BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada akhir dasawarsa abad ke-20, demokratisasi menjadi salah satu isu yang
paling populer diperbincangkan. Indikasi nyata dari kepopuleran isu itu
adalah berlipat gandanya jumlah negara yang menganut sistem pemerintahan
demokratis. Negara yang awalnya tidak demokratis, serta merta merubah
haluan negaranya menjadi demokratis.
Demokrasi pada substansinya adalah sebuah proses pemilihan yang
melibatkan banyak orang untuk mengangkat seseorang yang berhak
memimpin dan mengurus tata kehidupan komunal mereka. Dan tentu saja
yang akan mereka angkat atau pilih hanyalah orang yang mereka sukai.
Mereka tidak boleh dipaksa untuk memilih suatu sistem ekonomi, sosial atau
politik yang tidak mereka kenal atau tidak mereka sukai. Mereka berhak
mengontrol dan mengevaluasi pemimpin yang melakukan kesalahan, berhak
mencopot dan menggantinya dengan orang lain jika menyimpang.
Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di
depan hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti
egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right
(hak asasi manusia), dst.
Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf nahi
munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat
maupun sebagai pemimpin negara. Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam
yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud
masyarakat yang aman dan sejahtera.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian demokrasi?
2. Bagaimanakah demokrasi dalam Islam?
3. Apakah yang dimaksud dengan Syuro?
C. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini bertujuan untuk mengkaji demokrasi dalam perspektif Islam dari
aspek elemen-elemen pokok yang dikategorikan sebagai bagian terpenting
dalam penegakan demokrasi.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk menambah dan mempertinggi sikap ilmiah penulis dalam
memecahkan masalah yang berhubungan dengan makalah ini,
2. Untuk menambahkan wawasan siswa/i dalam demokrasi dalam Islam dan
Syuro.
BAB II
PEMBAHASAN
b. Asbabun Nuzul
Sebab-sebab turunya ali imran ayat 159 ini kepada Nabi Muhammad
saw adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Ibnu
Abbas ra menjelaskan bahwasanya setelah terjadinya perang Badar,
B. SYURO
1. Pengertian Syuro
Imam Ibnu Katsir mengatakan, Maksud dari firman Allah (yang artinya),
“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya”
adalah apabila kedua orangtua sepakat untuk menyapih sebelum bayi
berumur dua tahun, dan keduanya berpendapat hal itu mengandung
kemaslahatan bagi bayi, serta keduanya telah bermusyawarah dan sepakat
melakukannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya. Dengan demikian,
faidah yang terpetik dari hal ini adalah tidaklah cukup apabila hal ini
hanya didukung oleh salah satu orang tua tanpa persetujuan yang lain. Dan
tidak boleh salah satu dari kedua orang tua memilih untuk melakukannya
ََوالَّ ِذينَ ا ْستَ َجابُوا لِ َربِّ ِه ْم َوَأقَا ُموا الصَّالةَ َوَأ ْم ُرهُ ْم ُشو َرى بَ ْينَهُ ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِقُون
b) Muhammad Imarah
c) Yusuf al-Qardhawi
2. Syuro
a) Ibnu ‘Athiyah
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak
sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah
keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan
pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan
secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan
kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi. Karena itu, maka perlu
dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam.
Yaitu:
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi
pertimbangan utama dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr
ketika mengambil suara minoritas yang menghendaki untuk memerangi
kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar tidak mau
membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil
pendapat minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan
cukup mengambil pajaknya.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan
pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan
Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-
nilai agama.
7. hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.
B. SARAN
Agar para siswa dapat memahami dan menguasai materi dari makalah ini
dan diharapkan untuk tidak terpaku dalam sebuah buku atau referensi
untuk mempelajari lebih dalam materi ini karena masih banyak sumber-
sumber lainnya yang tentunya pemahaman dan wawasannya lebih luas lagi
sehingga nantinya dapat diterapkan dan digunakan pada saat kerja
lapangan.