Oleh
Nur Sakinah
NIM : 105032201073
DAFTAR ISI
ABSTRAK.....i
KATA PENGANTAR.....iii
DAFTAR ISI........vi
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....6
C. Metodologi Penelitian.........7
D. Tujuan Penelitian....9
E. Sistematika Penulisan.....11
BAB II.
1. Definisi Homoseksualitas......22
2. Latar Belakang Berkembangnya Orientasi Seksual
Berbeda......25
BAB III.
BAB IV.
LEMBAGA SWADAYA
A. Latar
Belakang
Timbulnya
Homophobia
pada
Masyarakat...............................................................................53
B. Dampak Tekanan Masyarakat Agama serta Sosial pada Kaum
Homoseksual........63
C. Konflik Arus Pelangi dengan Front Pembela Islam
dan Hizbut Tahrir Indonesia....66
D. Pola Penanganan Konflik Lembaga Swadaya Masyarakat Arus
Pelangi Dengan
Indonesia.........74
BAB V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
....80
B. Saran.......82
DAFTAR PUSTAKA....84
LAMPIRAN-LAMPIRAN.......................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang penulisan skripsi ini khusus membahas tentang pola
penanganan konflik Arus Pelangi dengan masyarakat agama khususnya HTI dan
FPI. Arus Pelangi adalah salah satu organisasi yang berfungsi sebagai organisasi
yang membela hak-hak komunitas lesbian, gay, biseks, dan transgender.
Sedangkan Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah
dua organisasi masyarakat agama yang selalu aktif menolak jika terdapat sesuatu
yang dianggap keluar dari ketentuan norma agama dan masyarakat. Penulis sangat
tertarik untuk membahas tentang homoseksualitas karena Lesbian, Gay, Biseks,
Transgender (L.G.B.T) masih merupakan komunitas yang minoritas baik dari segi
jumlah maupun pendapatan haknya dalam masyarakat dan selalu mendapatkan
tekanan baik dari masyarakat sosial maupun agama. Selain itu juga masih belum
banyak pembahasan tentang L.G.B.T dalam bentuk pembahasan ilmiah. Selama
ini jumlah bacaan tentang homoseksualitas lebih banyak bacaan popular kalaupun
ada masih dalam bentuk ilmiah jumlahnya masih agak terbatas. Alasan lain
penulis ingin membahas tentang homoseksualitas karena masih banyak
masyarakat yang homophobia (memiliki rasa ketakutan atau menolak pada kaum
homoseksual) dan tidak memiliki informasi yang cukup tentang L.G.B.T. Maka
1
2
dari itu penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang homoseksualitas yang pada
akhirnya membuat masyarakat menjadi homophobia dan melakukan tekanan pada
kaum homoseks, dari sini diharapkan akan dapat mengedukasi masyarakat yang
mengalami homophobia atau memiliki rasa ketakutan kepada kaum homoseks.
Penelitian dilakukan di lembaga swadaya masyarakat Arus Pelangi
karena lembaga ini merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM)
yang khusus membela hak-hak L.G.B.T yang ada di Jakarta. Meskipun Jakarta
merupakan kota metropolitan dan masyarakatnya terbilang cukup majemuk
namun masih ada beberapa kalangan masyarakat yang masih homophobia.
Dengan melihat respon Arus Pelangi sebagai LSM yang bergerak membela hakhak L.G.B.T dan beranggotakan tidak hanya homoseksual saja namun juga kaum
heteroseksual maka akan lebih mudah untuk melihat pola penanganan masalah
LSM Arus Pelangi serta respon L.G.B.T yang ada di dalamnya ketika berhadapan
dengan konflik yang datang dari masyarakat agama.
Masyarakat agama yang dimaksudkan di sini adalah masyarakat yang
menganut kepercayaan atau meyakini ajaran-ajaran yang diajarkan dari Tuhan,
atau yang biasa disebut juga sebagai agama yang berasal dari langit (agama
Samawi). Masyarakat menolak adanya homoseksualitas karena mereka yakin
bahwa homoseksulitas merupakan dosa dan bertentangan dengan ajaran yang
diyakini oleh mereka, yakni agama-agama Samawi.
Sedangkan kelompok
3
memiliki kendali atas hidup mereka dan kelompok mayoritas yang memiliki
kontrol atas hidup mereka, sehingga keolompok minoritas tidak dapat
mempertahankan hak mereka atas pilihan hidup mereka, karena mereka dituntut
untuk sesuai dengan aturan mayoritas. 1
Sebagian besar masyarakat masih menganggap hubungan antarsesama
jenis atau adanya perubahan jenis kelamin adalah hal yang sangat tidak lazim.
Masyarakat akan menganggap individu yang melakukan hal tersebut dianggap
kurang cocok untuk berada dalam lingkungan yang sama dengan komunitas
mayoritas yang dianggap lebih normal. Tidak jarang pula individu atau komunitas
ini dianggap sebagai komunitas yang tidak biasa terutama oleh kaum
fundamentalis agama apapun. Namun, jika dilihat dari sudut pandang berbeda,
kita akan mampu memahami hal yang berbeda. Langkah awal untuk
memahaminya dapat dimulai dari sisi interaksi komunitas homoseksual terutama
kaum gay, lesbian, transgender, biseksual dengan lingkungan bagaimana mereka
diterima dalam lingkungan mereka, apa yang mereka lakukan untuk dapat
diterima oleh lingkungan mereka, bagaimana perilaku lingkungan terhadap
mereka, yang kemudian mereka berjuang untuk mendapatkan persamaan hak
yang sama ketika mereka bebas menyuarakan pilihan tentang orientasi
seksualnya. Namun pada kenyataannya sering terjadi adanya penolakan keras
terhadap adanya penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan mereka.
Richard T. Schaefer, Sociology: Brief Introduction 6th Edition, (NY: Mc Grawhill, 2006), h. 241
4
Masing-masing faktor tersebut sangat berpengaruh dalam perkembangan
lingkungan sosial dalam masyarakat, terutama agama dan kepercayaan. Kedua hal
ini memiliki peran yang paling penting dalam pertumbuhan peradaban manusia.
Di dalamnya terdapat nilai serta norma yang mengatur apa yang sebaiknya
dilakukan oleh manusia. Bagi kaum homoseksual sebuah agama bukanlah hal
yang sepenuhnya sakral, melainkan sangat profan. Agama dilihat sebagai sesuatu
yang berbeda dari persepsi umum yang biasanya. Terlepas dari itu semua yang
berhubungan dengan manusia beserta Penciptanya adalah hal yang pribadi. Sama
halnya dengan pilihan orientasi seksual atau pilihan hidup keduanya sama-sama
hal yang bersifat pribadi dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak luar dalam
pengambilan keputusan tersebut.
Masyarakat bukanlah suatu hal yang berbeda dari proyeksi manusia,
karena awal terbentuknya masyarakat berawal dari sekumpulan manusia yang
tinggal pada suatu wilayah yang sama, dalam kehidupan ketika mereka
berinteraksi dengan lingkungan sekurang-kurangnya terdapat dua syarat dalam
terjadinya suatu interaksi yaitu adalah terjadinya kontak sosial dan komunikasi. 2
Kedua hal ini saling tergantung dari feedback yang diberikan kepada orang
tersebut. Mulai dari bagaimana lawan bicara memberi tanggapan dan penafsiran
yang diberikan kepada kita hingga reaksi yang dikeluarkan oleh lawan bicara.
Karena hal itulah manusia cenderung untuk menuntut sebuah keteraturan.
2
J. Dwi Narwoko, Sosiologi Teks dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2004). h 16.
5
Menuntut segala sesuatunya sesuai dengan keadaan umum masyarakat mayoritas
dengan mendorong keinginan dan persepsi pribadinya ke dalam perspektif
masyarakat secara halus kemudian mereka secara bersama memutuskan apa yang
menurut mereka baik dari sudut pandang yang subjektif. Ini merupakan sebuah
pembahasan yang menarik untuk dikaji dan diteliti, terutama bagi kelompokkelompok minoritas ini merupakan suatu hal yang penting supaya mereka dapat
memperjuangkan hak mereka agar dapat dipandang sebagai bagian masyarakat
yang seutuhnya. Dengan demikian dalam negeri ini tidak akan terjadi
ketimpangan sosial yang kemudian menimbulkan tekanan yang secara khusus
merupakan tekanan dari penganut agama, pihak yang mengutamakan agama,
demi agama dan mendapatkan reward atau pahala ia akan melakukan apapun
terkadang dilakukan tidak melihat atau mempertimbangkan hak asasi manusia
yang lain terlebih pada zaman sekarang di mana semuanya cenderung berlaku
anarkis jika semua tindakan harus sesuai dengan keinginan mayoritas.
Dalam materi pertama ini penulis mencoba untuk menjelaskan
bagaimana seorang gay, lesbian, transgender, atau biseksual masih tetap memilih
untuk hidup di lingkungan yang cenderung menolak adanya tindakan-tindakan
yang menyimpang dari ajaran agama. Kedua penulis ingin melihat respon seperti
apa dari komunitas tersebut terutama mereka yang berada dalam Arus Pelangi
menghadapi tekanan yang muncul dari masyarakat agama, ketiga penulis ingin
6
mengetahui pola penanganan masalah atau konflik seperti apa yang akan
dilakukan oleh Arus Pelangi dalam menghadapi tekanan tersebut.
Penulis akan mencoba membuka cakrawala baru kepada masyarakat
untuk lebih memahami sikap serta mudah berinteraksi dengan komunitas
L.G.B.T, serta bagaimana masyarakat dapat lebih terbuka dalam menerima
perbedaan dilingkungan masing-masing dan bagaimana mereka bisa menyadari
bahwa setiap manusia atau individu dan komunitas berhak untuk mendapatkan
kebebasan untuk memilih. Ini penting karena masyarakat cenderung menolak
sesuatu yang dinilai diluar kebiasaan norma. Mereka akan memberlakukan
hukuman entah itu sanksi yang berdasarkan hukum tertulis atau tidak (sanksi
norma atau dikucilkan) terhadap mereka yang dinilai bersebrangan. Hal ini secara
langsung atau tidak langsung akan memberikan tekanan pada komunitas yang
tidak diinginkan. Untuk itu dalam skripsi kali ini penulis akan mencoba mengkaji
atau meneliti dari hal-hal yang telah dipaparkan tadi.
Berawal dari beberapa pernyataan dan penjabaran diatas maka penulis
akan membahas tentang Pola Penanganan Konflik Lembaga Swadaya
Masyarakat Arus Pelangi dengan Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir
Indonesia
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan tentang masalah komunitas yang memperjuangkan hak-hak
gay, lesbian, transgender, atau biseksual yang berkembang di Indonesia, terutama
di Jakarta, merupakan salah satu rahasia umum yang telah berkembang di
masyarakat selama beberapa waktu. Karena luasnya cakupan pembahasan tentang
komunitas gay, lesbian, transgender, atau biseksual, penulis akan membatasi
pemaparan tulisan ini hanya pada respon Arus Pelangi menghadapi tekanan
masyarakat agama terhadap perbedaan perilaku berdasarkan orientasi seksual
yang berbeda dari lesbian, gay, transgender serta biseksual. Ruang lingkup
pembahasannya akan membahas komunitas L.G.B.T yang ada di Arus Pelangi
serta lembaga Arus Pelangi itu sendiri. Pembahasan yang terdapat dalam
penulisan skripsi ini merupakan pembahasan secara sosiologis dengan tema yang
dipersempit.
Tulisan ini akan mengacu pada satu pertanyaan umum atau rumusan
masalah utama yaitu, ingin mengetahui bagaimana pola penanganan konflik yang
dilakukan Arus Pelangi dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela
Islam (FPI)? .
C. Metodologi Penelitian
Sejumlah sumber data yang akan digunakan dalam tulisan ini antara lain
adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berupa
hasil penelitian yang didapatkan dari objek penelitian. Sedangkan sumber data
sekunder berupa tulisan-tulisan penelitian yang sudah ada dan khusus membahas
tentang homoseksualitas. Sebagai penunjangnya akan digunakan tulisan-tulisan
atau data-data lain yang dapat menunjang validitas hasil penelitian ini serta hasil
dari data yang didapat dari para ahli kejiwaan atau para tokoh yang mengerti
tentang masalah ini. Dengan menggunakan sumber-sumber yang bervariasi
Untuk teori Etnografi lihat : James, P.Spradley, Metode Etnografi (Jogja: Tiara Wacana, 1997),
h. XV
4
IbiD, hal XiX
Dengan
menggunakan
metode
penulisan
ini,
penulis
akan
10
Sedangkan metode penulisan pada pembahasan ini mengacu pada panduan
buku Pedoman Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2008/2009.
D. Tujuan Penelitian
Dari sekian banyak uraian yang disajikan, pembahasan tulisan ini memiliki tujuan
inti,masing-masing:
1. Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam
tentang respon komunitas gay, lesbian,transgender
serta biseksual, (L.G.B.T) yang ada di komunitas
Arus Pelangi terhadap tekanan masyarakat agama.
2. Mengetahui sejauhmana pemahaman masyarakat
terutama dalam lingkungan inti seperti keluarga,
neighboorhood
serta
masyarakat
tentang
homoseksualitas.
3. Mengetahui sejauhmana peran keluarga dalam
memberikan bimbingan agama kepada L.G.B.T.
4. Mengedukasi masyarakat yang
homophobia
11
5. Mengetahui pola penanganan konflik yang akan
atau
telah
dilakukan
oleh
Arus
Pelangi
atau
wawasan
yang
baru
tentang
hal
tersebut
dan
terhindar
dari
E. Sistematika Penulisan
Secara sistematis tulisan ini akan dibagi ke dalam lima bab: Bab
pertama akan membahas seputar tema yang diangkat pada tulisan ini. Di sini
12
akan dibahas
skripsi yang ditulis secara terperinci dan detail mengenai metode penelitian apa
yang akan digunakan, latar belakang pemilihan judul, sampai metode apa yang
akan digunakan dalam pengumpulan data.
Selanjutnya Bab kedua secara umum membahas tentang landasan teori
dari tekanan sosial dan perilaku menyimpang serta juga akan dibahas secara
terperinci tentang kedua variabel pembahasan skripsi ini. Keduanya akan dibahas
secara terpisah hingga dapat dimengerti secara baik. Bab ini akan membahas
bagaimana sejarah mulai terbentuknya perilaku berdasarkan orientasi seksual
yang berbeda seperti homoseksualitas dari mulai zaman nabi hingga sekarang
yang kemudian hal ini menjadi sebuah momok yang tumbuh dalam masyarakat
heteroseksual merasakan adanya suatu hal yang di luar biasanya. Dalam bab
kedua ini akan dipaparkan juga historisitas tentang homoseksualitas kali pertama
tumbuh sebagai sebuah bagian dari ritual sakral dalam kegiatan suatu budaya
masyarakat tertentu lalu berubah menjadi suatu hasrat terpendam dari
homoseksualitas. Yang tak kalah penting, dalam bab ini juga akan dibahas
beberapa pendapat penting dari tokoh-tokoh terkenal tentang homoseksualitas.
13
tentang latar belakang didirikannya, visi misi, tujuan dibentuk, apa dan bagaimana
kinerja Arus Pelangi organisasi yang membela L.G.B.T yang mendapat perlakuan
tidak adil. Selain itu bab ini juga akan membahas berbagai program baik program
yang ingin dicapai kedepannya maupun yang sudah dicapai.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN DEFINISI
C. Konflik
Manusia adalah makhluk sosial. Setiap aktivitas kesehariannya selalu
melibatkan manusia sepanjang hari dan sepanjang waktu. Tentu banyak kegiatan
atau aktivitas yang membutuhkan kerjasama, kepercayaan dan koordinasi antar
manusia. Kerjasama tersebut tidak selamanya berjalan baik, bahkan sering
mengalami bentrok akibat adanya paham dan sifat yang berbeda antara satu
manusia dengan yang lainnya sehingga tak jarang pula menimbulkan konflik. baik
itu konflik berupa ideologi, keyakinan, konflik antar ras, suku, agama.
Manusiapun cenderung untuk menolak suatu hal yang berada di luar
aturan norma adat dan agama. Untuk menghindari terjadinya konflik dibutuhkan
kontrol sosial. Kontrol sosial memiliki sifat yang mengekang dan mengikat untuk
menjaga masyarakat agar tetap berada dalam jalur masyarakat sebagaimana
mestinya yang telah ditetapkan bersama (kontrak sosial) yang sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku.
15
Perilaku menyimpang dapat terjadi karena dua faktor, masing-masing faktor
internal dan eksternal. Faktor internal dapat terjadi karena adanya perbedaan pada
faktor genetik atau kepribadian yang ada pada manusia baik itu individu maupun
yang tergabung dalam kelompok. Contohnya adalah adanya kelainan pada gen,
atau susunan saraf pada otak yang berbeda 6. Sementara faktor eksternal berasal
dari lingkungan sekitar manusia tersebut, mulai dari keluarga, lingkungan tempat
tinggal, masyarakat luas hingga institusi-institusi terkait seperti sekolah, kantor,
tempat kursus, dan lain-lain. Hal ini juga berlaku hal yang sama pada cara didik
lingkungan sekitar, perlakuan orang lain terhadap manusia tersebut, dan segala
sesuatunya yang berhubungan dengan interaksi sosial manusia baik dengan
individu ataupun kelompok. Perilaku seperti ini mungkin saja terjadi karena
seseorang mengabaikan norma atau tidak mematuhi patokan baku dalam
masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah-istilah negatif walaupun
tidak seluruhnya dapat membawa dampak negatif atau memiliki niat yang negatif.
Perilaku menyimpang tidak terbentuk dalam waktu singkat, namun
merupakan akumulasi dari serangkaian kejadian yang dialami oleh individu atau
kelompok yang mengalaminya. Serangkaian kejadian tersebut terjadi dalam
lingkungan hidup manusia dan tidak lepas dari peran masyarakat karena manusia
bagian dari masyarakat, dan masyarakat tidak dapat terbentuk tanpa adanya
manusia. Mereka pula yang memiliki peran besar dalam membentuk kepribadian
16
individu atau kelompok tersebut menjadi menyimpang atau tidak. Terdapat
stigma dan pandangan yang sama dalam masyarakat bahwa sesuatu yang berada
di luar aturan serta norma yang berlaku dianggap tidak normal atau menyimpang.
Batasan yang dapat mendefinisikan perilaku menyimpang adalah bentukan
budaya, yang telah ada dan dibentuk sejak dahulu oleh masyarakat terdahulu.
Dengan demikian dapat dikatakan penyimpangan adalah bentukan dari budaya itu
sendiri, sebagaimana pendapat yang dikeluarkan oleh Durkheim: Boundaries that
define deviant behavior, then are cultural creations, wich means that deviance itself is a
cultural creation (Durkheim, 1895).7
Ibid, h. 280.
17
pnya sebagai sebuah penyimpangan yang dilakukan oleh individu atau
kelompok tersebut (dengan memberi panggilan tertentu atau ejekan). 8
Contoh kasus yang paling relevan adalah kaum gay. Gay adalah sebutan
untuk orang yang menjalin hubungan romantis sesama jenis antara laki-laki
dengan laki-laki9. Hubungan tersebut memicu respon yang kontradiktif dalam
kalangan masyarakat. Masyarakat agama maupun sosial berpendapat bahwa
hubungan sesama jenis tidak diperbolehkan dalam ajaran agama dan dianggap
berdosa serta berada di luar kewajaran.
Karena adanya pro dan kontra terhadap kelompok tersebut sangat
memiliki potensi untuk terjadi konflik. pencegahan tindak kekerasan dan
diskriminasi terhadap L.G.B.T dapat dilakukan oleh masyarakat awam maupun
aparat pemerintahan. Di sini masyarakat dan beberapa kelompok lainnya, baik itu
berupa lembaga swadaya masyarakat maupun mahasiswa yang tergabung dalam
beberapa kelompok lembaga sosial, membentuk pengendalian sosial sebagai
lembaga kontrol terhadap kinerja pemerintah yang dianggap belum dapat
bertindak netral dan juga terhadap masyarakat yang melakukan tindak
diskriminasi.
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyatno (ed.), Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, h. 84.
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h. 25, lihat
juga Dra. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I (Jakarta: Rajawali, 1988), h 214, lihat juga Tim
Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, h.282
18
1.
Pemicu konflik dapat berasal dari perilaku individu atau kelompok yang
dianggap melakukan perilaku menyimpang dari nilai dan aturan norma dengan
mkaelompok masyarakat yang memiliki perilaku atau pendapat yang berbeda
dari kelompok yang lainnya.
Artinya bahwa perilaku yang sesuai itu bersifat inheren pada masing-masing
individu. Meskipun demikian, ada sebagian besar manusia yang harus dilatih
untuk menjalankan norma-norma itu. Melalui proses sosialisasi seseorang akan
mempelajari perilaku apa yang dapat diterima berkaitan dengan berbagai situasi
yang akan dia hadapi. Selain itu ia akan belajar perilaku mana yang pantas dan
tidak pantas untuk ia laksanakan sehingga memperkecil terjadinya penyimpangan
yang memungkinkan terjadinya konflik.10
Disfungsi perilaku individu atau kelompok dengan perilaku menyimpang
dapat menyebabkan terancamnya kehidupan sosial. Hal ini menyebabkan tatanan
sistem atau norma yang sudah ada dapat tidak berjalan sebagaimana mestinya
karena terdapat individu yang tidak dapat menjalankan tugasnya dalam sistem
masyarakat dan masyarakat sudah tidak bisa lagi memiliki hubungan yang kuat
antara satu dengan yang lainnya.11 Seringkali suatu perilaku dianggap
menyimpang oleh suatu masyarakat tetapi dianggap tidak menyimpang oleh
10
Ibid, h. 28.
Allan G. Johnson, Human Arrangements an Inttroduction to Sociology. (Florida,USA: Harcourt
Brace Jovanovic, Inc, 1986), h. 298.
11
19
masyarakat lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan relativitas perilaku
menyimpang dalam pandangan relativisme
12
13
Katmanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, (Jakarta: LPFEUI; 2004), h. 231.
Ibid, h. 191.
20
D. Orientasi Seksual dan Perilaku Seksual yang Berbeda
Manusia lahir bersama naluri seksualitasnya. Naluri seksualitas
manusia lahir tanpa batasan serta pembedaan mengenai pilihan pasangan
hidup maupun identitas gender pasangan masing-masing seperti yang ada
sekarang. sebagaimana yang disebutkan oleh susan M. Shaw dan Janet Lee
dalam buku mereka Womens Voices, Feminist Vision:
Human sexuality involves erotic attraction, identity, and practice, and it
is constructed by and trough societal sexual scripts. Sexual scripts
included : social norms, practices, working of power and they provided
frame works and guide lines. For example; sexual feelings and
behaviors.14
Susan M. Shaw & Janet Lee, Womens Voices, Feminist Visions: Classics and Contemporary
Readings Second Edition, (New York: Mc Graw Hill. 2004), h. 153.
21
lazim sebagai generalisasi identitas pengalaman masa lalu dan sekarang
yang
kemudian
membimbing
persepsi
tentang
seksualitas
berdasarkan
15
16
Ibid, H.153.
Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.
22
mereka melakukan tekanan pada yang berada di luar norma untuk ikut ke
dalam norma yang sudah ditetapkan.17
Terdapat kesepakatan tertulis dan tidak tertulis mengenai seksualitas.
Kesepakatan tertulis merupakan ketentuan-ketentuan yang ditulis mengenai
seksualitas dan berpasang-pasangan sesuai kaidah-kaidah yang telah ditentukan
dalam kitab-kitab suci, menurut ilmu kesehatan, maupun ketentuan adat yang
berlaku. Sedangkan ketentuan tidak tertulis merupakan praktek perilaku
seksualitas yang ada dalam masyarakat secara langsung dan tidak tertulis dalam
kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Ini hanya berlaku karena adanya
kesepakatan antarpasangan saja. Seksualitas juga dipengaruhi oleh pandangan
yang berdasarkan heteronormativitas dan identitas gender, laki-laki selalu
diidentikkan dengan maskulinitas, kekuatan dan dominasi. Sedangkan perempuan
diidentikkan dengan femininitas, kelemah-gemulaian, selalu termarginalkan dan
minoritas.18
1. Definisi Homoseksualitas
Orientasi yang ada di bumi tidak hanya sebatas heteroseksual saja (lakilaki dengan perempuan) namun juga terdapat homoseksual (sejenis antara lakilaki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan), yang termasuk juga
didalamnya biseksual (berhubungan baik dengan laki-laki dan perempuan,
memiliki ketertarikan seksual dengan kedua jenis), transgender (mengganti jenis
17
18
Linda L. Davidoff, Mari Juniarti, Psikologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga: 1991), h. 315.
Bulletin bulanan GAYa Nusantara, No. 37 tahun 2005.obrolan: topic kita, H. 3.
23
kelamin sekunder menjadi jenis kelamin lawan jenis), queer (orang yang
tidak mau mendefinisikan ketertarikan lawan jenisnya ataupun orientasi
seksualnya sebagai homo atau hetero, individu tersebut bebas mau berhubungan
baik dengan lawan jenis maupun dengan sesame jenis, dengan atau tanpa cinta
atau hanya sebatas ketertarikan seksual). 19 Homoseksualitas merupakan perilaku
atau sikap-sikap homoseksual, perilaku hubungan seks di dalamnya juga meliputi
serangkaian aktivitas yang berhubungan dengan hubungan sesama jenis termasuk
gaya hidup, perilaku managemen finansial, interaksi sosial baik di dalam maupun
di luar komunitas L.G.B.T sendiri.20 jadi, homoseksualitas yang dimaksud tidak
hanya sebatas menyakut perilaku seksual dalam hubungan percintaan mereka saja
namun di sini juga mencakup seluruh aktifitas kehidupan sosial, religius, serta
finansial yang dilakukan oleh mereka di dalam kalangan maupun di luar kaum
L.G.B.T.21 Ini merupakan serangkaian aktivitas yang meliputi interaksi seksual
yang romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama maupun dengan
identitas gender yang sama baik secara biologis atau non-biologis.
Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah dan
yang paling dikenal adalah definisi yang dikeluarkan pada tahun 1869 oleh KarlMaria Kertbeny dan kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh
19
24
Richard Freiherr
bukunya,
Psychopathia
dapat
mengacu
kepada
perilaku
homoseksual
atau
orientasi
Ibid, h. VIII.
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, h. 181.
24
Ibid, h. 426.
25
Dra. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I (Jakarta: Rajawali, 1988), h. 213.
26
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h. 25, lihat
juga Dra. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I (Jakarta: Rajawali, 1988), h 214, lihat juga Tim
Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, h.282.
23
27
oleh
kebudayaan
yang
menganut
Heteronormativitas
dan
31
Untuk keterangan dan bacaan lebih jauh lihat Sarah Dening, The Mythology of Sex, USA:
macmillan general references, 1996.
32
Phallussentris, Phallus: symbol alat reproduksi laki-laki, centre: pusat. Untuk lebih lanjut dapat
lihat Rachmat Hidayat, Ilmu Yang Seksis: Feminism dan Perlawanan Terhadap Teori Sosial
Maskulin, (Yogyakarta: Jendela, 2004). h.177.
*
*
*
*
*
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata
kepada kaumnya: Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk
melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas.
Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri. Kemudian Kami selamatkan
dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal
(dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS Al-Araf:80-84).
33
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang Kaum
Homoseksual (Jakarta: Hujjah Press, 2008), h. 51.
34
tahun 1978 International Lesbian and Gay Association (ILGA) berdiri di Dublin,
Irlandia. 37.
Pada tahun-tahun selanjutnya perjuangan kaum L.G.B.T. mulai memasuki
masa-masa cerah. Kaum homoseksual mulai berani berkumpul keluar di tempattempat publik, seperti klub, kafe-kafe, restoran, pusat perbelanjaan, taman dan
lainnya. Mereka berkumpul baik untuk saling mengenal, sekedar berbicara,
ataupun untuk berdiskusi dari topik pembicaraan yang ringan hingga tema
pembicaraan yang berat, seperti membicarakan masalah sosial, ekonomi, politik
hingga membicarakan isu-isu terbaru tentang pergerakan L.G.B.T yang terbaru.
Lambat laun homoseksual mulai dilihat sebagai bagian bisnis hiburan
yang menjanjikan. Seksualitas di dalam pandangan masyarakat perlahan mulai
berubah kini hal tersebut tidak lagi dilihat hanya sebatas sebuah hubungan yang
intim yang dapat dilakukan di dalam sebuah ruangan yang tertutup dan intim saja
namun sekarang semakin banyak pihak yang berani untuk mengkonsumsi dan
mengeksplorasi erotika tidak sebatas prokreasi namun dapat dilihat menjadi suatu
pilihan hidup bagi yang lain.
Peristiwa tak kalah penting lainnya adalah pendirian monumen
Homomonument di Belanda tahun 1987. Monumen ini berbentuk segitiga tiga
dimensi yang berlapiskan batu marmer berwarna pink atau merah muda.
Didirikan sebagai pusat simbol perjuangan kaum homoseksual dan juga sebagai
refleksi gerakan homoseksual di masa datang monument ini dibangun sebanyak
37
tiga buah.
bentuk segitiga yang memiliki makna sebuah peringatan masa lalu, sebuah
pengakuan dan perdebatan dimasa sekarang, dan inspirasi di masa datang. 38
Untuk di Indonesia sendiri homoseksual dan seksualitas telah ada sejak
zaman dulu dan dibicarakan dalam setiap ritual, bersatu sebagai bagian dari
kebudayaan lokal sebagaimana yang telah disebutkan pada penjelasan awal.
Homoseksual telah menjadi bagian dalam inisisasi-inisiasi kebudayaan daerah.
Contohnya Reog Ponorogo, dalam ritualnya untuk menjadi seorang Warok
Gemblak39 hebat, seseorang dilarang untuk bergaul dengan perempuan, karena
perempuan dianggap membawa kelemahan pada para pria, dan diyakini jika
berdekatan dengan perempuan itu, akan menghilangkan kesaktian mereka. Ketika
mereka mengeluarkan sperma ketika terangsang kepada perempuan maka akan
menghilangkan kesaktian ilmu yang mereka pelajari dan hal-hal seperti ini sangat
diyakini oleh masyarakat budaya dimana kebudayaan sangat berpengaruh dalam
kehidupan mereka. Kemudian juga terdapat ukiran tentang seksualitas yang tidak
membatasi masalah orientasi pada relief candi-candi yang tersebar di Indonesia
sebagai simbol dari kesuburan.40
Sedangkan seksualitas di Indonesia bagian Timur terutama Bali jejak
ritual kebudayaan yang tidak tabu pada seksualitas sudah ada seperti candi Sukun
38
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h. 47.
Arus Pelangi dan Hivos, Outzine! Edisi Juli 2008 (Jakarta: Arus Pelangi,2008 ), h. 13.
40
DebDikBud, Sejarah Kebudayaan Bali: Kajian Perkembangan dan Dampak Pariwisata.
(Jakarta:DebDikBud RI:1998), h. 73-76.
39
dan candi Cetho, Pura Penyungsung, Pura Besakih 41, kuil utama Trunyan.
Relief-relief candi tersebut banyak yang berukiran Lingga (kemaluan perempuan)
dan Yoni (kemaluan laki-laki), Serat Centhini juga merupakan hasil dari
kebudayaan keraton Surakarta di Nusantara yang merupakan sebuah kitab yang
berisikan tata cara dalam berhubungan intim dan seksualitas 42. Bukti sejarah
tersebut membuktikan bahwa sejak dulu masyarakat Nusantara tidak tabu untuk
membicarakan tentang seksualitas, bahkan dianggap sebagai sebuah simbol sakral
kesuburan.
Awal abad ke-20 sekitar tahun 1920-1930an pada masa penjajahan sudah
terdapat banyak homoseks di berbagai kota di Indonesia namun masih belum
dapat terlacak dengan baik, hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan naskah
autobiografi tentang seorang priayi Jawa yang menuliskan tentang kehidupannya
dimasa kolonial Belanda.43 Pada zaman dulu kaum L.G.B.T memang tidak
banyak yang terlihat dan memang baru meluas dalam jaman modern, terutama
pada abad ke -20. Kemudian pada sekitar akhir tahun 89 hingga awal tahun 90-an
banyak berdiri LSM-LSM yang membela hak-hak L.G.B.T seperti Indonesian
Gay Society (IGS), GAYa Nusantara.
Meskipun di Indonesia sendiri sebetulnya sudah terdapat lembaga
swadaya masyarakat yang menangani masalah L.G.B.T sejak tahun 1982, yaitu
41
Lambda namun pada saat itu memang baru sedikit atau sangat jarang sekali LSM
yang memperjuangkan kaum L.G.B.T yang diperjuangkannya. Hanya pada masa
era 1969 pada saat Ali Sadikin menjadi gubernur DKI dibentuklah
organisasi wadam pertama, Himpunan Wadam Djakarta (Hiwad) berdiri dan
difasilitasi oleh badan pemerintahan44.
Kemudian memasuki era millennium dan akhir tahun 90-an memang
pergerakan L.G.B.T seperti memasuki masa-masa kemudahannya meski tidak
semudah yang dibayangkan karena masih banyak pertentangan yang terjadi.
Selain dari sisi luar negeri, di dalam negeri sendiripun mereka mengalami
kesulitan karena pada masa era Orde Baru seksualitas manusia pada masa
kepemimpinan Soeharto diikat tidak boleh keluar dari ranah pribadi45. Kemudian
pada ranah Internasional isu orientasi seksual masuk dalam agenda Konferensi
PBB tentang Hak Asasi Manusia di Wina, Austria, tetapi ditentang oleh negara
negara konservatif, termasuk Singapura hal tersebut terjadi pada tahun 1993.
Kemudian pada tahun yang sama Kongres Lesbian & Gay Indonesia (KLGI) I
diselenggarakan di Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Diikuti sekitar
40 peserta dari Jakarta hingga UjungPandang, kongres ini Menghasilkan enam
butir ideologi pergerakan gay dan lesbian Indonesia. GAYa NUSANTARA
mendapat mandat untuk mengkoordinasi Jaringan Lesbian & Gay Indonesia
(JLGI)46.
44
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h . 60.
Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.
46
Bulletin Arus Pelangi, Outzine edisi ke-2. Januari 2008. H. 13-14.
45
Hasil wawancara dengan salah satu pendiri Arus Pelangi King Oey, Jakarta 10 april 2010.
Hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi Yulie Trisnawati. Jakarta 4 Mei 2010.
49
Dra. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, h. 213.
48
Homoseksual
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi
pasangan seksualnya. Hal yang memprihatinkan disini adalah
kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko
penyakit kelamin. Hal ini dikarenakan kaum homoseksual banyak
mencari pasangannya dengan bebas dan jarang sekali memikirkan
konsekuensi di kemudian hari.
Sadomasokisme
50
Ekshibisionisme
Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya
dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain
yang sesuai dengan kehendaknya.
Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa
Prancis, vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini
akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau
melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi, atau bahkan
berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya,
penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban
yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih.
Fetishisme
Pedophilia
Bestially
Bestially adalah kegiatan seseorang yang suka melakukan
hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi,
kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.
Incest
Incest adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga
sendiri non suami istri atau dengan anggota keluarga yang
memiliki hubungan darah seperti antara ayah dan anak perempuan
dan ibu dengan anak laki-lakinya.
Necrophilia
Necrophilia adalah orang yang suka melakukan hubungan seks
dengan orang yang sudah menjadi mayat atau orang mati.
Zoophilia
Zoofilia adalah bentuk kelainan seksual di mana orang merasa
senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks
dengan hewan.
Sodomi
Sodomi adalah aktivitas seksual di mana pria suka berhubungan seks
melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis atau
bukanbiasanya lebih banyak dilakukan oleh para laki.
Frotteurisme
Frotteurisme yaitu suatu bentuk kelainan seksual dimana seseorang
Homoseksual
hanya
kepada orang
yang
Secret: individu ini sangat introvert dan penyendiri, tidak ingin diketahui
oleh pihak manapun termasuk teman dekat atau kerabat paling dekat
52
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h 26-27.
sekalipun karena ada ketakutan yang besar di dalam dirinya, kecuali oleh
pasangannya.
Berikut adalah beberapa pendapat tentang pro dan kontra mengenai orientasi
seksual yang berbeda:
Manneke Budiman, pengajar Universitas Indonesia
banyak kaum homoseksual yang tak keluar untuk mengungkapkan
jatidirinya dan memilih kepalsuan hingga akhir hidup mereka, hanya sedikit
yang memutuskan untuk menghadapi hidup mereka karena tidak tahan akan
kepalsuan, mereka membuka jalan untuk yang lain agar dunia menjadi lebih
ramah terhadap perbedaan dan menghargai manusia karena martabatnya
bukan karena orientasi seksualnya 53
Prof. Dr. Musdah Mulia, M.A., cendekiawan muslim 54
Hartoyo dan Titiana Adinda, Otobiografi; Biarkan Aku Memilih: Pengakuan Gay yang Coming
Out (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), h. VI.
54
Arus Pelangi dan Hivos, Outzine! Edisi Juli 2008 (Jakarta: Arus Pelangi, 2008), h.12.
55
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang Kaum
Homoseksua (Jakarta: Hujjah Press, 2008), h. 30.
56
Arus Pelangi dan Hivos, Outzine edisi juli 2008 (jakarta: arus pelangi ,2008), h. 15.
57
Ibid hal 15.
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA ARUS PELANGI
A. Latar Belakang dan Sejarah Perjuangan Berdirinya Arus Pelangi
Arus Pelangi didirikan secara resmi pada tanggal 15 Januari 2006 di
Jakarta. 58 Pendirian lembaga Arus pelangi ini dilakukan karena adanya beberapa
kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi di kalangan Lesbian, Gay, Biseks,
Transgender (L.G.B.T) baik individu maupun kelompok, untuk membentuk
organisasi massa yang dapat mempromosikan dan membela hak-hak dasar kaum
L.G.B.T. hak-hak itu meliputi hak mendapatkan pekerjaan, hak untuk
mendapatkan penghidupan yang layak, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak
untuk menyatakan pendapat termasuk menyuarakan pendapat tentang pilihan
orientasi seksualnya.
Arus pelangi sendiri berdiri berawal dari gagasan 10 orang yang terdiri
atas Yulie Rustinawati, Widodo Budidarmo, King Oey, Rido Triawan, Juli,
Leonard Sitompul, Fredy Simanungkalit, Nana, Adil, dan John Badali. Para
pendiri ini memiliki latar belakang yang sama, yaitu mereka memiliki latar
belakang dari lembaga yang mengusung pembelaan Hak Asasi Manusia (HAM).59
Saat itu mereka memiliki pemikiran yang sama akan adanya warga negara
41
58
Arus Pelangi dan Hivos, Outzine edisi Januari 2008 (Jakarta: Arus Pelangi ,2008) hal Sampul
dan hasil wawancara dengan nara sumber co-founder Arus Pelangi.10 april 2010.
59
Hasil dari wawancara dengan SekJen Arus Pelangi dan Co-Founder Arus Pelangi Yulie
Rustinawati dan King Oey.
42
Indonesia yang hak asasinya masih belum dapat dipenuhi, terutama L.G.B.T
Sekitar awal tahun 2000 hingga tahun-tahun sebelumnya masih terdapat sedikit
sekali pembelaan terhadap kaum homoseksual terutama L.G.B.T secara general
baik dari segi mediasi maupun advokasi. 60 Mengingat sedikitnya lembaga atau
pihak yang dapat membantu L.G.B.T dalam mendapatkan hak mereka. Atas dasar
pemikiran tersebut kemudian Arus Pelangi didirikan.
Pendirian lembaga ini juga dilatarbelakangi adanya dua alasan lain,
salah satunya adalah semangat pembelaan kaum L.G.B.T yang di Indonesia mulai
bangkit sekitar awal tahun 90-an banyak berdiri LSM-LSM yang membela hakhak L.G.B.T Meskipun di Indonesia sebetulnya sudah terdapat satu lembaga
swadaya masyarakat yang menangani masalah L.G.B.T sejak tahun 1982, namun
lembaga tersebut jelas tidak mampu menampung seluruh L.G.B.T yang ada di
Indonesia secara keseluruhan. Lembaga yang khusus membela L.G.B.T berdiri
kali pertama adalah Lambda Indonesia, didirikan pada 1 Maret 1982.61 Kemudian
adanya pengaruh pergerakkan L.G.B.T di dunia Internasional yang waktu itu juga
merupakan momen penting atau titik puncak pada pergerakan L.G.B.T dalam
memperjuangkan hak-hak mereka. Peristiwa tersebut membuat L.G.B.T yang ada
di Indonesia menjadi semakin semangat dan berjuang untuk mendapatkan hak
mereka dalam masyarakat.
60
61
43
Perjuangan L.G.B.T yang ada di Indonesia dan Asia masih berpusat pada
dunia Barat khususnya Eropa, di mana terdapat homomonument sebagai simbol
puncak perjuangan L.G.B.T di seluruh dunia, Monumen ini terdapat di Belanda.
Sekarang
ini
Arus
Pelangi
beralamat
di
Tebet
Utara
I-G
No.14
RT. 07 / RW. 01 Tebet, Jakarta Selatan; lembaga ini telah dua kali melakukan
pergantian kepemimpinan. Hal itu dikarenakan Arus Pelangi melakukan
pemilihan ketua badan pengurus secara rutin selama satu kali dalam tiga tahun,
mengingat bahwa Arus Pelangi baru didirikan pada tahun 2006 yang lalu. Ketua
sebelumnya mengundurkan diri dan digantikan oleh ketua yang sekarang
menjabat untuk periode tiga tahun ke depan.62 Badan pengurus yang terdapat di
Arus Pelangi terbagi menjadi dua bagian pengurus yang pertama adalah badan
pengawas dan yang kedua ada;ah badan pengurus harian. Berikut adalah susunan
badan pengurus periode 2010-2013 serta badan pengawas yang ada di Arus
Pelangi:
Badan Pengawas:
Ketua: King Oey
Sekertaris: Freddy K. Sh
Anggota: 1. Rinawati
2. Valent
3. Julie Van Dassen
62
Hasil Wawancara dengan nara sumber Ketua Arus Pelangi Budi Satria Dewantoro. 10 April
2010.
44
Badan Pengurus Harian:
Ketua: Budi Satria Dewantoro
Sekertaris Umum: Yulie Rustinawati
Bendahara: Tuti Pujiarti
Koordinator Internal: Staff lebih dari beberapa anggota
Koordinator Eksternal: Staff lebih dari beberapa anggota
Pemilihan nama Arus Pelangi sendiri didasarkan pada filosofi air. Kata arus
berasal dari arus air yang selalu bergerak maju. Tidak peduli berada pada wadah
atau tempat seperti apa air tersebut berada. Air akan selalu memiliki arus yang
bergerak maju. Ini sama halnya pada pergerakkan LSM Arus Pelangi sendiri.
Sedangkan kata pelangi merupakan simbol dari keanekaragaman orientasi dari
mulai heteroseksual, lesbian, biseks, gay, transgender, queer, dan interseks. Ini
sama dengan warna pelangi yang terdiri atas berbagai macam warna yang
bersinergi saling berdampingan. 63
Lembaga swadaya masyarakat yang awalnya berkantor di daerah
Menteng, Jakarta Pusat. Ini juga terus berupaya untuk mendorong terwujudnya
tatanan masyarakat yang menjunjung nilai kesetaraan, berperilaku dan
menghormati serta berupaya untuk mengedukasi masyarakat terhadap hak-hak
L.G.B.T sebagai hak asasi manusia.
63
45
Semenjak berdiri hingga sekarang Arus Pelangi telah memiliki anggota resmi
yang tercatat kurang lebih sebanyak 392 orang.64
64
65
46
memiliki lambang organisasi bendera berwarna pelangi tersebut juga memberikan
penyuluhan dan pendidikkan, sekaligus menjadi penggerak dan pengorganisasi
juga pengorganisir L.G.B.T yang ada di Indonesia.
Lembaga ini merupakan salah satu lembaga organisasi yang menolak
segala bentuk tindak kekerasan serta diskriminasi yang dilakukan terhadap
kelompok L.G.B.T, baik yang didasarkan atas orientasi seksual, suku, agama,
warna kulit, status sosial, maupun keyakinan politik.66
Kinerja Arus Pelangi tidak melalui jalur radikal atau menyerang secara
frontal, meskipun lembaga ini dapat dikatakan sebagai salah satu lembaga yang
cukup aktif menyuarakan pendapatnya untuk dapat memperjuangkan hak
L.G.B.T. Lembaga ini memiliki kinerja profesionalisme yang tinggi, karena Arus
Pelangi ingin menyampaikan pesan bahwa L.G.B.T juga dapat diperhitungkan
dalam ranah publik, yang memiliki profesionalisme kerja yang tinggi dan cakap di
bidangnya. Ini merupakan wujud dari prinsip bahwa Arus Pelangi menolak
penggunaan segala bentuk kekerasan terhadap kelompok L.G.B.T, baik secara
fisik maupun secara psikis, baik yang dilakukan oleh negara maupun yang
dilakukan oleh individu. Itu sebabnya Arus Pelangi juga tidak menggunakan
tindakan yang dapat memicu konflik dalam masyarakat.
Selain Arus Pelangi, juga ada beberapa lembaga swadaya masyarakat
lainnya yang khusus membela hak kaum L.G.B.T, antara lain seperti GAYa
66
Bulletin Arus Pelangi, Outzine edisi ke-2. Januari 2008. Halaman sampul.
47
Nusantara, Our Voice, International Lesbian and Gay Association (ILGA),
Yayasan Srikandi Sejati, Boyz Forum, Yayasan Putri Waria dan masih banyak
lainnya. Lembaga-lembaga ini juga bergerak dalam memperjuangkan hak kaum
homoseksual mereka juga menolak berbagai bentuk fundamentalisme dan
radikalisme agama yang selalu mendiskreditkan dan mengkriminalisasikan
kelompok L.G.B.T atas nama agama.
Kiprah semua LSM ini bagi kaum minoritas terutama L.G.B.T sangat
besar. Jika dilihat balik pada masa sebelum banyak LSM yang berjuang untuk
L.G.B.T dan masa sesudah banyak bermunculannya LSM yang memperjuangkan
L.G.B.T, kaum L.G.B.T yang coming out (menyatakan pilihan orientasi
seksualnya secara terbuka dan tidak menyembunyikannya) lebih banyak dan
L.G.B.T yang mendapatkan haknya juga sudah jauh lebih baik dari masa sebelum
LSM
itu
sendiri.
48
merusaha untuk memberikan pendidikan serta menumbuhkan kesadaran hak pada
kaum L.G.B.T yang ada di Indonesia. Selama ini kaum L.G.B.T. yang ada di
Indonesia masih tergolong pragmatis dan masih kurang sadar akan hak mereka
dalam tatanan masyarakat baik dalam hak mendapat penghidupan yang layak juga
dalam hak perlindungan hukum. 67
Arus Pelangi juga merupakan salah satu organisasi yang memfungsikan
diri sebagai perkumpulan pembela hak-hak LGBT yang mempunyai tiga misi
dasar, sebagai berikut:68
a. Berusaha dalam menyadarkan, memberdayakan, dan memperkuat
posisi kaum LGBT yang tertindas.
b. Berperan aktif dalam proses perubahan kebijakan yang melindungi
hak-hak LGBT.
c. Berperan aktif dalam proses penyadaran terhadap masyarakat serta
proses penerimaan kaum LGBT di tengah-tengah masyarakat.
Lembaga ini adalah suatu organisasi yang selalu membela kesetaraan kelompok
LGBT, baik secara hukum, politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Pelaksanaan visi
dan misi ini tidak hanya berjalan sebagai permulaan saja tetapi visi dan misi ini
juga di laksanakan secara konstan dan bertahap juga pada pengembangan kualitas
dari komunitas.
67
68
49
Arus Pelangi dan Hivos, Bulletin Outzine Edisi ke-2 Januari 2008 (Jakarta: Arus Pelangi,
2008), h. sampul dan hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi Yulie Trisnawati.10 April
2010
50
menghindari tindak pidana yang diskriminatif terhadap L.G.B.T. Fungsi
Arus Pelangi sendiri di sini juga sebagai mediator atau pendamping bagi
L.G.B.T yang terkena kasus sementara mereka buta hukum. Advokasi
kasuistik merupakan kegiatan penanganan hukum kasus-kasus yang
menimpa L.G.B.T, baik yang bersifat non-litigasi maupun litigasi.
Sedangkan Advokasi kebijakan publik merupakan rangkaian upaya hukum
yang dilakukan oleh Arus Pelangi terhadap semua kebijakan pemerintah
yang diskriminatif terhadap LGBT.
Pendidikkan: sasaran tujuan pendidikan ini ada dua, yaitu kalangan L.G.B.T
sendiri dan juga masyarakat. Hal ini bertujuan agar kedua pihak ini samasama teredukasi. Dari pihak L.G.B.T diharapkan agar mereka paham betul
akan hak mereka sebagai warga negara, kemudian untuk masyarakat agar
mereka juga dapat memahami dan menghormati adanya perbedaan dan
tidak melihat manusia berdasarkan perbedaan.
Kampanye:
kegiatan
yang
dilakukan
pada
program
ini
adalah
mengampanyekan tema yang sama pada visi, misi serta program kerja dari
Arus Pelangi sendiri dan juga biasanya tema yang diangkat adalah tema
yang sedang up to date saat itu.
Pengorganisasian: Arus Pelangi biasanya aktif dalam memberikan pelatihan
pada anggota-anggota atau komunitas baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan ikatan
51
setiap kader di berbagai daerah yang kemudian disatukan dalam wadah
LSM nasional dan salah satu diantaranya adalah Arus Pelangi.
Jika program-program ini sudah dikembangkan, mudah diukur apakah
ada peningkatan kualitas anggota dan kader. Arus Pelangi memiliki agenda
kegiatan acara yang berbeda atau bervariasi pada setiap programnya. Agenda
acara yang jalan dan masih berjalan sejak tiga tahun lalu adalah diskusi dan
pemutaran film, juga layanan konseling by phone (via telepon) namun program
acaranya telah selesai tahun lalu, dan diganti dengan pembukaan layanan
konseling datang langsung ke kantor sekretariat Arus Pelangi. 70 Penentuan
kelanjutan agenda-agenda acara diputuskan dalam rapat organisasi. Sedangkan
untuk kegiatan acara untuk agenda tahun 2010 adalah: 71
1. Advokasi: Tahun ini terdapat advokasi yang berhubungan dengan dua
orang transgender yang masih berjalan dan juga ada kegiatan survei
pemetaan homophobic di kalangan pemerintahan DKI
Jakarta yang
terkait dengan perda ketertiban umum No.8 tahun 2007. Juga terdapat
kegiatan advokasi lainnya berkaitan RUU yang mendiskriminasi hak
L.G.B.T, kegiatan ini dilakikan melalui kerjasama beberapa LSM dengan
Arus Pelangi.
2. Pendidikan: Dalam agenda acara pendidikkan Arus Pelangi mengadakan
diskusi dan pemutaran film setiap satu bulan sekali, pelaksanaan internal
70
71
Hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi , Yulie Rustinawati. 12 Mei 2010.
Ibid ..
52
capacity building untuk anggota-anggota Arus Pelangi di luar kota, dan
juga ada pelatihan keamanan untuk LSM yang membela HAM L.G.B.T. di
beberapa kota. Serta menjadi nara sumber tamu dalam diskusi dan seminar
di universitas-universitas lain. Sasaran yang dituju adalah untuk
memberikan pengetahuan pada L.G.B.T dan masyarakat umum.
3.Pengorganisasian: Agenda dari pengorganisasian adalah mengajak kaum
heteroseks maupun homoseks atau L.G.B.T yang belum menjadi anggota
Arus Pelangi untuk menjadi anggota, selain me-maintain (menjaga) kader
yang sudah ada Arus Pelangi juga memperluas jaringan keanggotaan.
Terdapat dua jenis keanggotaan dalam Arus Pelangi yaitu anggota luar
biasa (anggota Arus Pelangi yang bergabung dalam organisasi) atau
anggota yang memberikan donasi secara rutin ke dalam lembaga tersebut
dan anggota reguler atau anggota yang mengikuti program dan binaan dari
Arus Pelangi secara rutin.
4.Kampanye: Setiap kegiatan kampanye sifatnya incidental, jika terdapat
suatu isu yang sedang marak atau terbaru dan berkaitan dengan visi-misi
yang di usung oleh Arus Pelangi maka tujuan yang diserukan dalam
kampanye tersebut akan dilakukan oleh Arus Pelangi.
BAB IV
POLA PENANGANAN KONFLIK LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT ARUS PELANGI DENGAN FRONT PEMBELA ISLAM
DAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA
A. Latar Belakang Timbulnya Homophobia pada Masyarakat
Sejak zaman dahulu masalah seksualitas maupun orientasi seksual tidak
pernah diperbincangkan secara lugas dan penuh dengan pengetahuan tentang
homoseksualitas serta seksualitas yang dibutuhkan sebagai pengetahuan dini.72
Bagi orang Indonesia kedua hal tersebut merupakan hal tabu dan bersifat pribadi
sehingga tidak ada yang membicarakannya secara terbuka baik di ranah publik
maupun dalam kelompok pergaulan tertentu. Seperti dikatakan Ferenczi di dalam
kebudayaan manusia yang sangat dipengaruhi oleh heteroseksualitas yang
kompulsif manusia telah menumbuhkan tabu bahkan pada persahabatan yang
akrab dengan jenis kelaminnya sendiri (wanita dengan wanita, pria dengan pria).
Masyarakat tidak toleran pada perilaku-perilaku dansifat homoseksualitas, hal
tersebut boleh saja dilakukan tetapi tidak memperlihatkan tindakan-tindakan atau
adegan-adegan homoseksualitas di ruang publik 73.
Banyak pula kalangan masyarakat yang mendapatkan informasi tidak
benar dan subjektif tentang kedua pembahasan ini. Sebagian besar mengumpulkan
informasi tersebut secara diam-diam, tidak berasal dari sumber akurat sehingga
53
72
73
merupakan
ketakutan-ketakutan
yang
irrasional,
reaksi
yang
74
75
Hasil wawancara dengan Co-Founder Arus Pelangi King Oey, 10 April 2010.
John P. De Cecco, Homophobia: An Overview ( New York: The Haworth Press, 1984), h. 1.
lainnya.76 Ketakutan-ketakutan ini terjadi bisa tanpa alasan atau faktor traumatik
atau karena pernah mengalami pengalaman buruk dengan hal yang bersangkutan.
Jadi, dapat dikatakan lebih tepat bahwa homophobia adalah sebuah sikap
ketakutan yang menolak keberadaan homoseksual. Ketakutan-ketakutan ini
bersifat irrasional, boleh jadi karena memiliki pengalaman buruk dengan pihak
yang bersangkutan atau hanya sebatas ketakutan tanpa alasan. Reaksi yang
dikeluarkan oleh masyarakat yang homophobia dapat bermacam-macam, mulai
dari pengucilan, pencacian, penculikan, penyiksaan, hingga pembunuhan. Tindak
kekerasan pada homoseksual mencapai puncaknya ketika akhir tahun 70-an
banyak kaum homoseksual yang menjadi korban kalangan homophobi hingga
jatuh korban tewas77. Dalam masyarakat, homophobia ini tidak terbentuk begitu
saja melainkan hasil kumulatif informasi secara turun temurun lalu menjadi
stigma negatif yang melekat pada masyarakat.
Hal ini boleh jadi timbul karena dorongan beberapa faktor, di
antaranya adalah faktor sejarah dan faktor agama karena adanya kepercayaan
bahwa kaum homoseksual merupakan kaum penerus kaum Sodom dan Gomorah
pada zaman Nabi Luth yang telah dilaknat oleh Tuhan karena perilaku seksual
mereka dengan sesama jenis78. Akibat perilaku tersebut, menurut kitab suci Al-
76
larangan berperilaku
79
Lihat juga Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan cinta untuk
peristiwa kota pompeii, hal.52.
setiap agama dan kultur dianggap sebagai suatu hubungan yang sakral, suatu
kewajiban religius yang harus dijalankan sebagai bagian dari ritual peribadatan,
sehingga melajang dianggap buruk. Bahkan
masih lajang, mereka dianggap belum mencapai sukses yang sebenarnya atau
belum mencapai tujuan hidup yang sebenarnya jika belum menikah.80
Dalam Kristen Kedudukan seksualitas dalam perkawinan (antara lakilaki dan perempuan) sangat tinggi posisinya sehingga aktivitas yang berhubungan
dengan seksualitas di luar batas pekawinan dilarang, misalnya masturbasi atau
melakukan kegiatan-kegiatan erotis di luar ikatan perkawinan termasuk di
dalamnya hubungan sesama jenis. Hal ini merupakan perbuatan yang sia-sia
karena telah menuruti nafsu mereka yang hina dan dianggap berdosa oleh
Tuhan<Roma I: 26-27>.81 Hal tersebut dalam tradisi agama katolik dianggap
berlawanan dengan rencana Tuhan yang telah sengaja mengendalikan kelahiran
melalui perkawinan, karena Tuhan memiliki rencana dalam setiap pasangpasangan. Sedangkan melakukan hubungan sesama jenis sama dengan perbuatan
tidak bermoral dan keji dan berarti menentang rencana Tuhan dengan sengaja
karena telah sengaja menghalangi Tuhan memberikan kehidupan baru dalam
pernikahan dan keluarga82
Hal ini berbanding terbalik dengan sikap seksualitas masyarakat
terutama para lelaki yang sudah mulai menghargai seksualitas mereka sebagai
80
bagian dari sebuah tradisi dan Ketika itu pula lelaki yang telah menghargai
seksualitasnya dianggap sebagai banci atau pria yang gagal adalah sebuah tindak
kriminal atau kejahatan, karena tidak bisa menempatkan kewajiban seksualnya
secara benar dari yang telah ditetapkan dalam garis agama dan kepercayaan
kegiatan ini tidak dapat diterima oleh masyarakat pada zamannya.
Terlihat ironis memang. karena sebelumnya kegiatan yang memicu
terbentuknya homoseksualitas datang dari ritual-ritual inisiasi adat setempat yang
melibatkan seluruh masyarakat. Ini juga berhubungan dengan kepercayaan
maskulinitas serta konsep heteronormativitas yang telah terbentuk. Di bumi
tersebar berbagai suku yang memiliki konsep kebudayaan yang berbeda, termasuk
pula di dalamnya konsep tentang maskulinitas dan seksualitas. Di antaranya
adalah konsep kepercayaan bahwa para pria memiliki kekuatan yang besar untuk
menjadi seorang pemimpin. Pada saat mereka memasuki tahap menuju
kedewasaan (aqil baligh dalam konsep Islam) mereka harus menjalani masa-masa
orientasi menuju kedewasaan. Pada saat itu mereka harus diasingkan selama
beberapa masa untuk menjalani proses kedewasaan. Dalam proses itu mereka
akan diinisiasi oleh para pria dewasa dan acara ini hanya diikuti oleh para lelaki
saja83 karena wanita dianggap sebagai penggoda yang dapat menghilangkan
kekuatan pada pria.
Pada masa itu juga sperma atau air mani dianggap sangat sakral dan
memiliki kekuatan yang luar biasa, memiliki banyak khasiat. Untuk menjaga
83
kualitasnya agar tetap memiliki khasiat magis yang tinggi para pemuda lajang
harus menjauhkan diri dari perempuan, karena seperti yang telah disebutkan pada
paragraf sebelumnya perempuan dianggap sebagai makhluk yang dapat
menghilangkan kekuatan para pria.84 Fase-fase seperti itu juga dilakukan oleh
orang yang akan menjadi Warog dalam ritual kebudayaan Reog Ponorogo. Itulah
beberapa konsep kebudayaan yang terbentuk pada masa sebelum memasuki era
kepecayaan pada dewa-dewi maupun agama datang dalam kehidupan manusia
mengenai konsep seksualitas dan pembentukan homoseksualitas. Pada masa itu
pula para lelaki muda masih belum banyak yang dapat menerima ritual adat yang
demikian. Namun seiring dengan berjalannya waktu ketika para lelaki itu mulai
dapat menerima keadaan seksualitas mereka pada saat itu, zaman yang baru mulai
berganti. Masyarakat gi menganggap bahwa ritual tersebut tidak lagi diyakini
dapat dipercayai.Konsep kepercayaan masyarakat lambat laun berubah pada
konsep ketuhanan. Maka ajaran yang baru pun bergulir untuk diyakini.
Para lelaki muda atau lelaki dewasa yang telah dapat menerima
kebudayaan yang mengandung unsure homoseksualitas ini terjebak di antara
dua konsep yang berubah-ubah, yaitu dalam sebuah konsep kepercayaan baru dan
adat kebudayaan lama. Ketika mereka sudah mulai menerima keadaan seksualitas
diri sendiri, mereka dituntut untuk mengubah keadaan seksualitas mereka
seketika. Ini karena pada konsep yang baru, homoseksualitas dianggap sebagai
bagian dari tindakan masturbasi di mana dalam sebuah konsep kepercayaan itu
84
ibid, h. 12-13.
dianggap sebagai suatu yang sia-sia dan dilarang oleh Tuhan sebab hubungan
antarsesama jenis dianggap sebagai sesuatu kekejaman <Imamat 18:22>85.
Sedangkan kebudayaan adat yang lama sudah mulai tidak dapat diterima lagi
dalam masyarakat yang memiliki kepercayaan baru
yaitu kepercayaan
berdasarkan agama.
Faktor terakhir ini secara sosiologis, merupakan salah satu faktor yang
sangat berperan dalam membentuk opini negatif pada kaum homoseks. Opini
negatif ini kembali terbentuk sekitar tahun 80-an ketika masyarakat mulai
menerima keberadaan kaum homo.
macam perlakuan diskriminatif yang mereka alami para homoseksual di tahuntahun itu menjadi sangat terbuka dalam gaya hidup serta bermasyarakat. Mereka
(L.G.B.T) tidak lagi sembunyi-sembunyi menunjukkan identitas mereka sebagai
kaum homoseksual, baik dari segi kehidupan seksualnya maupun sosial
lingkungan, pada lingkungan yang sama maupun di lingkungan terbuka.
Pengekspresian yang paling banyak berubah adalah prokreasi pada kehidupan
seksual mereka. Kegiatan seksual yang dianggap bebas seperti berpelukan,
berciuman hingga melakukan hubungan intim layaknya pasangan suami istri
adalah hal yang tidak lagi tabu bagi kelompok mereka. Begitu pula dalam
menjalin sebuah hubungan yang didasari tanpa adanya sebuah komitmen dan
tanpa aturan kesepakatan. Perilaku seks serupa ini ini tidak disadari akan
membuat penyebaran penyakit menjadi begitu pesat. Pada dasarnya semua
85
Lembaga al-kitab Indonesia, al-kitab, Jakarta; lembaga al-kitab Indonesia: 2006, h 129.
penyakit kelamin akan mudah menular pada perilaku seks yang tidak aman dan
sembarangan86. Berikut adalah beberapa jenis penyakit kelamin yang paling
umum diderita oleh manusia dan memiliki tingkat penyebaran yang tinggi87:
Syphilis
Ghonorhaea
Herpes
Chlamydia
Gardnela Vaginosis
Kondiloma Akuminata
Trikhomoniasis
penyebaran
penyakit
ini
menjadi
tinggi
di
kalangan
homoseksual pada waktu itu karena perilaku seks mereka yang tidak aman, juga
tingginya tingkat pergantian pasangan dalam berhubungan intim. Hingga akhir era
80-an, di mana untuk kali pertama ditemukan penyakit AIDS yang belum
memiliki obat hingga sekarang, masyarakat berasumsi bahwa kaum homoseksual
adalah pembawa penyakit yang memiliki martabat yang rendah. Kaum
homoseksual dianggap menghancurkan masyarakat disebabkan apa yang mereka
lakukan terhadap perilaku seksual mereka. 88
86
Hasil jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh penulis dan dijawab langsung oleh
narasumber dalam seminar nasional bahaya kanker serviks dan hubungannya dengan seks anda
bersama dokter Boyke Dian Nugraha dan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 22 Maret 2010.
87
Ibid , 22 Maret 2010. H 1-2.
88
Collin spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. 461
89
Homophobia dapat terjadi pada siapa saja dan dari kalangan manapun,
seperti anak remaja, orangtua, eksekutif muda, kiai, tenaga pengajar, kaum
birokrat dalam pemerintahan negara, juga berbagai kalangan masyarakat lain.
Bahkan homophobia juga dapat terjadi pada individu yang homo. 93 Hal ini
dikarenakan individu yang baru mengetahui tentang orientasi seksualnya adalah
homoseks tersebut masih belum dapat mengerti dan menerima keadaan orientasi
seksualnya. Banyak latar belakang yang membuat individu tersebut bersikap
demikian; boleh jadi seseorang masih takut akan opini keluarga ataupun
lingkungan akan keadaanya yang homoseksual selain itu juga ia tidak tahu harus
mencari pertolongan akan keadaannya sehingga ia menjadi tertutup dan
menyangkal kondisi riil pribadinya lalu menolak orang-orang dengan orientasi
yang sama untuk menutupi keadaannya. 94
Orang-orang yang homophobia biasanya menolak keberadaan kaum
homoseksual dengan pemikiran bahwa homoseksualitas akan membawa penyakit,
dapat membuat orang dengan orientasi seksual hetero menjadi homo dan
membawa petaka, dapat membuat kemerosotan moral, sehingga mereka
cenderung menolak bergaul dengan kaum homoseks, mengucilkan, mengabaikan,
hingga melakukan tindak diskriminasi95 terhadap mereka.
Bagi masyarakat yang homophobia sasarannya tentu saja orang-orang
homoseksual dan juga pihak-pihak yang mendukung orang-orang dengan
93
63
orientasi seperti itu. Masyarakat yang homophobia tidak ingin komunitas yang
mendukung homoseksual berdiri, karena mereka berpikir bahwa dengan adanya
dukungan dari orang-orang yang orientasinya hetero akan membahayakan
masyarakat. Misalnya jumlah orang-orang yang homoseksual meningkat, tempat
tinggalnya akan dipenuhi orang dengan penyakit kelamin, mereka akan tertimpa
azab dari Tuhan, dan lain sebagainya. Homophobia dapat diatasi dengan cara
mengedukasi masyarakat luas dengan pengetahuan homoseksualitas untuk
menumbuhkan toleransi terhadap orientasi seksual seseorang.96 Cara-cara tersebut
dapat dilakukan melalui seminar, talk show, pelatihan, dan lain-lainnya. Tanpa
adanya edukasi maka mustahil masyarakat dapat memberikan toleransi mereka
terhadap perbedaan yang semakin hari semakin bertambah, bukan hanya dari sisi
homoseksualitas namun juga terhadap hal-hal baru lainnya yang baru mereka
dapatkan.
96
Ibid.
97
Hasil wawancara dengan Christopher, Doni, Yulie Rustinawati dan Alex beberapa narasumber
yang telah diwawancarai. Jakarta 10 Mei 2010
Rangkuman Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati dan Ienes Angela. Jakarta 2010.
Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati, Jakarta 27 April 2010.
66
Lingkungan keluarga: dalam sebuah keluarga terdapat salah satu
anggota keluarga yang belakangan diketahui sebagai seorang
biseks. Namun, anggota keluarga lainnya tidak menerima
keadaan orientasi individu tersebut. Setelah melalui perdebatan
panjang akhirnya individu ini diusir dari rumah karena tidak
diterima oleh anggota keluarga lainnya.
Lingkungan masyarakat: dalam sebuah lingkungan perkantoran
terdapat beberapa individu yang diketahui ternyata memiliki
orientasi seksual sebagai seorang homoseksualitas, kemudian
mereka dipecat dengan segera dengan alasan bahwa homoseksual
dapat mempengaruhi pekerja lain untuk menjadi homoseksual
dan dapat merusak citra baik perusahaan tersebut.
Lingkungan Negara:
C. Konflik Arus Pelangi dengan Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir
Indonesia
masyarakat lain yang tertular menjadi salah satu L.G.B.T100. Kemudian pada
tanggal 30 april 2010 terjadi penyerangan pada acara resmi yang telah memiliki
izin resmi dari polsek setempat mengenai pelaksanaan pelatihan kaum waria yang
diadakan oleh Komnas HAM di Hotel Bumiwiyata, Depok, oleh Front Pembela
Islam (FPI). Ketika beberapa pelaku ditangkap, pengurus FPI mengatakan bahwa
penyerangan tersebut bukanlah atas perintah resmi Dewan Pembina Pusat FPI dan
pelaku penyerangan itu bukanlah berasal dari anggota FPI101. Alasan penyerangan
ini dilakukan karena kaum waria tidak sesuai dengan jenis kelamin yang
dilahirkan dari Tuhan dan tidak sesuai dengan paham yang diyakini oleh
kelompok tersebut. Mereka merasa berhak melakukan kontrol terhadap kelompok
atau masyarakat yang tidak sesuai dengan paham dan agama yang mereka yakini
jika pemerintah tidak melakukan usaha untuk mencegahnya 102. pada tanggal 24
September 2010 ketika Queer Film Festival berlangsung di Jakarta terjadi
pemboikotan dengan nada ancaman oleh sejumlah aliansi Islam dan umum yang
menolak adanya pelaksanaan film tersebut. Mereka beranggapan bahwa
diadakannya festival film seperti ini akan mendorong terjadinya kerusakan moral
bangsa dan membuat masyarakat berfikir bahwa homoseksualitas dan seks bebas
dapat dilakukan secara bebas103 di negeri ini. kemudian pada tanggal satu
Desember pada peringatan hari AIDS sedunia HTI atau yang biasa dikenal
100
Liputan rekaman pada berita pagi TVOne, Apa Kabar Indonesia Pagi disiarkan secara
langsung, Jakarta 26 Maret 2010.
101
Hasil rekaman liputan pagi program berita TVOne breaking news, Jakarta, 30 April 2010.
102
Rekaman acara siaran langsung program acara DEBAT TVOne, Jakarta 30 Juni 2010.
103
Hasil rekaman liputan program berita Metro Hari Ini, Jakarta 24 September 2010.
dengan sebutan Hizbut Tahrir Indonesia melakukan aksi damai di bunderan Hotel
Indonesia Jakarta. Mereka menyerukan pentingnya untuk menghentikan
penyebaran HIV/AIDS mereka juga masih berpendapat bahwa kaum homoseksual
adalah salah satu faktor penyebar utama HIV/AIDS sekarang ini berdasarkan
fakta sejarah104, padahal dalam kenyataannya sesuai hasil penelitian yang
dilakukan oleh KPA di bawah pengawasan Kementrian kesehatan RI
heteroseksual-lah yang memberikan andil sangat besar pada penyebaran
HIV/AIDS dan bukan dari kaum homoseks juga transgender.
Perbedaan respon yang terjadi terhitung 10 tahun sebelumnya hingga
sekarang sangat berbeda jauh. Pada era 1990 hingga 1990-an akhir, masih sedikit
L.G.B.T yang mau melaporkan tindak diskriminatif atas mereka dan membela hak
mereka baik itu terjadi karena masih belum mendapatkan pembelaan serta
perlakuan yang sama oleh aparat polisi maupun pembelaan masyarakat umum.
Namun, sekarang L.G.B.T yang mau bersuara atas hak mereka telah meningkat
jauh lebih banyak dibanding era yang sebelumnya secara individu maupun
kelompok dalam bentuk komunitas.
Memang, tidak ada data statistik yang menunjukkan secara rinci jumlah
homoseksual di seluruh dunia maupun nasional. Namun karena semakin banyak
manusia yang lebih berani menyatakan tentang pilihan orientasi seksualnya untuk
dapat menyuarakan pendapat dan hidup lebih bebas dengan pilihan hidup mereka
104
Handout AIDS Awareness campaigne HTI edisi 1 Desember 2010 AIDS solusi
penanggulangan AIDS dan pernyataan sikap dan komitmen bersama remaja penegak syariah islam
dan khilafah muslimah HTI point 1 dan 2.
Untuk Indonesia sendiri tercatat 4000 hingga 5000 orang terdaftar sebagai
gay. Itu merupakan data gay untuk daerah Jakarta saja, sesuai menurut hasil
survei Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN). Namun, Dr. Dede Oetomo.105
105
Lihat juga Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan cinta untuk
rincian data persentase homoseksual, hal.57.
. Atau kasus pemukulan terhadap lesbian di Makassar oleh mantan polisi pada
tahun 2007
108
106
Sebagaimana hal yang sama merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam teori
queer, yaitu sama-sama mencoba untuk menggusur heteroseksualitas dan
mencoba menarik persamaan status antara manusia tanpa melihat dari strata
patriarki dan gender yang seksis. 110 Karena setiap manusia memiliki hak untuk
menentukan orientasi seksualnya, berhak pula menentukan seks-nya (jenis
kelamin) maka, pada tahun 1993 hasil kesepakatan Komisi HAM PBB yang
diawasi Interational Covenant On Civil and Political Rights (ICCPR) menetapkan
bahwa diskriminasi berdasarkan seks juga termasuk ke dalam diskriminasi
berdasarkan orientasi seksual)111 sama berhaknya seperti dalam menentukan
109
74
agama mana yang mau diyakini dan dianut, sama pula seperti
menentukan pemimpin mana yang ingin dipilih dalam pemilihan umum. Setiap
manusia memiliki hak masing-masing dalam menentukan pilihan mana dan apa
yang ingin dipilih, tidak satu manusiapun yang dapat mencampurinya.
Tindakan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan pilihan
seksualitas yang dialami oleh L.G.B.T sudah banyak terjadi sejak dulu hingga
sekarang. Hanya saja tidak semua diakui secara gamblang baik oleh pemerintah
maupun lembaga non-pemerintah lainnya. Hal ini menuntut para aktivis LSM
harus bertindak lebih cakap dalam memperjuangkan kaum L.G.B.T
untuk
menarik perhatian dunia baik dalam negeri maupun dunia internasional karena
diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan pilihan seksualitas adalah tindak
kekerasan.
D. Pola Penanganan Konflik Lembaga Swadaya Masyarakat Arus Pelangi
dengan Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir Indonesia
Selain menghadapi masalah administrasi layaknya sebuah lembaga atau
system, tentunya Arus Pelangi memiliki banyak masalah lainnya dan yang paling
substansial adalah hal yang menyangkut anggota maupun komunitas Arus Pelangi
pada umumnya. L.G.B.T mengalami tindakan diskriminatif, pengangguran, krisis
kepercayaan diri, trauma akibat kekerasan baik yang berasal dari lingkungan
sendiri maupun kekerasan yang dilakukan oleh pasangan. Selain itu juga terdapat
mediasi pada saat itu juga, jika tidak memerlukan tindakan hokum, namun jika
konflik yang di alami sudah mencapai tindak diskriminsai maka LSM Arus
Pelangi segera menindak lanjuti ke jalur hukum, melakukan pelaporan sesuah
prosedur yang berlaku. Namun berbeda ketika masalah di alami oleh komunitas
L.G.B.T yang bernaung di bawah Arus Pelangi. Mereka membutuhkan bantuan
untuk menyelesaikan masalah atau konflik yang dihadapi dan solusi yang dibuat
diharapkan berfungsi secara maksimal untuk menanggulangi problematika,
diantaranya adalah memberdayakan L.G.B.T yang tidak punya kemampuan agar
dapat membuka usaha mandiri, membangkitkan kesadaran penyadaran akan hak
asasi L.G.B.T sebagimana manusia lainnya yang punya hak akan pilihan hidup,
memberikan edukasi pada L.G.B.T tentang pengenalan orientasi seksual,
memberikan seminar terbuka atau tertutup kepada masyarakat atau lembaga sosial
tertentu mengenai L.G.B.T dan orientasi seksual lainnya, memberikan konseling
kepada anggota Arus Pelangi serta komunitas L.G.B.T yang mendapat trauma
112
Hasil wawancara dengan Ketua Arus Pelangi, Budi Satria Dewantoro, Jakarta 1 Juni 2010.
akibat dari tekanan yang pernah mereka alami serta, memperkuat jaringan hukum
dan pembelaan L.G.B.T di mata Negara.113. sustematika alur bantuan pelapor
biasanya di mulai dari pelapor yang dating ke lembaga, kemudian informasi
tersebut diterima oleh bagian konseling lalu dibawa ke dewan pengurus untuk
membicarakan langkah seperti apa yang harus dilakukan dalam menangani
masalah yang dialami oleh pelapor. Setelah dibicarakan oleh dewan pengurus
kemudian kasus diambil alih kembali oleh bagian konseling dan mulai melakukan
pendekatan kepada pelapor untuk memahami duduk perkara kasus yang tengah
dialami, setelah memahami kasus secepatnya LSM akan mengambil langkah lebih
lanjut untuk menangani kasus tersebut, jika di perlukan pananganan hukum maka
kasus tersebut akan di bawa dan ditangani oleh bagian advokasi yang tengah
bekerja sama dengan lembaga bantuan hukum tertentu yang telah bekerjasama
dengan Arus Pelangi. Setiap kasus yang ada akan ditangani hingga selesai oleh
lembaga Arus Pelangi.
Selain itu Arus Pelangi juga menyiapkan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam memfasilitasi penyelesaian penanganan masalah, misalnya
dengan membuka layanan konseling langsung bagi L.G.B.T yang bermasalah,
bagi yang baru pertama kali dating ke Arus Pelangi mereka dapat menghubungi
lewat telepon atau mengirim email lewat website resmi milik Arus Pelangi,
mereka dapat berkonsultasi melalui telepon atau hanya sebatas konsultasi
berkirim email biasanya dari sana mereka L.G.B.T akan mendapatkan informasi
113
atau bantuan yang dibutuhkan, bagi yang membutuhkan konsultasi atau bantuan
lebih lanjut Arus Pelangi Arus Pelangi memiliki tim advokasi dan mempunyai
jaringan khusus pengacara yang siap membantu dalam menangani perkara hukum,
membuka kesempatan masyarakat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
L.G.B.T dengan mengadakan acara umum seperti workshop, seminar terbuka,
atau acara-acara tahunan nasional yang mengangkat isu HAM dan L.G.B.T,
memiliki jalur penanganan ke psikolog untuk terapi trauma, juga memberikan
pelatihan sumberdaya manusia anggota-anggota Arus Pelangi dan L.G.B.T,
membuka keanggotaan arus pelangi untuk umum baik yang homoseksual maupun
heteroseksual, serta melakukan pendampingan sosial bagi L.G.B.T yang masih
dalam tahap terapi pasca trauma maupun dalam proses advokasi. Pendampingan
sosial atau kelompok sebagai usaha untuk memberdayakan masyarakat agar
mampu memenuhi kebutuhan hidup sehingga memiliki kesempatan yang lebih
besar dalam mendapatkan pekerjaan dilakukan Arus Pelangi karena komunitas
L.G.B.T termasuk kelompok komunitas marginal yang tidak bisa mendapatkan
hak karena tekanan masyarakat yang menolak adanya pilihan orientasi dan pilihan
seks yang berbeda114.
Dalam keadaan normal dan tidak membutuhkan penanganan khusus.
Proses konseling atau penanganan masalah lainnya bertempat di kantor sekretariat
Arus Pelangi itu sendiri, Misalnya saja pada kasus hukum yang tentu saja
memungkinkan untuk berpindah tempat penyelesaian seperti kantor polisi,
114
pengadilan, dan lain-lain. 115 Contoh lainnya lagi untuk masalah traumatik bisa
saja pengurus mendatangi individu atau kelompok yang bersangkutan jika mereka
merasa masih tidak nyaman bertemu dengan orang banyak. Konseling ini bias
dilakukan oleh pengurus Arus Pelangi sendiri jika sifat permasalahannya masih
belum sampai tahap trauma. Namun jika korban sudah mengalami trauma
konseling akan dilakukan oleh pihak yang professional seperti psikolog.116
Usaha-usaha demikian dilakukan agar Arus Pelangi dapat mendampingi
masyarakat, kelompok, atau individu tersebut untuk menjadi bagian masyarakat
yang dapat mandiri dan dapat menyuarakan hak mereka dengan bebas setara
dengan masyarakat lain yang tidak memiliki penyimpangan seksualitas dalam
bentuk apapun tanpa ada perbedaan. Dalam pendampingan dilakukan dan
dibutuhkan program pendampingan yang dilakukan secara terus-menerus dan
berlangsung di dalamnya suatu proses pengembangan. Ini terjadi karena
kebanyakan kaum minoritas tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan hak
dirinya dan juga tidak memiliki pendidikan yang cukup baik tentang informasi
yang mereka butuhkan117 maupun apa yang harus dilakukan secara formal agar
tidak terjadi diskriminasi, kekerasan, serta memberikan kebebasan dan
kehormatan berpendapat dalam masyarakat dan mendorong terwujudnya tatanan
masyarakat yang berpendidikkan dan bernilai kesetaraan.118 Contoh berbagai
115
LSM lain yang ada untuk memberikan bantuan pada masyarakat marginal tersebut
adalah : Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, dan lain-lain.
Pendampingan dan edukasi tidak hanya dilakukan pada kaum L.G.B.T
saja. Pemberian edukasi kepada masyarakat umum juga tak kalah penting
dilakukan, terutama edukasi sejak dini kepada anak-anak dan remaja. Kurangnya
pengetahuan orangtua tentang pentingnya pengenalan seksualitas dan orientasi
seksual sejak dini, serta keengganan orangtua untuk memberikan pengenalan
pengetahuan tersebut kepada para anak merupakan hambatan utama minimnya
edukasi tersebut dapat tersampaikan119.
Bagi sebagian besar warga negara Indonesia, memperbincangkan masalah
seksualitas dan orientasi seksual masih bersifat tabu dan kurang pantas untuk
diperbincangkan. Bahkan masih ada yang berpendapat bahwa memperbincangkan
hal-hal tersebut dapat membuat generasi muda menjadi bebas dan serampangan
dalam memahami kedua hal itu120. Padahal memberikan mereka edukasi tentang
seksualitas dan orientasi seksual sejak dini dapat memberikan mereka
pengetahuan baru dan tidak menyalahgunakan pengetahuan tersebut dibandingkan
jika mengetahuinya dari orang luar dan sumber-sumber yang tidak dapat
dipercaya.
sehingga memiliki sikap dalam bergaul dan mereka tidak mudah untuk terseret ke
dalam pergaulan bebas yang tidak bertanggung jawab.
119
120
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui hasil penelitian serta pembahasan skripsi yang telah dilakukan
dan dijabarkan serta melalui hasil temuan lapangan yang dirangkum pada bab-bab
sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai pembahasan penelitian
ini, di antaranya adalah:
81
Pemerintah masih gamang dalam bersikap dan lamban jika terjadi masalah
atau kasus yang melibatkan L.G.B.T. kaum ini masih belum mendapatkan
hak dan perlakuan yang sama di mata hukum maupun di mata Negara,
seperti hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk mendapatkan
penghidupan yang layak, dan lainnya.
82
dan orientasi seksual tabu dan tidak pantas untuk dibicarakan di ranah
terbuka.
B. Saran
Pada bab terakhir ini penulis memberikan saran yang diharapkan dapat
berguna di masa depan baik untuk masyarakat umum maupun bagi peneliti
selanjutnya, di antaranya adalah:
Sebaiknya pendidikan tentang orientasi seksual dan seksualitas
diberikan sejak dini pada saat anak-anak dan remaja sudah
mengerti ketika diajak berbicara, dan sudah mulai mengenal
anatomi tubuh mereka.
Sebaiknya semua pihak yang masih enggan untuk membicarakan
tentang seksualitas dan orientasi seksual karena masih berpikir
jika membicarakan kedua hal tersebut adalah hal yang tabutidak
lagi menganggap persoalan seksualitas adalah hal yang tabu
untuk dibicarakan. Para orangtua hendaknya yakin dan tidak
khawatir bahwa dengan membicarakan hal tersebut mereka
83
khawatir anak-anak mereka akan lebih mudah untuk terjerumus
ke dalam pergaulan bebas yang tidak bertanggung jawab.
Karena tujuan utama pemberian edukasi sejak dini adalah agar
anak-anak dan generasi muda tidak mudah terseret pergaulan
yang terlampau bebas dan tidak bertanggung jawab, maka
kegiatan edukasi harus terus dilakukan agar generasi muda dapat
tumbuh menjadi generasi muda yang bertanggung jawab, tahu
dengan baik mana yang sebaiknya dilakukan atau tidak, sehingga
mereka menjadi lebih menghargai dan bertanggung jawab pada
tubuh mereka.
Sebaiknya pihak yang berwajib dapat lebih bersikap tegas dank
eras pada oknum-oknum yang mengatasnamakan agama saat
melakukan kekerasan sehingga
Semoga di masa depan skripsi ini dapat berguna bagi mereka yang
melakukan penelitian atau membutuhkan informasi mengenai
homoseksualitas dan seksualitas tanpa melakukan tindakan yang
mengurangi keahlian kompetensi praktisi ilmiah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
NARA SUMBER
Lembaga Swadaya Masyarakat Arus Pelangi.
Soe Tjen Marching, Feminis, Penulis dan pianis.
Dr. Boyke Dian Nugraha, pakar Ginekolog dan Seksolog.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Sosial Republik Indonesia.
Komisi Penanggulangan HIV/AIDS.
G4: Seminar nasionar kanker serviks dan bahayanya pada seks anda bersama Dr.
Boyke dian nugraha dan kementrian kesehatan RI 2010.
G5: PERNAS Waria 2, pemutaran film pendek Illy Christian (L.G.B.T film
documenter).
G12: Aksi damai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam memperingati hari
AIDS sedunia tanggal 1 Desember 2010 di bunderan Hotel Indonesia.
G13: Aksi damai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam memperingati hari AIDS
sedunia tanggal 1 Desember 2010 di bunderan Hotel Indonesia.