Npm: 10090322013
Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas A
Segi yang paling penting yang membedakan syura (dalam pengertian umum) dengan
demokrasi (Barat) adalah prinsip komprehensif syura yang melampaui ruang lingkup sistem
pemerintahan dan konstitusi negara. Syura lebih umum dari itu dan lebih luas ruang
lingkupnya hingga termasuk di dalamnya musyawarah dalam masalah-masalah fiqih, juga
istisyarah sebagai prinsip akhlak dan perilaku yang diatur oleh syari’ah. Sifat komprehensif
syura dan masyurah merupakan hasil yang pasti dari akar-akarnya yang syar’i dan
sumber-sumbernya yang religius. Agama, seperti yang telah kita sama-sama ketahui, tidak
hanya terbatas pada undang-undang dan konstitusi. Prinsip-prinsip agama juga mencakup
prinsip-prinsip akhlak, pendidikan dan bimbingan.
Adapun syura atau tasyawur, dalam makna umum, mencakup bermacam-macam perkara;
menyangkut kewajiban moral maupun agama, anjuran, atau apa yang dianggap baik. Selain
istisyarah yang bersifat opsional, ada sebagian kondisi syura yang bersifat konstitusional
yang sinonim dengan apa yang dinamakan dengan demokrasi. Di luar itu ada macam ketiga
yang berada di antara istisyarah yang bersifat opsional dan syura yang bersifat
konstitusional, yaitu masyurah dalam fiqih, ijtihad, dan fatwa dalam masalah-masalah
hukum.
Syura yang harus dipegang teguh secara undang-undang dan konstitusi adalah hak jamaah
dalam mengambil ketetapan-ketetapan yang berkaitan dengan urusan-urusannya yang
penting. Ketetapan-ketetapan itu tidak dipaksakan dari pihak asing atau dari minoritas yang
mengambil kekuasaan dengan kekerasan. Tujuannya adalah melindungi kemerdekaan
jamaah dan hak nya dalam menentukan nasib, juga dalam memelihara kewenangannya
dalam mengatur urusan-urusannya serta memelihara haknya dalam membatasi wewenang
para penguasa dengan apa yang lazim untuk mencegah kesewenang-wenangan dan
pelanggaran-pelanggaran mereka yang mengancam hak-hak pribadi dan kebebasan
mereka. Adapun masyura yang bersifat opsional dan istisyarah adalah tukar pendapat dan
saling memberi nasehat kendati dikatakan bahwa itu juga syura.
Prinsip musyawarah tidak disebut secara tegas dalam piagam Madinah. Tetapi, apabila
dipahami salah satu pasalnya, yakni di Pasal 17 yang menyatakan bahwa apabila orang
mukmin hendak mengadakan perdamaian harus atas dasar persamaan dan adil di antara
mereka, mengandung konotasi bahwa untuk mengadakan perdamaian itu harus disepakati
dan diterima bersama. Hal ini tentu saja hanya bisa dicapai melalui suatu prosedur, yaitu
musyawarah di antara mereka. Tanpa musyawarah atau syura persamaan dan adil mustahil
dapat dipenuhi, karena di dalam musyawarah semua peserta memiliki persamaan hak untuk
mendapatkan kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan pandangan
masing-masing terhadap masalah yang dirundingkan.
Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 159 secara tegas menyebutkan bahwa “wa syawirhum fil
amri” (dan bermusyawarahlah dalam memutus suatu urusan). Kemudian di dalam surat
Asy-Syura, Allah SWT menegaskan kembali “wa amruhum syuraa bainahum” (dan dalam
urusan mereka diputuskan dengan musyawarah diantara mereka).
Dalam Hukum Islam, musyawarah hanya boleh dilakukan untuk hal-hal yang ma'ruf dan
tidak boleh untuk menetapkan sesuatu yang munkar, sebab tindakan yang mencegah
seseorang melakukan kezaliman terhadap orang lain dan menegakkan keadilan di muka
bumi, merupakan tujuan puncak dari risalah sosial Islam.
1. As-Syura
Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara eksplisit
ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura: 38: Artinya: "Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka."
2. al- ‘Adalah
Al-‘Adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam
berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh
kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini
ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl: 90.
3. Al-Musawah
Al-Musawah adalah kesejajaran, egaliter, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi
dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa
memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif.
4. Al-Amanah
Al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang
lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam
konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat
harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab.
5. Al-Masuliyyah
Al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui, bahwa kekuasaan dan
jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri,
maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Dan
kekuasaan sebagai amanah ini memiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan Tuhan.
6. Al-Hurriyyah
Al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi
hak dan kebebasan untuk mengekspresikan pendapatnya.