Anda di halaman 1dari 5

3.

HAKIKAT BANGSA

A. MEMAHAMI KONSEP BANGSA

Bangsa adalah sekelompok manusia yang dianggap mempunyai identitas


bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, ideologi, budaya, dan/atau sejarah.
Mereka pada umumnya memiliki asal-usul keturunan yang sama. Konsep bahwa semua
manusia dibagi dalam beberapa kelompok bangsa ini merupakan salah satu doktrin
yang paling berpengaruh dalam sejarah. Doktrin ini merupakan doktrin etika dan
filsafat, dan merupakan awal dari ideologi nasionalisme. Namun bangsa memiliki
pengertian dan arti lain yaitu :

Dalam arti sosiologis antropologis, bangsa adalah perkumpulan orang yang


saling membutuhkan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu
wilayah. Arti ini diikat oleh beberapa unsur seperti ras, tradisi, sejarah, adat-istiadat,
agama, bahasa dan daerah.

Dalam arti politis, bangsa adalah suatu masyarakat dalam daerah yang sama dan
tunduk pada kedaulatan Negara sebagai satu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.
Arti ini dinilai dari organisasi kekuasaan yaitu negara dan pemerintahannya.

Dari beberapa arti tersebut, dapat diambil bahwa bangsa adalah orang yang
memiliki asal keturunan adat, bahasa, sejarah yang sama serta memiliki pemerintahan
sendiri.

B. PERKEMBANGAN KONSEP BANGSA


Perkembangan konsep bangsa (nation) di era modern, tidak terlepas dari
seorang cendekiawan Prancis, Ernest Renan (1823-1892), seorang filsuf, sejarahwan
dan pemuka agama dalam esainya yang terkenal Qu‟est-ce qu‟une nation? yang
disampaikan dalam kuliah di Universitas Sorbonne pada tahun 1882. Dalam esainya
tersebut dia menyatakan bahwa bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki
kehendak bersatu sehingga merasa dirinya adalah satu. Menurut Renan, faktor utama
yang menimbulkan suatu bangsa adalah kehendak bersama dari masing-masing warga
untuk membentuk suatu bangsa (Soeprapto, 1994:115)

Adapun Otto Bauer (1881-1934) seorang legislator dan seorang theoreticus,


menyebut bahwa bangsa adalah suatu persatuan karakter/perangai yang timbul karena
persatuan nasib. Otto Bauer lebih menekankan pengertian bangsa dari karakter, sikap
dan perilaku yang menjadi jatidiri bangsa dengan bangsa yang lain. Karakter ini
terbentuk karena pengalaman sejarah budaya yang tumbuh berkembang bersama
dengan tumbuhkembangnya bangsa (Soeprapto, 1994:114).

Sedangkan dalam pandangan Tilaar (2007:29), bangsa adalah suatu prinsip


spiritual sebagai hasil dari banyak hal yang terjadi dalam sejarah manusia. Bangsa
adalah keluarga spiritual dan tidak ditentukan oleh bentuk bumi misalnya. Apa yang
disebut prinsip spiritual atau jiwa dari bangsa? Terdapat dua hal dalam prinsip
spiritual tersebut: 1) terletak pada masa lalu, dan 2) terletak pada masa kini. Pada
masa lalu suatu komunitas mempunyai sejarah atau memori yang sama. Pada masa
kini, komunitas tersebut mempunyai keinginan untuk hidup bersama atau suatu
keinginan untuk mempertahankan nilai-nilai yang telah diperoleh oleh seorang dari
upaya-upaya masa lalu, perngorbanan-pengorbanan dan pengabdian. Masa lalu
merupakan modal sosial (social capital) dimana di atasnya dibangun cita-cita nasional.
Jadi suatu bangsa mempunyai masa jaya yang lalu dan mempunyai keinginan yang
sama di masa kini. Berdasarkan spirit tersebut itulah manusia bersepakat untuk
berbuat sesuatu yang besar. Rasa kejayaan atau penderitaan masa lalu adalah lebih
penting dari perbedaan ras dan budaya. Dengan demikian suatu bangsa adalah suatu
masyarakat solidaritas dalam skala besar. Solidaritas tersebut disebabkan oleh
pengorbanan yang telah diberikan pada masa lalu dan bersedia berkorban untuk masa
depan (Tilaar, 2007:29).

Adapun dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (Soeprapto, 1994:115),


dijelaskan definisi bangsa menurut hukum, yaitu rakyat atau orang-orang yang berada
di dalam suatu masyarakat hukum yang terorganisir. Kelompok orang-orang satu
bangsa ini pada umumnya menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara dalam
bahasa yang sama (meskipun dalam bahasa-bahasa daerah), memiliki sejarah,
kebiasaan, dan kebudayaan yang sama, serta terorganisir dalam suatu pemerintahan
yang berdaulat.
Dari beberapa pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bangsa adalah
sekelompok manusia yang:

1. Memiliki cita-cita bersama yang mengikat mereka menjadi satu kesatuan.

2. Memiliki sejarah hidup bersama, sehingga tercipta rasa senasib


sepenanggungan.

3. Memiliki adat, budaya, kebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman


hidup bersama.

4. Memiliki karakter, perangai yang sama yang menjadi pribadi dan jatidirinya.

5. Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah.

6. Terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat, sehingga mereka


terikat dalam suatu masyarakat hukum.

C. PROSES TERBENTUKNYA BANGSA NEGARA

Suatu negara yang memiliki berbagai suku bangsa dan ras berupaya keras
membentuk suatu bangsa baru dengan identitas kultural yang baru pula. Hal itu
dimaksudkan agar dapat bertahan lama dan mmpu mencapai tujuan.

Proses terbentuknya suatu negara terpusat modern yang penduduknya meliputi


satu nasionalitas (suatu bangsa) merupakan proses pembentukan bangsa-negara.
Pengertian bangsa dalam istilah satu bangsa berbeda dengan pengertian bangsa dalam
istilah bangsa negara (nation-state).

Bangsa dalam bangsa-negara mencakup jumlah kelompok masyarakat (berbagai


suku bangsa dan ras) yang lebih luas daripada bangsa dalam suku bangsa. Kesamaan
identitas kultural dalam suku bangsa lebih sempit cakupannya daripada identitas
kultural dalam bangsa-negara.

Lalu Ben Anderson, seorang ilmuwan politik dari Universitas Cornell


merumuskan pengertian bangsa secara unik. .Menurut pengamatannya, bangsa
merupakan komunitas politik yang dibayangkan (imagined political community)
dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat.
Sementara itu, secara umum dikenal adanya dua model proses pembentukan
bangsa-negara. Pertama, model ortodoks yang bermula dari adanya suatu bangsa
terlebih dahulu untuk kemudian bangsa itu membentuk satu negara tersendiri. Setelah
bangsa-negara ini terbentuk, kemudian suatu rezim politik (konstitusi) dirumuskan
dan ditetapkan, dan sesuai dengan pilihan rezlm politik itu, dikembangkan sejumlah
bentuk partisipasi politik warga masyarakat dalam kehidupan bangsa-negara. Kedua,
model mutakhir yang berawal dan adanya negara terlebih dahulu, yang terbentuk
melalui proses tersendiri, sedangkan penduduknya merupakan kumpulan sejumlah
kelompok suku bangsa dan ras.

Pada tingkat perkembangan tertentu, munculnya kesadaran politik di


kalangan satu atau beberapa kelompok suku bangsa untuk berpartisipasi dalam proses
politik akan membawa mereka kepada pertanyaan yang lebih mendasar. Pertanyaan
ini berkaitan dengan pilihan rezim politik. Hal itu dipertanyakan setelah melalui
proses politisasi yang secukupnya.

Suatu bangsa akan terbentuk apabila masalah-masalah bentuk partisipasi


politik dan rezim politik disepakati jawabannya. Namun, pada proses politisasi yang
dilakukan secara memadai, mungkin saja terdapat satu atau lebih kelompok suku
bangsa yang tidak bersedia ikut serta dalam bangsa yang baru. Mungkin disebabkan
ketidaksetujuan mereka terhadap pilihan bentuk-bentuk partisipasi politik dan rezim
politik. Dalam situasi ini, mungkin terdapat satu atau lebih kelompok etnis yang
menghendaki suatu negara sendiri atau mungkin menghendaki bentuk kompromi
seperti daerah istimewa dengan hak-hak dan kewenangan khusus.

Kedua model ini berbeda dalam empat hal. Pertama, ada tidaknya perubahan
unsur dalam pengelompokan masyarakat. Model ortodoks tidak mengandung
perubahan unsur karena satu bangsa membentuk satu negara. Model mutakhir
mengandung perubahan unsur dari banyak kelompok suku bangsa menjadi satu
bangsa baru. Kedua, lamanya waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan
bangsa-negara. Model ortodoks memerlukan waktu yang singkat sebab membentuk
struktur kekuasaari saja (tidak perlu membentuk identitas kultural baru), sedangkan
model mutakhir memerlukan waktu yang lebih lama karena harus mencapai
kesepakatan tentang identitas kultural (nasionalitas) yang baru. Ketiga, kesadaran
politik dalam model ortodoks muncul setelah terbentuknya bangsa-negara, sedangkan
dalam model mutakhir kesadaran politik muncul mendahului dan menjadi kondisi
awal bagi terbentuknya bangsa negara. Keempat, derajat pentingnya partisipasi politik
dan rezim politik. Dalam model ortodoks, partisipasi politik dan rezim politik
dianggap sebagai hal yang terpisah dari proses integrasi nasional, sedangkan dalam
model mutakhir kedua hal itu merupakan hal-hal yang tak terpisahkan dari proses
integrasi nasional (pembentukan bangsa-negara).

Kedua model di atas sangat berguna dalam menggambarkan secara sederhana


proses pembentukan bangsa-negara yang dalam kenyataan bersifat rumit. Namun,
kedua model mengandung tiga kekurangan pokok. Pertama, rnemandang proses
pembentukan bangsa-negara dari sudut kemajemukan suku bangsa saja. Padahal
permasalahan integrasi nasional juga disebabkan dengan kemajemukan agama, ras
(pribumi dan nonpribumi) dan kesenjangan sosial ekonomi. Kedua, faktor historis
khususnya hal ihwal yang berkaitan dengan pengalaman penjajahan tidak dimasukan
ke dalam model-model tersebut. Ketiga, dalam kenyataan tidak hanya terdapat dua
model proses pembentukan bangsa-negara, tetapi juga terdapat model ketiga seperti
yang dialami Indonesia berhubungan dengan proses pembentukan bangsa baru, yang
mulai berlangsung jauh sebelum negara terbentuk. Dalam hal ini, satu di antaranya
yang terpenting berupa Sumpah Pemuda 1928.

Anda mungkin juga menyukai