhammad Imarah mengemukakan bahwa Allah Swt lah yang
berjabat atau berposisi sebagai legislator, sementara itu manusia hanyalah sebagai faqih atau
yang memahami dan menjabarkan hukum-hukum yang telah digariskan oleh Allah Swt.
Demokrasi yang dijunjung tinggi oleh kalangan orang-orang Barat berpulang kepada
padangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan.

Seperti yang telah Aristoteles ungkapkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta ini dan
lalu dibiarkan-Nya, ungkapan ini termasuk teori di dalam filsafat Barat, dan disebutkan juga
bahwa setelah itu manusia diberikan kewenangan penuh berupa kewenangan legislatif dan
eksekutif.

Sementara kita lihat di dalam agama Islam, Allah Swt lah yang memegang atau pemegang
otoritas tersebut. Adapun hal yang lainnya di dalam demokrasi yang sejalan dengan islam
seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, dan juga orientasi
pandangan umum, termasuk lain sebagainya
2.4 Keberagaman Dalam Islam dan Demokrasi

2.4.1 Keberagaman dalam Islam

Islam yang telah kita ketahui selama ini merupakan salah satu agama yang memiliki pengikut
terbanyak di Indonesia, kalau kita kaitkan dengan konteks dan perubahan zaman sekarang,
bagaima Islam memandang keberagaman/pluralitas yang ada dinegri ini, bahkan di dunia.
Sebagaimana yang telah disebutkan berkali-kali oleh Allah SWT didalam Al Qur’an. Islam
sangat menjunjung keberagaman/pluralitas, karena keberagaman/pluralitas merupakan
sunatullah, yang harus kita junjung tinggi dan kita hormati keberadaannya.
Seperti dalam (Qs Al Hujurat:13), Allah SWT telah menyatakan “Wahai para
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, dan perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal”.

Dari ayat Al Qur’an tadi, menunjukan bahwa Allah sendiri lah yang telah menciptakan
keberagaman, artinya keberagaman didunia ini mutlak adanya. Dengan adanya keberagaman
ini, bukan berarti mengenggap kelompok, madzab, ataupun keberagaman yang lain
sejenisnya mengenggap kelompoknya lah yang paling benar.

2.4.2 Pandangan Islam terhadap Keberagaman

Melihat keberagaman saat ini, Allah SWT. telah memberikan jalan keluar untuk
menyikapi keberagaman tersebut, yaitu pandanglah keberagaman sebagai rahmat yang harus
disyukuri, dan angaplah keragaman merupakan nikmat dari Allah.

Di dalam Al qur’an (Qs Ali Imran:103) telah disebutkan, yang artinya” dan berpegang
teguhlah kamu sekalian pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”, kalau
kita artikan secara literal ayat diatas, maka yang ada keberagaman-keberagaman tidak
mendapatkan tempat.

Dengan demikian, keragaman akan mengerah kepada menejemen konfik yang disebut dengan
“Mutual Enrichment” artinya, saling mengayakan, memperkaya, dengan kelompok lain,
bukan malah saling bertengkar. Karena masing-masing kelompok menginginkan sesuatu hal
yang baru yang belum pernah ia miliki, atau mereka temui.

Islam mengakui keberagaman ada, termasuk keberagaman dalam agama. Dalam Islam
seorang muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya dan masuk
Islam dengan terpaksa, karena Allah telah berfirman:

‫ال إكراه في الدين‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).” (QS.Al-Baqarah: 256)


Hal yang terpenting dalam menyikapi perbedaan pendapat terhadap masalah
ijtihadiyah adalah bagaimana seseorang bertindak lebih dewasa untuk dapat menghargai
pendapat orang lain, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Imam Mazhab. Dan tidak
menganggap pendapat nya benar.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konsep toleransi dalam Islam dengan menghormati dan menghargai


agama lain (tapi tetap dalam takaran Islam) adalah tak lain bertujuan agar tercipta
kurukunan antar umat muslim dan non-muslim. Sehingga kita dapat meminimalisir
berbagai konflik dan ketegangan yang ada.

Menjadi warga Indonesia berarti kita harus menerima dan mensyukuri semua
kelebihan dan kekurangan yang ada di Indonesia. Mari sama-sama bangkit berpangku
tangan dan bersatu padu untuk menambal sedikit demi sedikit kekurangan yang ada.
Kelemahan kita adalah kurangnya rasa bangga terhadap Negara dan kita lebih suka
menjiplak budaya luar negeri (baca: Barat) ketimbang melestarikan budaya kita
sendiri.
Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran
Islam. Yaitu di antaranya:
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama
dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas yang
menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar
tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat
minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang
sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
Akhirnya, agar sistem atau konsep demokrasi yang islami di atas terwujud, langkah yang
harus dilakukan:
– Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
– Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang
Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.

3.2 Saran

Demikian tulisan ini kami buat. Kami sadar akan banyaknya kekurangan dalam
makalah ini. kami membutuhkan saran yang bersifat membangun agar dapat memotivasi
kami untuk lebih baik lagi. Terima kasih pada semua pihak yang telah membantu.

Materi BAB 4

“BERSATU DALAM KERAGAMAN DAN DEMOKRASI”


Nama Guru : Dra. Hj. Latifah,MA
Anggota Kelompok 4

•Astrila Nur Febriana

•Hairul Afdal Firdaus

•Raffi Alfiyandi

•Septian Agung Nugroho

Anda mungkin juga menyukai