Anda di halaman 1dari 2

Studi kasus 1 ( Geraldine roman transgender yang jadi anggota kongres )

Pemilihan umum Filipina kali ini mencatatkan sejarah baru dengan terpilihnya
seorang transgender menjadi anggota Kongres untuk pertama kalinya. Geraldine Roman,
seorang Katolik, telah membuat sejarah minggu ini setelah terpilih menjadi anggota
Kongres transgender pertama. Diusung Partai Liberal, Geraldine Roman berhasil
mengalahkan pesaing-pesaingnya dari daerah pemilihan Bataan. "Saya bahagia dapat
menjadi orang transgender pertama yang memasuki Kongres. Saya akan melayani negara
dan tidak boleh ada diskriminasi," kata Geraldine Roman, seperti dilansir CNN, Kamis,
11 Mei 2016.
Seperti banyak politikus di Filipina, wanita berusia 49 tersebut juga berasal dari
keluarga politik yang kuat. Dia mengisi kursi yang sebelumnya dipegang oleh ibunya,
Herminia Roman. Ini merupakan tonggak penting bagi komunitas lesbian, gay, biseksual,
dan transgender (LGBT) di negara yang didominasi umat Katolik. Di Filipina kaum
LGBT sering diejek secara terbuka oleh beberapa politikus dan tokoh masyarakat.
Geraldine Roman menjalani operasi ganti kelamin serta secara resmi berubah nama
dan jenis kelamin pada 1990-an. Pada 2001, secara legal dia disahkan menjadi seorang
wanita. Geraldine Roman telah hidup sebagai seorang wanita selama dua dekade terakhir
dan memiliki pasangan hidup seorang laki-laki. Perceraian, aborsi, dan pernikahan
sesama jenis termasuk perbuatan ilegal di negara mayoritas Katolik tersebut.
Dalam kampanyenya, Geraldine Roman berjanji mengangkat pembatasan tersebut,
dan ia akan mendorong RUU anti-diskriminasi yang menjamin perlakuan yang sama di
tempat kerja, sekolah, perusahaan komersial, dan kantor-kantor pemerintah bagi kaum
LGBT. Meskipun berfokus pada perjuangan terhadap kaum sesamanya, Geraldine Roman
mengatakan prioritasnya adalah memperjuangkan hak-hak masyarakat Bataan dan
membantu siswa miskin untuk mendapatkan beasiswa. Dengan kemenangan bersejarah
ini, Geraldine Roman berharap dia akan menginspirasi kaum LGBT di Filipina untuk
tergerak masuk ke dunia politik dan tampaknya usaha Geraldine Roman tersebut
mendapat dukungan dari presiden terpilih, Rodrigo Duterte, yang dalam kampanyenya
berjanji mendukung pernikahan sesama jenis dan hak-hak LGBT.(Koran tempo)

Pembahasan :
Secara umum, orang dengan ekspresi atau identitas gender yang non-konformis,
lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia karena non-konformitas mereka lebih kelihatan
dibandingkan homosekualitas atau biseksualitas. Banyak orang tahu tentang konsep
orientasi seksual yang beragam, namun tidak banyak yang mengenal orang yang secara
terbuka homoseksual atau orang yang merasa dirinya tertarik atau melakukan hubungan
seks dengan orang dengan gender sejenis.
Secara sepintas, orang transgender terutama waria, mendapatkan toleransi dan dapat
ditemukan di banyak lingkungan pergaulan masyarakat. Yang tidak disadari adalah
keadaan bahwa banyak orang seperti ini mungkin dapat "ditoleransi" tetapi belum tentu
mereka diterima oleh keluarga sendiri. Penerimaan berarti orang transgender dapat
mengikuti seluruh kegiatan keluarga dan masyarakat tanpa rasa enggan atau ragu-ragu.
Sedangkan toleransi biasanya diberikan secara kurang rela atau karena suatu keharusan.1
Di Indonesia tidak ada undang-undang anti-diskriminasi yang didasarkan pada
orientasi seksual atau identitas gender. Secara teori, terdapat jaminan perlindungan
terhadap praktek diskriminasi atas dasar apapun, yang diatur dalam Undang -Undang
Dasar dan Undang -Undang Hak Asasi Manusia (UU No. 39/1999). Demikian pula,
Undang-undang Tenaga Kerja (UU No. 13/2003) melarang diskriminasi dalam hubungan
kerja. Namun hal ini sangat sedikit diketahui di lingkungan komunitas LGBT, dan belum
pernah diterapkan di pengadilan dalam perkara yang menentang diskriminasi terhadap
kelompok LGBT. Komisi Penyiaran Indonesia dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan
Standar Program Siaran tahun 2012 melarang program yang men-stigmatisasi "orang
yang memiliki orientasi seksual dan identitas gender tertentu." Cukup beralasan untuk
percaya bahwa aturan tersebut merupakan hasil advokasi organisasi-organisasi LGBT
yang berkampanye melawan program yang men-stigmatisasi orang LGBT dan orang
yang mengekspresikan non-konformitas dalam hal gender.2
Ada juga berbagai kelompok masyarakat yang memandang Indonesia sebagai bangsa
yang modern dengan nilai liberal, demokratis dan humanis. Mereka mempertanyakan dan
mengkritik berbagai aspek budaya tradisional maupun modern yang bersifat opresif, dan
berusaha membangun masyarakat yang dapat sepenuhnya menerima hal -hal yang
berbeda, termasuk perbedaan orientasi seksual dan identitas gender.

1. Alimi, Moh. Yasir. 2001. Queering Indonesia: Sexuality and National Identity in
Contemporary Indonesia. Skripsi M.A., Univ. of Hull.
2. The GWLINA: The Story of a Network: The History and Developments of the
Network of Gay, Transgender and Men Who Have Sex with Men in Indonesia.2012
(http://www.afao.org.au/library/topic/transgender/GWL-INA)

Anda mungkin juga menyukai