hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget,
berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi
logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya
dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya
— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam
merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme,
yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai
pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita
membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget
membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama
yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut.
Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa
tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam
sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan
terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan
bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai
duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu
yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi
objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan
belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal
kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara
kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget
adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak
belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua
benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau
warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia
dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya.
Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun,
mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka
cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana
hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari
orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang
lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap
setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu
sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
Universal (tidak terkait budaya)
Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang
berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan
hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi
tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang
membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan
baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu.
Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses
perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan,
informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti
skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang
sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung
kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan
mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi
skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses
ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi
yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh
di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi
binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian
skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam
proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas,
melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label
"burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang
sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut
dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan
seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan
selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua
proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar
secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Tahapan perkembangan
Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses yang
berkelanjutan atau proses terputus pada tiap tahapannya.
Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat
empirisme. Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir telah
dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa kemampuan kognisi
merupakan hasil dari pengalaman.
Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan, namun terdapat
perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak pada usia 3 tahun dibandingkan dengan usia 15
tahun.
Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan antara aktivitas otak dan
perilaku. Biologis menjadi dasar dari pendekatan ini untuk menjelaskan perkembangan kognitif.
Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai pertanyaan mengenai umat manusia
yaitu
1. Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh, khususnya antara otak secara fisik dan
mental proses
2. Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur biologis yang
teratur
Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari perkembangan
kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya akan memberikan
pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak. Teori ini memiliki
implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar
secara aktif lebih baik daripada secara pasif. Tokoh-tokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert
Bandura, Michael Tomasello
Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema mengenai
dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya adalah Andrew N.
Meltzoff
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Perkembangan Bahasa
Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan itu
dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh dan kualitatif,
misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak.
Sedangkan yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh
seorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat
bergaul. Oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan
berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan orang lain,
sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka
perkembangan bahasa seorang dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti
dengan bahasa atau suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan seterusnya
melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan tingkat
perilaku sosial.
Bahasa juga merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, di mana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk lambang atau symbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian,
seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Bahasa
merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa sangat erat
kaitannya dengan perkembangan pikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam
perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan
menarik kesimpulan.
Dan kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to
grow maturity. Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara
11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja
awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun).
Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu
telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Remaja juga terjadi proses
perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan
psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka,
dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-
kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai. Bagian dari masa
kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus
bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ
tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu
berpikir secara abstrak.
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang ia telah banyak belajar dari
lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari kondisi lingkungan. Lingkungan
remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan
lingkungan sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam
keluarga atau bahasa itu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di
mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan
masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan
kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah.
Sebagaimana diketahui, dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan
kaidah-kaedah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala
ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem
budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat (teman sebaya)
terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa
pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa
sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar
yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama secara khusus
untuk kepentingan khusus pula.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga masyarakat, dan sekolah dalam
perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain.
Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat sosial
keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak
menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat
terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah lebih
selektif dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa lebih baik.
Ragam bahasa remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang
digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek melalui
proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti ‘permainan diganti
dengan mainan, pekerjaan diganti dengan kerjaan.
Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk
elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga
seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Dengan menggunakan struktur yang
pendek, pengungkapan makna menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan
penutur asli bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Kita bisa mendengar
bagaimana bahasa remaja ini dibuat begitu singkat tetapi sangat komunikatif.
Karakteristik perkembangan bahasa remaja sesungguhnya didukung oleh perkembangan
kognitif yang menurut Jean Piaget telah mencapai tahap operasional formal. Sejalan dengan
perkembangan kognitifnya, remaja mulai mampu mrngaplikasikan prinsip-prinsip berpikir
formal atau berpikir ilmiah secara baik pada setiap situasi dan telah mengalami peningkatan
kemampuan dalam menyusun pola hubungan secara komperhensif, membandingkan secara kritis
antara fakta dan asumsi dengan mengurangi penggunaan symbol-simbol dan terminologi konkret
dalam mengomunikasikannya.
Sejalan perkembangan psikis remaja yang berada pada fase pencarian jati diri, ada tahapan
kemampuan berbahasa pada remaja yang berbeda dari tahap-tahap sebelum atau sesudahnya
yang kadang-kadang menyimpang dari norma umum seperti munculnya istilah-istilah khusus di
kalangan remaja. Karakteristik psikologis khas remaja seringkali mendorong remaja membangun
dan memiliki bahasa relatif berbeda dan bahkan khas untuk kalangan remaja sendiri, sampai-
sampai tidak jarang orang di luar kalangan remaja kesulitan memahaminya. Dalam
perkembangan masyarakat modern sekarang ini, di kota-kota besar bahkan berkembang pesat
bahasa khas remaja yang sering dikenal dengan bahasa gaul. Bahkan karena pesatnya
perkembangan bahasa gaul ini dan untuk membantu kalangan diuluat remaja memahami bahasa
mereka, Debby Sahertian (2000) telah menyusun dan menertibkan sebuah kamus khas remaja
yang disebut dengan “Kamus Bahasa Gaul”. Dalam kamus itu tertera sekian ribu bahasa gaul
yang menjadi bahasa khas remaja yang jika kita pelajari sangat berbeda dengan bahasa pada
umumnya. Kalangan remaja justru sangat akrab dan sangat memahami bahasa gaul serta merasa
lebih aman jika berkomunikasi dengan sesama remaja menggunakan bahasa gaul.
Menurut Chomsky (Woolfolk, dkk. 1984) anak dilahirkan ke dunia telah memiliki
kapasitas berbahasa. Akan tetapi seperti dalam bidang yang lain, faktor lingkungan akan
mengambil peranan yang cukup menonjol, mempengaruhi perkembangan bahasa anak tersebut.
Mereka belajar makna kata dan bahasa sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat dan mereka
hayati dalam hidupnya sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang
berbeda-beda.
Berpikir dan berbahasa mempunyai korelasi tinggi; anak dengan IQ tinggi akan
berkemampuan bahasa yang tinggi. Sebaran nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan
individual anak, dan dengan demikian kemampuan mereka dalam bahasa juga bervariasi sesuai
dengan varasi kemampuan mereka berpikir.
Bahasa berkembang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, karena kekayaan lingkungan
akan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang sebagian besar dicapai dengan
proses meniru. Dengan demikian remaja yang berasal dari lingkungan yang berbeda juga akan
berbeda-beda pula kemampuan dan perkembangan bahasanya.
Kelas atau kelompok belajar terdiri dari siswa yang bervariasi bahasanya, baik
kemampuannya maupun polanya. Menghadapi hal ini guru harus mengembangkan strategi
belajar-mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada potensi dan kemampuan anak.
Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang
telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh murid-murid sendiri. Dengan cara ini
senantiasa guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa murid-
muridnya.
Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan bahasa murid
dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah dipilih secara tepat dan
benar oleh guru. Cerita murid tentang isi pelajaran yang telah dipercaya itu diperluas untuk
langkah-langkah selanjutnya, sehingga para murid mampu menyusun cerita lebih komprehensif
tentang isi bacaan yang telah dipelajari dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik
lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan
kemampuan bahasa anak membentuk pola bahasa masing-masing. Dalam penggunaan model ini
guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi
bebas. Dalam pada itu sarana perkembangan bahasa seperti buku-buku, surat kabar, majalah, dan
lain-lainnya hendaknya disediakan di sekolah maupun dirumah.
BAB III
PENUTUP
1. Saran
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor
intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa.
Oleh karena itu, kita harus menggunakan dan mengembangkan bahasa dengan
berkembangnya bahasa secara tidak sadar kita telah melangkah kedewasaan yang sudah
merupakan kodrat kita sebagai manusia.
Hanya saja, agar pertumbuhan itu mencapai hasil yang maksimal harus mempertahankan
faktor-faktor pendukungnya
2. Kesimpulan
1. Perkembangan bahasa adalah meningkatkatnya kemampuan penggunaan bahasa sebagai alat
komunikasi. Bahasa yang digunakan oleh remaja sangat dipengauhi oleh bahasa yang
didapatkan dalam proses sosialisasi dengan teman sebayanya. Dengan kata lain, lingkungan
keluarga dan sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam menghadapi perkembangan
bahasa.
2. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Perkembangan bahasa
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah usia anak, kondisi keluarga dan kondisi fisik
anak terutama dari segi kesehatannya.
3. Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling berpengaruh satu sama lain. bahwa
kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa dan sebaliknya kemampuan
berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Keduanya saling menunjang satu sama
lainnya.