Anda di halaman 1dari 10

Psikologi Seksual Menurut Pandangan Islam Dari

Zaman Dan Terapi Penyimpangan Seksual


(Untuk memenuhi tugas matakuliah psikologi sekseual)

Disusun oleh :
Ilham Nurmajid
1146000071
Dosen pengampu :
Dr. Nani Nur Anisah Jamal,M.Pd., M.Psi. Psikolog

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati


Bandung
2021/2022
I. Pendahuluan
Seksualitas adalah sebuah kata menarik yang sering diperbincangkan secara
tertutup maupun terbuka. Dari kalangan rakyat biasa sampai politisi negara.
Seksualitas sering diidentikan dengan seks. Hal ini tidaklah keliru. Namun
seksualitas bukan hanya tentang seks. Seks dan seksualitas merupakan dua hal
yang berbeda. Seks berhubungan dengan masalah biologis pada perempuan dan
lelaki, sementara seksualitas sangat luas cakupannya tidak hanya pada aspek
biologis saja.
Kata “seks” dapat berarti perbedaan karakter jenis kelamin (jenis kelamin
biologis) dan bisa juga mengenai segala hal yang berkenaan dengan organ-organ
kemaluan serta terkait dengan percumbuan serta hubungan badan (coitus). Kata
seksual adalah berkenaan dengan tingkah laku, persamaan atau emosi yang
digabungkan dengan rangsangan organorgan kemaluan daerah erogenous, atau
disebut proeses reproduksi. Sedangkan “seksualitas” adalah kapasitas untuk
memiliki atau untuk mengusahakan hubungan persetubuhan, bisa juga dimaksudkan
karakter yang sedang tertarik pada sudut pandang seksual. Seksualitas adalah
tentang bagaimana seseorang mengalami, menghayati dan mengekspresikan diri
sebagai makhluk seksual, dengan kata lain tentang bagaimana seseorang berpikir,
merasa dan bertindak berdasarkan posisinya sebagai makhluk seksual. Segala
sesuatu yang ada kaitannya dengan seks (ada kaitan dengan kelamin) tercakup di
dalamnya. Hubungan seks hanyalah salah satu aspek, namun secara umun
seksualitas memang selalu dihubungkan dengan hubungan seks (persetubuhan).1
Konsep seksualitas akan berbeda sesuai tempat dan waktu, karena merupakan
konsep dan kontruksi sosial terhadap nilai dan perilaku yang berkaitan dengan seks.
Perbedaan ini bukan hanya dalam makna seksualitas antar kebudayaan,
tetapi juga dalam pemaknaan yang ada dalam budaya itu sendiri. Hal ini menurut
Saptari yang dikutip dari Truongh karena diskursus seksualitas mengatur tiga
dimensi kehidupan manusia yang meliputi: pertama, dimensi biologis yaitu yang
menyangkut kegiatan seks sebagai kenikmatan biologis atau untuk mendapatkan
keturunan. Kedua, dimensi sosial yang meliputi hubungan-hubungan antara individu
yang melakukan hubungan seks secara sah atau tidak sah (menurut ukuran
masyarkat yang bersangkutan). Ketiga, dimensi subjektif yang berhubungan dengan
kesadaran individu terhadap seksual diri sendiri atau kelompok. Dengan batasan
yang begitu luas, seksualitas menjadi sebuah diskursus yang menyangkut perilaku
jenis kelamin sekaligus sebagai seperangkat gagasan yang membentuk norma
Keduanya saling berhubungan satu sama lain.

II. Hasil Dan Pembahasan


1. Seksualitas dalam Alquran
Berbicara seksualitas dalam Alquran harus dilakukan secara hati-hati
mengingat masalah ini merupakan masalah yang sangat krusial. Alquran sebetulnya
tidak spesifik menjelaskan perihal seksualitas. Tetapi juga tidak menghindar dari
pembicaraan ini. Pembicaraan tentang seksualitas dalam Alquran lebih cenderung
kepada relasi seksual sebagai suami istri ketimbang seks sebagai hak asasi individu.
Maka, pembicaraan nikah sebagai pelembagaan relasi sosial-seksual memperoleh
penjelasan yang cukup lengkap dibanding dengan seksual sebagai hak setiap orang.
Persoalan-persoalan seksualitas yang disinggung oleh Alquran antara lain meliputi
hal-hal seperti, perkawinan, perceraian, perlakuan suami istri di dalam kehidupan
rumah tangga (muasyarah bil ma‟ruf), iddah dan persoalan yang berkaitan dengan
penyimpangan seksual seperti kisah kaum Luth yang mempraktikkan
homoseksualitas. Hal ini menunjukan bahwa sebagai kitab suci, Alquran merupakan
kitab yang merespon persoalanpersoalan kemanusiaan.
Pada dasarnya ada dua misi kenapa Alquran berbicara tentang seksualitas.
Pertama, pembicaraan ini dimaksudkan untuk melakukan counter terhadap sejarah
seksualitas masa lalu. Masa lalu yang dimaksud adalah masa-masa sebelum
kedatangan Islam atau yang sering kita sebut masa jahiliah. Terhadap masa-masa
pra-Islam ini nampaknya Alquran mempunyai pandangan yang peyoratif
(memberikan makna menghina). Menurut Islam, seksualitas pra Islam adalah model
seksualitas yang tidak teratur dan tidak beradab. Seksualitas praIslam identik
dengan pergaulan bebas longgar dan tidak terkendali. Selain itu, seksualitas pada
masa itu juga mencerminkan relasi lakilaki dan perempua yang tidak seimbang. Jauh
sebelum kehadiran Islam, masyarakat jahiliah melakukan praktik pernikahan dengan
memiliki ratusan bahkan ribuan istri, harem, selir dan pergundikan banyak terjadi.
Terdapat beragam jenis perkawinan yang merupakan praktik perilaku seksual pada
masa jahiliah ini sehingga kemudian dilarang. Bentuk-bentuk pernikahan yang
dilarang tersebut adalah:
a) Nikah al-Maqt yaitu menikahi bekas istri ayah yang sudah meninggal,
b) Nikah al-Syighar yaitu pertukaran anak perempuan tanpa mahar, 3) Nikah al-
Istibdha‟ yaitu pernikahan dengan
c) menempatkan perempuan sebagai bida‟ah atau barang dagangan,
d) Nikah al-Rahth yaitu pernikahan untuk kepuasan seksual tanpa batasan jumlah
istri,
e) Nikah al-Badal atau praktik tukar-menukar istri, dan 6) nikah alBaghaaya atau
hidup bersama tanpa nikah (kumpul kebo).
Kedua, pembicaraan ini juga dimaksudkan untuk membuat aturan-aturan dari
pola seksualitas yang tidak beragama (tidak berdasarkan syari’ah) menuju pola
seksualitas yang beragama (berdasarkan syariah). Semua tindakan yang
mengatasnamakan seks dalam Islam tidak bisa berlangsung tanpa mendapatkan
legitimasi. Di sini mulai muncul batasanbatasan dan aturan-aturan yang harus
dipatuhi oleh seseorang yang ingin melakukan seks. Misalnya dalam kasus poligami,
yang tadinya seorang laki-laki bisa mengawini sebanyak mungkin perempuan,
dengan munculnya Islam, seorang laki-laki diberi batas maksimal empat istri. Alquran
lebih banyak berbicara tentang karakteristik dan perilaku seksual manusia daripada
tentang seksualitas manusia (identitas seksual yang merupakan kontruksi sosial). Inti
pandangan Alquran tentang kedua pandangan tersebut adalah bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki karakteristik seksual yang sama (gagasan tentang kesamaan
seksual). Karena itu Alquran mendukung pandangan yang tidak membedakan
seksualitas karena tidak melekatkan tipe identitas, dorongan, atau kecenderungan
terhadap perilaku seksual tertentu kepada salah satu jenis kelamin. Misalnya Alquran
tidak mendukung gagasan tentang kebobrokan dan kepasifan seksual perempuan
maupun seksualitas laki-laki yang serba jahat dan menyimpang. Hal mendasar
dalam konsep Alquran tentang seks/seksualitas ialah Alquran tidak membuat klaim
yang merendahkan perempuan dan seks, bahkan menentang tradisi misoginis. Hal
ini terlihat dalam Alquran yaitu:
Artinya: Di antara tanda tanda kekuasaan tuhan adalah bahwa Dia
menciptakan pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya (Sukun), dan dijadikanNya di antara kamu kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS 30: 21).
Ayat ini sering dikemukakan untuk menjawab bagaimana Islam memberikan
apresiasinya terhadap seksualitas. Ada sejumlah tujuan yang hendak dicapai dari
pernikahan ini. Pertama, sebagai cara manusia menyalurkan hasrat libidonya untuk
memperoleh kenikmatan/kepuasan seksual. Kedua, merupakan ikhtiar manusia
untuk melestarikan kehidupan manusia di bumi. Pernikahan dalam arti ini
mengandung fungsi prokreasi sekaligus reproduksi. Ketiga, menjadi wahana
manusia menemukan tempat ketenangan dan keindahannya. Melalui perkawinan,
kegelisahan dan kesusahan hati manusia mendapatkan salurannya.
Karakteristik seksual laki-laki dan perempuan juga terbukti dari konsepnya
tentang keberpasangan laki-laki dan perempuan dalam berbagai persoalan yang
memperlihatkan kesepadanan/keserupaan keduanya. Misalnya Alquran menyatakan:
Artinya: Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk lelaki lelaki yang keji
dan lelaki lelaki yang keji adalah untuk perempuan perempuan yang keji dan
perempuan perempuan yang baik adalah untuk lelaki lelaki yang baik, dan lelaki-
lelaki baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik (QS 24:26).
Dengan menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan secara seksual bisa
menjadi suci atau ternoda, dan bahwa perempuan beriman seperti halnya laki-laki
beriman, memiliki hak untuk menikahi pasangan yang masih suci. Ayat ini
menggugat pandangan muslim tentang perempuan sebagai sosok yang bobrok
secara seksual di satu sisi dan pengaitan kesucian (yang biasanya didefinisikan
sebagai keperawanan) hanya kepada perempuan di sisi lainnya. Bagaimanapun,
Alquran tidak hanya menekankan kesucian perempuan semata, seperti yang telah
dipaparkan di atas. Lebih jauh, menurut al-Qur'an, kesucian dan kehormatan
didasarkan pada perilaku, bukan pada identitas atau jenis kelamin, dan itulah
sebabnya mengapa Alquran menerapkan konsep kesucian setara terhadap laki-laki
dan perempuan. Hal ini dinyatakan dalam ayat lain:
Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan musyrik dan perempuan berzina tidak dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina atau orang laki-laki musyrik dan yang demikian itu
diharamkan atas orang-orang mukmin (QS 24: 3).
Moralitas seksual atau kesucian seseorang terkait dari perilaku bukan dari
karakteristik atau jenis kelaminnya. Lebih jauh, kesucian bukan berarti tidak
melakukan aktivitas seksual, melainkan tidak melakukan jenis perilaku seksual
tertentu (perzinahan dan pelacuran), menjaga kehormatan, menghindari hal-hal yang
mendorong perzinahan dan sebagainya. Bahkan dalam Alquran, persyaratan untuk
menahan diri dari pernikahan, kebolehan untuk menikah, dan kehidupan dalam
pernikahan, semuanya dimaksudkan untuk menjaga kehormatan dan menghindari
perilaku seksual yang nista, tak terkontrol atau tidak bertanggung jawab, baik oleh
laki-laki maupun perempuan. Menurut Alquran, kesucian merupakan buah dari
perilaku dan karena buah dari, pilihan moral dan seksual yang dibuat seseorang
bukan buah dari karakteristik, identitas, agama ataupun kelas sosialnya.
Selajutnya salah satu ayat Alquran yang popular dijadikan rujukan tentang
hubungan seksual diantara suami istri adalah surat alBaqarah ayat 223, adapun
bunyinya:
Artinya: Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.
Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-
orang yang beriman.
Ayat di atas menggambarkan relasi seksual suami dan istri. Bila
memahaminya sekilas, tergambar bahwa seksualitas perempuan adalah pasif dan
sebaliknya seksualitas lelaki harus aktif, terutama ketika berhubungan seks. Ladang
menjadi metafor perempuan sedangkan laki-laki si penanam bibit. Sehingga sebagai
ladang, istri/perempuan bisa kapan saja dan ditanami apa saja sesuai dengan
keinginan suami/laki-laki.Dengan kata lain, perempuan adalah objek kemauan laki-
laki khususnya dalam soal seks. Penafsiran seperti ini diantaranya terdapat dalam
Tafsir al-Azhar Hamka. Hamka menafsirkan ayat ini terutama tentang maksud “istri
sebagai sawah ladang” bahwa istri ibarat
sawah ladang tempat suami menanam benih untuk menyambung keturunan, dan
suami sebagai pemilik sawah ladang boleh masuk ladang kapanpun dia suka dan
mau, namundalam menanam benih juga harus memperhatikan pada saat yang tepat
agar tidak sia sia.
2. Penyimpangan seksual

A. Pengertian Homoseksual (gay) dan Lesbian serta Hukumnya


Islam sangat memperhatikan kesucian dan kehalalan.Agar manusia sehat
dan cerdas secara emosional, intelektual dan spiritual maka semua yang dikonsumsi
haruslah memenuhi
kriteria suci dan halal.
a. Pengertian homoseksual
Homoseksual (gay) di dalam agama Islam disebut dengan istilah “al-liwath” yang
berarti orang yang melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth, yang
pelakunya disebut “al-luthiyyu” (yang berarti laki-laki yang melakukan hubungan
seksual dengan laki-laki.
b. Pengertian Lesbian
Istilah lesbian di dalam agama Islam disebut dengan “al-sihaq” yang berarti
perempuan yang melakukan hubungan seksual dengan sesama perempuan.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa homoseksual ialah
hubungan seksual antara laki-laki dengan lakilaki, sedangkan untuk berhubungan
seks antara wanita, disebut lesbian (female homosex). Lawan homosex dan lesbian
adalah heterosex, artinya hubungan seksual antara orang-orang yang berbeda jenis
kelaminnya (seorang pria dengan seorang wanita). Dalam hukum Islam, homoseks
sesama pria disebut liwath yang akar katanya sama dengan akar kata Luth.
Perbuatan homoseks sesama pria itu disebut liwath, karena perbuatan tersebut
pernah dilakukan oleh kaum yang durhaka kepada seruan Nabi Luth as. Kaum itu
berdomisili di negeri Sodom (di sebelah timur Laut Mati atau di Yordania sekarang)
dan karena itu di kalangan bangsa Barat yang beragama Kristen perbuatan demikian
disebut sodomi. Dalam berbagai referensi semua mengatakan, bahwa homoseksual
adalah kebiasaan seorang lakilaki melampiaskan nafsu seksualnya pada
sesamanya. Sedangkan lesbian adalah kebiasaan seorang perempuan
melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya.

B. Hukum Penyimpangan Seksual (LGBT)


Menurut Islam Pasangan homoseks dalam bentuk liwath termasuk dalam
tindak pidana berat (dosa besar), karena termasuk perbuatan keji yang merusak
kepribadian, moral dan agama. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S al-A‟raf
ayat (7) : 80 dan 81 sebagai berikut :
Artinya: “Dan (kami juga telah mengutus) Luth ketika dia berkata kepada
mereka: “mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji, yang belum pernah dikerjakan
oleh seorangpun (di dunia ini)”. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini
adalah kaum yang melampaui batas”.
Senada dengan ayat-ayat tersebut, juga disebutkan dalam Q.S al-Syu‟ara‟
(26) : ayat 165 dan 166 sebagai berikut:
Artinya : “Luth berkata kepada kaumnya): Mengapa kamu mendatangi
(menggauli jenis laki-laki) di antara manusia” (QS. al-Syuara‟:165)
Artinya: “Dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu
untukmu, bahkan kamu adalah orangorang yang melampaui batas”. (QS. al-
Syuara‟:166).
Ayat-ayat yang telah disebutkan menerangkan bahwa perbuatan kaum Nabi
Luth yang hanya melakukan hubungan seksual kepada sesama laki-laki melepaskan
syahwatnya hanya kepada sesama laki-laki dan tidak berminat kepada perempuan
sebagaimana ditawarkan oleh Nabi Luth, tetapi mereka tetap melakukan perbuatan
homoseksual, akhirnya Allah memberikan hukuman kepada mereka dan
memutarbalikan negeri mereka,sehingga penduduk Sodom, termasuk isteri Nabi
Luth kaum lesbi, tertanam bersamaan dengan terbaliknya negeri itu. Yang tidak kena
azab hanya Nabi Luth dan pengikut-pengikutnya yang saleh dan menjauhkan diri
dari perbuatan homoseks.
Ulama fikih sepakat mengharamkan homoseks selainberdasarkan Al-Qur‟an dan
Hadis, juga berdasarkan kaidah fiqhiyah yang mengatakan :
Artinya : “Hubungan seks pada dasarnya adalah haram, sehingga ada dalil
(sebab-sebab yang jelas dan yakin tanpa keraguan) yang menghalalkannya, yakni
adanya akad nikah”.
Begitu pula ulama fikih sepakat mengharamkan perbuatan lesbian, berdasarkan
Hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Said.
Artinya: “Janganlah pria melihat aurat pria lain dan janganlah wanita melihat
aurat wanita lain dan janganlah bersentuhan pria dengan pria lain di bawah sehelai
selimut/kain,dan janganlah pula wanita bersentuhan dengan wanita lain di bawah
sehelai selimut/kain”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa perbuatan homo dan lesbi
haram hukumnya, apakah itu berbentuk pasangan menikah atau tidak. Kalau ada
ungkapan atau pernyataan yang mengatakan bahwa homo dan lesbi dibolehkan, itu
bukan ajaran Al-Qur‟an dan Hadis dan bukan pula hasil ijtihad ulama yang mumpuni
dibidangnya. Itu hanya ungkapan dan pernyataan dari kalangan liberal yang hanya
berbekal sedikit pengetahuan agama, yang belum mengkaji dengan baik ayat-ayat
Al-Qur‟an dan Hadis, sehingga mereka memberi fatwa yang menyesatkan, yaitu
mengabsahkan perilaku homoseksual dan lesbi.
Larangan homoseksual dan lesbian bukan hanya karena merusak kemuliaan
dan martabat kemanusiaan, tetapi resikonyalebih besar lagi, yaitu dapat
menimbulkan penyakit kanker kelamin HIV/AIDS, spilis, dan lain-lain. Demikian pula
perkawinan waria yang telah menjalani operasi penggantian kelamin dengan laki-
laki, dikategorikan sebagai praktek homoseksual, karena tabiat kelaki-lakiannya tetap
tidak bisa berubah oleh dokter, meskipun ia sudah memiliki kelamin
perempuan.
Allah memurkai tingkah laku laki-laki yang mempunyai sifat keperempuanan
dan sebaliknya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw sebagai berikut :
Artinya : Rasululah bersabda: “Allah tidak melihat seorang laki-laki yang mendatangi
laki-laki (melakukan hubungan sex dengan sesamanya) dan mendatangi (menggauli)
isteri melalui dubur).” (HR. al Tirmidzi).
Dalam Hadis yang lain Rasulullah Saw bersabda Artinya: “Allah mengutuk
perempuan yang menyerupai laki-laki dan laki-laki menyerupai perempuan. (HR.
Ahmad, Abu Daud, al-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas)
Dari Hadis-Hadis yang telah disebutkan menunjukkan bahwa laki-laki tidak
boleh menyerupai perempuan dan sebaliknya. Tidak di kutuk oleh Allah
perbuatannya itu melainkan karena perbuatan itu dilarang. Kalau dilarang
mengerjakannya, maka hukumnya haram.Berkenaan dengan laki-laki yang
mempunyai sifatkeperempuanan dan sebaliknya dianggap kalangan liberal
sebagai“given” atau pemberian Tuhan. Benar memang segala sesuatu adalah dari
Allah, tetapi perbuatan Allah itu, ada yang sifatnyakarena ikhtiar dari manusia itu
sendiri. Laki-laki yang mempunyai sifat keperempuanan dan sebaliknya, itu bisa
terbentuk dari lingkungannya sejak kecil. Kalau lingkungan keluarga membiarkan
anak laki-laki bergaul dengan anakperempuan terus-menerus, bahkan mengikuti
pakaian, atau aktivitasnya, maka anak laki-laki itu akan terbiasa mengikuti sifat-sifat
anak perempuan. Begitu pula sebaliknya. Walaupun ada anak laki-laki seperti
tingkah laku perempuan, atau memiliki sifat perempuan dan sebaliknya, tetapi orang
tuanya dapat mengarahkannya menjadi seorang laki-laki atau seorang perempuan
sesuai dengan jenis kelamin anak.

C. Penyebab Penyimpangan Transeksual


Penyebab penyakit transeksual sangat kompleks, salah satunya karena
kelainan genetik, tetapi pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat
hormonal pada masa kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada
masa kehamilan yang mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan
dengan kromosom ,XX semestinya dipertimbangan dengan hati-hati pada ibu hamil,
pemakaian obat hormonal yang tidak terlalu perlu seharusnya dihindari.
Hambatan pada penanganan penyakit ini adalah sarana penunjang diagnosis
yang masih minimal dan mahal, pengetahuan dan kesadaran yang kurang dari
masyarakat dan tenaga medis baik dokter, penolong persalinan maupun perawat
kesehatan. Pencegahan dapat dilakukan dengan konseling genetika untuk penyakit
yang menurun, penggunaan obat dan lingkungan yang aman pada awal
kehamilan.Penanganan seharusnya dilakukan sedini mungkin saat bayi baru lahir
dengan secara multidisiplin.Bayi baru lahir dengan kelainan alat kelamin harus
ditentukan jenis kelaminnya agar tidak terjadi salah pengasuhan dan gangguan
psikologis dikemudian hari. Tindakan operasi harus dilakukan dengan pertimbangan
yang sangat hati-hati atau bahkan penundaan sampai anak mencapai usia dewasa.
Penentuan jenis kelamin dan tindakan operasi koreksi tidak hanya ditentukan
secara sepihak oleh orang tua saja. Untuk menghindari masalah medikolegal maka
perlunya penyusunan standard baku nasional untuk penanganan kelamin ganda
yang diatur oleh Departemen Kesehatan.
Kasus transeksualitas umumnya terjadi akibat berbagai kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pertumbuhan baik fisik maupun psikis seseorang. Akan tetapi
faktor psikis dan lingkungan lah yang memiliki tingkat dominan paling besar.Pertama,
lingkungan pergaulan (millieu) dan didikan perilaku yang tidak tepat. Misalkan, anak
laki-laki yang sejak kecil dibiasakan untuk bermain bersama anak perempuan, dan
dididik untuk berperilaku seperti perempuan.Bahkan pula, tak jarang kasus
transeksual terjadi berawal dari putus cinta, patah hati, atau kekerasan dari kaum
jenisnya (Alimatul Qibtiyah, 2006: 58).
Penyebab tingkah laku transeksual ini adalah lebih banyak karena
faktorkejiwaan (psikologi). Pendidikan yang salah ketika kecil, yakni dengan
membiarkan anak berkembang pada pola hidup bertentangan dengan jenis kelamin
juga bisa menjadi penyebab. Perkembangan lebih lanjut dari hasrat homoseksual
juga dapat menggiring ketidakpuasan pada jenis kelamin sendiri. Pengaruh
pergaulan sebelumnya baik itu dengan orang tua, teman, kekasih maupun
orangorang terdekat lainnya juga dapat mengakibatkan trauma hingga menimbulkan
kehilangan identitas seksual diri (Abdullah Nashih Ulwan, 1996: 36).
Hendaknya dibedakan antara penyebab gejala transeksual dari kejiwaan
dengan faktor herediter atau ketidakseimbangan hormon. Karena pendekatan
penanganannya jelas berbeda. Pada kasus transeksual karena keseimbangan
hormon, memang bukan sekedar kejiwaannya saja yang kewanita-wanitannya atau
kelakilakian, tetapi hormon yang mengalir dalam darahnya pun menunjukkan hal
tersebut.
Jika disebabkan karena ketidaksimbangan hormonal, biasanya diperlihatkan
pula dalam bentuk fisik. Hormon pria akan menyebabkan otot-otot lebih besar dan
kasar, kulit lebih tebal, dan suara lebih berat. Sedangan pada hormon wanita,
menyebabkan otot-otot lebih halus, kulit lebih lembut, dan suara lebih lembut pula.
Berdasarkan hasil penelitian ahli-ahli psikologi, menunjukkan bahwa penyimpangan
perilaku seksual dalam hal ini transeksual disebabkan oleh banyak faktor, salah
satunya adalah kondisi kesehatan mental. Seseorang yang memiliki gejala tidak
normal, dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dan kehatan fisik maupun kondisi
psikologis.

D. Terapi Psikologi Pendidikan Terhadap Pelaku Transeksual


Bentuk-bentuk terapi dalam psikologi pendidikan yang dapat dilaksanakan
terhadap seorang pelaku transeksual dapat digunakan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Pembiasaan dari respon yang berlawanan (condistioning of comparable
respon)
Metode ini dapat digunakan untuk menciptakan respon yang sesuai dan
dapat diterima pelaku untuk memperbaiki timbulnya gejala perilaku transeksualitas.
Landasan asasnya ialah sesuatu lawan pembiasaan menekankan respon baru untuk
melawan respon yang salah. Tujuannya agar respon yang salah lambat laun
terhapus dari kebiasaan. Pada metode ini, para pelaku transeksual harus
membiasakan diri dalam befikir, bertindak dan beraktifitas sebagaimana manusia
normal pada umumnya untuk mendapatkan kesembuhan secara maksimal di dalam
dirinya.
b. Teknik menghentikan kecemasan
Metode ini dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasan perilaku
penyimpangan transeksual. Caranya adalah dengan memberi kejutan aliran listrik
dengan tegangan rendah pada lengan bawah penderita. Penderita dapat
menghentikan aliran listrik bila terlalu nyeri. Setelah mencoba beberapa kali pelaku
akan merasa mengucap kata istighfar (astaghfirullahal ‘adziim) akan menimbulkan
rasa lega dan sadar. Selanjutnya pelaku dinasehati secara berkesinambungan untuk
sering mengucapkan kata-kata tersebut. Metode ini dapat diterapkan pada pelaku
transeksual dengan mengurangi tingkat kecemasan dengan banyak memohon
ampun banyak mengucapkan istighfar.
c. Mencontoh dan meniru
Mencontoh dan meniru telah terbukti dapat membiasakan orang yang
mengalami gangguan penyimpangan seksual yaitu dengan cara mengamati atau
melihat seseorang yang dapat diteladani. Orang tua, guru dan teman dekat dapat
dijadikan sebagai contoh dalam menghilangkan kebiasaan perilaku transeksual.
Pada metode ini, pelaku akan diminta untuk bergaul dengan orang-orang baik dan
shaleh, kemudian pelaku diminta untuk mengamati dan mengikuti pola perilaku
orang-orang yang baik tersebut. Biasanya metode ini sangat cocok untuk diterapkan
dilingkungan agamis seperti pondok pesantren.
d. Pembiasaan positif
Terapi dengan pembiasaan pisotif adalah dengan cara membiasakan dari
mulai berbicara, bergerak bertingkahlaku maupun berfikir semuanya harus berfikir
positif (positif thinking). Ketika seseorang selalu berfikir positif, dia tidak akan mudah
menyalahkan siapapun di dalam kehidupannya. Para pelaku transeksual, dari mulai
menyadari bahwa dirinya mengalami kelainan seksual pada saat itu juga harus bisa
menyadari bahwa semuanya itu adalah menjadi bagian dari kehendak Allah dan apa
yang terjadi di dalam dirinya itu merupakan akibat dari pendidikan yang salah pada
masa-masa sebelumnya. Ketika diawali dengan berfikir positif, maka segala tindakan
yang dilakukan pun akan
menjadi positif.

Keempat metode diatas merupakan bentuk-bentuk terapi sebagai


tindakanrefresif (penyembuhan) terhadap pelaku penyimpangan transeksual.
Sedangkan sebagai bentuk tindakan pencegahan atau preventif dapat juga dilakukan
dengan memberikan pendidikan seks(seks education) kepada anak yang masih
kecil, maupun kepada anak remaja. Dengan pendidikan seks yang benar anak akan
mendapatkan informasi-informasi seksual yang benar sesuai dengan masa
perkembangannya. Pendidikan seks dalam islam adalah pendidikan yang satu paket
dengan pendidikan nilai. Sehingga persoalan seksualitas merupakan bagian dari
persoalan akhlak, maupun moral seseorang (Jaja Suteja, 2007: 17).
Dibeberapa tempat khususnya pada pesantren waria, yaitu Pesantren
AlFattah, para pelaku transeksual sebagai bentuk terapi dilakukan dengan
berdoa,membaca Alquran dan sembahyang berjamaah. Hampir sebagian besar para
waria dan pelaku transeksual yang ada disana merasa nyaman dan tenang ketika
melakukan aktifitas tersebut. Tindakan upaya terapi yang dilakukan disalah satu
pesantren tersebut semata-mata adalah dalam upaya proses taqorrub kepada Allah
SWT.
Bentuk-bentuk terapi lain yang dapat digunakan adalah dengan cara
pendekatan islam atu pendekatan ketuhanan berikut.
a) Cara pengenalan diri dan tindak otoriter diri
Di dalam otak manusia, di dalamnya berbentuk susunan sel-sel yang
terkoordinasi dengan sempurna sehingga bisa menghasilkan proses berfikir.
Selanjutnya, proses berfikir ini disebut sebagai pikiran. Pikiran inilah yang
memutuskan segala sesuatunya. Kemudian , di dalam jiwa manusia terdapat yang
namanya nurani, norma-norma, aturan hakiki, keyakinan, naluri, suara hati atau
bisikan hati adalah merupakan sebentuk pemberi pertimbangan kepada proses
berfikir yang dilakukan oleh otak. Hasilnya, suatu keputusan bisa diputuskan atau
tidak.
Metode ini caranya, adalah dengan mencoba membuang jauh pikiran-pikiran
yang berhubungan dengan transeksual apalagi sampai pada perilaku waria. Jika
masih terlalu sulit dan merasa tidak mampu, cobalah untuk memikirkan hal lain
selain hal tersebut. Atau lakukan istigfar (astagfirullah) atau dengan mengucap
Allahuakbar berkali-kali. Lakukan hal tersebut ketika sedang melamun atau sebelum
tidur.
b) Terapi sugesti
Cobalah mengucapkan dengan lirih atau dalam hati (sugesti) kalimat-
kalimatberikut ini (atau dengan menciptakan kalimat yang lain), seperti: “Transeksual
menjijikan, transeksualsesat, akubukan pelaku transeksual. Aku manusia normal.”
Ucapkan salah satu kalimat di atas berkali-kali sambil membayangkan apa
yang sedang diucapkan. Terjanglah pikiran liar yang melawan atau sebentuk
kebosanan. Terus bunyikan seperti seorang sedang wiridan dengan khusuk.
Ucapkanlah minimal 2.000 kalimat dalam sehari. Kalau perlu tulislah sehari lima
puluh kertas HVS bolak-balik. Lakukan hal tersebut saat melamun, sendirian,
bingung, hingga bangun atau saat sebelum tidur.
c) Kepasrahan dalam doa
Memasrahkan diri dan memohon kepada Allah bahwa kita adalah hamba
yang tidak memiliki apa-apa selain harapan, dengan menyatukan jemari, tekuk lutut
bermohon kepada-Nya,tundukkan kepala dan ungkapkan apa yang menjadi kendala
dalam hati. Hanya kepada Allah saja manusia bisa kembali dan dengan
mencucurkan air mata jika seandainya menurut hati itu dapat mencairkan kebekuan
jiwa. Cara inimerupakan adalah cara dalam upaya pendekatan spritual yaitu dengan
memohon ampunan dari Allah SWT.Selain ditinjau dari sudut pandang psikologi
pendidikan sebagai solusi, terapi dapat ditinjau juga dari aspek syariat Islam, yaitu
dengan cara :

 Penanaman keyakinan (aqidah/keimanan) yang kuat


Dalam Islam, ada enam keyakinan yang harus ditanamkan kepada manusia,
yaitu:
1) Meyakini adanya Allah, dengan segenap sifat-sifatnya
2) Meyakini malaikat dengan segala fungsi dan kedudukannya,
3) Meyakini kitab-kitab yang pernah diturunkan Allah,
4) Meyakini rasul-rasul-Nya dengan segenap contoh-contoh tauladannya,
5) Meyakini hari kiamat beserta keadaan dan maksudnya,
6) Meyakini ketentuan-ketentuan Ilahi terhadap kehidupan manusia dan seluruh
alam semesta.

 Menjaga rutinitas ibadah


Mulai dari ibadah wajib, shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan, zakat, dan
haji hingga ibadah sunnah seperti sedekah dan shalat sunnah. Ibadah pokok ini
merupakan kaitan langsung dengan proses penanaman keyakinan sebagai bagian
dari pengisi spiritualisme jiwa manusia.
 Memperbaiki sikap (akhlak)
Sikap atau tingkah laku yang dimaksud adalah mulai dari menghindari hal-hal
yang terlarang dalam hukum islam maupun hukum publik hingga melaksanakan
halhal yang diperintahkan atau sekedar perbuatan yang memiliki keutamaan jika
dilaksanakan. Perbuatan yang dilarang dalam hukum islam dan publik antara lain
membunuh,mencuri, menum-minuman keras, berzina, menipu dan segala perbuatan
yang hanya ditujukan untuk keuntungan diri demi kesenangan yang dapat merusak
diri dan orang lain. Perbuatan yang termasuk terpuji dalam hukum islam dan publik
antara lain jujur, baik hati, penyayang, penolong, rendah hati dan segala perbuatan
yang berguna untuk diri, orang lain dan lingkungan (Marzuki Umar Sa‟abah, 1997:
318).

III. Penutup/Kesimpulan
Bahwa homoseksual ialah hubungan seksual antara laki-laki dengan lakilaki,
sedangkan untuk berhubungan seks antara wanita, disebut lesbian (female
homosex). Lawan homosex dan lesbian adalah heterosex, artinya hubungan seksual
antara orang-orang yang berbeda jenis kelaminnya (seorang pria dengan seorang
wanita). Dalam hukum Islam, homoseks sesama pria disebut liwath yang akar
katanya sama dengan akar kata Luth. Perbuatan homoseks sesama pria itu disebut
liwath, karena perbuatan tersebut pernah dilakukan oleh kaum yang durhaka kepada
seruan Nabi Luth as. Kaum itu berdomisili di negeri Sodom (di sebelah timur Laut
Mati atau di Yordania sekarang) dan karena itu di kalangan bangsa Barat yang
beragama Kristen perbuatan demikian disebut sodomi. Dalam berbagai referensi
semua mengatakan, bahwa homoseksual adalah kebiasaan seorang lakilaki
melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya. Sedangkan lesbian adalah
kebiasaan seorang perempuan melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya.
Adapun cara untuk mengatasi penyimpangan seksual ini yaitu dengan cara :
1. Metode terapi menggunakan psikologi pendidikan
a. Pembiasaan dari respon yang berlawanan (condistioning of comparable
respon)
b. Teknik menghentikan kecemasan
c. Mencontoh dan meniru
d. Pembiasaan positif

2. Metode terapi menggunakan pendekatan secara islam

Terapi ini menghubungkan individu dengan tuhan agar individu tersebut menyadari
dan menerima qodha dan qodhar sang pencipta.

IV. Referensi
jurnal penyimpangan seksual (lgbt) dalam pandangan hukum islam/Huzaemah
Tahido Yanggo IIQ Jakarta
Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 45-60Website:
journal.uinsgd.ac.id/index.php/jw ISSN 2502-3489 (online) ISSN 2527-3213
Model terapi terhadap perilaku penyimpangan transeksual dalam tinjauan islam dan
psikologi pendidikanOleh: Jaja Suteja Jurnal Edueksos Vol IV No 1, Januari- Juni
2015

Anda mungkin juga menyukai