Anda di halaman 1dari 19

Perkembangan Kognitif Filed under: Ngampus Tinggalkan komentar April 18, 2011 A.

. PENGANTAR Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke20. Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri. B. KONSEP SOSIOKULTURAL Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan pembangunan menemukan dirinya sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus pada konteks pembangunan sosial budaya. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian.

Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai alat kebudayaan tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya. Vygotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah, penemuan seperti komputer, dan melek huruf. Interaksi institusional memberi kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut vygotsky (1962), keterampilanketerampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubunganhubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.

C. Perkembangan Kognitif pada Anak-Anak Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget ,

seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896 -1980 . Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan , yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemataskema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikaninformasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme , yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia : Periode sensorimotor (usia 02 tahun) Periode praoperasional (usia 27 tahun) Periode operasional konkrit (usia 711 tahun) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) 1. Tahap Sensori-Motor (0-2) Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut.Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:

Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awalkreativitas . 2. Tahap Pra Operasional (27) Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. 3. Tahap konkret-operasional (7-11)

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: Pengurutan, kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan) Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. Reversibility, anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasi, memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrisme, kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit

akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang. 4. Tahap formal-operasional (11-dewasa) Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas ) dan terus berlanjut sampai dewasa . Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada gradasi abu-abu di antaranya. Dilihat dari faktorbiologis , tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis , kognitif, penalaran moral , perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu : Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materimateri pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam. Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.

Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun. Dengan berpatokan kepada hasil tes IQ, Bloom (1964) mengungkapkan prosentase taraf perkembangan sebagai berikut : Usia 1 tahun 4 tahun 8 tahun 13 tahun Proses perkembangan Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari , anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta . Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini. Perkembangan Sekitar 20 % Sekitar 50 % Sekitar 80 % Sekitar 92 %

Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label burung adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label burung adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak. Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima

pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Tahapan perkembangan Perbedaan kualitatif dan kuantitatif Terdapat kontroversi terhadap pembagian tahapan perkembangan berdasarkan perbedaan kualitas atau kuantitas kognisi. Kontinuitas dan diskontinuitas

Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan atau proses terputus pada tiap tahapannya. Homogenitas dari fungsi kognisi Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu Natur dan nurtur Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafatempirisme . Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir telah dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman. Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan , namun terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak pada usia 3 tahun dibandingkan dengan usia 15 tahun. Sudut pandang lain Pada saat ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan perkembangan kognitif. Teori perkembangan kognitif neurosains Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi menjadi memungkinkan dasar dari mengaitkan ini antara untuk

aktivitas otak danperilaku .

Biologis

pendekatan

menjelaskan perkembangan kognitif. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai pertanyaan mengenai umat manusia yaitu Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh , khususnya antara otak secara fisik dan mental proses Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur biologis yang teratur

Teori Konstruksi pemikiran-sosial Selain biologi , konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak. Teori ini memiliki implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih baik daripada secara pasif. Tokohtokohnya diantaranya Lev Vygotsky , Albert Bandura , Michael Tomasello Teori Theory of Mind (TOM) Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema mengenai dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya adalah Andrew N. Meltzoff D. Perkembangan |Bahasa pada Anak-Anak Pada tahun 1799, seorang anak laki-laki yang telanjang terlihat sedang berlari melalui pepohonan di Perancis. Victor, nama anak laki-laki itu, ditangkap ketika ia berusia kirakira 11 tahun. Diyakini ia telah hidup di alam liar itu sekurang-kurangnya 6 tahun. Ia disebut Wild Boy of Aveyron (Lane, 1976). Ketika ditemukan, ia sama sekali tidak berupaya untuk berkomunikasi. Bahkan setelah bertahun-tahun ia tidak pernah bisa belajar berkomunikasi secara efektif. Kasus yang serupa terjadi pada tahun 1970 di Amerika, dimana seorang anak perempuan berusia 13 tahun bernama Genie, seumur hidupnya terisolasi, sehingga ia tidak dapat berkomunikasi. Bahkan butuh empat tahun hingga ia bisa berbicara dengan dua atau tiga kata terangkai. Walau terjadi pada era yang berbeda, namun dua peristiwa di atas merupakan sejarah penting bagi perkembangan ilmu bahasa, terutama yang membahas tentang bahasa anak. Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam berbahasa, yaitu biologis, kognitif dan lingkungan. Evolusi biologi menjadi salah satu landasan perkembangan bahasa. Mereka menyakini bahwa evolusi biologi membentuk manusia menjadi manusia linguistik. Noam Chomsky (1957) meyakini bahwa manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa pada

suatu waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language acquisition device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa (critical-period). Jika pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup. Selain itu adanya periode penting dalam mempelajari bahasa bisa dibuktikan salah satunya dari aksen orang dalam berbicara. Menurut teori ini jika orang berimigrasi setelah berusia 12 tahun kemungkinan akan berbicara bahasa Negara yang baru dengan aksen asing pada sisa hidupnya, tetapi kalau orang berimigrasi sebagai anak kecil, aksen akan hilang ketika bahasa baru akan dipelajari (Asher & Gracia, 1969). Faktor kognitif individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal perkembangan intelektual anak terjadi dari lahir-2 tahun, pada masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang didapat dari inderanya dan membentuk persepsi mereka akan segala hal yang berada di luar dirinya. Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan belaian halus, ia rasakan, kedua hal ini membentuk suatu simbol dalam proses mental anak. Perekaman sensasi nonverbal (simbolik) akan berkaitan dengan memori asosiatif yang nantinya akan memunculkan suatu logika. Bahasa simbolik itu merupakan bahasa yang personal, dan setiap bayi pertama kali berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi hanya ibu yang mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati bahasa simbol yang dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan dibahasakan oleh ibu itulah yang nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi lapar, ia menangis dan memasukkan tangan ke mulut, dan ibu membahasakan, lapar ya.. mau makan? Kondisi perut lapar dan kata makan akan membentuk asosiasi di anak, yang suatu saat akan keluar ucapan anak, seperti Mau makan jika ia sudah lapar.

Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung dari stimulus dari lingkungan luar. Pada umumnya anak diperkenalkan bahasa sejak awal perkembangan mereka, salah satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang dewasa anak belajar bahasa melalui proses imitasi dan perulangan dari orang-orang di sekitarnya. Bahasa pada bayi berkembang melalui beberapa tahapan umum: mengoceh (3-6 bulan) kata pertama yang dipahami (6-9 bulan) instruksi sederhana yang dipahami (9-12 bulan) kata pertama yang diucapkan (10-15 bulan) penambahan dan penerimaan kosa kata (lebih dari 300 kata pada usia 2 tahun) tiga tahun ke depan kosa kata akan berkembang lebih pesat lagi Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh ketrampilan bahasa yang baik. Tiga faktor diatas saling mendukung untuk menghasilakn kemampuan berbahasa. Peristiwa yang terjadi pada Viktor dan Genie dalam berkomunikasi dikarenakan mereka besar dalam keterasingan sosial selama bertahun-tahun. Walaupun mereka bisa bersuara, namun suara tanpa arti, karena kurangnya kontribusi lingkungan dan perkembangan intelektual yang tidak maksimal. Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku lainnya, misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa hanya merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi (Bandura, 1977). Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya. Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ruang hampa sosial (social vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik (Adamson,1992; Schegloff,1989). Dewasa ini, kebanyakan peneliti penguasaan bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas

menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus dan dalam beberapa kasus tanpa penguatan yang jelas ( Rice,1993). Dengan demikian aspek yang penting dalam mempelajari suatu bahasa tampaknya tidaklah banyak. Walaupun begitu, proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru. Suatu peran lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak kecil disebutmotherese, yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari pada normal, dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana. Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di dalam tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan orang lain pada dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden & Snow, 1991; Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang diperkirakan di masa lalu ( Von Tetzchner & Siegel, 1989). Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, bagi Vygotsky, bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah. Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi. Perkembangan Bahasa Bahasa adalah segala komunikasi dimana pikiran dan perasaan seseorang

disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Oleh karena itu,

perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata. Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-4 tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Periode Linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu: 1. Fase satu kata atau Holofrase

Pada fase ini anak menggunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kompleks, baik yang berupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Misalnya kata duduk, bagi anak dapat berupa usaha mau duduk atau kursi tempat duduk, dapatr juga berarti mama sedang duduk. 2. Fase lebih dari satu kata

Fase dua kata muncul pada anak berusia sekitar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut kadangkadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan obyek dengan kata bahasa yang tidak benar. Fase ketiga adalah fase diferensiasi Periode terakhir dari masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosa katanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan kenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. a. Bahasa Tubuh Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa salah satu jenis bahasa adalah bahasa tubuh. Bahasa tubuh adalah cara seseorang berkomunikasi dengan mempergunakan bagian-bagian dari tubuh, yaitu melalui gerak, isyarat, ekspresi wajah, sikat tubuh, langkah serta gaya tersebut pada umumnya disebut bahasa tubuh. b. Bicara

Bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif. Semenjak anak masih bayi sering kali menyadari bahwa dengan mempergunakan bahasa tubuh dapat terpenuhi kebutuhannya. Oleh karena bagi anak bicara tidak sekedar merupakan prestasi akan tetapi juga berfungsi untuk mencapai tujuannya, misalnya: Sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan. Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain. Sebagai alat untuk membina hubungan sosial. Sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri. Untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain. Untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Potensi Anak Berbicara Didukung Oleh Beberapa Hal Kematangan alat berbicara Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya ternggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan lain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Kesiapan berbicara Kesiapan mental anak sangat bergantung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya di mulai sejak anak berusia antara 12-18 tahun, yang disebut teachable monent dari perkembangan bicara. Adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu agar dapat melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan kata lain sehingga menjadi suatu kelimat yang berarti.

Kesempatan berlatih Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara akan timbul frustasi dan bahkan seringkali marah yang tidak dimengerti penyebabnya oleh orang tua atau lingkungannya. Motivasi untuk belajar dan berlatih Memberi motivasi dan melatih anak untuk berbicara sangat penting bagi anak karena untuk memenuhi kebutuhannya untuk memanfaatkan potensi anak. Bimbingan Bimbingan bagi anak sangat penting untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu hendaknya orang tua suka memberikan contoh atau model yang baik bagi anak. Gangguan Dalam Perkembangan Berbicara Perkembangan berbicara merupakan suatu proses yang sangat sulit dan rumit. Terdapat beberapa kendala yang sering kali di alami oleh anak, antara lain: Anak cengeng Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan tersebut dapat berupa kurangnya energi sehingga secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan psikis yang muncul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang tuanya, atau anggota keluarga lain Anak Sulit Memahami Isi Pembicaraan Orang Lain Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini disebabkan kurangnya perbendaharaan kata pada anak. Disamping itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat cepat dengan mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh anak.

Secara mentali, pemerolehan bahasa bisa dimulai sejak bayi masih berada dalam kandungan. Sang ibu bisa mengajak bayi berkomunikasi tentang hal yang positif. Kontak batin antara ibu dan janin akan tercipta dengan baik bila kondisi psikis ibu dalam keadaan stabil. Keharmonisan yang terjalin lewat komunikasi bisa memengaruhi kejiwaan anak. Orangtua bisa mengajak anak bercerita tentang kebesaran Sang Pencipta dan alam ciptaan-Nya; mengenalkannya pada kicau burung, kokok ayam, rintik hujan, desir angin; memperdengarkan Kalam Ilahi atau membacakan kisah-kisah bijak. Yudibrata dkk. (1998: 65-72) menjelaskan bahwa selama bulan-bulan pertama pascalahir atau sebelum seorang anak mempelajari kata-kata yang cukup untuk digunakan sebagai sarana berkomunikasi, anak secara kreatif terlebih dahulu akan menggunakan empat bentuk komunikasiprabicara (preespeech). Keempat prabicara itu adalah tangisan, ocehan/celoteh/meraban, isyarat, dan ungkapan emosional. Menurut para pakar, perkembangan pemerolehan bahasa pada anak sangat berhubungan dengan kematangan neuromoskularnya yang kemudian dipengaruhi oleh stimulus yang diperolehnya setiap hari (Yudibrata, 1998: 72-73). Awalnya, tidak ada kontrol terhadap pola tingkah laku termasuk tingkah laku verbalnya. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak secara refleks. Pada bulan-bulan pertama otaknya berkembang dan mengatur mekanisme saraf sehingga gerakan refleks tadi sudah dapat dikontrol. Refleks itu berhubungan dengan gerakan lidah atau mulut. Misalnya, anak akan mengedipkan mata kalau melihat cahaya yang berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-gerak ketika ada sesuatu disentuhkan ke bibirnya. Selanjutnya, dalam rangka memerikan perkembangan pemerolehan bahasa, Stork dan Widdowson (dalam Yudibrata, 1998: 73) membedakan antara kematangan menyimak (receptive language skills) dan kematangan mengeluarkan bunyi bahasa atau berbicara (expressive language skills). Kematangan menyimak terjadi lebih dahulu daripada kematangan berbicara meskipun dalam perkembangan selanjutnya kedua kematangan ini saling berhubungan. Pada awal kelahirannya, anak belum dapat membalas stimulus yang berasal dari manusia. Seiring dengan berfungsinya alat artikulasi, yakni ketika anak sudah mulai berceloteh dengan bunyi bilabial seperti [m] untuk ma-ma dan [p] untuk pa-pa atau [b]

untuk ba-ba, orangtua sudah bisa melakukan interaksi bahasa dengan anak. Satu hal yang perlu diingat, ma-ma dan pa-pa sebagai celotehan anak bukan merujuk pada makna kata secara harfiah yang berarti ibu dan ayah, melainkan karena semata-mata bunyi konsonan bilabial dan vokal [a] adalah bunyi yang mudah dikuasai pada saat permulaan berujar. Dari keterampilan ini bisa terjalin suasana yang lebih komunikatif antara orangtua dan anak yang berdampak pada perkembangan selanjutnya. Dampaknya bisa positif bisa juga negatif. Semakin baik stimulus yang diberikan orangtua, semakin positif respon yang dimunculkan anak. Pola asuh seperti dipaparkan di atas akan berhasil bilamana orangtua mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa anak. Para ahli sepakat bahwa pemerolehan bahasa sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar. Dengan kata lain, perjalanan pemerolehan bahasa seorang anak akan sangat bergantung pada lingkungan bahasa anak tersebut (Yudibrata, 1998: 65). Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, masa bermain dan bersekolah, lingkungan keluarga seyogianya bisa menjadi arena yang menyenangkan bagi proses perkembangan anak. Rumah adalah sekolah pertama bagi anak, dan orangtua adalah guru pertama yang bisa mengantar anak menuju gerbang pendidikan formal. Sebagai guru, orangtua memiliki andil yang besar dalam pendidikan anaknya, baik dalam segi waktu, materi, dan tenaga. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan rumah merupakan hal penting bagi proses perkembangan anak. Proses ini semestinya tidak terhambat oleh masalah finansial. Yang penting, bagaimana orangtua membuat kondisi rumah sedemikian rupa agar mampu menghasilkan stimulus positif sebanyak dan sevariatif mungkin. Sesuai dengan nalurinya, anak senantiasa ingin mengetahui segala hal dan mencoba sesuatu yang baru. Pemberian stimulus akan memengaruhi perubahan perilaku anak. Stimulus yang diberikan orangtua akan terbingkai dalam pola pikir, pola tindak, dan pola ucap anak. Jika orangtua menginginkan anaknya santun berbahasa, maka berikan stimulus yang positif. Setiap aktivitas yang ada dan terjadi di lingkungan rumah merupakan rangkaian dari proses pemerolehan yang sifatnya berkala dan berkesinambungan. Dalam hal ini orangtua berperan sebagai motor penggerak

yang memegang kendali pertama dan utama dalam perkembangan bahasa anak melalui (salah satunya) pola asuh yang mendidik.

Anda mungkin juga menyukai