Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TRANSGENDER MENURUT PANDANGAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya. (QS. At Tin: 4)

http://vickyaldion.blogspot.co.id/2015/01/makalah-transgender-menurut-pandangan.html

1.1 Latar Belakang


Tuhan telah menciptakan manusia dalam dua bentuk yaitu pria dan wanita, dengan
Adam dan Hawa sebagai cikal bakalnya. Fenomena transeksual yang diikuti dengan
tindakan operasi merubah kelamin, sebenarnya mempunyai implikasi yang akan menyentuh
banyak aspek, masalah ini merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa
tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun dengan
ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya.
Selain faktor bawaan sejak lahir, fenomena ini juga bisa disebabkan oleh faktor
lingkungan. Seperti pendidikan yang salah sewaktu kecil dengan membiarkan anak laki-laki
berkembang dengan tingkah laku perempuan, trauma pergaulan seks dengan pacar, dan
sebagainya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku,
bahkan sampai operasi penggantian kelamin. Ironisnya, di media pertelevisian Indonesia
seakan menyemarakkan dan menyosialisasikan perilaku ketransseksualan dalam berbagai
acara yang memberikan porsi kepada para waria dan semacamnya sebagai pengisi acara atau
pembawa acara, yang secara tidak langsung membiasakan masyarakat dengan fenomena
semacam itu. Dewasa ini masyarakat sudah tidak risih dengan keberadaan para guy atau
waria yang mungkin juga disebabkan oleh kebiasaan mereka menonton idola mereka di
televisi yang notabene adalah seorang waria atau guy. Dan seakan artis seperti Dorce
Gamalama yang telah melakukan operasi alat kelamin di Singapore merupakan figur yang
berani dan patut dicontoh karena telah mengikuti apa kata nuraninya.
Namun fenomena transeksual atau biasa disebut juga transgender tidak selalu diikuti
oleh kecendrungan untuk operasi perubahan kelamin. Keinginan melakukan operasi tersebut
umumnya di pengaruhi oleh tingkat pemahaman dan keyakinan penderita terhadap agama
yang dianut. Pemikiran tersebut nampak pada pandangan mereka terhadap eksistensi diri,
baik di hadapan masyarakat maupun di hadapan Tuhan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam hukum Indonesia sendiri belum ada ketentuan yang jelas mengatur mengenai
kedudukan masalah transseksual maupun kedudukan para waria. Padahal dengan semakin
meningkatnya globalisasi di dunia, masalah-masalah seperti ini semakin sering muncul.
Para waria dengan mudah dapat ditemui di berbagai sudut kota. Bahkan di Thailand, secara
rutin dalam setahun diadakan kontes kecantikan untuk para waria yang belakangan rupanya
juga telah ada di Indonesia.
Dengan pemaparan diatas, berikut beberapa rumusan masalah yang kami bahas, yaitu :
1. Bagaimana pandangan Islam tentang kelamin?
2. Bagaimana pandangan medis tentang kelamin?
3. Apa pengertian operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
4. Apa saja faktor penyebab operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
5. Apa saja jenis operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin dan bagaimana hukumnya?
6. Bagaimana fatwa MUI tentang operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
7. Bagaimana kedudukan hukum perubahan dan penyempurnaan kelamin?
8. Apa saja akibat dari operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
9. Bagaimana pencegahan dari operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Islam tentang Kelamin


Pada dasarnya Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari 2 macam jenis kelamin yaitu
laki-laki dan perempuan.[1] Sebagaimana telah dituturkan dalam Al Quran surat Al Hujurat
ayat 13 sebagai berikut:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS Al Hujurat: 13).
Jika berbicara kelamin berarti ini berkaitan dengan gender beserta alat reproduksinya.
Perspektif gender dalam Al Quran tidak sekedar mengatur keserasian relasi gender,
hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tetapi lebih dari itu Al Quran juga
mengatur keserasian pola relasi antara mikrokosmos (manusia), makrokosmos (alam), dan
Tuhan.
Secara umum Al Quran mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan,
tetapi perbedaan tersebut bukanlah diskriminasi yang menguntungkan satu pihak dan yang
lain dirugikan. Perbedaaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung obsesi Al Quran, yaitu
terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa kasih sayang di lingkungan keluarga.
Sebagaimana telah dituturkan dalam Al Quran surat Al Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Rum: 21)

2.2 Pandangan Medis tentang Kelamin


Jenis kelamin merujuk pada sekse anatomis seseorang dengan kata lain tipe genital apa
yang dimilki. Sekse atau jenis kelamin mewakili penampakan internal genitalia, dan terdapat
gonad (ovarium dan testis) yang menentukan fungsi reproduktif sekaligus hormon yang
membentuknya.[2]
Gender lebih sulit dan lebih kompleks untuk dipersepsikan atau digambarkan. Gender
yakni pengenalan atau kesadaran pada diri seseorang, yang juga diharapkan berbeda dengan
orang lain, seperti yang sesuai dengan kategori sosial: anak laki-laki atau anak perempuan.
Mayoritas populasi memilki gender yang sesuai dengan jenis kelamin anatomis. Gender
terbagi menjadi dua aspek:
Identitas gender, yakni persepsi internal pengalaman seseorang tentang gender mereka,
menggambarkan identifikasi psikologis di dalam otak seseorang sebagai laki-laki atau
perempuan.
Peran gender, merupakan sebuah cara seseorang hidup dalam masyarakat dan
berinteraksi dengan orang lain berdasarkan identitas gender mereka.

2.3 Operasi Perubahan dan Penyempurnaan Kelamin


Operasi kelamin adalah tindakan perbaikan atau penyempurnaan kelamin seseorang
karena terjadinya kelainan sejak lahir atau karena penggantian jenis kelamin.[3]
Operasi ganti kelamin (taghyir al-jins) adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis
kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-
laki menjadi perempuan dilakukan dengan memotong penis dan testis, kemudian membentuk
kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin
perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran
kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis). Operasi ini juga
disertai pula dengan terapi psikologis dan terapi hormonal. (M. Mukhtar Syinqithi, Ahkam
Al-Jirahah Al-Thibbiyah, hal. 199).[4]

2.4 Faktor Penyebab Operasi dan Penyuburan Kelamin


1. Psikososial
Seseorang yang mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan
mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya
sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan
lesbianisme.
Adapun dari perilaku tersebut didapat dari perlakuan orang tua yang menginginkan
anak laki-laki tetapi diberikan anak perempuan sehingga orang tua memberikan perhatian
anak tersebut seperti anak perempuan mulai dari pakaian hingga perilaku.
Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan),
menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis
kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan
genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis
hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang
menyimpang.
2. Genetik
Adanya ketidakseimbangan hormonal yang terjadi pada seseorang yang mengalami
kelainan pada bentuk, jenis dan hormone yang pada masa pubertas tidak mengalami
perubahan yang tidak seharusnya.[5]

2.5 Jenis dan Hukum Operasi Perubahan danPenyempurnaan Kelamin[6]


Dalam dunia kedokteran dikenal tiga bentuk operasi kelamin, masing-masing mempunyai
hukum tersendiri dalam fikih :
1. Operasi penggantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir
memiliki kelamin normal.
Operasi ganti kelamin dalam keadaan seperti ini, belum pernah dikenal oleh orang-orang
terdahulu. Tetapi para dokter mengatakan bahwa hal itu merupakan bentuk dari penyakit
transeksual/transgender yaitu individu dengan gangguan psikologis laki-laki yang seperti
wanita atau wanita seperti laki-laki dengan tanpa disertai kelainan fisik/ alat kelamin
(genital). Atau dengan istilah lain, bahwa sang penderita atau pasien merasakan bahwa
dirinya adalah jenis lain yang bukan pada dirinya. Seakan ia merasakan bahwa jiwanya
adalah perempuan padahal fisiknya adalah laki-laki, atau ia merasakan bahwa jiwanya
adalah laki-laki padahal bentuk fisiknya adalah perempuan. Antara jiwa dan fisik tidak dapat
saling menyatu. Orang yang mempunyai penyakit transeksual ini mempunyai dua keadaan :
a. Penyakit yang muncul akibat faktor psikologis dan kejiwaan.
Hal ini terjadi karena salah dalam pola asuh sejak kecil, atau karena pergaulan yang
salah. Untuk jenis yang pertama ini, penanganannya bukan dengan cara operasi kelamin,
tetapi kejiwaannyalah yang harus diobati dan disembuhkan. Penyimpangan psikologis ini
kadang muncul sejak kecil, hanya saja sering dianggap remeh, sehingga lama kelamaan
menjadi semakin besar dan akhirnya susah untuk dirubah, dan ujung-ujungnya
menganggap ini sebagai taqdir, padahal itu hanya karena kebiasaan yang sudah mendarah
daging sejak kecil dan lama, serta tidak terkait dengan fisiknya.
Islam sejak dini telah mengajarkan kepada kita untuk memisahkan tempat tidur laki-
laki dan perempuan ketika sudah berumur 10 tahun, salah satu tujuannya agar mereka
tidak berkepribadian ganda dikemudian hari. Kesimpulannya, bahwa operasi merubah
kelamin dari orang yang mempunyai kelamin normal dalam bentuk yang pertama seperti
ini hukumnya haram, karena tidak ditemukan hubungan antara ketidak normalan fisik atau
organ tubuh seseorang. (Dr. Muh. Mukhtar as-Syenkiti, Ahkam al-Jirahiyah at-Tibbiyah,
Jeddah, Maktabah as-Shohabah,hlm. 200- 202). Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
Pada dasarnya, Allah swt telah menciptakan manusia ini dalam bentuk yang sebaik-
baiknya, sebagaimana firman Allah swt: Sesungguhnya Kami menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya; (Qs At Tin : 4).
Penciptaan manusia dalam bentuk yang baik tersebut merupakan penghormatan
kepada manusia, sebagaimana firman Allah swt: Sesungguhnya telah Kami muliakan
keturunan Adam dan Kami bawa mereka di daratan dan di lautan (Qs Al Isra: 70). Oleh
karenanya, kita sebagai hamba Allah dilarang untuk merubah ciptaan-Nya yang sudah
sempurna. Larangan ini tersebut di dalam firman Allah swt dalam QS. An-Nisa: 119
ketika menceritakan perkataan syetan (Syetan berkata) berikut:
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-
angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong-motong telinga
binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka
(merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barang siapa yang
menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita
kerugian yang nyata. (Qs An Nisa: 119).
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa awal tindakan merubah ciptaan Allah swt
berasal dari bisikan syetan. Rasulullah saw sendiri bersabda : Rasulullah telah melaknat
orang-orang laki-laki yang meniru-niru (menyerupai) perempuan dan perempuan yang
meniru-niru (menyerupai) laki-laki ( HR Bukhari )
b. Waria yang disebabkan adanya perbedaan keadaan psikis dan fisik
Hal ini dapat digambarkan seperti ketidaknormalan sistem tubuh atau terjadi
percampuran hormon laki-laki dan perempuan, yang berakibat munculnya perasaan dalam
dirinya yang berbeda dengan fisik tubuhnya. Maka dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat: Pendapat Pertama: bahwa operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaannya
seperti ini tetap tidak boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dasarnya adalah ayat-
ayat al Quran dan hadist-hadits yang telah disebutkan di atas.Pendapat Kedua: bahwa
operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaanya seperti ini, dibolehkan. Ini adalah
pendapat sebagian kecil ulama kontemporer. Diantara dalil dari pendapat ini adalah
sebagai berikut :
Menurut kesaksian mayoritas dokter bahwa memang benar adanya orang yang
mempunyai penyakit seperti ini, mereka menyebutnya dengan transeksual, yaitu
terpisahnya antara bentuk fisik dengan psikis, yaitu bentuk fisiknya adalah laki-laki
umpamanya, tetapi perasaannya bahwa dia bukanlah laki-laki. Penyakit ini menyebabkan
orang tersiksa dalam hidupnya, sehingga kadang-kadang diakhiri dengan bunuh diri.
Pengobatan secara kejiwaan sudah dilakukan berkali-kali oleh para dokter, tetapi tetap
saja gagal. Maka tidak ada jalan lain kecuali operasi ganti kelamin. Keadaan seperti ini
bisa dikatagorikan darurat. Karena tanpa operasi tersebut seseorang tidak akan bisa hidup
tenang dan wajar sebagaimana yang lain, hidupnya akan dirundung kegelisahan demi
kegelisahan, dan tidak sedikit yang diakhiri dengan tindakan bunuh diri. Kalau kita
perhatikan bahwa yang menyebabkan diharamkannya operasi ganti kelamin secara umum
atau dalam keadaan normal adalah karena dua alasan :
1) Hal tersebut termasuk merubah ciptaan Allah swt, sebagaimana yang tersebut dalam
Qs An Nisa 119, sudah disebut di atas. Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Abbas,
Anas, Ikrimah, dan Abu Sholeh bahwa yang dimaksud merubah ciptaan Allah adalah
mengebiri, mencongkel mata, serta memotong telinga. Sedangkan Imam Qurtubi di
dalam tafsirnya dengan menukil perkataan Qhadhi bahwa seseorang yang mempunyai
jari-jari tangan lebih dari lima atau daging tambahan di dalam tubuhnya, maka tidak
boleh dipotongnya, karena termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah, kecuali
kalau jari-jari tangan atau daging tambahan tersebut terasa sakit, nyeri dan
menyebabkannya menjadi menderita, maka dalam keadaan seperti ini, diperbolehkan
untuk memotongnya. (Tafsir Qurtubi : 5 / 252)
Perkataan Qadhi yang dinukil oleh Imam Qurtubi di atas menjelaskan dengan
gamblang bahwa sesuatu tambahan dalam tubuh yang berupa daging atau yang lain
dan menyebabkan sakit si penderita, maka diperbolehkan untuk menghilangkannya,
dan hal ini dimasukkan dalam katagori berobat, yang kadang harus merubah ciptaan
Allah swt. Karena sebenarnya yang dilarang dalam masalah ini adalah merubah
ciptaan Allah tanpa ada alasan syara atau hanya karena ingin memperindah anggota
tubuh saja. Tetapi jika bertujuan untuk mengobati, maka dibolehkan. Atas dasar
keterangan di atas, maka operasi ganti kelamin yang dilakukan oleh orang yang
mengidap penyakit transeksual pada jenis kedua ini, bisa dikatakan bahwa organ
tubuhnya secara fisik yang ada sekarang adalah organ tambahan, karena tidak sesuai
dengan kejiwaan dan perasaannya, sehingga jika dirubah menjadi organ yang sama
dengan kejiwaan dan perasaannya, maka termasuk dalam proses pengobatan dari rasa
sakit yang dialaminya, dan memang tidak ditemukan obat selain operasi ganti kelamin.
2) Operasi ganti kelamin termasuk dalam katagori menyerupai jenis lain yang dilarang
oleh Rasulullah saw. Tetapi para ulama telah menjelaskan bahwa yang dilarang dalam
masalah ini adalah menyerupai jenis di dalam berpakaian, berhias, bertutur kata dan
cara berjalan. Hal ini disimpulkan dari dalil nash dan dalil lain. Oleh karenanya, Imam
Nawawi menyatakan bahwa waria yang ada semenjak lahir tidak termasuk dalam
katagori yang dilarang oleh Rasulullah saw, karena mereka tidak bisa meninggalkan
gaya-gaya tersebut yang dibawanya dari lahir,walaupun sudah diobati berkali-kali,
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari.
Demikianlah beberapa dalil yang diungkapkan oleh kelompok kedua yang membolehkan
bagi seseorang yang terkena penyakit transeksual jenis kedua dan tidak bisa diobati lagi
secara psikis, maka dibolehkan untuk melakukan operasiganti kelamin, dan ini termasuk
keadaan darurat.
2. Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak
lahir memiliki cacat kelamin, seperti penis atau vagina yang tidak berlubang.
Operasi seperti ini dibolehkan, karena termasuk dalam katagori pengobatan. Karena pada
dasarnya manusia itu ciptaannya sempurna, maka jika didapati beberapa bagian anggota
tubuhnya tidak normal atau tidak berfungsi, sepertivagina yang tidak berlubang, atau penis
yang tidak berlubang sehingga tidak bisa buang air kecil, maka dibolehkan baginya untuk
melakukan operasi perbaikan kelamin, dengan tujuan agar salah satu organ tubuhnya
tersebut berfungsi sebagaimana yang lain. Rasulullah saw bersabda : Wahai hamba-hamba
Allah berobatlah, karena Allah menjadikan setiap penyakit itu ada obatnya. Jadi operasi
kelamin yang cacat sejak kecil atau karena suatu kecelakaan termasuk dalam katagori
berobat dan bukan dalam katagori merubah ciptaan Allah swt.
3. Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda yang dilakukan terhadap orang yang sejak
lahir memiliki 2 (dua) jenis kelamin yaitu penis dan vagina
Orang yang mempunyai kelamin ganda dalam dunia medis disebut ambiguous genitalia
yang artinya alat kelamin meragukan. Orang tersebut tidak menderita penyakit transeksual
tetapi lebih cenderung kepada interseksual yaitu suatu kelainan, dimana penderita memiliki
ciri-ciri genetik, anatomik atau fisiologik meragukan antara pria dan wanita. Gejalanya
sangat bervariasi, mungkin saja tampilan luarnya adalah laki-laki normal atau wanita
normal, tetapi alat kelaminnya yang masih meragukan apakah dia laki-laki atau perempuan.
Penderita seperti ini memang benar-benar sakit secara fisik, yang kemudian mempengaruhi
kondisi psikologisnya. Maka, Operasi pada orang yang mempunyai kelamin ganda seperti
ini dibolehkan, tentunya setelah ada kejelasaan statusnya, baik laki-laki maupun perempuan
dengan cara-cara yang telah diterangkan di atas dan dikuatkan dengan pernyataan para
dokter ahli dan amanah. Biasanya operasi dilakukan ketika anak tersebut masih bayi dan
belum beranjak dewasa, jika sudah dewasa tentunya akan lebih susah lagi, karena mungkin
itu akibat salah pola asuh dan polainteraksi dari lingkungan sekitar. Karena kalau seseorang
dibiarkan dalam status yang tidak jelas, maka sungguh kasihan hidupnya, dan
masyarakatpunkesulitan untuk berinteraksi dengannya karena statusnya yang belum jelas,
apakah dia itu laki-laki atau perempuan. Oleh karenanya operasi untuk membuang salah satu
dari dua jenis kelamin dibolehkan, karena akan membawa kemaslahatan bagi yang
bersangkutan dan kemaslahatan bagi masyarakat yang ia hidup di dalamnya.
Kaidah hukum menjelaskan bahwa boleh tidaknya sesuatu hal tergantung juga pada
besar kecilnya nafsadah atau maslahah yang ada. Bila operasi kelamin (contoh) ternyata lebih
besar membawa kebaikan (manfaat) dari pada madharatnya (keburukan) seperti tentang
kejiwaannya, agamanya, sosial kemasyarakatannya, jati dirinya dan kehormatan dirinya,
maka dalam hal ini operasi kelamin boleh hukumnya, dan demikian sebaliknya, bila ternyata
operasi kelamin akan membawa dampak negative yang besar dari pada keadaannya sekarang,
maka operasi kelamin dilarang hukumnya.
Menanggapi masalah operasi kelamin diatas pendapat pakar hukum Islam sebagai
berikut : Hasanain Muhammad Makhluf (ahli Fiqih Mesir), operasi kelamin yang bersifat
tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) diperbolehkan secara hukum bahkan
dianjurkan jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk pembuangan
air seni, baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau
menyempurnakannya menjadi kelamin yang normal hukumnya boleh dilakukan karena
kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati Menurut Prof Drs.Masyfuk
Zuhdi (ahli Fiqih Indonesia) orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa
mengalami kelainan fsihis dan sosial, sehingga biasanya tersisih dari kehidupan masyarakat
normal serta mencari jalan sendiri, seperti melacurkan diri, menjadi wanita atau melakukan
homo seksual, padahal perbuatan tersebut sangat dikutuk oleh Islam. Untuk menghindari hal
ini, operasiperbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan karena kaidah Fiqih.
Artinya ; Menolak bahaya harus didahulukan daripada mengupayakan manfaat. Maksudnya,
upaya untuk menghindari bahaya yang akan diakibatkan oleh kelainan kelamin tersebut lebih
baik dari pada mengusahakan suatu kemaslahatan,karena menghindari atau menolak bahaya
termasuk suatu kemaslahatan juga.
Operasi kelamin yang dilakukan harus sejalan dengan keadaan bagian dalam kelamin
dan tidak boleh yang berlawanan dengan bagian dalam kelamin. Sebab operasi kelamin yang
berbeda dengan bagian dalam kelamin bukanlah Tahsin (perbaikan), tapi termasuk Taghyir
atau Tabdil yakni mengubah ciptaan Allah, dan ini dilarang karena bertentangan dengan
Firman Allah ayat 30 surah al Rahman:
Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?
(QS. Al Rahman: 30)

2.6 Fatwa MUI


Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram bagi siapa saja yang secara
sengaja dan tidak memiliki alasan ilmiah merubah jenis kelamin. Dengan demikian,
Pemerintah dan DPR RI diminta membuat aturan hukum terkait dengan praktek operasi ganti
kelamin dan penyempurnaan kelamin. Berdasarkan hasil Musyawarah Nasional (Munas) VIII
MUI juga diputuskan tidak boleh menetapkan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi
perubahan alat kelamin, sehingga tidak memiliki implikasi hukum syar`i terkait perubahan
tersebut.
Karena tidak boleh ditetapkan keabsahannya, kata dia, kedudukan hukum jenis kelamin
orang yang telah melakukan operasi sama dengan jenis kelamin semula seperti sebelum
operasi meski sudah mendapat penetapan pengadilan. Sedangkan menyempurnakan kelamin
bagi seorang Khuntsa (banci) yang kelaki-lakiannya lebih jelas guna menyempurnakan
kelaki-lakiannya hukumnya boleh. Demikian juga sebaliknya bagi perempuan.
Atas dasar fatwa tersebut, MUI merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan untuk
menjadikan fatwa itu sebagai pedoman untuk memberikan aturan pelaksanaan operasi
kelamin dengan melarang operasi ganti kelamin dan mengatur pelaksanaan operasi
penyempurnaan. Juga, bagi organisasi profesi kedokteran untuk membuat kode etik
kedokteran terkait larangan operasi ganti kelamin dan pengaturan bagi praktek operasi
penyempurnaan kelamin.[7]

2.7 Kedudukan Hukum dari Operasi Perubahan dan Penyempurnaan Kelamin


Pertama: Masalah seseorang yang ingin mengubah jenis kelaminnya sedangkan ia lahir
dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya dan bagi perempuan yang dilengkapi
dengan rahim dan ovarium, maka pada umumnya tidak dibolehkan atau banyak ditentang
dan bahkan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan
haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam
Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin.
Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan
hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
Kedua: Jika operasi kelamin yang dilakukan bersifat perbaikan atau penyempurnaan
dan bukan penggantian jenis kelamin, maka pada umumnya itu masih bisa dilakukan atau
dibolehkan. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk
mengeluarkan air seni dan/atau sperma, maka operasi untuk memperbaiki atau
menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal
karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Ketiga: Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, maka untuk memperjelas
dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh
melakukan operasi untuk mematikan dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya.
Tidak adanya aturan hukum yang jelas yang mengatur mengenai kedudukan pergantian
kelamin ini menyebabkan banyak kesalahan persepsi yang terjadi di kalangan masyarakat
mengenai boleh atau tidaknya melakukan operasi kelamin. Banyak yang berpendapat bahwa
melakukan operasi pergantian kelamin itu sah-sah saja karena itu merupakan hak asasi tiap
orang. Namun, jika perubahan kelamin itu hanya untuk menuruti hasrat atau kemauan dari
subjek itu sendiri, maka berarti dia telah menyalahi dan berusaha untuk mengubah apa yang
telah dikodratkan Tuhan kepadanya.
2.8 Akibat Operasi Perubahan dan Penyempurnaan Kelamin
Tidak hanya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, operasi penggantian
jenis kelamin juga dapat menimbulkan masalah hukum bagi subjek yang melakukan operasi
itu sendiri. Masalah hukum yang paling umum timbul atau dipermasalahkan adalah
mengenai hukum waris. Dengan adanya pergantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang,
maka secara langsung akan mempengaruhi kedudukannya dalam pembagian harta warisan,
terutama jika orang yang bersangkutan adalah seorang muslim. Dengan bergantinya jenis
kelamin seseorang dari pria menjadi wanita ataupun sebaliknya maka kedudukan dan
haknya sebagai penerima waris juga akan berganti.
Dalam hal ini, kejelasan mengenai jenis kelamin seseorang sangat diperlukan. Jika
terjadi kasus seperti yang telah disebutkan di atas (seseorang yang memiliki alat kelamin
ganda), maka akan sulit ditentukan apakah ia memperoleh bagian warisan seperti layaknya
bagian pria atau wanita. Maka agar tidak terjadi kekeliruan, operasi penggantian kelamin
sebaiknya dilakukan.

2.9 Pencegahan terhadap Operasi Kelamin


Menurut standar care The Herry Benjamin International Gender Dyspheria Assocition,
yaitu:
1) Subjek ditangani oleh psikolog atau psikiater yang berpengalaman dalam maslah gender. Pada
tahap ini diberikan segala informasi yang harus diketahui dan dibutuhkan oleh subjek, termasuk
apa yang mungkin dicapai, prosedur, apa yang tidak mungkin dicapai, dan konsekuensi
penyesuaian gender atau operasi yang akan dilakukan.
2) Two years real life diagnostic test, disini individu diharuskan untuk menjalanikehidupan total
dengan peran gender yang diinginkan selama paling tidak dua tahun. Pada masa ini dilakukan
terapi hormon dan menjalani konsultasi psikolog. Setiap 3 bulan dan hidup dalam peran gender
baru, setiap kasus dididskusikan oleh sebuah tim sebelum operasi diijinkan. Hanya subjek yang
mengalami kepuasan atau merasakan terbebaskan dari masalh gendernya, yang diijuinkan
menjalani operasi. Jika masih ada keraguan, operasi diundur sampai kondisi yang diinginkan
terpenuhi.
3) Jika semua kriteria diatas terpenuhi, transeksual diijinkan menjalani serangkaian operasi yang
dibutuhkan.[8]

DAFTAR PUSTAKA
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/problematika%20hukum%20waria.pdfhtp://www.badilag
.net/data/ARTIKEL/problematika%20hukum%20waria.pdf, diakses pada tanggal 7 Oktober
2010 pukul 12.05 WIB.
http://ahmadzain.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=235, diakses pada
tanggal 7 Oktober 2010 pukul 12.17 WIB.
http://www.jambiindependent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=9777:
mui-tetap-haramkan-operasi-gantikelamin&catid=25:nasional&Itemid=29,diakses pada
tanggal 7 Oktober 2010 pukul 12.18 WIB.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/07/27/60838/MUI-Haramkan-Operasi-
Ganti-Kelamin, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010 pukul 12.33 WIB.
http://eprints.undip.ac.id/14977/1/2005B4B003121.pdf, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010
pukul 12.45 WIB.
http://zulpiero.wordpress.com/2010/06/11/77/, diakses pada tanggal 15 November 2010 jam
22.16

Anda mungkin juga menyukai