Anda di halaman 1dari 7

Nama : Dyah Tri Rizqi Fahmi

NIM : 12402193377
Jurusan : Ekonomi Syriah
Kelas : ES – 2H

UAS FIQIH MUAMALAH

1. Salah satu karakteristik transaksi/akad dalam muamalat adalah diharamkannya riba,


maysir, dan gharar, mengapa demikian ? Apa solusi yang saudara berikan terhadap
kebutuhan pelaku bisnis syariah dalam melakukan transaksi.
(Jawaban didasarkan pada al-Qur’an dan Hadis, serta buku-buku fiqih)
2. Perhatikan kasus transaksi berikut ini !
Tn Burhan memenangkan tender proyek dari Pemda berupa pengerasan jalan lingkungan
dengan nilai proyek sebesar Rp. 800 juta. Perhitungan biaya proyek sebesar Rp. 750 juta,
sehingga keuntungan yang akan diperoleh sebesar Rp. 50 juta. Untuk membiayai proyek
tersebut disamping Tn. Burhan hanya memiliki dana sebesar Rp. 500 juta, dia
mengajukan fasilitas kepada PT. BPRS Abadi Rp. 250 juta.
a. Analisis akad yang digunakan dalam transaksi di atas!
b. Apa rekomendasi saudara sehingga transaksi di atas dapat menjadi sah menurut
syariah?

3. Jelaskan implikasi dari kaidah fiqih dalam muamalah berikut

‫كل قرض جر منفعة فهو الربا‬

4. Buat perbandingan transaksi menggunakan akad Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik dengan


Musyarakah Mutanaqishah !

5. Pak Danu sepakat menjalin kerjasama dengan Pak Rudi dan Pak Salim dalam bidang
kuliner mereka ingin membuat usaha warung makan tetapi tidak punya modal, kemudian
ia meminta Pak Amir untuk memberinya modal Rp 80 juta. Pak Amir setuju tetapi
dengan syarat mereka harus membuat usaha di tempat yang ditentukan, Pak Amir juga
meminta keuntungan sebesar Rp 1 juta per bulan.
a. Apa yang salah dari akad di atas ?
b. Bagaimana solusi saudara agar akad di atas sah menurut fiqh?
6. Salah satu akad dalam fiqih muamalah dalam bidang jasa adalah akad hiwalah, buat
implementasi hiwalah di Lembaga Keuangan Syariah !

Jawaban :

1. a. Riba secara bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan, dan ketinggian.


Sedangkan menurut syara’, riba berarti akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui
perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan
mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya. Hukum Riba adalah haram. Dalil dari
al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (QS.Ali-Imran:130) Kemudian surah Al-Baqarah: 275
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Dalil dari Hadis:
“Dari Jabir, Rasulullah melaknat riba, yang mewakilkannya, penulisnya dan yang
menyaksikannya.” (HR. Muslim)
b. Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan
akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti (tidak dihendaki).
Dalam syari’at Islam, jual-beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam hadis Abu Hurairah yang artinya:
“Rasulullah melarang jual-beli al-hashah dan jual beli gharar.”
c. Maisir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak pasti
dan bersifat untung-untungan. Al-Maysir (perjudian) terlarang dalam syariat Islam,
dengan dasar al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Dalam al-Qur’an terdapat firman Allah
yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk)berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”
(QS. Al-Maidah:90).
Dari as-Sunnah, terdapat sabda Rasulullah SAW :
“Barangsiapa yang menyatakan kepada saudaranya, ‘mari aku bertaruh denganmu’
maka hendaklah dia bersedekah” (HR. Bukhari- Muslim)
Jadi kesimpulannya maysir, gharar maupun riba adalah perilaku yang haram dalam
bertransaksi huku jual beli menurut islam
Menurut saya pelaku usaha yang melakukan prinsip gharar, riba maupun maysir
sebagai umat Islam wajib meninggalkan bisnis tersebut dan memulai bisnis yang
baru karena sudah jelas tertera dalam Al Qur'an bahwa semua pelaku maupun yang
melakukan praktik tersebut hukumnya haram.
2. a. Analisis akad yang digunakan dalam transaksi di atas!
Jawab : Akad Mudharabah, karena mudharabah adalah tempat penting bagi
lembaga keuangan syariah untuk memobilisasi dana masyarakat serta menyediakan
berbagai fasilitas, sepertihalnya pembiayaan

b. Apa rekomendasi saudara sehingga transaksi di atas dapat menjadi sah menurut
syariah?

Jawab : Karena dalam kasus tersebut Tuan burhan sebagai pengelola dan PT. BPRS
Abadi sebagai pemilik modal dan transaksi tersebut menggunakan skema bagi hasil
serta besarnya tergantung dari nisbah yang telah disepakati bersama.
3. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa setiap piutang yang diprasyaratkan padanya
suatu hal yang akan mendatangkan kemanfaatan bagi pemberi piutang maka itu
adalah riba Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap keuntungan
dalam hutang piutang, baik berupa materi atau jasa atau lainnya adalah haram,
karena itu semua adalah riba. Syariah tidak membolehkan si pemberi Pinjaman
untuk mengambil pendapatan dan manfaat apapun dari dari pinjaman yang ia
berikan kepada peminjam utang. Manfaat itu adalah riba yang dilarang menurut
pandangan syariah. Namun yang perlu diingat bahwa manfaat yang dilarang leh
syariah adalah manfaat (keuntungan) yang telah ditentukan dan diisyaratkan di awal
akad dan harus dibayar oleh peminjam hutang sebagai bagian kewajibannya dalam
akad. Oleh karena itu para ulama membolehkan untuk membayar lebih di atas
jumlah pinjaman kepada pemberi pinjaman dengan suka rela, asalkan hal itu tidak
menjadi bagian dari akad. Kebolehan tindakan ini disimpulkan dari hadits-hadits nabi
SAW berikut:
Abu rafi meriwayatkan bahwa nabi SAW meminjam seekor unta muda dari
seorang laki-laki, dan ketika beliau meiliki beberapa unta sedekah, beliau meminta
abu rafi untuk membayar unta yang dipinjamnya dari lak-laki tadi. Ia berkata kepada
Nabi SAW: “Nabi bersabda: “berikan unta itu kepadanya, karena sebaik-baik orang
adalah yang memenuhi hutangnya dengan cara terbaik”. Hadits tersebut
menunjukkan bahwa dalam syariah boleh hukumnya membayar tambahan atas
pinjaman dasar apabila itu tidak menjadi bagian dari kewajiban akad. Namun para
ulama tidak menganjurkan untuk emperbesar pinjaman pada orang yang biasanya
membayar tambahan atas pinjamannya. Dalam pandangan mereka, orang itu
diharuskan untuk embayar jumlah yang sama tidak lebih.
4. Ijarah muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT) adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual
beli dan sewa atau lebih tepatnya perjanjian sewa yang diakhiri dengan kepemilikan
barang ditangan si penyewa. Keberadaan akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai
pengembangan dari akad ijarah untuk diaplikasikan atau digunakan dalam kegiatan
ekonomi umat Islam tidak terlepas dari kaidah fiqih yang intinya menyatakan pada
dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan, kecuali telah ada dalil yang
mengharamkanny sepanjang tidak mengandung unsur gharar, maisir, riba, dzalim,
riswah, dan objek yang haram.
Dalam Fatwa DSNMUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahhiya Bit-
Tamlik pada bagian ketentuan umum ditentukan bahwa akad ijarah muntahiya
bittamlik harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. Ketentuan khusus
mengenai ijarah muntahiya bittamik disebutkan berikut dalam Fatwa, yakni:

a) Pihak yang melakukan ijarah muntahiya bittamlik harus melaksanakan akad


ijarah telebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan hanya dapat dilakukan
setelah masa ijarah selesai.
b) Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’d
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Adapun skema transaksi dengan IMBT adalah sebagai berikut:
a. Nasabah (B) mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis kepada
Bank (A) terhadap obyek yang dimiliki supplier.
b. Membuat akad IMBT antara bank dan nasabah terhadap obyek sewa.
c. Bank membeli obyek sewa dari supplier (C)

d. Bank mencatat obyek sewa dalam aktiva ijarah


e. Bank menyewakan obyek sewa kepada nasabah.
f. Nasabah membayar uang sewa kepada bank.
g. Pembayaran sewa dilakukan sesuai jangka waktu pembiayaan.
h. Periode pembayaran sewa dilakukan sampai nilai buku obyek sewa adalah
nol.
i. Pada saat harga buku obyek sewa = nol, obyek sewa dihibahkan kepada
nasabah.
j. Bank dan nasabah menandatangani akad hibah obyek sewa dari bank kepada
nasabah.
Sedangkan Musyarakah Mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad
musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih. Pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan
modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai dengan
kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana
(shohibul maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan
kesepakatan.Secara sederhana proses yang dilalui dalam akad pembiayaan
musyarakah mutanaqisah adalah sebagai berikut :
a. Nasabah membutuhkan rumah dan meminta kepada bank untuk
memberikan pembiayaan MMQ guna pembelian rumah.
b. Selanjutnya adalah verifikasi oleh pihak bank terhadap data-data nasabah,
kemudian dilakukan persetujuan pembiayaan sebagaimana permintaan
nasabah
c. Selanjutnya dilaksanakan penandatanganan akad pembiayaan musyarakah
mutanaqisah antara bank dan nasabah. Dilanjutkan dengan pembayaran
awal.
d. Bank memberikan surat kuasa (wakalah) kepada nasabah untuk membeli
rumah dari penjual secara langsung.
e. Nasabah menandatangani perjanjian pengikatan agunan
f. Realisasi pembiayaan oleh Bank
g. Bank berjanji untuk mengalihkan dengan menjual seluruh porsi penyertaan/
kepemilikannya secara bertahap dan nasabah wajib menerima pengalihan
tersebut dengan membeli porsi tersebut sesuai kesepakatan.
h. Tanah beserta bangunannya yang dibiayai dengan akad musyarakah
mutanaqisah disewakan (ijaroh) oleh bank kepada nasabah dan nasabah
wajib melakukan pembayaran imbalan sewa kepada pihak bank sesuai
kesepakatan.
i. Bagi hasil yang diperoleh dari imbalan sewa merupakan hak bank sesuai
dengan porsi kepemilikan bank setelah dikurangi bagi hasil yang menjadi hak
nasabah dibayarkan oleh nasabah kepada bank sesuai jadawal pembayaran
pengambilalihan
j. Setelah porsi kepemilikan dilunasi nasabah, maka nasabah menjadi pemilik
penuh atas tanah beserta bangunannya
5. a. Apa yang salah dalam akad di atas ?
Jawab : Dalam mudharabah hasil bisnis tidak boleh dipastikan atau ditentukan
karena tidak selamanya besarnya pendapatan atau keuntungan jumlahnya tetap.
Dalam berbisnis kadang pula terjadi untung kadang juga dapat rugi.
b. Bagaimana Solusi saudara agar akad di atas sah menurut Fiqh ?
Jawab : Seharusnya dalam bisnis tersebut menggunakan skema bagi hasil dan
besarnya tergantung dari nisbah yang telah disepakati bersama.
6. Dalam aplikasinya, kontrak hiwalah atau akad hiwalah dalam lembaga keuangan
syariah biasanya diterapkan pada factoring (anjak piutang), di mana para nasabah
yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank,
kemudian bank membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga
itu.

Anda mungkin juga menyukai