Anda di halaman 1dari 12

BAB II

NU DAN ISU-ISU GLOBAL

II. PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi

Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Istilah ini merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan
ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada
tahun 508 SM. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu
bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di
tangan orang banyak (rakyat). Demokrasi secara etimologis berarti pemerintahan oleh rakyat,
rule by the people1.

Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem pemerintahan sebagai respon kepada


masyarakat umum di Athena yang ingin menyuarakan pendapat mereka. Dengan adanya
sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan
otoriter lainnya dapat dihindari. Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat,
namun pada masa awal terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat
mereka melainkan hanya laki-laki saja. Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan
penduduk yang orang tuanya bukan orang Athena tidak memiliki hak untuk itu. Salah satu
pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara
(eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang
saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.
Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and
balances.2

Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara


demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk
masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti

1
Ulum, et.al, look cit, hlm 125
2
Icol, Dianto. Dakwah Dan Isu-Isu Kontenporer.
terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari
orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan.

NU sebagai kelompok Islam yang ikut membidani lahirnya kemerdekaan dan


pembentukan Republik Indonesia, NU melewati dinamika tersendiri dalam melihat Islam dan
negara. Tesis NU sebagian kelompok Suni adalah : bahwa Nabi Muhammad SAW tidak
memberikan wasiat kepemimpinan kepada siapapun. Artinya masalah pengaturan
masyarakat, negara dan kepemimpinan berada ditangan umat (H.R Bukhori dari Aisyah).
Maka dari itu perlu dilakukan musyawarah (syura) dalam memutuskan masalah-masalah
yang berkaitan dengan umat, termasuk negara.3

Menurut Ali Abdur Raziq dalam kitabnya Al Islam wa Ushul al-hukm 1926, bahwa
sebuah negara dapat diterima eksistensinya oleh Islam apabila memenuhi 3 sendi pola
kenegaraan, yaitu :

a. Keadilan (al ’adalah)


b. Persamaan derajat (al-musawamah)
c. Demokrasi (asy-syura)

Secara konseptual penegakan keadilan (al-qisht) menjaga ukhuwah,dan melakukan


islah merupaka nilai-nilai kemanusiaan universal yang harus dijaga dan diimplementasikan.
Pemahaman inilah yang menjadi dasar ketika NU menerima Pancasila sebagai dasar negara
bukan syari’at Islam, karena sila-sila yang termuat tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
hukum Islam atau tujuan syari’at Islam yang disebut maqoshid asy-syariah. Keputusan
Muktamar NU ke-27 di Situbondo ditegaskan bahwa penerimaan dan pengamalan Pancasila
merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat
agamanya. (Muhith Muzadi,tt 61-62).

Demokrasi (dalam tataran subtantif) harus dijaga sebagai fragme perjuangan untuk
menegakan nilai-nilai, sebagai berikut :

a. Keadilan (al-adalah),
Keadilan diartikan dengan memberikan hak kepada seseorang secara efektif dan
menempatkan sesuatu pada tempatnya, sehingga seseorang dikatakan adil apabila mampu
menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Keadilan merupakan salah satu akhlak mulia
(akhlaq al-Karimah) dalam al-Qur’an
3
https://id-id.facebook.com/notes/kuli-macul-langit/nu-dan-isu-isu-global-ham-gender-dan-demokrasi/
412416022112412/
b. Persamaan derajat (al-musawah),
Persamaan atau kesetaraan (al-musâwah, equality) ini mengandung pemahaman
bahwa: pertama, manusia adalah setara secara sosial dan politik. Kedua, karena semua
manusia setara secara sosial dan poitik, maka setiap orang harus diperlakukan dengan
pertimbangan dan perhatian yang sama (tidak diskriminatif).Baik dalam memperoleh
keadilan hukum dan kesempatan, maupun dalam hal-hal pendidikan dan pemenuhan
kebutuhan manusiawi.
c. Menghargai perbedaan suku budaya dan agama (at-tasamuh),
Toleransi disebut tasamuh yang berakar dari kata samhan. Mengutip buku Berislam di
Jalur Tengah, menurut Abu Husain ibn Faris ibn Zakariya, kata tasamuh berasal dari akar
kata sin, mim dan ha yang secara literal berarti kemudahan, kemurahan hati dan
ketenteraman. Dalil tasamuh dijelaskan dalam hadis berikut. "Ibnu Abbas menuturkan
bahwa Rasulullah saw. ditanya, "Agama mana yang paling dicintai Allah?" Nabi
menjawab, "Semangat kebenaran yang toleran (al-hanfiyyat al-samhah)." (HR. Imam
Ahmad).
d. Kemerdekaan dan kebebasan berekspresi (al-huriyah),
Suatu nilai yang amat tinggi dan merupakan anugerah Tuhan yang amat berharga bagi
manusia. Dalam adagium Arab, terdapat ungkapan, "La syai'a atsman-u min-a al-
hurriyah." Artinya, tak ada sesuatu yang lebih bernilai ketimbang kemerdekaan.
e. Solidaritas (at-ta’awun)
Taawun adalah saling tolong menolong dalam hal kebaikan. Taawun merupakan kata
benda yang berasal dari bahasa arab, yakni taawana- yataawanu-taawuna. Sikap taawun
sangat dekat dengan segala aspek kehidupan manusia, oleh karena sifat manusia yang
merupakan makhluk sosial
f. Musyawarah (syura).
Musyawarah merupakan kegiatan perundingan dengan cara bertukar pendapat dari
berbagai pihak mengenai suatu masalah untuk kemudian dipertimbangkan dan
diputuskan serta diambil yang terbaik demi kemaslahatan bersama. Dalam Islam,
musyawarah adalah suatu amalan yang mulia dan penting sehingga peserta
musyawarah senantiasa mem- perhatikan etika dan sikap bermusyawarah sambil
bertawakkal kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
Keenam hal di atas yang akan membuat masyarakat mampu membangun kebersamaan,
menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai (pluralisme) dan pemerintahan
yang baik (good governance).
2.3 HAM (Hak Asasi Manusia)

HAM merupakan semua hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan
kodratnya. Menurut pendapat Jan Materson dari komisi HAM PBB, dalam Teaching Human
Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM
adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”4

Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische
Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama.
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4
periode, yaitu:

a. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945.


b. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik
Indonesia Serikat.
c. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950.
d. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat
karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain
melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam
konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam
konstitusi RI yang masih bersifat global.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut Hak Asasi
Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak

4
https://referensi.elsam.or.id/2014/08/uu-ri-no-39-tahun-1999-tentang-hak-asasi-manusia/
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM).

HAM menurut konsep Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang
umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi 27 negara maupun individu
yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah Saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu,
hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara
bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban
memberikan dan menjamin hak-hak ini. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin
perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga
perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara,
melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah
kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar
zakat.5

Sejak awal Islam menentang penindasan terhadap hak-hak kemanusiaan. Habil putera
Nabi Adam AS disebut orang durhaka karena telah membunuh dan merampas hak hidup
saudaranya Qobil. Feodalisme yang berkembang di Eropa yang membedakan hak dan
martabat manusia mendapat penentangan secara gradual. Munculnya tokoh seperti : Thomas
Aquinas, Hobbes, John Lock, David Hume, Jaques Rousseau, Immanuel Kant, dan
munculnya Piagam Magna Charta (1215), Revolusi Inggris I (1640 an), Revolusi Inggris II
(1688), Deklarasii Kemerdekaan Amerika (1776) hingga Revolusi Perancis (1789), telah
menyuarakan gagasan persamaan, persaudaraan dan kebebasan, merupakan bukti kesadaran
ummat manusia untuk menghapus segala bentuk ketimpangan, absolutisme, penindasan dan
lain-lain.

Namun jauh sebelum itu semua para nabi dan rosul telah berjuang membebaskan
umat manusia dari penindasan kaum dlolim. Seperti Nabi Musa membebaskan bangsa Israel
dari peniondasan Raja Fir’aun, sampai pada Nabi Muhammad SAW dengan segala
pengorbanannya berhasil menciptakan masyarakat madani (civilized society)

Masalah HAM mulai menjadi perhatian serius setelah lahirnya Perserikatan Bangsa-
Bangsa ( PBB ), Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal
Declaration of Human Right (UDHR) tanggal 10 Desember 1948, disusul kemudian

5
Icol, Dianto. Dakwah Dan Isu-Isu Kontenporer.
International Convenant Economis and Cultural Right (31 Januarti 1976) dan International
Convenant on Civil and Political Right (23 Maret 1976)

Upaya penegakan HAM merupakan masalah global dan tugas manusia secara
keseluruhan yang harus mendapat respons serius dari agama (ahlus sunah wal jama’ah). Al
Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa menghalangi upaya penegakan keadilan merupakan
tindakan orang kafir. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang
mengajak manusia berbuat adil, maka “gembirakanlah” mereka dengan siksa yang pedih”
(QS. Ali Imron, 3; 21)

Masalah kemanusiaan merupakan tuntutan dan tanggungjawab bersama tanpa


pandang bulu (mas-uliyyah insaniyyah). HAM yang dijelaskan UDHR pasal 30 pada
dasarnya terangkum dalam lima prinsip universal (kulliyyat alkhoms) nya para ahli fikih dan
hokum Islam dalam menetapkan produk hukum, yaitu :

a. Hak beragama (hifzh ad-din)


Kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama
tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu
menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
b. Hak hidup, terbebas dari rasa takut, penganiayaan, penindasan, dan menentukan nasib
sendiri (hifzh an-nafs). Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang
pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak
mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani
mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu
mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka
kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
c. Hak kebebasan berekspresi, menyatakan pendapat, hak pendidikan, berserikat, berbudaya
dan berkumpul (hifzh al ’aql)
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara 30 negara, Allah
memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS.
49: 9)
d. Hak atas jaminan sosial, bebas dari kelaparan, dan upah yang layak (hifzh al mal)
e. Hak persamaan derajat dalam hukum, hak privacy, berkeluarga, turut serta dalam
pemerintahan, hak atas pekerjaan dan hak atas peradilan bebas (hifzh al’irdl wa an-nasl).
(Said Agil Siroj,1999;109).
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan
persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A‟raf:
157 dan An-Nisa: 5). Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan
ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang
bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Allah menentukan hak dan kewajiban
sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban
yang dipikul individu.

2.3 Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Secara umum,
pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara lakilaki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa
gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.6

Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan gender
sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya, perempuan
dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap
kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat
dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional
dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat yang lain. Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah
gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: gender sebagai suatu
istilah asing dengan makna tertentu, gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, gender
sebagai suatu kesadaran sosial, gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, gender sebagai
sebuah konsep untuk analisis, gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.

Wacana gender selalu menampilkan wacana stereotif yang membedakan posisi laki-
laki dan perempuan. Thomas Aquinas, filsuf Skolastik abad 13 mengatakan bahwa tatanan

6
http://www.gudangmateri.com/2011/01/pengertian-gender.html
sosial merupakan bagian integral dari alam semesta ciptaan Allah, yang telah menciptakan
dunia sesuai derajat rasionalitas dan kesempurnaan. Masyarakat diciptakan sebagai hierarki
yang teratur sesuai derajat rasionalitas. Laki-laki dianggap lebih rasional daripada
perempuan, orang tua lebih rasional ketimbang anaknya. (Hans Fink, 2003; 25-26).

Setting masyarakat arab ketika Nabi Muhammad datang membawa risalah Islam
adalah komunitas yang tidak “memanusiakan” perempuan. Kaum laki-laki bebas memilih
pasangan sebanyak-banyaknya, anak laki-laki lebih dibanggakan, perempuan dianggap
barang warisan.

Al Qur’an (Islam) merupakan peristiwa kebahasaan, kebudayaan dan keagamaan yang


berfungsi sebagai garis pemisah antara “pemikiran primitif” (savage thinking) (Claude Lavi-
Strauss) dan “pemikiran berbudaya” (civilited thinking) ( Arkoun, 1996; I ). Zaman sebelum
Al Qur’an (Islam) dikaitkan dengan tradisi Jahiliyyah yaitu suatu kondisi masyarakat yang
bercirikan paganisme dan secara cultural “tidak berbudaya”. Sedangkan zaman sesudah Islam
dikaitkan dengan pencerahan agama dan budaya. (Zamzami, 2000; 62).

Ayat al Qur-an yang seringkali dirujuk adalah “Al Rijal Qawwamun ‘ala Nisa….”.
(Q.S. al Nisa, 34) atau surah al Nisa, ayat 1, tetapi ayat ini sesungguhnya memberikan makna
antropologis (Lily Zakiah Munir(ed 1999 ; 36), dan hadits Nabi saw : “Lan yufliha Qawmun
wallaw amrahum imra-atan” dan “Ma taraktu ba’di fitnatan adharra ‘ala al Rijal min al Nisa”
dilihat dari asbab al wurud adalah kondisi saat itu kepala suku memegang peranan penting
untuk segala urusan pemerintahan, sehingga bisa dibayangkan (sangat kerepotan) jika saat itu
perempuan tampil sebagai pemimpin.

Secara konseptual NU pada dasarnya mengembangkan kesetaraan derajat antara laki-


laki dan perempuan (dengan batas-batas yang tidak bertentangan dengan kodrat). Beberapa
keputusan Ulama NU yang mencerminkan pandangan ini adalah :

a. Keputusan Konbes Syuriah NU tanggal 17 Sya’ban 1376/19 Maret 1957 di Surabaya,


membolehkan perempuan menjadi anggota DPR/DPRD
b. Keputusan Muktamar NU 1961 di Salatiga membolehkan wanita menjadi Kepala Desa
c. Keputusan Munas Alim Ulama 1997 di NTB, memberikan lampu hijau atas peran publik,
hingga menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

2.4 Negara Khilafah


Khilafah menurut bahasa merupakan bentukan dari mashdar takhallafa, artinya
mengikuti. Seseorang dikatakan mengikuti (takhallafa) jika ia berada di belakang orang lain,
mengikuti di belakang orang lain dan menggantikan tempatnya. Tidak hanya itu, seseorang
disebut menggantikan orang lain apabila ia melakanakan fungsi yang diberikan orang itu
kepadanya, baik bersama-sama orang tersebut maupun sesudahnya. Khalifah adalah
pengganti orang lain, baik karena absennya orang yang digantikan itu karena meninggal,
ketidakmampuan, maupun alasan-alasan lain. Bentuk jamak dari khalifah adalah khalaif, dan
khulafa untuk khalif.

Adapun pengertian khilafah yang berlaku di kalangan para ulama disinonimkan


dengan istilah al-imamah (kepemimpinan), yakni kepemimpinan menyeluruh dalam persolan
yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan duniawi sebagai pengganti fungsi Rasulullah
S.a.w. Menurut al-Baidhawi seperti dikutip Ali Abdul Raziq ”imamah adalah istilah yang
berkenaan dengan penggantian fungsi Rasulullah oleh seseorang untuk menjalankan undang-
undang syari’ah dan melestarikan ajaran-ajaran agama dalam satu garis yang mesti diikuti
oleh umat”.7

Menurut pandangan sebagian ulama, khalifah adalah pengganti fungsi Rasulullah


S.a.w. yang di saat hidupnya menangani masalah-masalah keagamaan yang diterimanya dari
Allah SWT, dan bertugas memelihara pelaksanaan ajaran agama dan mengurus persoalan
politik keduniaan. Oleh karena itu, ketika Rasulullah S.a.w. wafat, para khalifah pun menjadi
penggantinya dalam memelihara kelestarian ajaran agama dan urusan politik keduniaan.
Orang yang melaksanakan fungsi itu pun disebut khaliafah atau imam. Disebut dengan imam
karena disepadankan dengan kedudukan seorang imam shalat dalam hal kepemimpinan dan
mesti diikuti.

Dalam sistem khilafah, kaum Muslim harus mengorganisasi diri secara bersama,
menegakkan sebuah sistem untuk mengatur hubungan-hubungan antar manusia dan
mewujudkan tujuan Tuhan di dunia. Khilafah oleh sebagian komunitas Islam berlaku untuk
semua manusia seutuhnya. Sistem khilafah tidak mengenal perbedaan manusia disebabkan
karena perbedaan latar belakang wilayah, warna kulit, bahasa dan lain-lain. Islam
memandang negara sebagai kosmik dan universal. Oleh karenanya, di dalam Islam tidak
dikenal istilah Barat dan Timur, Asia dan Afrika, berkuliat hitam dan putih, dan perbedaan-
perbedaan lainnya. Manusia dalam Islam adalah sederajat, makhluk Allah, dan wajib tunduk
kepada kemauan-Nya.
7
Miftahul, Ilmi. 2008. Persepsi NU tentang Siatem Khilafah. Skripsi. Hal. 16.
Sistem khilafah mempunyai implikasi serius bagi pemerintahan negara-bangsa dalam
sistem negara demokrasi modern.

1. Sistem negara bangsa yang ada harus dibubarkan dan digantikan oleh satu sistem
kekhalifahan.
2. Undang-undang negara yang berlaku dalam sistem demokrasi modern harus digantikan
dengan syari’at Islam.
3. Menghapus semua lembaga pemerintahan dan meletakkan seluruh tangggung-jawabnya
kepada seorang khalifah.

Implikasi-implikasi tersebut mengandaikan sebuah sistem pemerintahan


sentralistik yang didasarkan kepada nomocracy, kekuasaan yang tunduk kepada hukum
syari’at. Hukum syari’at tidak bisa diamandemen sesuai kemauan warga negara (seperti yang
ada dalam sistem demokrasi modern) karena hukum tidak bersumber dari mereka, melainkan
berasal dari Tuhan. Warga negara bukanlah pihak yang mengeluarkan dan menetapkan
hukum, melainkan Allah sendiri yang mengeluarkan melalui wahyu. Oleh karena itu, hukum
bersifat abadi. Perubahan hanya terjadi pada pemaknaan manusia berdasarkan pengalaman
dan pengetahuannya.

Terhadap wacana pentingnya penegakkan khilafah Islam yang sekarang diusung oleh
sebagian kelompok Islam di Indonesia, seperti HTI, Kyai Muchith Muzadi (salah satu Kyai
Nu Jember) atau yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Muchith menunjukkan sikap
ketidaksetujuannya. Ia menegaskannya dengan mengatakan, “kaum pesantren tidak
mengikuti pendapat yang mewajibkan seluruh kaum muslimin sedunia berada di bawah satu
kekuasaan politik. Yang diwajibkan adalah ukhuwah diantara mereka, baik secara individual,
kelompok maupun pemerintah/ kenegaraan dalam wujud kerjasama, saling membantu dan
saling menghargai satu sama lain. Oleh karena itu, menurut kondisi, kemampuan dan
kepentingan masing-masing, kelompok (bangsa dan atau gabungan bangsa) pada dasarnya
mendapat kesempatan yang sama mendirikan komunitas politik (negara) sendiri, tidak harus
menggabungkan diri dengan negara lain”8

8
Ahidul, asror. 2015. PEMIKIRAN ISLAM-KEBANGSAAN: PANDANGAN KYAI NU JEMBER
TENTANG KHILAFAH. Dalam jurnal At-Tatwir. Vol. 2. No. 1
Daftar pustaka
Dianto, Icol. “DAKWAH DAN ISU-ISU KONTEMPORER (Isu-Isu Global: Gender,
Demokrasi, HAM, Perspektif Islam Terhadap Isu Global Dan Stategi Dakwah
Untuk Menghadapi Isu-Isu Global)”. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN
Padangsidimpuan.

Asror, Ahidul. 2015. PEMIKIRAN ISLAM-KEBANGSAAN: PANDANGAN KYAI NU JEMBER


TENTANG KHILAFAH. Dalam jurnal attatwir.

Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keumatan, dan


Kebangsaan. Jakarta: Kompas.

https://katadata.co.id/iftitah/berita/61e0ee9e5ad3d/tasamuh-adalah-sikap-toleransi-ini-
penjelasan-dan-contohnya diakses pada 14 Juni 2022

Anda mungkin juga menyukai