NIM : 12402193377
Jurusan : Ekonomi Syriah
Kelas : ES – 2H
5. Pak Danu sepakat menjalin kerjasama dengan Pak Rudi dan Pak Salim dalam bidang
kuliner mereka ingin membuat usaha warung makan tetapi tidak punya modal, kemudian
ia meminta Pak Amir untuk memberinya modal Rp 80 juta. Pak Amir setuju tetapi
dengan syarat mereka harus membuat usaha di tempat yang ditentukan, Pak Amir juga
meminta keuntungan sebesar Rp 1 juta per bulan.
a. Apa yang salah dari akad di atas ?
b. Bagaimana solusi saudara agar akad di atas sah menurut fiqh?
6. Salah satu akad dalam fiqih muamalah dalam bidang jasa adalah akad hiwalah, buat
implementasi hiwalah di Lembaga Keuangan Syariah !
Jawaban :
b. Apa rekomendasi saudara sehingga transaksi di atas dapat menjadi sah menurut
syariah?
Jawab : Karena dalam kasus tersebut Tuan burhan sebagai pengelola dan PT. BPRS
Abadi sebagai pemilik modal dan transaksi tersebut menggunakan skema bagi hasil
serta besarnya tergantung dari nisbah yang telah disepakati bersama.
3. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa setiap piutang yang diprasyaratkan padanya
suatu hal yang akan mendatangkan kemanfaatan bagi pemberi piutang maka itu
adalah riba Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap keuntungan
dalam hutang piutang, baik berupa materi atau jasa atau lainnya adalah haram,
karena itu semua adalah riba. Syariah tidak membolehkan si pemberi Pinjaman
untuk mengambil pendapatan dan manfaat apapun dari dari pinjaman yang ia
berikan kepada peminjam utang. Manfaat itu adalah riba yang dilarang menurut
pandangan syariah. Namun yang perlu diingat bahwa manfaat yang dilarang leh
syariah adalah manfaat (keuntungan) yang telah ditentukan dan diisyaratkan di awal
akad dan harus dibayar oleh peminjam hutang sebagai bagian kewajibannya dalam
akad. Oleh karena itu para ulama membolehkan untuk membayar lebih di atas
jumlah pinjaman kepada pemberi pinjaman dengan suka rela, asalkan hal itu tidak
menjadi bagian dari akad. Kebolehan tindakan ini disimpulkan dari hadits-hadits nabi
SAW berikut:
Abu rafi meriwayatkan bahwa nabi SAW meminjam seekor unta muda dari
seorang laki-laki, dan ketika beliau meiliki beberapa unta sedekah, beliau meminta
abu rafi untuk membayar unta yang dipinjamnya dari lak-laki tadi. Ia berkata kepada
Nabi SAW: “Nabi bersabda: “berikan unta itu kepadanya, karena sebaik-baik orang
adalah yang memenuhi hutangnya dengan cara terbaik”. Hadits tersebut
menunjukkan bahwa dalam syariah boleh hukumnya membayar tambahan atas
pinjaman dasar apabila itu tidak menjadi bagian dari kewajiban akad. Namun para
ulama tidak menganjurkan untuk emperbesar pinjaman pada orang yang biasanya
membayar tambahan atas pinjamannya. Dalam pandangan mereka, orang itu
diharuskan untuk embayar jumlah yang sama tidak lebih.
4. Ijarah muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT) adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual
beli dan sewa atau lebih tepatnya perjanjian sewa yang diakhiri dengan kepemilikan
barang ditangan si penyewa. Keberadaan akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai
pengembangan dari akad ijarah untuk diaplikasikan atau digunakan dalam kegiatan
ekonomi umat Islam tidak terlepas dari kaidah fiqih yang intinya menyatakan pada
dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan, kecuali telah ada dalil yang
mengharamkanny sepanjang tidak mengandung unsur gharar, maisir, riba, dzalim,
riswah, dan objek yang haram.
Dalam Fatwa DSNMUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahhiya Bit-
Tamlik pada bagian ketentuan umum ditentukan bahwa akad ijarah muntahiya
bittamlik harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. Ketentuan khusus
mengenai ijarah muntahiya bittamik disebutkan berikut dalam Fatwa, yakni: