Anda di halaman 1dari 143

POLA PENANGANAN KONFLIK LEMBAGA SWADAYA

MASYARAKAT ARUS PELANGI DENGAN FRONT


PEMBELA ISLAM DAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial ( S.Sos)

Oleh
Nur Sakinah
NIM : 105032201073

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011

DAFTAR ISI
ABSTRAK.....i
KATA PENGANTAR.....iii
DAFTAR ISI........vi

BAB I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....6
C. Metodologi Penelitian.........7
D. Tujuan Penelitian....9
E. Sistematika Penulisan.....11

BAB II.

LANDASAN TEORI DAN DEFINISI


A. Konflik.....14

1. Latar belakang Konflik..........17


B. Orientasi Seksual dan Perilaku Seksual yang Berbeda...19

1. Definisi Homoseksualitas......22
2. Latar Belakang Berkembangnya Orientasi Seksual
Berbeda......25

3. Macam-macam Perilaku Seksual..33

BAB III.

GAMBARAN UMUM LEMBAGA ARUS PELANGI


A. Latar belakang dan Sejarah Berdirinya Arus Pelangi..41
B. Profil Arus Pelangi......45
C. Visi dan Misi Arus Pelangi......47
D. Program Kerja Arus Pelangi....48

BAB IV.

POLA PENANGANAN KONFLIK

LEMBAGA SWADAYA

MASYARAKAT ARUS PELANGI DENGAN FRONT PEMBELA


ISLAM DAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA

A. Latar

Belakang

Timbulnya

Homophobia

pada

Masyarakat...............................................................................53
B. Dampak Tekanan Masyarakat Agama serta Sosial pada Kaum
Homoseksual........63
C. Konflik Arus Pelangi dengan Front Pembela Islam
dan Hizbut Tahrir Indonesia....66
D. Pola Penanganan Konflik Lembaga Swadaya Masyarakat Arus
Pelangi Dengan

Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir

Indonesia.........74

BAB V.

PENUTUP
A. Kesimpulan
....80
B. Saran.......82

DAFTAR PUSTAKA....84
LAMPIRAN-LAMPIRAN.......................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang penulisan skripsi ini khusus membahas tentang pola
penanganan konflik Arus Pelangi dengan masyarakat agama khususnya HTI dan
FPI. Arus Pelangi adalah salah satu organisasi yang berfungsi sebagai organisasi
yang membela hak-hak komunitas lesbian, gay, biseks, dan transgender.
Sedangkan Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah
dua organisasi masyarakat agama yang selalu aktif menolak jika terdapat sesuatu
yang dianggap keluar dari ketentuan norma agama dan masyarakat. Penulis sangat
tertarik untuk membahas tentang homoseksualitas karena Lesbian, Gay, Biseks,
Transgender (L.G.B.T) masih merupakan komunitas yang minoritas baik dari segi
jumlah maupun pendapatan haknya dalam masyarakat dan selalu mendapatkan
tekanan baik dari masyarakat sosial maupun agama. Selain itu juga masih belum
banyak pembahasan tentang L.G.B.T dalam bentuk pembahasan ilmiah. Selama
ini jumlah bacaan tentang homoseksualitas lebih banyak bacaan popular kalaupun
ada masih dalam bentuk ilmiah jumlahnya masih agak terbatas. Alasan lain
penulis ingin membahas tentang homoseksualitas karena masih banyak
masyarakat yang homophobia (memiliki rasa ketakutan atau menolak pada kaum
homoseksual) dan tidak memiliki informasi yang cukup tentang L.G.B.T. Maka
1

2
dari itu penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang homoseksualitas yang pada
akhirnya membuat masyarakat menjadi homophobia dan melakukan tekanan pada
kaum homoseks, dari sini diharapkan akan dapat mengedukasi masyarakat yang
mengalami homophobia atau memiliki rasa ketakutan kepada kaum homoseks.
Penelitian dilakukan di lembaga swadaya masyarakat Arus Pelangi
karena lembaga ini merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM)
yang khusus membela hak-hak L.G.B.T yang ada di Jakarta. Meskipun Jakarta
merupakan kota metropolitan dan masyarakatnya terbilang cukup majemuk
namun masih ada beberapa kalangan masyarakat yang masih homophobia.
Dengan melihat respon Arus Pelangi sebagai LSM yang bergerak membela hakhak L.G.B.T dan beranggotakan tidak hanya homoseksual saja namun juga kaum
heteroseksual maka akan lebih mudah untuk melihat pola penanganan masalah
LSM Arus Pelangi serta respon L.G.B.T yang ada di dalamnya ketika berhadapan
dengan konflik yang datang dari masyarakat agama.
Masyarakat agama yang dimaksudkan di sini adalah masyarakat yang
menganut kepercayaan atau meyakini ajaran-ajaran yang diajarkan dari Tuhan,
atau yang biasa disebut juga sebagai agama yang berasal dari langit (agama
Samawi). Masyarakat menolak adanya homoseksualitas karena mereka yakin
bahwa homoseksulitas merupakan dosa dan bertentangan dengan ajaran yang
diyakini oleh mereka, yakni agama-agama Samawi.

Sedangkan kelompok

minoritas (minority group) merupakan sekelompok manusia yang tidak dapat

3
memiliki kendali atas hidup mereka dan kelompok mayoritas yang memiliki
kontrol atas hidup mereka, sehingga keolompok minoritas tidak dapat
mempertahankan hak mereka atas pilihan hidup mereka, karena mereka dituntut
untuk sesuai dengan aturan mayoritas. 1
Sebagian besar masyarakat masih menganggap hubungan antarsesama
jenis atau adanya perubahan jenis kelamin adalah hal yang sangat tidak lazim.
Masyarakat akan menganggap individu yang melakukan hal tersebut dianggap
kurang cocok untuk berada dalam lingkungan yang sama dengan komunitas
mayoritas yang dianggap lebih normal. Tidak jarang pula individu atau komunitas
ini dianggap sebagai komunitas yang tidak biasa terutama oleh kaum
fundamentalis agama apapun. Namun, jika dilihat dari sudut pandang berbeda,
kita akan mampu memahami hal yang berbeda. Langkah awal untuk
memahaminya dapat dimulai dari sisi interaksi komunitas homoseksual terutama
kaum gay, lesbian, transgender, biseksual dengan lingkungan bagaimana mereka
diterima dalam lingkungan mereka, apa yang mereka lakukan untuk dapat
diterima oleh lingkungan mereka, bagaimana perilaku lingkungan terhadap
mereka, yang kemudian mereka berjuang untuk mendapatkan persamaan hak
yang sama ketika mereka bebas menyuarakan pilihan tentang orientasi
seksualnya. Namun pada kenyataannya sering terjadi adanya penolakan keras
terhadap adanya penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan mereka.

Richard T. Schaefer, Sociology: Brief Introduction 6th Edition, (NY: Mc Grawhill, 2006), h. 241

4
Masing-masing faktor tersebut sangat berpengaruh dalam perkembangan
lingkungan sosial dalam masyarakat, terutama agama dan kepercayaan. Kedua hal
ini memiliki peran yang paling penting dalam pertumbuhan peradaban manusia.
Di dalamnya terdapat nilai serta norma yang mengatur apa yang sebaiknya
dilakukan oleh manusia. Bagi kaum homoseksual sebuah agama bukanlah hal
yang sepenuhnya sakral, melainkan sangat profan. Agama dilihat sebagai sesuatu
yang berbeda dari persepsi umum yang biasanya. Terlepas dari itu semua yang
berhubungan dengan manusia beserta Penciptanya adalah hal yang pribadi. Sama
halnya dengan pilihan orientasi seksual atau pilihan hidup keduanya sama-sama
hal yang bersifat pribadi dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak luar dalam
pengambilan keputusan tersebut.
Masyarakat bukanlah suatu hal yang berbeda dari proyeksi manusia,
karena awal terbentuknya masyarakat berawal dari sekumpulan manusia yang
tinggal pada suatu wilayah yang sama, dalam kehidupan ketika mereka
berinteraksi dengan lingkungan sekurang-kurangnya terdapat dua syarat dalam
terjadinya suatu interaksi yaitu adalah terjadinya kontak sosial dan komunikasi. 2
Kedua hal ini saling tergantung dari feedback yang diberikan kepada orang
tersebut. Mulai dari bagaimana lawan bicara memberi tanggapan dan penafsiran
yang diberikan kepada kita hingga reaksi yang dikeluarkan oleh lawan bicara.
Karena hal itulah manusia cenderung untuk menuntut sebuah keteraturan.
2

J. Dwi Narwoko, Sosiologi Teks dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2004). h 16.

5
Menuntut segala sesuatunya sesuai dengan keadaan umum masyarakat mayoritas
dengan mendorong keinginan dan persepsi pribadinya ke dalam perspektif
masyarakat secara halus kemudian mereka secara bersama memutuskan apa yang
menurut mereka baik dari sudut pandang yang subjektif. Ini merupakan sebuah
pembahasan yang menarik untuk dikaji dan diteliti, terutama bagi kelompokkelompok minoritas ini merupakan suatu hal yang penting supaya mereka dapat
memperjuangkan hak mereka agar dapat dipandang sebagai bagian masyarakat
yang seutuhnya. Dengan demikian dalam negeri ini tidak akan terjadi
ketimpangan sosial yang kemudian menimbulkan tekanan yang secara khusus
merupakan tekanan dari penganut agama, pihak yang mengutamakan agama,
demi agama dan mendapatkan reward atau pahala ia akan melakukan apapun
terkadang dilakukan tidak melihat atau mempertimbangkan hak asasi manusia
yang lain terlebih pada zaman sekarang di mana semuanya cenderung berlaku
anarkis jika semua tindakan harus sesuai dengan keinginan mayoritas.
Dalam materi pertama ini penulis mencoba untuk menjelaskan
bagaimana seorang gay, lesbian, transgender, atau biseksual masih tetap memilih
untuk hidup di lingkungan yang cenderung menolak adanya tindakan-tindakan
yang menyimpang dari ajaran agama. Kedua penulis ingin melihat respon seperti
apa dari komunitas tersebut terutama mereka yang berada dalam Arus Pelangi
menghadapi tekanan yang muncul dari masyarakat agama, ketiga penulis ingin

6
mengetahui pola penanganan masalah atau konflik seperti apa yang akan
dilakukan oleh Arus Pelangi dalam menghadapi tekanan tersebut.
Penulis akan mencoba membuka cakrawala baru kepada masyarakat
untuk lebih memahami sikap serta mudah berinteraksi dengan komunitas
L.G.B.T, serta bagaimana masyarakat dapat lebih terbuka dalam menerima
perbedaan dilingkungan masing-masing dan bagaimana mereka bisa menyadari
bahwa setiap manusia atau individu dan komunitas berhak untuk mendapatkan
kebebasan untuk memilih. Ini penting karena masyarakat cenderung menolak
sesuatu yang dinilai diluar kebiasaan norma. Mereka akan memberlakukan
hukuman entah itu sanksi yang berdasarkan hukum tertulis atau tidak (sanksi
norma atau dikucilkan) terhadap mereka yang dinilai bersebrangan. Hal ini secara
langsung atau tidak langsung akan memberikan tekanan pada komunitas yang
tidak diinginkan. Untuk itu dalam skripsi kali ini penulis akan mencoba mengkaji
atau meneliti dari hal-hal yang telah dipaparkan tadi.
Berawal dari beberapa pernyataan dan penjabaran diatas maka penulis
akan membahas tentang Pola Penanganan Konflik Lembaga Swadaya
Masyarakat Arus Pelangi dengan Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir
Indonesia

7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan tentang masalah komunitas yang memperjuangkan hak-hak
gay, lesbian, transgender, atau biseksual yang berkembang di Indonesia, terutama
di Jakarta, merupakan salah satu rahasia umum yang telah berkembang di
masyarakat selama beberapa waktu. Karena luasnya cakupan pembahasan tentang
komunitas gay, lesbian, transgender, atau biseksual, penulis akan membatasi
pemaparan tulisan ini hanya pada respon Arus Pelangi menghadapi tekanan
masyarakat agama terhadap perbedaan perilaku berdasarkan orientasi seksual
yang berbeda dari lesbian, gay, transgender serta biseksual. Ruang lingkup
pembahasannya akan membahas komunitas L.G.B.T yang ada di Arus Pelangi
serta lembaga Arus Pelangi itu sendiri. Pembahasan yang terdapat dalam
penulisan skripsi ini merupakan pembahasan secara sosiologis dengan tema yang
dipersempit.
Tulisan ini akan mengacu pada satu pertanyaan umum atau rumusan
masalah utama yaitu, ingin mengetahui bagaimana pola penanganan konflik yang
dilakukan Arus Pelangi dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela
Islam (FPI)? .

C. Metodologi Penelitian

Pembahasan dalam tulisan ini didasarkan atas penelitian kualitatif.


Penelitian yang diperkuat oleh pendekatan etnografis sejumlah sumber yang

berkaitan dengan akar masalah akan diwawancarai. Sesuai dengan


pendekatan etnografis penulis akan menyajikan tulisan atau laporan berdasarkan
hasil penellitian lapangan (field work) yang dilakukan beberapa bulan tertentu.3
Yang mana penelitian dalam skripsi ini telah dilakukan kurang lebih selama dua
tahun. Merujuk pada penelitian etnografi baru yang telah dilakukan oleh
Malinowski, penelitian ini memusatkan objeknya pada organisasi internal suatu
masyarakat atau komunitas dan memberikan system sosial dalam rangka untuk
mendapatkan kaidah-kaidah umum tentang masyarakat sehingga disini dapat
dipahami apa yang melatar belakangi masyarakat melakukan suatu tindakan.4

Sejumlah sumber data yang akan digunakan dalam tulisan ini antara lain
adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berupa
hasil penelitian yang didapatkan dari objek penelitian. Sedangkan sumber data
sekunder berupa tulisan-tulisan penelitian yang sudah ada dan khusus membahas
tentang homoseksualitas. Sebagai penunjangnya akan digunakan tulisan-tulisan
atau data-data lain yang dapat menunjang validitas hasil penelitian ini serta hasil
dari data yang didapat dari para ahli kejiwaan atau para tokoh yang mengerti
tentang masalah ini. Dengan menggunakan sumber-sumber yang bervariasi

Untuk teori Etnografi lihat : James, P.Spradley, Metode Etnografi (Jogja: Tiara Wacana, 1997),
h. XV
4
IbiD, hal XiX

tersebut diharapkan dapat terbangun sebuah argumentasi yang memadai


dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, tulisan ini juga akan menggunakan metode penulisan
deskriptif.

Dengan

menggunakan

metode

penulisan

ini,

penulis

akan

menggambarkan dan memaparkan secara objektif pemikiran sosiologi agama


terhadap kehidupan dan perilaku menyimpang seorang gay, lesbian, biseks, dan
transgender (L.G.B.T) serta pembentukan pandangan realitas masyarakat terhadap
kehadiran L.G.B.T yang kemudian membentuk sebuah organsisasi yang berupaya
untuk menolong sesama yang mengalami perlakuan yang tidak adil. Semua data
akan dibahas secara sosiologis dan ditulis seobjektif mungkin. Data-data itu akan
dianalisis secara lebih mendalam baik melalui analisa sendiri maupun dengan
menggunakan bantuan dari teori sosiologi serta pemikir dari sosiologi atau bidang
lain yang dapat menunjang terbentuknya skripsi. Pada poin ini, konteks
perkembangan kondisi sosial masyarakat Indonesia atau khususnya masyarakat
Jakarta Selatan juga akan dijadikan pintu masuk untuk menganalisa realitas
kehidupan pluralitasnya. Sejauh mana mereka menerima keberadaan komunitas
masyarakat minoritas ini mulai dari pandangan teologis sampai praktik yang
muncul ke permukaan. Dengan itu diharapkan akan didapatkan pengetahuan yang
obyektif dan kontekstual, yang mungkin aplicable untuk membuka wawasan
individu atau dalam lingkup luas yang berarti masyarakat Indonesia.

10
Sedangkan metode penulisan pada pembahasan ini mengacu pada panduan
buku Pedoman Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2008/2009.

D. Tujuan Penelitian
Dari sekian banyak uraian yang disajikan, pembahasan tulisan ini memiliki tujuan
inti,masing-masing:
1. Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam
tentang respon komunitas gay, lesbian,transgender
serta biseksual, (L.G.B.T) yang ada di komunitas
Arus Pelangi terhadap tekanan masyarakat agama.
2. Mengetahui sejauhmana pemahaman masyarakat
terutama dalam lingkungan inti seperti keluarga,
neighboorhood

serta

masyarakat

tentang

homoseksualitas.
3. Mengetahui sejauhmana peran keluarga dalam
memberikan bimbingan agama kepada L.G.B.T.
4. Mengedukasi masyarakat yang

homophobia

tanpa harus mengeliminasi kaum gay atau


individu dengan orientasi seksual lainnya.

11
5. Mengetahui pola penanganan konflik yang akan
atau

telah

dilakukan

oleh

Arus

Pelangi

menghadapi konflik yang telah terjadi selama ini.


6. Menjadi jembatan dialog bagi kedua belah pihak
yakni masyarakat umum serta individu

atau

kelompok dengan orientasi seksual yang berbeda,


untuk menentukan batasan acuan bersama agar
mendapatkan

wawasan

yang

baru

tentang

homoseksualitas serta memberi pengetahuan dan


pendidikkan tentang homosekual dan transgender
agar masyarakat yang ingin tahu lebih lanjut
tentang

hal

tersebut

dan

terhindar

dari

pengetahuan yang salah.


7. Memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
kesarjanaan S1 pada Jurusan Sosiologi Agama,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penulisan
Secara sistematis tulisan ini akan dibagi ke dalam lima bab: Bab

pertama akan membahas seputar tema yang diangkat pada tulisan ini. Di sini

12
akan dibahas

mulai dari landasan pemikiran sampai sistematika penyusunan

skripsi yang ditulis secara terperinci dan detail mengenai metode penelitian apa
yang akan digunakan, latar belakang pemilihan judul, sampai metode apa yang
akan digunakan dalam pengumpulan data.
Selanjutnya Bab kedua secara umum membahas tentang landasan teori
dari tekanan sosial dan perilaku menyimpang serta juga akan dibahas secara
terperinci tentang kedua variabel pembahasan skripsi ini. Keduanya akan dibahas
secara terpisah hingga dapat dimengerti secara baik. Bab ini akan membahas
bagaimana sejarah mulai terbentuknya perilaku berdasarkan orientasi seksual
yang berbeda seperti homoseksualitas dari mulai zaman nabi hingga sekarang
yang kemudian hal ini menjadi sebuah momok yang tumbuh dalam masyarakat
heteroseksual merasakan adanya suatu hal yang di luar biasanya. Dalam bab
kedua ini akan dipaparkan juga historisitas tentang homoseksualitas kali pertama
tumbuh sebagai sebuah bagian dari ritual sakral dalam kegiatan suatu budaya
masyarakat tertentu lalu berubah menjadi suatu hasrat terpendam dari
homoseksualitas. Yang tak kalah penting, dalam bab ini juga akan dibahas
beberapa pendapat penting dari tokoh-tokoh terkenal tentang homoseksualitas.

Bab ketiga akan membahas tentang Arus Pelangi, sebuah lembaga


swadaya masyarakat yang didirikan untuk melindungi hak-hak kaum lesbian ,gay,
biseks, transgender (L.G.B.T.) yang tidak bisa mendapatkan hak yang sama
seperti masyarakat kebanyakan. Bab ketiga ini juga akan membahas khusus

13
tentang latar belakang didirikannya, visi misi, tujuan dibentuk, apa dan bagaimana
kinerja Arus Pelangi organisasi yang membela L.G.B.T yang mendapat perlakuan
tidak adil. Selain itu bab ini juga akan membahas berbagai program baik program
yang ingin dicapai kedepannya maupun yang sudah dicapai.

Bab keempat akan membahas seputar temuan-temuan yang didapat di


lapangan dan data-data yang telah diolah setelah temuan didapatkan semua. Bab
ini juga akan membahas tentang solusi yang penulis coba berikan sebagai langkah
awal kelanjutan sebagai pembuka wawasan masyarakat dalam memahami kaum
minoritas dan suatu hal baru yang dianggap berada di luar norma masyarakat.
Dengan demikian masyarakat tidak serta merta memandang kaum minoritas
khususnya homoseksual, transgender atau yang lain dengan sebelah mata. Dari
situ tentu saja diharapkan dengan adanya edukasi baru tentang Jakarta
underground yang telah lama menjadi realita sosial yang nyata dikalangan
masyarakat sehingga dapat mengalihkan homophobia ke arah yang lebih positif.
Sehingga komunitas-komunitas minoritas lainnya juga akan mendapatkan
perlakuan hak yang sama serta dapat menyuarakan plihan tanpa harus khawatir
ataupun merasa was-was. Serta akan dilihat juga bagaimana Arus Pelangi sebagai
lembaga yang menaungi komunitas tersebut mengatasi tekanan atau pola
penanganan masalah / konflik yang muncul dalam masyarakat khususnya dari sisi
agama.

Tulisan akan ditutup dengan pembahasan Bab kelima yang merupakan


kesimpulan dan refleksi penulis. Pada bagian akhir juga akan disertai dengan
lampiran-lampiran serta daftar pustaka yang disertakan dengan data-data yang
didapatkan pada saat mengumpulkan data di lapangan baik dari perpustakaan
maupun data lapangan.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN DEFINISI

C. Konflik
Manusia adalah makhluk sosial. Setiap aktivitas kesehariannya selalu
melibatkan manusia sepanjang hari dan sepanjang waktu. Tentu banyak kegiatan
atau aktivitas yang membutuhkan kerjasama, kepercayaan dan koordinasi antar
manusia. Kerjasama tersebut tidak selamanya berjalan baik, bahkan sering
mengalami bentrok akibat adanya paham dan sifat yang berbeda antara satu
manusia dengan yang lainnya sehingga tak jarang pula menimbulkan konflik. baik
itu konflik berupa ideologi, keyakinan, konflik antar ras, suku, agama.
Manusiapun cenderung untuk menolak suatu hal yang berada di luar
aturan norma adat dan agama. Untuk menghindari terjadinya konflik dibutuhkan
kontrol sosial. Kontrol sosial memiliki sifat yang mengekang dan mengikat untuk
menjaga masyarakat agar tetap berada dalam jalur masyarakat sebagaimana
mestinya yang telah ditetapkan bersama (kontrak sosial) yang sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku.

jika terdapat kelompok yang berada di luar

aturan dan norma maka mereka menganggapnya sebagai kelompok yang


menyimpang.
14

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,edisi baru, (Jakarta: rajawali, 2006), h. 28

15
Perilaku menyimpang dapat terjadi karena dua faktor, masing-masing faktor
internal dan eksternal. Faktor internal dapat terjadi karena adanya perbedaan pada
faktor genetik atau kepribadian yang ada pada manusia baik itu individu maupun
yang tergabung dalam kelompok. Contohnya adalah adanya kelainan pada gen,
atau susunan saraf pada otak yang berbeda 6. Sementara faktor eksternal berasal
dari lingkungan sekitar manusia tersebut, mulai dari keluarga, lingkungan tempat
tinggal, masyarakat luas hingga institusi-institusi terkait seperti sekolah, kantor,
tempat kursus, dan lain-lain. Hal ini juga berlaku hal yang sama pada cara didik
lingkungan sekitar, perlakuan orang lain terhadap manusia tersebut, dan segala
sesuatunya yang berhubungan dengan interaksi sosial manusia baik dengan
individu ataupun kelompok. Perilaku seperti ini mungkin saja terjadi karena
seseorang mengabaikan norma atau tidak mematuhi patokan baku dalam
masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah-istilah negatif walaupun
tidak seluruhnya dapat membawa dampak negatif atau memiliki niat yang negatif.
Perilaku menyimpang tidak terbentuk dalam waktu singkat, namun
merupakan akumulasi dari serangkaian kejadian yang dialami oleh individu atau
kelompok yang mengalaminya. Serangkaian kejadian tersebut terjadi dalam
lingkungan hidup manusia dan tidak lepas dari peran masyarakat karena manusia
bagian dari masyarakat, dan masyarakat tidak dapat terbentuk tanpa adanya
manusia. Mereka pula yang memiliki peran besar dalam membentuk kepribadian

Allan G. Johnson, Human Arrangements, h. 297.

16
individu atau kelompok tersebut menjadi menyimpang atau tidak. Terdapat
stigma dan pandangan yang sama dalam masyarakat bahwa sesuatu yang berada
di luar aturan serta norma yang berlaku dianggap tidak normal atau menyimpang.
Batasan yang dapat mendefinisikan perilaku menyimpang adalah bentukan
budaya, yang telah ada dan dibentuk sejak dahulu oleh masyarakat terdahulu.
Dengan demikian dapat dikatakan penyimpangan adalah bentukan dari budaya itu
sendiri, sebagaimana pendapat yang dikeluarkan oleh Durkheim: Boundaries that
define deviant behavior, then are cultural creations, wich means that deviance itself is a
cultural creation (Durkheim, 1895).7

Secara garis besar kelompok yang dianggap menyimpang yang ada di


era sekarang ini merupakan akibat dari bentukan budaya tatanan sosial
masyarakat terdahulu, kemudian mereka terjebak di dalam stigma masyarakat
yang sudah terbiasa pada tatanan aturan dan norma yang sudah ada.
Meskipun sekarang masyarakat sudah memiliki kemajuan di bidang
ilmu pengetahuan dan pemikiran. Namun demikian tidak semua lapisan
masyarakat dapat menerima semua perubahan yang terjadi. Dapat disimpulkan
bahwa berbagai hal yang dianggap tidak wajar baik yang berada di luar maupun
dalam aturan dan norma tidak dapat diterima oleh masyarakat. Mereka lebih
memilih untuk mengangga

Ibid, h. 280.

17
pnya sebagai sebuah penyimpangan yang dilakukan oleh individu atau
kelompok tersebut (dengan memberi panggilan tertentu atau ejekan). 8
Contoh kasus yang paling relevan adalah kaum gay. Gay adalah sebutan
untuk orang yang menjalin hubungan romantis sesama jenis antara laki-laki
dengan laki-laki9. Hubungan tersebut memicu respon yang kontradiktif dalam
kalangan masyarakat. Masyarakat agama maupun sosial berpendapat bahwa
hubungan sesama jenis tidak diperbolehkan dalam ajaran agama dan dianggap
berdosa serta berada di luar kewajaran.
Karena adanya pro dan kontra terhadap kelompok tersebut sangat
memiliki potensi untuk terjadi konflik. pencegahan tindak kekerasan dan
diskriminasi terhadap L.G.B.T dapat dilakukan oleh masyarakat awam maupun
aparat pemerintahan. Di sini masyarakat dan beberapa kelompok lainnya, baik itu
berupa lembaga swadaya masyarakat maupun mahasiswa yang tergabung dalam
beberapa kelompok lembaga sosial, membentuk pengendalian sosial sebagai
lembaga kontrol terhadap kinerja pemerintah yang dianggap belum dapat
bertindak netral dan juga terhadap masyarakat yang melakukan tindak
diskriminasi.

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyatno (ed.), Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, h. 84.
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h. 25, lihat
juga Dra. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I (Jakarta: Rajawali, 1988), h 214, lihat juga Tim
Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, h.282

18

1.

Latar belakang Konflik

Pemicu konflik dapat berasal dari perilaku individu atau kelompok yang
dianggap melakukan perilaku menyimpang dari nilai dan aturan norma dengan
mkaelompok masyarakat yang memiliki perilaku atau pendapat yang berbeda
dari kelompok yang lainnya.
Artinya bahwa perilaku yang sesuai itu bersifat inheren pada masing-masing
individu. Meskipun demikian, ada sebagian besar manusia yang harus dilatih
untuk menjalankan norma-norma itu. Melalui proses sosialisasi seseorang akan
mempelajari perilaku apa yang dapat diterima berkaitan dengan berbagai situasi
yang akan dia hadapi. Selain itu ia akan belajar perilaku mana yang pantas dan
tidak pantas untuk ia laksanakan sehingga memperkecil terjadinya penyimpangan
yang memungkinkan terjadinya konflik.10
Disfungsi perilaku individu atau kelompok dengan perilaku menyimpang
dapat menyebabkan terancamnya kehidupan sosial. Hal ini menyebabkan tatanan
sistem atau norma yang sudah ada dapat tidak berjalan sebagaimana mestinya
karena terdapat individu yang tidak dapat menjalankan tugasnya dalam sistem
masyarakat dan masyarakat sudah tidak bisa lagi memiliki hubungan yang kuat
antara satu dengan yang lainnya.11 Seringkali suatu perilaku dianggap
menyimpang oleh suatu masyarakat tetapi dianggap tidak menyimpang oleh

10

Ibid, h. 28.
Allan G. Johnson, Human Arrangements an Inttroduction to Sociology. (Florida,USA: Harcourt
Brace Jovanovic, Inc, 1986), h. 298.

11

19
masyarakat lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan relativitas perilaku
menyimpang dalam pandangan relativisme

bahwa penyimpangan dapat

diinterpretasi hanya dalam konteks sosio kultural tempat penyimpangan tersebut


terjadi

Menurut Lewis Cosser konflik adalah Perjuangan mengenai nilai serta


tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka dengan
maksud menetralkan, mencederai, atau melenyapkan lawan. 12
Pada umumnya Teori Konflik merupakan kontrol sosial dilakukan dan
dipegang oleh kelompok elite yang berkuasa. Untuk melayani kepentingan
mereka sendiri, sehingga terjadi ketidakseimbangan distribusi kekuasaan.
Contohnya makelar kasus timbul karena adanya kelompok elite yang tidak ingin
menanggung tanggung jawab hukum yang seharusnya mereka jalani untuk itu
dibutuhkan makelar yang menangani kasus mereka agar menjadi lebih mudah dan
ringan atau bahkan tidak menjadi masalah sama sekali. 13
Namun konflik yang diangkat dalam pembahasan skripsi ini adalah konflik
antar ideologi yang saling mempertahankan keyakinan dan pilihan hidup masingmasing. Seperti yang dikatakan oleh Cosser, konflik yang memperjuangkan nilai
serta tuntutan atas status yang ingin dituju oleh masing-masing kelompok.

12
13

Katmanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, (Jakarta: LPFEUI; 2004), h. 231.
Ibid, h. 191.

20
D. Orientasi Seksual dan Perilaku Seksual yang Berbeda
Manusia lahir bersama naluri seksualitasnya. Naluri seksualitas
manusia lahir tanpa batasan serta pembedaan mengenai pilihan pasangan
hidup maupun identitas gender pasangan masing-masing seperti yang ada
sekarang. sebagaimana yang disebutkan oleh susan M. Shaw dan Janet Lee
dalam buku mereka Womens Voices, Feminist Vision:
Human sexuality involves erotic attraction, identity, and practice, and it
is constructed by and trough societal sexual scripts. Sexual scripts
included : social norms, practices, working of power and they provided
frame works and guide lines. For example; sexual feelings and
behaviors.14

Dari kutipan di atas jelas bahwa pada awalnya seksualitas manusia


meliputi atraksi erotis, perilaku sosial maupun seksual, serta identitas pribadi
maupun gender. Semua hal dalam praktek tersebut dibangun melalui kebiasaan
seksual masyarakat. Skrip seksual atau kebiasaan seksual masyarakat termasuk di
dalamnya: norma-norma sosial, praktek, kerja kekuasaan dan mereka yang
berkuasa menyediakan karya kerangka dan garis panduan. Sebagai contoh
perasaan seksual dan perilaku seksual. Namun seiring dengan perkembangan
zaman persepsi manusia mengenai seksualitasnya mengalami penyempitan akibat
dari akumulasi pengalaman masyarakat mengenai seksualitasnya secara umum.
Mereka melakukan kesepakatan tidak tertulis mengenai seksualitas yang dianggap
14

Susan M. Shaw & Janet Lee, Womens Voices, Feminist Visions: Classics and Contemporary
Readings Second Edition, (New York: Mc Graw Hill. 2004), h. 153.

21
lazim sebagai generalisasi identitas pengalaman masa lalu dan sekarang
yang

kemudian

membimbing

persepsi

tentang

seksualitas

berdasarkan

heteronormativitas saja, kemudian perlahan tapi pasti menolak serta menganggap


adanya orientasi seksualitas yang lain yang terhitung minoritas (homoseksualitas)
sebagai sesuatu yang menyimpang atau tidak lazim.
within the context of sexual scripts, individual develop their own sexual
self schemes that can be as identity or cognitive generalizations about sexual aspect
of the self that are established from past and present experiences and guide sexual
feeling and behavior 15

Dapat dilihat bahwa pandangan seksualitas ataupun orientasi seksual


manusia dibentuk oleh kebudayaan, norma serta peraturan yang berlaku dalam
masyarakat tersebut. Ketika dihadapkan dengan kenyataan, tidaklah mengejutkan
bahwa homoseksualitas tidak membawa pengaruh apapun pada etika, sebab
homoseksualitas dan seksualitas sendiri lahir dari bentukan budaya masyarakat itu
sendiri, terlebih ketika masyarakat mencoba untuk menutup fakta terhadap hal
tersebut16. Hal ini dikarenakan manusia cenderung untuk enggan mengganti
haluan dalam norma yang sudah terbiasa ada, khususnya jika perubahan itu terjadi
dan memberikan cultural shock kepada mereka karena mereka cenderung
menolak dan memandang geli kepada sesuatu yang berada di luar norma sehingga

15
16

Ibid, H.153.
Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.

22
mereka melakukan tekanan pada yang berada di luar norma untuk ikut ke
dalam norma yang sudah ditetapkan.17
Terdapat kesepakatan tertulis dan tidak tertulis mengenai seksualitas.
Kesepakatan tertulis merupakan ketentuan-ketentuan yang ditulis mengenai
seksualitas dan berpasang-pasangan sesuai kaidah-kaidah yang telah ditentukan
dalam kitab-kitab suci, menurut ilmu kesehatan, maupun ketentuan adat yang
berlaku. Sedangkan ketentuan tidak tertulis merupakan praktek perilaku
seksualitas yang ada dalam masyarakat secara langsung dan tidak tertulis dalam
kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Ini hanya berlaku karena adanya
kesepakatan antarpasangan saja. Seksualitas juga dipengaruhi oleh pandangan
yang berdasarkan heteronormativitas dan identitas gender, laki-laki selalu
diidentikkan dengan maskulinitas, kekuatan dan dominasi. Sedangkan perempuan
diidentikkan dengan femininitas, kelemah-gemulaian, selalu termarginalkan dan
minoritas.18

1. Definisi Homoseksualitas
Orientasi yang ada di bumi tidak hanya sebatas heteroseksual saja (lakilaki dengan perempuan) namun juga terdapat homoseksual (sejenis antara lakilaki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan), yang termasuk juga
didalamnya biseksual (berhubungan baik dengan laki-laki dan perempuan,
memiliki ketertarikan seksual dengan kedua jenis), transgender (mengganti jenis
17
18

Linda L. Davidoff, Mari Juniarti, Psikologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga: 1991), h. 315.
Bulletin bulanan GAYa Nusantara, No. 37 tahun 2005.obrolan: topic kita, H. 3.

23
kelamin sekunder menjadi jenis kelamin lawan jenis), queer (orang yang
tidak mau mendefinisikan ketertarikan lawan jenisnya ataupun orientasi
seksualnya sebagai homo atau hetero, individu tersebut bebas mau berhubungan
baik dengan lawan jenis maupun dengan sesame jenis, dengan atau tanpa cinta
atau hanya sebatas ketertarikan seksual). 19 Homoseksualitas merupakan perilaku
atau sikap-sikap homoseksual, perilaku hubungan seks di dalamnya juga meliputi
serangkaian aktivitas yang berhubungan dengan hubungan sesama jenis termasuk
gaya hidup, perilaku managemen finansial, interaksi sosial baik di dalam maupun
di luar komunitas L.G.B.T sendiri.20 jadi, homoseksualitas yang dimaksud tidak
hanya sebatas menyakut perilaku seksual dalam hubungan percintaan mereka saja
namun di sini juga mencakup seluruh aktifitas kehidupan sosial, religius, serta
finansial yang dilakukan oleh mereka di dalam kalangan maupun di luar kaum
L.G.B.T.21 Ini merupakan serangkaian aktivitas yang meliputi interaksi seksual
yang romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama maupun dengan
identitas gender yang sama baik secara biologis atau non-biologis.
Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah dan
yang paling dikenal adalah definisi yang dikeluarkan pada tahun 1869 oleh KarlMaria Kertbeny dan kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh

19

Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati, Jakarta 10 Mei 2010.


Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer: Edisi Lengkap, Cetakan Pertama ( Jakarta: Gramedia
Press, 2006), h. 182.
21
Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati, Jakarta 10 April 2010.
20

24
Richard Freiherr

von Krafft-Ebing pada

bukunya,

Psychopathia

Sexualis.22 Namun secara etimologis homoseksual berasal dari bahasa Yunani


homo yang berarti sejenis, sama, manusia atau keluarga manusia23 dan sex berasal
dari bahasa latin yang berarti alat, seks atau jenis kelamin. 24
Perilaku seksual homoseksual ini dilakukan dengan seseorang yang
memiliki orientasi seksual yang sama dan tidak memperdulikan identitas gender
maupun identitas seksual (identifikasi diri) yang dimiliki oleh pasangannya yang
mungkin

dapat

mengacu

kepada

perilaku

homoseksual

atau

orientasi

homoseksual. Sedangkan homoseksual sendiri adalah istilah yang digunakan


untuk hubungan intim atau hubungan seksual di antara orang-orang berjenis
kelamin yang sama.25 Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan
untuk merujuk kepada pria homoseks. Sedangkan Lesbian adalah suatu istilah
tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks. 26
Ungkapan seksual dan cinta erotis sesama jenis telah menjadi suatu corak
dari sejarah kebanyakan budaya yang dikenal sejak manusia mengenal
kebudayaan dan kepercayaan, hanya saja homoseksualitas banyak bergejolak
mulai abad ke-19 bahwa tindakan dan hubungan seperti itu seksualitas kita
merupakan produk dari kondisi-kondisi sejarah yang khusus, yang terbentuk dari
22

Ibid, h. VIII.
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, h. 181.
24
Ibid, h. 426.
25
Dra. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I (Jakarta: Rajawali, 1988), h. 213.
26
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h. 25, lihat
juga Dra. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I (Jakarta: Rajawali, 1988), h 214, lihat juga Tim
Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, h.282.
23

apa yang telah dipaparkan secara sederhana.27 Sejauhmana fakta tersebut


mempengaruhi cara pandang masyarakat yang telah melekat mempengaruhi
pengungkapan pandangan tentang homoseksualitas yang dianggap berbeda hingga
dianggap menyimpang sampai menimbulkan homophobia, semua itu akan
dibahas pada sub-bab berikutnya.

2. Latar Belakang Berkembangnya Orientasi Seksual Berbeda


Homoseksualitas telah ada dan berkembang dalam kebudayaan masyarakat
sejak zaman pra-sejarah jauh sebelum manusia mengenal tulisan. Hal ini dapat
dilihat pada perilaku seksualitas mamalia dan juga pada hubungan seksual antara
manusia dalam kebudayaan yang berlaku pada masa itu. Perilaku-perilaku
homoseksualitas tidak hanya berakhir pada masa itu saja. Homoseksualitas juga
ternyata berlangsung pada masa-masa peradaban selanjutnya. Hal ini dibuktikan
dengan adanya bukti mitos, manuskrip, candi-candi seperti candi Cetho, pura
Puseh, candi Sukun, pura Penyungsung, pura Besakih 28, Pelinggih Ratu Ayu
Pingit29 dan bukti-bukti sejarah lainnya yang ada pada masa peradaban-peradaban
kuno Hawaii kuno, Pulau Melanisia, Pulau Mangaia di Polynesia, Suku
Trobiander, Sironon, Duson dan orang-orang di dataran Cree30, Yunani kuno,
Mesopotamia, Cina, peradaban Mesir pertama dan termasuk juga pada masa
peradaban Islam hingga abad millennium dan kebudayaan Nusantara yang masih

27

Collin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. VI.


DR.James Danandjaja, Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali, (Jakarta: UI-press:1989). H.
202
29
Ibid,h. 367-368.
30
Linda L. Davidoff, Mari Juniarti, Psikologi Suatu Pengantar,h.32.
28

menganut kepercayaan Animisme 31 dan Dinamisme ini. Setiap kebudayaan dan


seksualitas yang tumbuh berkembang pada masa itu sangat kental sekali
dipengaruhi

oleh

kebudayaan

yang

menganut

Heteronormativitas

dan

Phallusentris yang Maskulin 32.


Segalanya sangat berhubungan dengan kegiatan yang seksis karena pada
saat itu mereka sangat memuja kesuburan, setiap kegiatan tersebut juga
melibatkan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada homoseksualitas, karena
homoseksualitas merupakan bagian dari seksualitas yang lahir dari kebudayaan.
Maka jelas bahwa homoseksualitas ada dan melekat sampai sekarang ini, tidak
hanya homoseksualitas bahkan juga terdapat perbancian (travetisme) termasuk di
dalamnya.
Membahas homoseksualitas dapat ditinjau melalui pengaruh dari tradisi,
kebudayaan, ekonomi, kekayaan baik yang berupa tanah, etika yang terorganisasi,
dan identifikasi sosial. Melalui faktor-faktor tersebut dapat diketahui sampai
sejauh mana pengaruhnya pada cara pandang masyarakat dewasa ini.
Homoseksualitas telah melekat sangat dalam pada masyarakat sehingga
menimbulkan stigma negatif yang mempengaruhi pengungkapan pandangan
tentang perilaku menyimpang hingga menimbulkan homophobia.

31

Untuk keterangan dan bacaan lebih jauh lihat Sarah Dening, The Mythology of Sex, USA:
macmillan general references, 1996.
32
Phallussentris, Phallus: symbol alat reproduksi laki-laki, centre: pusat. Untuk lebih lanjut dapat
lihat Rachmat Hidayat, Ilmu Yang Seksis: Feminism dan Perlawanan Terhadap Teori Sosial
Maskulin, (Yogyakarta: Jendela, 2004). h.177.

Selama perjalanannya homoseksual memiliki beberapa periode penting


yang terjadi. Kemunculannya dalam beberapa hal inilah yang paling melekat
dalam ingatan dunia dan mempengaruhi timbulnya stigma negatif. Diantaranya
adalah, peristiwa binasanya kaum Sodom umat Nabi Luth yang dilaknat oleh
Allah karena melakukan tindak seksualitas sejenis, mereka telah diperingati oleh
Nabi Luth namun tidak menghiraukan. Maka Allah membinasakan mereka
dengan cara menghujani mereka dengan hujan batu dari neraka hingga mereka
binasa. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:

*


*



*


*

*
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata
kepada kaumnya: Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk
melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas.
Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri. Kemudian Kami selamatkan
dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal
(dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS Al-Araf:80-84).

Peristiwa yang terjadi kemudian adalah peristiwa meletusnya gunung


Vesuvius di Italia yang membinasakan kota Pompeii terutama kota Namples.
Tempat tersebut merupakan tempat pusat perzinaan dan masyarakatnya banyak
yang homoseksual. 33

33

Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang Kaum
Homoseksual (Jakarta: Hujjah Press, 2008), h. 51.

Berlanjut pada tahun 1930-an bangsa Yahudi, serta kaum homoseksual


yang dianggap sebagai orang-orang yang berbahaya, ketika itu sekitar 50.000
orang dipenjarakan di camp-camp pengasingan Nazi ketika Nazi berkuasa. 34
Sejarah perjalanan kaum homoseksual yang kelam tidak hanya berakhir sampai di
sini. Pada

tahun 1950-an Inggris mendirikan konselir untuk membantu

pemerintahan dalam membuat undang-undang menghadapi homoseksualitas yang


belakangan marak terjadi dalam masyarakat dan juga prostitusi. Namun,
pembentukan komisi ini tidak mengubah sikap apapun dalam jajaran penegak
hukum dalam memberikan pelayanan yang sama dan adil terlebih pihak yang
berwenang bersikap sangat mengolok-olok kesengsaraan yang dialami oleh pihak
yang dianggap tidak seimbang itu35. Pada bulan Juni 1969 di New York,
Amerika Serikat. berlangsung huru-hara Stonewall, ketika kaum waria dan gay
melawan represi polisi yang khususnya terjadi pada sebuah bar bernama
Stonewall Inn. Peristiwa ini dianggap permulaan pergerakan gay yang terbuka dan
militan di Barat.36 Berlanjut pada tahun 1970-an berlangsung minggu Gay dan
mengalami masalah yang tidak jauh berdeda pada masa sebelumnya tentang
bagaimana cara berpakaian dan bertingkah laku. Hal ini sempat membuat
homoseksual terpecah namun semangat perjuangan untuk memperjuangkan hak
dan keadilan mereka dalam masyarakat tidak surut begitu saja. Kemudian pada

34

Collin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, h 420.


Collin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. 441-442.
36
Lihat juga Collin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, (Yogyakarta: Kreasi Wanaca, 2004),
Untuk keterangan kejadian huru-hara stonewall hal 447- 448.
35

tahun 1978 International Lesbian and Gay Association (ILGA) berdiri di Dublin,
Irlandia. 37.
Pada tahun-tahun selanjutnya perjuangan kaum L.G.B.T. mulai memasuki
masa-masa cerah. Kaum homoseksual mulai berani berkumpul keluar di tempattempat publik, seperti klub, kafe-kafe, restoran, pusat perbelanjaan, taman dan
lainnya. Mereka berkumpul baik untuk saling mengenal, sekedar berbicara,
ataupun untuk berdiskusi dari topik pembicaraan yang ringan hingga tema
pembicaraan yang berat, seperti membicarakan masalah sosial, ekonomi, politik
hingga membicarakan isu-isu terbaru tentang pergerakan L.G.B.T yang terbaru.
Lambat laun homoseksual mulai dilihat sebagai bagian bisnis hiburan
yang menjanjikan. Seksualitas di dalam pandangan masyarakat perlahan mulai
berubah kini hal tersebut tidak lagi dilihat hanya sebatas sebuah hubungan yang
intim yang dapat dilakukan di dalam sebuah ruangan yang tertutup dan intim saja
namun sekarang semakin banyak pihak yang berani untuk mengkonsumsi dan
mengeksplorasi erotika tidak sebatas prokreasi namun dapat dilihat menjadi suatu
pilihan hidup bagi yang lain.
Peristiwa tak kalah penting lainnya adalah pendirian monumen
Homomonument di Belanda tahun 1987. Monumen ini berbentuk segitiga tiga
dimensi yang berlapiskan batu marmer berwarna pink atau merah muda.
Didirikan sebagai pusat simbol perjuangan kaum homoseksual dan juga sebagai
refleksi gerakan homoseksual di masa datang monument ini dibangun sebanyak

37

Ibid, hal 451.

tiga buah.

Masing-masing diletakkan di tempat yang berbeda-beda dengan

bentuk segitiga yang memiliki makna sebuah peringatan masa lalu, sebuah
pengakuan dan perdebatan dimasa sekarang, dan inspirasi di masa datang. 38
Untuk di Indonesia sendiri homoseksual dan seksualitas telah ada sejak
zaman dulu dan dibicarakan dalam setiap ritual, bersatu sebagai bagian dari
kebudayaan lokal sebagaimana yang telah disebutkan pada penjelasan awal.
Homoseksual telah menjadi bagian dalam inisisasi-inisiasi kebudayaan daerah.
Contohnya Reog Ponorogo, dalam ritualnya untuk menjadi seorang Warok
Gemblak39 hebat, seseorang dilarang untuk bergaul dengan perempuan, karena
perempuan dianggap membawa kelemahan pada para pria, dan diyakini jika
berdekatan dengan perempuan itu, akan menghilangkan kesaktian mereka. Ketika
mereka mengeluarkan sperma ketika terangsang kepada perempuan maka akan
menghilangkan kesaktian ilmu yang mereka pelajari dan hal-hal seperti ini sangat
diyakini oleh masyarakat budaya dimana kebudayaan sangat berpengaruh dalam
kehidupan mereka. Kemudian juga terdapat ukiran tentang seksualitas yang tidak
membatasi masalah orientasi pada relief candi-candi yang tersebar di Indonesia
sebagai simbol dari kesuburan.40
Sedangkan seksualitas di Indonesia bagian Timur terutama Bali jejak
ritual kebudayaan yang tidak tabu pada seksualitas sudah ada seperti candi Sukun

38

Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h. 47.
Arus Pelangi dan Hivos, Outzine! Edisi Juli 2008 (Jakarta: Arus Pelangi,2008 ), h. 13.
40
DebDikBud, Sejarah Kebudayaan Bali: Kajian Perkembangan dan Dampak Pariwisata.
(Jakarta:DebDikBud RI:1998), h. 73-76.
39

dan candi Cetho, Pura Penyungsung, Pura Besakih 41, kuil utama Trunyan.
Relief-relief candi tersebut banyak yang berukiran Lingga (kemaluan perempuan)
dan Yoni (kemaluan laki-laki), Serat Centhini juga merupakan hasil dari
kebudayaan keraton Surakarta di Nusantara yang merupakan sebuah kitab yang
berisikan tata cara dalam berhubungan intim dan seksualitas 42. Bukti sejarah
tersebut membuktikan bahwa sejak dulu masyarakat Nusantara tidak tabu untuk
membicarakan tentang seksualitas, bahkan dianggap sebagai sebuah simbol sakral
kesuburan.
Awal abad ke-20 sekitar tahun 1920-1930an pada masa penjajahan sudah
terdapat banyak homoseks di berbagai kota di Indonesia namun masih belum
dapat terlacak dengan baik, hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan naskah
autobiografi tentang seorang priayi Jawa yang menuliskan tentang kehidupannya
dimasa kolonial Belanda.43 Pada zaman dulu kaum L.G.B.T memang tidak
banyak yang terlihat dan memang baru meluas dalam jaman modern, terutama
pada abad ke -20. Kemudian pada sekitar akhir tahun 89 hingga awal tahun 90-an
banyak berdiri LSM-LSM yang membela hak-hak L.G.B.T seperti Indonesian
Gay Society (IGS), GAYa Nusantara.
Meskipun di Indonesia sendiri sebetulnya sudah terdapat lembaga
swadaya masyarakat yang menangani masalah L.G.B.T sejak tahun 1982, yaitu
41

DR.James Danandjaja, Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali, (Jakarta: UI-Press:1989). H.


202.
42
Elizabeth Prasetyo dalam Fulgurous Appearance Of The Mask In Serat Centhini, Mask: The
Other Face of Humanity: Various Vsion On The Role Of The Mask In Humansociety,(Filiphine:
Rex Book store:2002). h.77
43
Amen Budiman, Gay Pilihan Jalan Hidupku: Pengakuan Seorang Priayi Jawa Zaman
Penjajahan Belanda (Semarang: Mimbar, 1990), Kata pengantar paragraf pertama.

Lambda namun pada saat itu memang baru sedikit atau sangat jarang sekali LSM
yang memperjuangkan kaum L.G.B.T yang diperjuangkannya. Hanya pada masa
era 1969 pada saat Ali Sadikin menjadi gubernur DKI dibentuklah
organisasi wadam pertama, Himpunan Wadam Djakarta (Hiwad) berdiri dan
difasilitasi oleh badan pemerintahan44.
Kemudian memasuki era millennium dan akhir tahun 90-an memang
pergerakan L.G.B.T seperti memasuki masa-masa kemudahannya meski tidak
semudah yang dibayangkan karena masih banyak pertentangan yang terjadi.
Selain dari sisi luar negeri, di dalam negeri sendiripun mereka mengalami
kesulitan karena pada masa era Orde Baru seksualitas manusia pada masa
kepemimpinan Soeharto diikat tidak boleh keluar dari ranah pribadi45. Kemudian
pada ranah Internasional isu orientasi seksual masuk dalam agenda Konferensi
PBB tentang Hak Asasi Manusia di Wina, Austria, tetapi ditentang oleh negara
negara konservatif, termasuk Singapura hal tersebut terjadi pada tahun 1993.
Kemudian pada tahun yang sama Kongres Lesbian & Gay Indonesia (KLGI) I
diselenggarakan di Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Diikuti sekitar
40 peserta dari Jakarta hingga UjungPandang, kongres ini Menghasilkan enam
butir ideologi pergerakan gay dan lesbian Indonesia. GAYa NUSANTARA
mendapat mandat untuk mengkoordinasi Jaringan Lesbian & Gay Indonesia
(JLGI)46.

44

Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h . 60.
Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.
46
Bulletin Arus Pelangi, Outzine edisi ke-2. Januari 2008. H. 13-14.
45

Selama masa-masa perjuangan, kaum L.G.B.T. mengalami banyak masa


pasang surut dan tidak mudah, setelah mendapatkan sedikit kemudahan pada
tahun 1993 namun masalah kembali muncul pada November 2000 pada acara
Kerlap-Kerlip Warna Kedaton 2000, acara pendidikan HIV/AIDS melalui hiburan
di Kaliurang, Yogyakarta, yang diserang oleh serombongan laki-laki yang
dinamakan Gerakan Anti-Maksiat (GAM).47 Hingga sekarangpun perjuangan
L.G.B.T tidak berhenti hingga mereka mendapatkan perlakuan yang layak meski
masih banyak perlakuan tindak diskriminatif yang terjadi dari hal tersebut juga
menyebabkan jatuh korban nyawa hingga tahun lalupun masih jatuh korban, yaitu
korban seorang transgender yang meninggal tenggelam akibat menghindar dari
kejaran SatPol PP48.

3. Macam-macam Perilaku Seksual


Perilaku seksual merupakan perilaku hubungan seks yang pada umumnya
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, namun perilaku seks ini dibagi menjadi
dua pembahasan umum, yaitu perilaku seksual dan perilaku seksual menyimpang.
Seperti yang telah dijelaskan secara singkat pada pembahasan sebelumnya
perilaku seksual adalah sebuah perilaku hubungan seks yang dilakukan antara pria
dan wanita dan dilakukan oleh pasangan yang sudah resmi terikat dalam suatu
pernikahan, 49 sesuai dengan yang ditentukan oleh kaidah norma agama adat serta
rambu-rambu kesehatan yang berlaku. Kalau tidak, maka hal tersebut juga
47

Hasil wawancara dengan salah satu pendiri Arus Pelangi King Oey, Jakarta 10 april 2010.
Hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi Yulie Trisnawati. Jakarta 4 Mei 2010.
49
Dra. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, h. 213.
48

dianggap sebagai penyimpangan. Sedangkan perilaku seksual menyimpang


adalah sebuah perilaku hubungan seks yang dilakukan sebaliknya dari hubungan
seksual yang biasanya. Contoh macam macam penyimpangan seksual lainnya
adalah50 :

Homoseksual
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi
pasangan seksualnya. Hal yang memprihatinkan disini adalah
kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko
penyakit kelamin. Hal ini dikarenakan kaum homoseksual banyak
mencari pasangannya dengan bebas dan jarang sekali memikirkan
konsekuensi di kemudian hari.

Sadomasokisme

Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini


kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan
seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa
pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan
dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan
dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.

50

Ibid. hal 215.

Ekshibisionisme
Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya
dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain
yang sesuai dengan kehendaknya.

Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa
Prancis, vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini
akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau
melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi, atau bahkan
berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya,
penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban
yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih.

Fetishisme

Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme,


aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan breast
holder (BH), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat
meningkatkan hasrat hingga orang tersebut mendapatkan kepuasan.

Pedophilia

Phedophilia adalah bentuk kelainan seksual di mana orang dewasa


yang yang suka melakukan hubungan seks atau kontak fisik yang
merangsang dengan anak di bawah umur.

Bestially
Bestially adalah kegiatan seseorang yang suka melakukan
hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi,
kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.

Incest
Incest adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga
sendiri non suami istri atau dengan anggota keluarga yang
memiliki hubungan darah seperti antara ayah dan anak perempuan
dan ibu dengan anak laki-lakinya.

Necrophilia
Necrophilia adalah orang yang suka melakukan hubungan seks
dengan orang yang sudah menjadi mayat atau orang mati.

Zoophilia
Zoofilia adalah bentuk kelainan seksual di mana orang merasa
senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks
dengan hewan.

Sodomi
Sodomi adalah aktivitas seksual di mana pria suka berhubungan seks
melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis atau
bukanbiasanya lebih banyak dilakukan oleh para laki.

Frotteurisme
Frotteurisme yaitu suatu bentuk kelainan seksual dimana seseorang

laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek


atau menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di
tempat publik atau umum seperti di kereta, pesawat, bis, dan lainnya.
Biasanya lebih dikenal dengan sebutan penjahat kelamin.
Gorontopilia

Adalah suatu perilaku penyimpangan seksual di mana sang pelaku


jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah
berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek).

Homoseksual

hanya

sebutan secara umum

kepada orang

yang

bersangkutan atau homoseks. Sebutan tersebut hanya digunakan sebagai suatu


tanda pengenal pembeda dengan heteroseksual dan biseks. Istilah homoseksual
hanya digunakan pada hubungan sejenis saja baik laki-laki maupun perempuan,
istilah ini masih banyak disalahartikan sebagai hubungan gay, namun demikian
istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan kepada pria homoseks.
Sedangkan lesbian merupakan suatu istilah yang digunakan untuk merujuk
kepada wanita homoseks. Yang termasuk homoseksual juga transgender dan
biseksual, baik female to male maupun male to female. Transgender dan biseksual
di kategorikan ke dalam homoseksualitas karena ketika mencari pasangan yang
berlawanan jenis dengan jenis kelaminnya yang dimiliki pada saat ia telah
mengganti jenis kelaminnya. Maka akan sama dengan jenis kelaminnya dengan
jenis kelamin pelaku transgender pada saat ia belum melakukan penggantian jenis

kelamin. Namun tidak pada kenyataannya, para transgender menganggap bahwa


sesungguhnya orientasi mereka tetap heteroseksual karena mereka merasa bahwa
diri mereka sebenarnya tidak tergantung pada kondisi fisik atau tampilan luar
mereka. 51 Begitu juga dengan biseksual male ataupun female, pada saat menjalin
hubungan seksual sesama jenisnya maka ia juga melakukan hubungan sesama
jenis (homo). Sekali lagi, hubungan sesama jenis ini tidak hanya sebatas perilaku
seksual saja tetapi juga mencakup dengan aktivitas lainnya di luar perilaku
seksual. Pada umumnya kaum homoseksual terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu52:

Blatant: kaum ini merupakan individu dengan homoseksual sejati dan


tidak tergantung pada situasi ataupun kebutuhan. Mereka biasanya lebih
mudah dibedakan dengan kaum straight (sebutan untuk kaum hetero dari
tampilan luar.

Desperate: merupakan homoseksual yang sudah menikah namun tetap


menjalani hubungan dengan lelaki lain, biasanya menikah untuk
melupakan jati diri sebenarnya atau hanya untuk menutupi orientasi
seksual sebenarnya.

Secret: individu ini sangat introvert dan penyendiri, tidak ingin diketahui
oleh pihak manapun termasuk teman dekat atau kerabat paling dekat

52

Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang, h 26-27.

sekalipun karena ada ketakutan yang besar di dalam dirinya, kecuali oleh
pasangannya.

Situational: kaum ini atau individu ini berprilaku menjadi homoseksual


karena lingkungan, karena keadaan yang memaksa atau mendorong
mereka berprilaku seperti itu.

Adjusted: ekstrovert, lebih terbuka pada lingkungan sekitar dan lebih


menerima keadaan. Biasanya hal ini juga didorong oleh lingkungan yang
menerima ia apa adanya.

Berikut adalah beberapa pendapat tentang pro dan kontra mengenai orientasi
seksual yang berbeda:
Manneke Budiman, pengajar Universitas Indonesia
banyak kaum homoseksual yang tak keluar untuk mengungkapkan
jatidirinya dan memilih kepalsuan hingga akhir hidup mereka, hanya sedikit
yang memutuskan untuk menghadapi hidup mereka karena tidak tahan akan
kepalsuan, mereka membuka jalan untuk yang lain agar dunia menjadi lebih
ramah terhadap perbedaan dan menghargai manusia karena martabatnya
bukan karena orientasi seksualnya 53
Prof. Dr. Musdah Mulia, M.A., cendekiawan muslim 54

seksualitas adalah isu yang banyak disembunyikan dan cenderung ditabukan


untuk dibicarakan diruang publik, sehingga banyak orang yang menjadi naif
dan terjerumus pada sikap kaku dan perilaku yang diskriminatif atau bahkan
eksploitatif terhadap mereka yang memiliki orientasi yang berbeda

Sedangkan yang kontra adalah :


53

Hartoyo dan Titiana Adinda, Otobiografi; Biarkan Aku Memilih: Pengakuan Gay yang Coming
Out (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), h. VI.
54

Arus Pelangi dan Hivos, Outzine! Edisi Juli 2008 (Jakarta: Arus Pelangi, 2008), h.12.

Paus Benedictus XVI


Pada tahun 2005 Paus menegaskan bahwa pernikahan sesama jenis dilarang
dan menentang aborsi dalam ajaran Kristen Katolik.55
Perda kota Palembang Pasal 8 Ayat 2 Tahun 200456
Dikatakan bahwa termasuk dalam pelacuran adalah:
Homoseks
Lesbian
Sodomi
Pelecehan seksual, dan
Perbuatan porno lainnya

Perda Propinsi Sumatera Selatan Pasal 2 Ayat 2 Nomor 13 Tahun 2002


tentang Pemberantasan Maksiat di Propinsi Sumatera Selatan. 57
termasuk perbuatan maksiat, segala perbuatan yang dapat merusak sendisendi kehidupan masyarakat selain yang diatur dalam norma-norma
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) seperti; ..
c. homoseks
d. lesbian. ..

55

Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang Kaum
Homoseksua (Jakarta: Hujjah Press, 2008), h. 30.
56
Arus Pelangi dan Hivos, Outzine edisi juli 2008 (jakarta: arus pelangi ,2008), h. 15.
57
Ibid hal 15.

BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA ARUS PELANGI
A. Latar Belakang dan Sejarah Perjuangan Berdirinya Arus Pelangi
Arus Pelangi didirikan secara resmi pada tanggal 15 Januari 2006 di
Jakarta. 58 Pendirian lembaga Arus pelangi ini dilakukan karena adanya beberapa
kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi di kalangan Lesbian, Gay, Biseks,
Transgender (L.G.B.T) baik individu maupun kelompok, untuk membentuk
organisasi massa yang dapat mempromosikan dan membela hak-hak dasar kaum
L.G.B.T. hak-hak itu meliputi hak mendapatkan pekerjaan, hak untuk
mendapatkan penghidupan yang layak, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak
untuk menyatakan pendapat termasuk menyuarakan pendapat tentang pilihan
orientasi seksualnya.
Arus pelangi sendiri berdiri berawal dari gagasan 10 orang yang terdiri
atas Yulie Rustinawati, Widodo Budidarmo, King Oey, Rido Triawan, Juli,
Leonard Sitompul, Fredy Simanungkalit, Nana, Adil, dan John Badali. Para
pendiri ini memiliki latar belakang yang sama, yaitu mereka memiliki latar
belakang dari lembaga yang mengusung pembelaan Hak Asasi Manusia (HAM).59
Saat itu mereka memiliki pemikiran yang sama akan adanya warga negara

41
58

Arus Pelangi dan Hivos, Outzine edisi Januari 2008 (Jakarta: Arus Pelangi ,2008) hal Sampul
dan hasil wawancara dengan nara sumber co-founder Arus Pelangi.10 april 2010.

59

Hasil dari wawancara dengan SekJen Arus Pelangi dan Co-Founder Arus Pelangi Yulie
Rustinawati dan King Oey.

42
Indonesia yang hak asasinya masih belum dapat dipenuhi, terutama L.G.B.T
Sekitar awal tahun 2000 hingga tahun-tahun sebelumnya masih terdapat sedikit
sekali pembelaan terhadap kaum homoseksual terutama L.G.B.T secara general
baik dari segi mediasi maupun advokasi. 60 Mengingat sedikitnya lembaga atau
pihak yang dapat membantu L.G.B.T dalam mendapatkan hak mereka. Atas dasar
pemikiran tersebut kemudian Arus Pelangi didirikan.
Pendirian lembaga ini juga dilatarbelakangi adanya dua alasan lain,
salah satunya adalah semangat pembelaan kaum L.G.B.T yang di Indonesia mulai
bangkit sekitar awal tahun 90-an banyak berdiri LSM-LSM yang membela hakhak L.G.B.T Meskipun di Indonesia sebetulnya sudah terdapat satu lembaga
swadaya masyarakat yang menangani masalah L.G.B.T sejak tahun 1982, namun
lembaga tersebut jelas tidak mampu menampung seluruh L.G.B.T yang ada di
Indonesia secara keseluruhan. Lembaga yang khusus membela L.G.B.T berdiri
kali pertama adalah Lambda Indonesia, didirikan pada 1 Maret 1982.61 Kemudian
adanya pengaruh pergerakkan L.G.B.T di dunia Internasional yang waktu itu juga
merupakan momen penting atau titik puncak pada pergerakan L.G.B.T dalam
memperjuangkan hak-hak mereka. Peristiwa tersebut membuat L.G.B.T yang ada
di Indonesia menjadi semakin semangat dan berjuang untuk mendapatkan hak
mereka dalam masyarakat.

60
61

Hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi Yulie Rustinawati.


www.GAYaNusantara.or.id.

43
Perjuangan L.G.B.T yang ada di Indonesia dan Asia masih berpusat pada
dunia Barat khususnya Eropa, di mana terdapat homomonument sebagai simbol
puncak perjuangan L.G.B.T di seluruh dunia, Monumen ini terdapat di Belanda.
Sekarang

ini

Arus

Pelangi

beralamat

di

Tebet

Utara

I-G

No.14

RT. 07 / RW. 01 Tebet, Jakarta Selatan; lembaga ini telah dua kali melakukan
pergantian kepemimpinan. Hal itu dikarenakan Arus Pelangi melakukan
pemilihan ketua badan pengurus secara rutin selama satu kali dalam tiga tahun,
mengingat bahwa Arus Pelangi baru didirikan pada tahun 2006 yang lalu. Ketua
sebelumnya mengundurkan diri dan digantikan oleh ketua yang sekarang
menjabat untuk periode tiga tahun ke depan.62 Badan pengurus yang terdapat di
Arus Pelangi terbagi menjadi dua bagian pengurus yang pertama adalah badan
pengawas dan yang kedua ada;ah badan pengurus harian. Berikut adalah susunan
badan pengurus periode 2010-2013 serta badan pengawas yang ada di Arus
Pelangi:
Badan Pengawas:
Ketua: King Oey
Sekertaris: Freddy K. Sh
Anggota: 1. Rinawati
2. Valent
3. Julie Van Dassen
62

Hasil Wawancara dengan nara sumber Ketua Arus Pelangi Budi Satria Dewantoro. 10 April
2010.

44
Badan Pengurus Harian:
Ketua: Budi Satria Dewantoro
Sekertaris Umum: Yulie Rustinawati
Bendahara: Tuti Pujiarti
Koordinator Internal: Staff lebih dari beberapa anggota
Koordinator Eksternal: Staff lebih dari beberapa anggota
Pemilihan nama Arus Pelangi sendiri didasarkan pada filosofi air. Kata arus
berasal dari arus air yang selalu bergerak maju. Tidak peduli berada pada wadah
atau tempat seperti apa air tersebut berada. Air akan selalu memiliki arus yang
bergerak maju. Ini sama halnya pada pergerakkan LSM Arus Pelangi sendiri.
Sedangkan kata pelangi merupakan simbol dari keanekaragaman orientasi dari
mulai heteroseksual, lesbian, biseks, gay, transgender, queer, dan interseks. Ini
sama dengan warna pelangi yang terdiri atas berbagai macam warna yang
bersinergi saling berdampingan. 63
Lembaga swadaya masyarakat yang awalnya berkantor di daerah
Menteng, Jakarta Pusat. Ini juga terus berupaya untuk mendorong terwujudnya
tatanan masyarakat yang menjunjung nilai kesetaraan, berperilaku dan
menghormati serta berupaya untuk mengedukasi masyarakat terhadap hak-hak
L.G.B.T sebagai hak asasi manusia.

63

Hasil Wawancara dengan Ienes Angela. 21 Mei 2010.

45
Semenjak berdiri hingga sekarang Arus Pelangi telah memiliki anggota resmi
yang tercatat kurang lebih sebanyak 392 orang.64

B. Profil Arus Pelangi


Semenjak didirikannya Arus Pelangi sebagai LSM empat tahun lalu
merupakan salah satu LSM yang dinilai cukup berkompetensi dalam
memperjuangkan hak asasi manusia. Arus Pelangi juga terbilang salah satu LSM
yang cukup vokal dalam membela hak-hak kaum minoritas dalam agenda
perjuangannya. Hal ini bukan dikarenakan sikap yang keras, radikal atau
frontalnya pergerakan lembaga tersebut dalam menyuarakan hak-hak kaum yang
dibelanya. Dikarenakan kaum minoritas yang dibela oleh Arus Pelangi adalah
pada kaum L.G.B.T. Kaun yang termarginalkan karena pilihan orientasi seksual
mereka. L.G.B.T di Indonesia masih tergolong komunitas yang minoritas karena
L.G.B.T masih belum bisa mendapatkan perlakuan hak yang sama dalam
masyarakat sebagaimana layaknya warga negara Indonesia umumnya. 65
Arus Pelangi merupakan sebuah organisasi yang berdiri khusus untuk
memperjuangkan hak-hak L.G.B.T Indonesia yang berpusat di Jakarta. LSM yang

64

Hasil Wawancara dengan nara sumber David Hartanto.11 Mei 2010.


Hasil Wawancara dengan Nara Sumber Sekertaris Jendral Arus Pelangi sekaligus Co-Founder
Arus Pelangi Yulie Rustinawati. (10 April 2010)

65

46
memiliki lambang organisasi bendera berwarna pelangi tersebut juga memberikan
penyuluhan dan pendidikkan, sekaligus menjadi penggerak dan pengorganisasi
juga pengorganisir L.G.B.T yang ada di Indonesia.
Lembaga ini merupakan salah satu lembaga organisasi yang menolak
segala bentuk tindak kekerasan serta diskriminasi yang dilakukan terhadap
kelompok L.G.B.T, baik yang didasarkan atas orientasi seksual, suku, agama,
warna kulit, status sosial, maupun keyakinan politik.66
Kinerja Arus Pelangi tidak melalui jalur radikal atau menyerang secara
frontal, meskipun lembaga ini dapat dikatakan sebagai salah satu lembaga yang
cukup aktif menyuarakan pendapatnya untuk dapat memperjuangkan hak
L.G.B.T. Lembaga ini memiliki kinerja profesionalisme yang tinggi, karena Arus
Pelangi ingin menyampaikan pesan bahwa L.G.B.T juga dapat diperhitungkan
dalam ranah publik, yang memiliki profesionalisme kerja yang tinggi dan cakap di
bidangnya. Ini merupakan wujud dari prinsip bahwa Arus Pelangi menolak
penggunaan segala bentuk kekerasan terhadap kelompok L.G.B.T, baik secara
fisik maupun secara psikis, baik yang dilakukan oleh negara maupun yang
dilakukan oleh individu. Itu sebabnya Arus Pelangi juga tidak menggunakan
tindakan yang dapat memicu konflik dalam masyarakat.
Selain Arus Pelangi, juga ada beberapa lembaga swadaya masyarakat
lainnya yang khusus membela hak kaum L.G.B.T, antara lain seperti GAYa

66

Bulletin Arus Pelangi, Outzine edisi ke-2. Januari 2008. Halaman sampul.

47
Nusantara, Our Voice, International Lesbian and Gay Association (ILGA),
Yayasan Srikandi Sejati, Boyz Forum, Yayasan Putri Waria dan masih banyak
lainnya. Lembaga-lembaga ini juga bergerak dalam memperjuangkan hak kaum
homoseksual mereka juga menolak berbagai bentuk fundamentalisme dan
radikalisme agama yang selalu mendiskreditkan dan mengkriminalisasikan
kelompok L.G.B.T atas nama agama.
Kiprah semua LSM ini bagi kaum minoritas terutama L.G.B.T sangat
besar. Jika dilihat balik pada masa sebelum banyak LSM yang berjuang untuk
L.G.B.T dan masa sesudah banyak bermunculannya LSM yang memperjuangkan
L.G.B.T, kaum L.G.B.T yang coming out (menyatakan pilihan orientasi
seksualnya secara terbuka dan tidak menyembunyikannya) lebih banyak dan
L.G.B.T yang mendapatkan haknya juga sudah jauh lebih baik dari masa sebelum
LSM

itu

sendiri.

C. Visi dan Misi Arus Pelangi


Semenjak berdiri, Arus Pelangi memiliki visi awal ingin mewujudkan
masyarakat yang sadar dan memiliki pandangan akan kesetaraan hak yang bukan
berbasis pada penilaian orientasi seks. Namun, lembaga ini juga berusaha untuk
menumbuhkan wawasan masyarakat tentang penghormatan akan pilihan orientasi
seks manusia serta hal-hak daripada kaum lesbian, gay, biseks, dan transgender.
Tidak sebatas melakukan edukasi masyarakat luas saja Arus Pelangi juga

48
merusaha untuk memberikan pendidikan serta menumbuhkan kesadaran hak pada
kaum L.G.B.T yang ada di Indonesia. Selama ini kaum L.G.B.T. yang ada di
Indonesia masih tergolong pragmatis dan masih kurang sadar akan hak mereka
dalam tatanan masyarakat baik dalam hak mendapat penghidupan yang layak juga
dalam hak perlindungan hukum. 67
Arus Pelangi juga merupakan salah satu organisasi yang memfungsikan
diri sebagai perkumpulan pembela hak-hak LGBT yang mempunyai tiga misi
dasar, sebagai berikut:68
a. Berusaha dalam menyadarkan, memberdayakan, dan memperkuat
posisi kaum LGBT yang tertindas.
b. Berperan aktif dalam proses perubahan kebijakan yang melindungi
hak-hak LGBT.
c. Berperan aktif dalam proses penyadaran terhadap masyarakat serta
proses penerimaan kaum LGBT di tengah-tengah masyarakat.
Lembaga ini adalah suatu organisasi yang selalu membela kesetaraan kelompok
LGBT, baik secara hukum, politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Pelaksanaan visi
dan misi ini tidak hanya berjalan sebagai permulaan saja tetapi visi dan misi ini
juga di laksanakan secara konstan dan bertahap juga pada pengembangan kualitas
dari komunitas.

67

Hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi. Yulie Trisnawati.


Arus Pelangi dan Hivos, Bulletin Outzine Edisi ke-2 Januari 2008 (Jakarta: Arus Pelangi
,2008), h. sampul

68

49

D. Program kerja Arus Pelangi


Arus Pelangi merupakan organisasi mandiri yang didirikan berdasarkan
dana biaya kolektif atas inisiatif masyarakat dan bukan organisasi yang dibiayai
ataupun dipengaruhi oleh pemerintah dan tidak bergantung pada kucuran dana
dari pemerintahan. Organisasi ini berdiri secara independen, tanpa campur tangan
pemerintah, Dan karenanya dapat memungkinkan Arus Pelangi terus secara
objektif mengkritisi semua kebijakan pemerintah yang mendiskriminasikan
kelompok L.G.B.T. lembaga ini juga tidak memihak ataupun menjadi bagian dari
partai politik, birokrasi dan kekuatan ekonomi tertentu, namun selalu berpihak
kepada kelompok L.G.B.T dalam memperjuangkan pemenuhan dan perlindungan
hak-hak dasar kelompok L.G.B.T kapan pun itu dibutuhkan.
Semenjak berdiri Arus Pelangi memiliki empat program kerja dasar
utama yang dilakukan secara konstan, berkelanjutan, dan membangun kualitas
sumberdaya manusia yang dituju dapat berkembang dengan baik. Empat program
kerja dasar utama itu adalah: 69
Advokasi: dengan advokasi Arus Pelangi membela kaum L.G.B.T yang
tersandung kasus, hingga mereka dapat menyelesaikan masalah secara adil
dan seimbang tanpa adanya keputusan yang berat sebelah; juga
69

Arus Pelangi dan Hivos, Bulletin Outzine Edisi ke-2 Januari 2008 (Jakarta: Arus Pelangi,
2008), h. sampul dan hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi Yulie Trisnawati.10 April
2010

50
menghindari tindak pidana yang diskriminatif terhadap L.G.B.T. Fungsi
Arus Pelangi sendiri di sini juga sebagai mediator atau pendamping bagi
L.G.B.T yang terkena kasus sementara mereka buta hukum. Advokasi
kasuistik merupakan kegiatan penanganan hukum kasus-kasus yang
menimpa L.G.B.T, baik yang bersifat non-litigasi maupun litigasi.
Sedangkan Advokasi kebijakan publik merupakan rangkaian upaya hukum
yang dilakukan oleh Arus Pelangi terhadap semua kebijakan pemerintah
yang diskriminatif terhadap LGBT.
Pendidikkan: sasaran tujuan pendidikan ini ada dua, yaitu kalangan L.G.B.T
sendiri dan juga masyarakat. Hal ini bertujuan agar kedua pihak ini samasama teredukasi. Dari pihak L.G.B.T diharapkan agar mereka paham betul
akan hak mereka sebagai warga negara, kemudian untuk masyarakat agar
mereka juga dapat memahami dan menghormati adanya perbedaan dan
tidak melihat manusia berdasarkan perbedaan.
Kampanye:

kegiatan

yang

dilakukan

pada

program

ini

adalah

mengampanyekan tema yang sama pada visi, misi serta program kerja dari
Arus Pelangi sendiri dan juga biasanya tema yang diangkat adalah tema
yang sedang up to date saat itu.
Pengorganisasian: Arus Pelangi biasanya aktif dalam memberikan pelatihan
pada anggota-anggota atau komunitas baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan ikatan

51
setiap kader di berbagai daerah yang kemudian disatukan dalam wadah
LSM nasional dan salah satu diantaranya adalah Arus Pelangi.
Jika program-program ini sudah dikembangkan, mudah diukur apakah
ada peningkatan kualitas anggota dan kader. Arus Pelangi memiliki agenda
kegiatan acara yang berbeda atau bervariasi pada setiap programnya. Agenda
acara yang jalan dan masih berjalan sejak tiga tahun lalu adalah diskusi dan
pemutaran film, juga layanan konseling by phone (via telepon) namun program
acaranya telah selesai tahun lalu, dan diganti dengan pembukaan layanan
konseling datang langsung ke kantor sekretariat Arus Pelangi. 70 Penentuan
kelanjutan agenda-agenda acara diputuskan dalam rapat organisasi. Sedangkan
untuk kegiatan acara untuk agenda tahun 2010 adalah: 71
1. Advokasi: Tahun ini terdapat advokasi yang berhubungan dengan dua
orang transgender yang masih berjalan dan juga ada kegiatan survei
pemetaan homophobic di kalangan pemerintahan DKI

Jakarta yang

terkait dengan perda ketertiban umum No.8 tahun 2007. Juga terdapat
kegiatan advokasi lainnya berkaitan RUU yang mendiskriminasi hak
L.G.B.T, kegiatan ini dilakikan melalui kerjasama beberapa LSM dengan
Arus Pelangi.
2. Pendidikan: Dalam agenda acara pendidikkan Arus Pelangi mengadakan
diskusi dan pemutaran film setiap satu bulan sekali, pelaksanaan internal
70
71

Hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi , Yulie Rustinawati. 12 Mei 2010.
Ibid ..

52
capacity building untuk anggota-anggota Arus Pelangi di luar kota, dan
juga ada pelatihan keamanan untuk LSM yang membela HAM L.G.B.T. di
beberapa kota. Serta menjadi nara sumber tamu dalam diskusi dan seminar
di universitas-universitas lain. Sasaran yang dituju adalah untuk
memberikan pengetahuan pada L.G.B.T dan masyarakat umum.
3.Pengorganisasian: Agenda dari pengorganisasian adalah mengajak kaum
heteroseks maupun homoseks atau L.G.B.T yang belum menjadi anggota
Arus Pelangi untuk menjadi anggota, selain me-maintain (menjaga) kader
yang sudah ada Arus Pelangi juga memperluas jaringan keanggotaan.
Terdapat dua jenis keanggotaan dalam Arus Pelangi yaitu anggota luar
biasa (anggota Arus Pelangi yang bergabung dalam organisasi) atau
anggota yang memberikan donasi secara rutin ke dalam lembaga tersebut
dan anggota reguler atau anggota yang mengikuti program dan binaan dari
Arus Pelangi secara rutin.
4.Kampanye: Setiap kegiatan kampanye sifatnya incidental, jika terdapat
suatu isu yang sedang marak atau terbaru dan berkaitan dengan visi-misi
yang di usung oleh Arus Pelangi maka tujuan yang diserukan dalam
kampanye tersebut akan dilakukan oleh Arus Pelangi.

BAB IV
POLA PENANGANAN KONFLIK LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT ARUS PELANGI DENGAN FRONT PEMBELA ISLAM
DAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA
A. Latar Belakang Timbulnya Homophobia pada Masyarakat
Sejak zaman dahulu masalah seksualitas maupun orientasi seksual tidak
pernah diperbincangkan secara lugas dan penuh dengan pengetahuan tentang
homoseksualitas serta seksualitas yang dibutuhkan sebagai pengetahuan dini.72
Bagi orang Indonesia kedua hal tersebut merupakan hal tabu dan bersifat pribadi
sehingga tidak ada yang membicarakannya secara terbuka baik di ranah publik
maupun dalam kelompok pergaulan tertentu. Seperti dikatakan Ferenczi di dalam
kebudayaan manusia yang sangat dipengaruhi oleh heteroseksualitas yang
kompulsif manusia telah menumbuhkan tabu bahkan pada persahabatan yang
akrab dengan jenis kelaminnya sendiri (wanita dengan wanita, pria dengan pria).
Masyarakat tidak toleran pada perilaku-perilaku dansifat homoseksualitas, hal
tersebut boleh saja dilakukan tetapi tidak memperlihatkan tindakan-tindakan atau
adegan-adegan homoseksualitas di ruang publik 73.
Banyak pula kalangan masyarakat yang mendapatkan informasi tidak
benar dan subjektif tentang kedua pembahasan ini. Sebagian besar mengumpulkan
informasi tersebut secara diam-diam, tidak berasal dari sumber akurat sehingga
53
72
73

Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.


Rich Fromm, Cinta, Seksualitas, Matriarki, Gender, (Yogyakarta: Jalasutra, 2002). H. 219.

timbul persepsi keliru yang pada akhirnya menimbulkan ketakutan-ketakutan


tanpa alasan.
Salah satunya adalah ketakutan pada kaum homoseksual yang juga disebut
homophobia. Menurut salah satu pendiri Arus Pelangi istilah homophobia
digunakan untuk masyarakat yang merasa takut pada kaum homoseksual dan
terkadang

merupakan

ketakutan-ketakutan

yang

irrasional,

reaksi

yang

dikeluarkan dapat berupa sikap yang antipati, persangkaan-persangkaan, hinaan,


serta juga dapat berupa tindak diskriminasi baik secara fisik maupun mental
berdasarkan orientasi seksualnya.74
Homophobia merupakan sebuah istilah yang digunakan kepada
masyarakat yang menolak homoseksualitas dan hal tersebut terbentuk dari
ketakutan yang irrasional. sikap ini ditunjukkan dengan sikap bermusuhan atau
tidak ramah kepada homoseksual, sebagaimana yang disebutkan oleh Gregory M.
Herek:75 Homophobia, a term often used to describe hostile reactions to lesbian and gay
men, implies unidimensional construct of attitudes as expressions of irrasional fears.

Namun demikian definisi tersebut tidaklah cukup untuk menjabarkan


apa sebenarnya homophobia. Phobia sendiri adalah sebuah ketakutan pada
sesuatu, misalnya phobia pada ruang sempit, phobia pada ular, phobia pada
ketinggian, phobia pada keramaian, phobia pada orang baru, phobia pada warna
tertentu, termasuk pula di dalamnya homophobia dan masih banyak phobia

74
75

Hasil wawancara dengan Co-Founder Arus Pelangi King Oey, 10 April 2010.
John P. De Cecco, Homophobia: An Overview ( New York: The Haworth Press, 1984), h. 1.

lainnya.76 Ketakutan-ketakutan ini terjadi bisa tanpa alasan atau faktor traumatik
atau karena pernah mengalami pengalaman buruk dengan hal yang bersangkutan.
Jadi, dapat dikatakan lebih tepat bahwa homophobia adalah sebuah sikap
ketakutan yang menolak keberadaan homoseksual. Ketakutan-ketakutan ini
bersifat irrasional, boleh jadi karena memiliki pengalaman buruk dengan pihak
yang bersangkutan atau hanya sebatas ketakutan tanpa alasan. Reaksi yang
dikeluarkan oleh masyarakat yang homophobia dapat bermacam-macam, mulai
dari pengucilan, pencacian, penculikan, penyiksaan, hingga pembunuhan. Tindak
kekerasan pada homoseksual mencapai puncaknya ketika akhir tahun 70-an
banyak kaum homoseksual yang menjadi korban kalangan homophobi hingga
jatuh korban tewas77. Dalam masyarakat, homophobia ini tidak terbentuk begitu
saja melainkan hasil kumulatif informasi secara turun temurun lalu menjadi
stigma negatif yang melekat pada masyarakat.
Hal ini boleh jadi timbul karena dorongan beberapa faktor, di
antaranya adalah faktor sejarah dan faktor agama karena adanya kepercayaan
bahwa kaum homoseksual merupakan kaum penerus kaum Sodom dan Gomorah
pada zaman Nabi Luth yang telah dilaknat oleh Tuhan karena perilaku seksual
mereka dengan sesama jenis78. Akibat perilaku tersebut, menurut kitab suci Al-

76

Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, h. 215.


Susan M. shaw & Janet Lee, Womens Voices, Feminist Visions Classics and Contemporary
Readings (NY: The McGraw Hill, 2004), h. 82.
78
Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang Kaum
Homoseksual (Jakarta: Hujjah Press, 2008), h. 51. Lihat juga Sodom and Gomorrah by Michael
Proust, a new translation by John Sturrock(England: Penguin Books, 2002.) h. vii, lihat juga
sejarah kaum Sodom dan Gomorrah pada Lembaga Al-Kitab Indonesia, Al-Kitab. JakartaLembaga Al-Kitab Indonesia: 2006, Genesis 19:1-13.
77

Quran, kaum tersebut dibinasakan. ALLAH SWT mengubur mereka hidup-hidup


dan melempar mereka dengan batu panas yang berasal dari neraka.
Juga tentang binasanya penduduk kota Pompeii terkena letusan
Gunung Vesuvius di Itali, itu terjadi karena pada masa itu penduduknya sangat
senang melakukan perjudian, prostitusi termasuk perilaku homoseksual. 79 Pada
saat Gunung Vesuvius meletus tak satu penduduk pun yang sempat
menyelamatkan diri karena mereka sedang sibuk dengan kegiatan tercela mereka.
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kejadian meletusnya Vesuvius
merupakan peringatan kedua dari Tuhan tentang

larangan berperilaku

homoseksual. Berdasarkan tulisan sejarah tersebut masyarakat berpikir jika


mereka menerima keberadaan kaum homoseksual maka mereka akan bernasib
sama dengan kaum Luth di mana orang yang tidak melakukan hubungan sesama
jenis juga tertimpa azab dari Tuhan. kedua sejarah itu berpengaruh sangat besar
dalam mengkonstruksi pemikiran masyarakat tentang homoseksual, ketakutan
yang membayangi mereka tentang azab dari Tuhan.
Ketakutan menyangkut pada homoseksualitas juga timbul karena
tindakan kaum homoseksual (yang di dalamnya termasuk lesbian,gay, biseks,
transgender juga banci atau travetis) dianggap sesuatu yang sia-sia dan tidak
biasa. Sejak zaman dahulu baik terhitung semenjak masuknya ajaran agamaagama masuk maupun pada zaman kepercayaan Dewa-dewi perkawinan dalam

79

Lihat juga Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan cinta untuk
peristiwa kota pompeii, hal.52.

setiap agama dan kultur dianggap sebagai suatu hubungan yang sakral, suatu
kewajiban religius yang harus dijalankan sebagai bagian dari ritual peribadatan,
sehingga melajang dianggap buruk. Bahkan

bagi para pemuda-pemudi yang

masih lajang, mereka dianggap belum mencapai sukses yang sebenarnya atau
belum mencapai tujuan hidup yang sebenarnya jika belum menikah.80
Dalam Kristen Kedudukan seksualitas dalam perkawinan (antara lakilaki dan perempuan) sangat tinggi posisinya sehingga aktivitas yang berhubungan
dengan seksualitas di luar batas pekawinan dilarang, misalnya masturbasi atau
melakukan kegiatan-kegiatan erotis di luar ikatan perkawinan termasuk di
dalamnya hubungan sesama jenis. Hal ini merupakan perbuatan yang sia-sia
karena telah menuruti nafsu mereka yang hina dan dianggap berdosa oleh
Tuhan<Roma I: 26-27>.81 Hal tersebut dalam tradisi agama katolik dianggap
berlawanan dengan rencana Tuhan yang telah sengaja mengendalikan kelahiran
melalui perkawinan, karena Tuhan memiliki rencana dalam setiap pasangpasangan. Sedangkan melakukan hubungan sesama jenis sama dengan perbuatan
tidak bermoral dan keji dan berarti menentang rencana Tuhan dengan sengaja
karena telah sengaja menghalangi Tuhan memberikan kehidupan baru dalam
pernikahan dan keluarga82
Hal ini berbanding terbalik dengan sikap seksualitas masyarakat
terutama para lelaki yang sudah mulai menghargai seksualitas mereka sebagai
80

Collin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. 55.


Lembaga Al-Kitab Indonesia, Al-Kitab. Jakarta-Lembaga Al-Kitab Indonesia: 2006., h 183.
82
Michael D. Place, The Harper Collins: Encyclopedia of Catholitism, (NYC: Harpercollins. Inc.
1995). . 637 & 1.187.
81

bagian dari sebuah tradisi dan Ketika itu pula lelaki yang telah menghargai
seksualitasnya dianggap sebagai banci atau pria yang gagal adalah sebuah tindak
kriminal atau kejahatan, karena tidak bisa menempatkan kewajiban seksualnya
secara benar dari yang telah ditetapkan dalam garis agama dan kepercayaan
kegiatan ini tidak dapat diterima oleh masyarakat pada zamannya.
Terlihat ironis memang. karena sebelumnya kegiatan yang memicu
terbentuknya homoseksualitas datang dari ritual-ritual inisiasi adat setempat yang
melibatkan seluruh masyarakat. Ini juga berhubungan dengan kepercayaan
maskulinitas serta konsep heteronormativitas yang telah terbentuk. Di bumi
tersebar berbagai suku yang memiliki konsep kebudayaan yang berbeda, termasuk
pula di dalamnya konsep tentang maskulinitas dan seksualitas. Di antaranya
adalah konsep kepercayaan bahwa para pria memiliki kekuatan yang besar untuk
menjadi seorang pemimpin. Pada saat mereka memasuki tahap menuju
kedewasaan (aqil baligh dalam konsep Islam) mereka harus menjalani masa-masa
orientasi menuju kedewasaan. Pada saat itu mereka harus diasingkan selama
beberapa masa untuk menjalani proses kedewasaan. Dalam proses itu mereka
akan diinisiasi oleh para pria dewasa dan acara ini hanya diikuti oleh para lelaki
saja83 karena wanita dianggap sebagai penggoda yang dapat menghilangkan
kekuatan pada pria.
Pada masa itu juga sperma atau air mani dianggap sangat sakral dan
memiliki kekuatan yang luar biasa, memiliki banyak khasiat. Untuk menjaga

83

Collin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. 7.

kualitasnya agar tetap memiliki khasiat magis yang tinggi para pemuda lajang
harus menjauhkan diri dari perempuan, karena seperti yang telah disebutkan pada
paragraf sebelumnya perempuan dianggap sebagai makhluk yang dapat
menghilangkan kekuatan para pria.84 Fase-fase seperti itu juga dilakukan oleh
orang yang akan menjadi Warog dalam ritual kebudayaan Reog Ponorogo. Itulah
beberapa konsep kebudayaan yang terbentuk pada masa sebelum memasuki era
kepecayaan pada dewa-dewi maupun agama datang dalam kehidupan manusia
mengenai konsep seksualitas dan pembentukan homoseksualitas. Pada masa itu
pula para lelaki muda masih belum banyak yang dapat menerima ritual adat yang
demikian. Namun seiring dengan berjalannya waktu ketika para lelaki itu mulai
dapat menerima keadaan seksualitas mereka pada saat itu, zaman yang baru mulai
berganti. Masyarakat gi menganggap bahwa ritual tersebut tidak lagi diyakini
dapat dipercayai.Konsep kepercayaan masyarakat lambat laun berubah pada
konsep ketuhanan. Maka ajaran yang baru pun bergulir untuk diyakini.
Para lelaki muda atau lelaki dewasa yang telah dapat menerima
kebudayaan yang mengandung unsure homoseksualitas ini terjebak di antara
dua konsep yang berubah-ubah, yaitu dalam sebuah konsep kepercayaan baru dan
adat kebudayaan lama. Ketika mereka sudah mulai menerima keadaan seksualitas
diri sendiri, mereka dituntut untuk mengubah keadaan seksualitas mereka
seketika. Ini karena pada konsep yang baru, homoseksualitas dianggap sebagai
bagian dari tindakan masturbasi di mana dalam sebuah konsep kepercayaan itu

84

ibid, h. 12-13.

dianggap sebagai suatu yang sia-sia dan dilarang oleh Tuhan sebab hubungan
antarsesama jenis dianggap sebagai sesuatu kekejaman <Imamat 18:22>85.
Sedangkan kebudayaan adat yang lama sudah mulai tidak dapat diterima lagi
dalam masyarakat yang memiliki kepercayaan baru

yaitu kepercayaan

berdasarkan agama.
Faktor terakhir ini secara sosiologis, merupakan salah satu faktor yang
sangat berperan dalam membentuk opini negatif pada kaum homoseks. Opini
negatif ini kembali terbentuk sekitar tahun 80-an ketika masyarakat mulai
menerima keberadaan kaum homo.

Setelah masa-masa suram dan berbagai

macam perlakuan diskriminatif yang mereka alami para homoseksual di tahuntahun itu menjadi sangat terbuka dalam gaya hidup serta bermasyarakat. Mereka
(L.G.B.T) tidak lagi sembunyi-sembunyi menunjukkan identitas mereka sebagai
kaum homoseksual, baik dari segi kehidupan seksualnya maupun sosial
lingkungan, pada lingkungan yang sama maupun di lingkungan terbuka.
Pengekspresian yang paling banyak berubah adalah prokreasi pada kehidupan
seksual mereka. Kegiatan seksual yang dianggap bebas seperti berpelukan,
berciuman hingga melakukan hubungan intim layaknya pasangan suami istri
adalah hal yang tidak lagi tabu bagi kelompok mereka. Begitu pula dalam
menjalin sebuah hubungan yang didasari tanpa adanya sebuah komitmen dan
tanpa aturan kesepakatan. Perilaku seks serupa ini ini tidak disadari akan
membuat penyebaran penyakit menjadi begitu pesat. Pada dasarnya semua

85

Lembaga al-kitab Indonesia, al-kitab, Jakarta; lembaga al-kitab Indonesia: 2006, h 129.

penyakit kelamin akan mudah menular pada perilaku seks yang tidak aman dan
sembarangan86. Berikut adalah beberapa jenis penyakit kelamin yang paling
umum diderita oleh manusia dan memiliki tingkat penyebaran yang tinggi87:

Syphilis

Ghonorhaea

Herpes

Chlamydia

Gardnela Vaginosis

Kondiloma Akuminata

Trikhomoniasis

HIV/AIDS, dan lainnya.


Risiko

penyebaran

penyakit

ini

menjadi

tinggi

di

kalangan

homoseksual pada waktu itu karena perilaku seks mereka yang tidak aman, juga
tingginya tingkat pergantian pasangan dalam berhubungan intim. Hingga akhir era
80-an, di mana untuk kali pertama ditemukan penyakit AIDS yang belum
memiliki obat hingga sekarang, masyarakat berasumsi bahwa kaum homoseksual
adalah pembawa penyakit yang memiliki martabat yang rendah. Kaum
homoseksual dianggap menghancurkan masyarakat disebabkan apa yang mereka
lakukan terhadap perilaku seksual mereka. 88

86

Namun, berbeda dengan zaman

Hasil jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh penulis dan dijawab langsung oleh
narasumber dalam seminar nasional bahaya kanker serviks dan hubungannya dengan seks anda
bersama dokter Boyke Dian Nugraha dan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 22 Maret 2010.
87
Ibid , 22 Maret 2010. H 1-2.
88
Collin spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. 461

sekarang ini menurut hasil penelitian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)


dalam kurun 2008-2010 tentang penyebaran AIDS/HIV pengidap penyakit
kelamin dan HIV/AIDS yang paling besar adalah heteroseksual dan bukan
homoseksual. 89 Hal ini disebabkan oleh tingginya kesadaran kaum homoseksual
(L.G.B.T) akan perilaku seks yang aman dan sehat. Dewasa ini kaum
homoseksual lebih banyak yang mengunakan kondom dibandingkan heteroseks.
Heteroseksual lebih banyak yang berperilaku seks yang tidak sehat dan tidak
aman sehingga memperbesar risiko penyebaran penyakit HIV/AIDS, selain
penyebaran melalui jarum suntik 90. Meskipun homoseksual bukan lagi penyebab
utama penyebar HIV/AIDS, itu tidak berarti mereka terlindung dari bahaya
penyakit kelamin lainnya. Misalnya kaum lesbian beresiko lebih besar terkena
kanker serviks, akibat perilaku seks yang tidak sehat. 91 Penyakit kelamin lainnya
juga memiliki potensi yang sama besarnya untuk menular jika pelakunya tidak
melakukan perilaku seks yang aman. Hal ini berlaku baik bagi homoseksual
maupun heteroseksual92. Kendati demikian stigma yang berpendapat bahwa
homoseks dapat menularkan penyakit tetap melekat dalam persepsi masyarakat
meskipun pada para pelaku homoseksualitas ini sudah banyak berubah dalam
perilaku seksualitas mereka.

89

Hasil penelitian Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia (KPA) tahun 2008-2010.


Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.
91
Hasil seminar dan diskusi bahaya kanker serviks dan hubungannya dengan seks anda bersama
dokter Boyke Dian Nugraha dan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta 22 Maret 2010.
92
Ibid.
90

Homophobia dapat terjadi pada siapa saja dan dari kalangan manapun,
seperti anak remaja, orangtua, eksekutif muda, kiai, tenaga pengajar, kaum
birokrat dalam pemerintahan negara, juga berbagai kalangan masyarakat lain.
Bahkan homophobia juga dapat terjadi pada individu yang homo. 93 Hal ini
dikarenakan individu yang baru mengetahui tentang orientasi seksualnya adalah
homoseks tersebut masih belum dapat mengerti dan menerima keadaan orientasi
seksualnya. Banyak latar belakang yang membuat individu tersebut bersikap
demikian; boleh jadi seseorang masih takut akan opini keluarga ataupun
lingkungan akan keadaanya yang homoseksual selain itu juga ia tidak tahu harus
mencari pertolongan akan keadaannya sehingga ia menjadi tertutup dan
menyangkal kondisi riil pribadinya lalu menolak orang-orang dengan orientasi
yang sama untuk menutupi keadaannya. 94
Orang-orang yang homophobia biasanya menolak keberadaan kaum
homoseksual dengan pemikiran bahwa homoseksualitas akan membawa penyakit,
dapat membuat orang dengan orientasi seksual hetero menjadi homo dan
membawa petaka, dapat membuat kemerosotan moral, sehingga mereka
cenderung menolak bergaul dengan kaum homoseks, mengucilkan, mengabaikan,
hingga melakukan tindak diskriminasi95 terhadap mereka.
Bagi masyarakat yang homophobia sasarannya tentu saja orang-orang
homoseksual dan juga pihak-pihak yang mendukung orang-orang dengan

93

Hasil wawancara dengan responden Doni, Jakarta 12 April 2010.


Hasil diskusi dan nonton bareng bersama komunitas L.G.B.T 12 April 2010.
95
Hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi Yulie Rustinawati, Jakarta 10 Mei 2010.
94

63
orientasi seperti itu. Masyarakat yang homophobia tidak ingin komunitas yang
mendukung homoseksual berdiri, karena mereka berpikir bahwa dengan adanya
dukungan dari orang-orang yang orientasinya hetero akan membahayakan
masyarakat. Misalnya jumlah orang-orang yang homoseksual meningkat, tempat
tinggalnya akan dipenuhi orang dengan penyakit kelamin, mereka akan tertimpa
azab dari Tuhan, dan lain sebagainya. Homophobia dapat diatasi dengan cara
mengedukasi masyarakat luas dengan pengetahuan homoseksualitas untuk
menumbuhkan toleransi terhadap orientasi seksual seseorang.96 Cara-cara tersebut
dapat dilakukan melalui seminar, talk show, pelatihan, dan lain-lainnya. Tanpa
adanya edukasi maka mustahil masyarakat dapat memberikan toleransi mereka
terhadap perbedaan yang semakin hari semakin bertambah, bukan hanya dari sisi
homoseksualitas namun juga terhadap hal-hal baru lainnya yang baru mereka
dapatkan.

B. Dampak Tekanan Masyarakat Agama serta Sosial pada Kaum


Homoseksual
Kelompok mayoritas dalam masyarakat cenderung melakukan tekanan
terhadap minoritas di antara mereka. Tekanan ini dilakukan baik oleh masyarakat
sosial maupun masyarakat agama, dalam bentuk individual, institusional terkait
maupun dalam bentuk kelembagaan apapun yang mengatasnamakan agama atau

96

Ibid.

kelompok tertentu untuk menolak terjadinya penyimpangan. Komunitas atau


masyarakat minoritas dimaksud dalam skripsi ini antara lain, komunitas waria,
komunitas punk, perempuan, masyarakat kulit hitam, dan homoseksual khususnya
komunitas L.G.B.T. Pengendalian sosial yang memiliki sifat menekan ini
dilakukan untuk membuat masyarakat atau kelompok yang jumlahnya minoritas
kembali ke dalam jalur ketetapan yang telah dibuat oleh masyarakat mayoritas
atau masyarakat yang merasa terancam dengan keberadaan kaum L.G.B.T karena
merasa akan dikuasai oleh mereka atau tertular oleh mereka sehingga memiliki
orientasi yang sama. Tentu saja tidak semua masyarakat melakukan tindakan
represif dan menekan seperti itu. Ada hanya beberapa elemen masyarakat saja
yang melakukannya dengan anggapan yang demikian. Seringkali tindakan
tersebut dilakukan bersamaan dengan tindakan diskriminatif serta melecehkan.
Tekanan yang dilakukan oleh masyarakat memiliki bentuk yang
beragam. misalnya, pemukulan, pengucilan, penolakan dalam pekerjaan dan
lingkungan dalam bentuk demonstrasi, pengiriman surat protes, pembatasan
dalam ruang sosial, dan lain-lain. 97

Maka, beragam pula dampak yang

ditimbulkan. Dampak tekanan tersebut diantaranya depresi, penyangkalan


terhadap orientasi seksual diri sendiri, dipecat dari tempat bekerja, kemiskinan,
tidak mendapat kesempatan kerja, prostitusi, menjadi tertutup dengan lingkungan

97

Hasil wawancara dengan Christopher, Doni, Yulie Rustinawati dan Alex beberapa narasumber
yang telah diwawancarai. Jakarta 10 Mei 2010

sosial, memiliki opini yang sinis terhadap lingkungan, kurangnya kepercayaan


diri, tidak memiliki jati diri yang tetap, dan masih banyak yang lainnya. 98
Terdapat beberapa latar belakang yang menyebabkan kenapa L.G.B.T
tidak segera memberikan reaksi seperti melapor dan membela diri ketika
mendapatkan perlakuan diskriminatif. Pada individu atau kelompok L.G.B.T yang
baru mengalami tekanan biasanya mereka tidak mengadukan atau melaporkan
tindakan diskriminasi kepada siapapun. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa
takut akan mendapatkan reaksi yang sama seperti para pelaku diskriminatif
tersebut atau individu tersebut tidak memiliki informasi yang cukup mengenai hal
ketika seorang L.G.B.T mengalami tekanan atau tindakan diskriminatif. 99
Sedangkan bagi L.G.B.T yang sudah sering mendapatkan tekanan maupun
tindakan diskriminatif dan biasanya mereka bertindak masa bodoh dengan
tekanan tersebut. Namun, bagi individu atau kelompok yang sudah sadar akan hak
mereka, kelompok ini tidak segan melaporkan maupun melakukan pembelaan diri
terhadap pelaku diskriminasi.Tekanan terjadi tentu saja saat masyarakat atau
anggota masyarakat bertemu dengan komunitas atau anggota komunitas L.G.B.T
di ranah publik atau pada kesempatan tertentu.
Dalam pemberian contoh dibagi dalam tiga kategori kesempatan
pertemuan masyarakat hetero dengan homo di ranah publik pada tiga lingkungan
yang berbeda. Yang pada umumnya dapat menimbulkan konflik. Diantaranya
adalah:
98
99

Rangkuman Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati dan Ienes Angela. Jakarta 2010.
Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati, Jakarta 27 April 2010.

66
Lingkungan keluarga: dalam sebuah keluarga terdapat salah satu
anggota keluarga yang belakangan diketahui sebagai seorang
biseks. Namun, anggota keluarga lainnya tidak menerima
keadaan orientasi individu tersebut. Setelah melalui perdebatan
panjang akhirnya individu ini diusir dari rumah karena tidak
diterima oleh anggota keluarga lainnya.
Lingkungan masyarakat: dalam sebuah lingkungan perkantoran
terdapat beberapa individu yang diketahui ternyata memiliki
orientasi seksual sebagai seorang homoseksualitas, kemudian
mereka dipecat dengan segera dengan alasan bahwa homoseksual
dapat mempengaruhi pekerja lain untuk menjadi homoseksual
dan dapat merusak citra baik perusahaan tersebut.
Lingkungan Negara:

di Negara Indonesia banyak elemen

masyarakat, khususnya elemen masyarakat beragama menolak


keberadaan kaum L.G.B.T dengan alasan kaum seperti ini tidak
sesuai dengan ajaran agama, dan dapat menyebabkan dosa bagi
lingkungan sekitar mereka .

C. Konflik Arus Pelangi dengan Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir
Indonesia

Arus Pelangi berdiri sebagai LSM yang berfungsi untuk membantu


L.G.B.T mendapatkan hak mereka sebagai bagian dari warga negara, membela
L.G.B.T yang tidak dapat perlindungan hukum, melindungi hak-hak dari L.B.G.T
dan bergerak sebagai lembaga sosial yang mengurus masalah hak asasi
masyarakat terutama kaum minoritas. hal tersebut rupanya tidak membuat LSM
ini luput dari tindak diskriminatif atau tekanan yang datang dari berbagai elemen
masyarakat. Tekanan-tekanan atau tindakan yang anarkis dan radikal tidak hanya
datang kepada Arus Pelangi namun hal seperti ini juga terjadi pada banyak LSM
yang bergerak di bidang pembelaan hak asasi manusia.
Pertentangan ini terjadi antara LSM pembela minoritas dengan orangorang yang menentang keberadaan kaum tersebut. Kelompok yang menentang ini
juga tidak suka dengan adanya LSM yang membela kaum yang dianggap sebagai
kelompok yang menyimpang. Tekanan yang datang ke Arus Pelangi sangat
bervariasi mulai dari telepon bernada ancaman yang mengatakan jika Arus
Pelangi tetap membela kaum homoseksual maka akan terkena azab dan akan
mendatangkan massa untuk membubarkan paksa Arus Pelangi, surat kaleng yang
mengancam akan membubarkan LSM tersebut sehingga membawa kekhawatiran
dalam Arus Pelangi, tekanan melalui peringatan dari kepolisian setempat ketika
sedang mengadakat rapat koordinasi untuk pelaksanaan IDAHO (International
Day Against Homophobia) yang mengatakan bahwa kegiatan LSM ini
menghawatirkan masyarakat sekitar, masyarakat khawatir bahwa generasi muda
mereka akan tertular sehingga memiliki orientasi yang sama sepertikaum

homoseksual, kemudian berdemontrasi membubarkan Arus Pelangi, memboikot


semua acara yang mengangkat tema-tema L.G.B.T, juga masih ada beberapa
macam tekanan lainnya. Tekanan-tekanan ini datang baik dari perseorangan
maupun kelompok-kelompok tertentu.
Tindakan-tindakan radikal seperti itu mulai bermunculan ketika L.G.B.T
atau LSM yang membela L.G.B.T seperti Arus Pelangi akan mengadakan acara
atau sedang mengadakan acara. Kelompok-kelompok yang menolak adanya
gerakan yang mendukung serta memberdayakan L.G.B.T langsung mendatangi
tempat acara dan langsung memboikot atau berdemonstasi untuk mencegah acara
tersebut dilaksanakan. Hal seperti ini sudah beberapa kali terjadi pada
pelaksanaan acara yang dilakukan untuk memberdayakan L.G.B.T, Di antaranya
adalah pada pelaksanaan International Lesbian Gay Association (ILGA) pada
tanggal 26 maret 2010 yang rencananya saat itu akan dilaksanakan di Surabaya.
Acara dibubarkan hanya beberapa saat sebelum dilaksanakan. Pada hari itu terjadi
demonstrasi di sekitar tempat pelaksanaan acara yang menolak dilaksanakannya
acara tersebut.
Massa Demonstran ini terdiri atas beberapa aliansi massa Islam yang
menolak acara tersebut dilaksanakan di Surabaya dengan alasan Surabaya
termasuk kota yang Islami dan memiliki tingkat religisitas tinggi. Dengan
diselenggarakannya acara tersebut di Surabaya massa khawatir akan ada

masyarakat lain yang tertular menjadi salah satu L.G.B.T100. Kemudian pada
tanggal 30 april 2010 terjadi penyerangan pada acara resmi yang telah memiliki
izin resmi dari polsek setempat mengenai pelaksanaan pelatihan kaum waria yang
diadakan oleh Komnas HAM di Hotel Bumiwiyata, Depok, oleh Front Pembela
Islam (FPI). Ketika beberapa pelaku ditangkap, pengurus FPI mengatakan bahwa
penyerangan tersebut bukanlah atas perintah resmi Dewan Pembina Pusat FPI dan
pelaku penyerangan itu bukanlah berasal dari anggota FPI101. Alasan penyerangan
ini dilakukan karena kaum waria tidak sesuai dengan jenis kelamin yang
dilahirkan dari Tuhan dan tidak sesuai dengan paham yang diyakini oleh
kelompok tersebut. Mereka merasa berhak melakukan kontrol terhadap kelompok
atau masyarakat yang tidak sesuai dengan paham dan agama yang mereka yakini
jika pemerintah tidak melakukan usaha untuk mencegahnya 102. pada tanggal 24
September 2010 ketika Queer Film Festival berlangsung di Jakarta terjadi
pemboikotan dengan nada ancaman oleh sejumlah aliansi Islam dan umum yang
menolak adanya pelaksanaan film tersebut. Mereka beranggapan bahwa
diadakannya festival film seperti ini akan mendorong terjadinya kerusakan moral
bangsa dan membuat masyarakat berfikir bahwa homoseksualitas dan seks bebas
dapat dilakukan secara bebas103 di negeri ini. kemudian pada tanggal satu
Desember pada peringatan hari AIDS sedunia HTI atau yang biasa dikenal

100

Liputan rekaman pada berita pagi TVOne, Apa Kabar Indonesia Pagi disiarkan secara
langsung, Jakarta 26 Maret 2010.
101
Hasil rekaman liputan pagi program berita TVOne breaking news, Jakarta, 30 April 2010.
102
Rekaman acara siaran langsung program acara DEBAT TVOne, Jakarta 30 Juni 2010.
103
Hasil rekaman liputan program berita Metro Hari Ini, Jakarta 24 September 2010.

dengan sebutan Hizbut Tahrir Indonesia melakukan aksi damai di bunderan Hotel
Indonesia Jakarta. Mereka menyerukan pentingnya untuk menghentikan
penyebaran HIV/AIDS mereka juga masih berpendapat bahwa kaum homoseksual
adalah salah satu faktor penyebar utama HIV/AIDS sekarang ini berdasarkan
fakta sejarah104, padahal dalam kenyataannya sesuai hasil penelitian yang
dilakukan oleh KPA di bawah pengawasan Kementrian kesehatan RI
heteroseksual-lah yang memberikan andil sangat besar pada penyebaran
HIV/AIDS dan bukan dari kaum homoseks juga transgender.
Perbedaan respon yang terjadi terhitung 10 tahun sebelumnya hingga
sekarang sangat berbeda jauh. Pada era 1990 hingga 1990-an akhir, masih sedikit
L.G.B.T yang mau melaporkan tindak diskriminatif atas mereka dan membela hak
mereka baik itu terjadi karena masih belum mendapatkan pembelaan serta
perlakuan yang sama oleh aparat polisi maupun pembelaan masyarakat umum.
Namun, sekarang L.G.B.T yang mau bersuara atas hak mereka telah meningkat
jauh lebih banyak dibanding era yang sebelumnya secara individu maupun
kelompok dalam bentuk komunitas.

Memang, tidak ada data statistik yang menunjukkan secara rinci jumlah
homoseksual di seluruh dunia maupun nasional. Namun karena semakin banyak
manusia yang lebih berani menyatakan tentang pilihan orientasi seksualnya untuk
dapat menyuarakan pendapat dan hidup lebih bebas dengan pilihan hidup mereka
104

Handout AIDS Awareness campaigne HTI edisi 1 Desember 2010 AIDS solusi
penanggulangan AIDS dan pernyataan sikap dan komitmen bersama remaja penegak syariah islam
dan khilafah muslimah HTI point 1 dan 2.

sendiri jumlah homoseksual diperkirakan meningkat. Bahkan pada zaman modern


ini manusia yang memiliki perilaku seksual yang dianggap menyimpang lebih
banyak, dan jumlah yang yang naik kepermukaan dan terekspose ke ranah publik
semakin bertambah jumlahnya. Perkiraan dari jumlah homoseksualitas saja di
masa modern ini bervariasi secara signifikan dan meningkat. Terdapat beberapa
hasil survei penelitian yang dapat dijadikan acuan menunjukan jumlah
homoseksual yang ada di dunia terutama di Indonesia. Secara umum di Amerika
Serikat menurut penelitian Alfred Kinsey, jumlah presentase kaum lesbian dan
gay sekitar 10% dari jumlah populasi di negara tersebut secara keseluruhan.
Meskipun demikian, tidak keseluruhan kaum homoseksual yang terdaftar baik
yang menyembunyikan orientasi seksual mereka maupun yang menolak untuk
menjadi bagian dalam suatu komunitas hal tersebut dikarenakan adanya tekanan
sosial dari masyarakat sekitar yang menolak mereka. Sehingga mereka tidak mau
menyatakan identitas mereka. Di Kanada sendiri, tahun 2003 Biro Statistik
Kanada menyatakan bahwa di antara warga Kanada mencapai angka 59,1%
menyatakan diri mereka sebagai homoseksual dan 0,7% menyatakan diri sebagai
biseksual.

Untuk Indonesia sendiri tercatat 4000 hingga 5000 orang terdaftar sebagai
gay. Itu merupakan data gay untuk daerah Jakarta saja, sesuai menurut hasil
survei Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN). Namun, Dr. Dede Oetomo.105

105

Lihat juga Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan cinta untuk
rincian data persentase homoseksual, hal.57.

secara nasional total homoseksual mencapai 1% dari total keseluruhan penduduk


Indonesia menurut Meskipun jumlah homoseksual berkembang dengan pesat,
tidak berarti perlakuan dan pendapatan pembagian hak atas mereka juga
meningkat.

Baik di Indonesia dan di dunia, meskipun jelas ada perbedaan

pendapat dan pandangan masyarakat yang lebih positif, terhadap kaum


homoseksual, namun sebagian besar tetap mengidap homophobia. Memang benar
bahwa homoseksual telah lebih terbuka kehidupannya dibandingkan dengan
masa-masa dulu, namun masih ada sebagian masyarakat yang homophobia atau
tidak menerima keberadaan L.G.B.T sebagai bagian dari masyarakat karena
homoseksualitas dianggap sebagai suatu hal yang melanggar ajaran agama
manapun. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa kasus yang berhubungan
dengan tindak kekerasan atas L.G.B.T seperti kekerasan yang dilakukan aparat
kepolisian Aceh kepada pasangan gay Hartoyo dan partnernya ketika mereka
diperlakukan sewenang-wenang pada Januari 2006 106. Kasus pemukulan terhadap
waria di Yogyakarta pada tahun 2008 oleh oknum satpam tanpa alasan yang jelas
107

. Atau kasus pemukulan terhadap lesbian di Makassar oleh mantan polisi pada

tahun 2007

108

, dan masih banyak contoh kasus lainnya. Data-data ini baru

dicuplik dari kasus-kasus homoseksual saja, belum digabungkan dengan


penyimpangan seksual lainnya.

106

Hartoyo dan Titiana Adinda, Biarkan Aku Memilih. Hal 80.


Arianto dan Rido Triawan, Jadi Kau Tak Merasa Bersalah: Studi Kasus Diskriminasi dan
Kekerasan Terhadap LGBTI (Jakarta: Arus Pelangi dan Yayasan TIFA, 2008), h. 56.
108
Ibid, Hal 48.
107

Arus Pelangi merespon hal tersebut sebagai bagian dari perbedaan


paham dan pendapat yang ada di Indonesia, namun tidak selamanya LSM ini
membiarkan kasus itu berkembang ke tahap yang lebih lanjut. Arus Pelangi
sebagai sebuah LSM resmi dapat melaporkan langsung tindakan-tindakan radikal
itu kepada pihak yang berwenang, membuat strategi edukasi massa yang baru
mengenai apa dan bagaimana kinerja Arus Pelangi sebagai LSM yang membela
L.G.B.T, lebih selektif dalam mengangkat tema acara agar tidak memancing
emosi kelompok-kelompok tertentu.109 Ini penting karena pada kenyataannya
belum semua elemen masyarakat dapat menerima keberadaan kelompokkelompok

L.G.B.T yang ada di Indonesia sebagai bagian dari masyarakat.

Sebagaimana hal yang sama merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam teori
queer, yaitu sama-sama mencoba untuk menggusur heteroseksualitas dan
mencoba menarik persamaan status antara manusia tanpa melihat dari strata
patriarki dan gender yang seksis. 110 Karena setiap manusia memiliki hak untuk
menentukan orientasi seksualnya, berhak pula menentukan seks-nya (jenis
kelamin) maka, pada tahun 1993 hasil kesepakatan Komisi HAM PBB yang
diawasi Interational Covenant On Civil and Political Rights (ICCPR) menetapkan
bahwa diskriminasi berdasarkan seks juga termasuk ke dalam diskriminasi
berdasarkan orientasi seksual)111 sama berhaknya seperti dalam menentukan

109

Hasil wawancara dengan Budi Satria Dewantoro, Jakarta 27 April 2010.


Stevi Jackson dalam membentuk teori gender dan seksualitas, Pengantar Teori-teori Feminis
dan Kontemporer, ( Yogyakarta&Bandung :Jala sutra:2009), h. 243-244.
111
Yayasan Jurnal Perempuan, Hak-hak Aasasi Perempuan Sebuah Panduan Konvensi-konvensi
Utama PBB Tentang Hak Asasi Perempuan, (Jakarta: YJP, 2001, h. 75.
110

74
agama mana yang mau diyakini dan dianut, sama pula seperti
menentukan pemimpin mana yang ingin dipilih dalam pemilihan umum. Setiap
manusia memiliki hak masing-masing dalam menentukan pilihan mana dan apa
yang ingin dipilih, tidak satu manusiapun yang dapat mencampurinya.
Tindakan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan pilihan
seksualitas yang dialami oleh L.G.B.T sudah banyak terjadi sejak dulu hingga
sekarang. Hanya saja tidak semua diakui secara gamblang baik oleh pemerintah
maupun lembaga non-pemerintah lainnya. Hal ini menuntut para aktivis LSM
harus bertindak lebih cakap dalam memperjuangkan kaum L.G.B.T

untuk

menarik perhatian dunia baik dalam negeri maupun dunia internasional karena
diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan pilihan seksualitas adalah tindak
kekerasan.
D. Pola Penanganan Konflik Lembaga Swadaya Masyarakat Arus Pelangi
dengan Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir Indonesia
Selain menghadapi masalah administrasi layaknya sebuah lembaga atau
system, tentunya Arus Pelangi memiliki banyak masalah lainnya dan yang paling
substansial adalah hal yang menyangkut anggota maupun komunitas Arus Pelangi
pada umumnya. L.G.B.T mengalami tindakan diskriminatif, pengangguran, krisis
kepercayaan diri, trauma akibat kekerasan baik yang berasal dari lingkungan
sendiri maupun kekerasan yang dilakukan oleh pasangan. Selain itu juga terdapat

masalah yang berhubungan dengan konflik yang berasal dari tekanan


masyarakat maupun kelompok tertentu pada Arus Pelangi. 112
Adanya keanekaragaman masalah dan konflik tersebut mengharuskan
Arus Pelangi membuat beberapa program dan strategi agar solusi yang ditawarkan
sesuai dengan masalah yang diselesaikan. Ketika Arus Pelangi menghadapi
konflik atau permasalahan seperti yang telah di sebutkan pada sub-bab
sebelumnya

lembaga ini menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cara

mediasi pada saat itu juga, jika tidak memerlukan tindakan hokum, namun jika
konflik yang di alami sudah mencapai tindak diskriminsai maka LSM Arus
Pelangi segera menindak lanjuti ke jalur hukum, melakukan pelaporan sesuah
prosedur yang berlaku. Namun berbeda ketika masalah di alami oleh komunitas
L.G.B.T yang bernaung di bawah Arus Pelangi. Mereka membutuhkan bantuan
untuk menyelesaikan masalah atau konflik yang dihadapi dan solusi yang dibuat
diharapkan berfungsi secara maksimal untuk menanggulangi problematika,
diantaranya adalah memberdayakan L.G.B.T yang tidak punya kemampuan agar
dapat membuka usaha mandiri, membangkitkan kesadaran penyadaran akan hak
asasi L.G.B.T sebagimana manusia lainnya yang punya hak akan pilihan hidup,
memberikan edukasi pada L.G.B.T tentang pengenalan orientasi seksual,
memberikan seminar terbuka atau tertutup kepada masyarakat atau lembaga sosial
tertentu mengenai L.G.B.T dan orientasi seksual lainnya, memberikan konseling
kepada anggota Arus Pelangi serta komunitas L.G.B.T yang mendapat trauma

112

Hasil wawancara dengan Ketua Arus Pelangi, Budi Satria Dewantoro, Jakarta 1 Juni 2010.

akibat dari tekanan yang pernah mereka alami serta, memperkuat jaringan hukum
dan pembelaan L.G.B.T di mata Negara.113. sustematika alur bantuan pelapor
biasanya di mulai dari pelapor yang dating ke lembaga, kemudian informasi
tersebut diterima oleh bagian konseling lalu dibawa ke dewan pengurus untuk
membicarakan langkah seperti apa yang harus dilakukan dalam menangani
masalah yang dialami oleh pelapor. Setelah dibicarakan oleh dewan pengurus
kemudian kasus diambil alih kembali oleh bagian konseling dan mulai melakukan
pendekatan kepada pelapor untuk memahami duduk perkara kasus yang tengah
dialami, setelah memahami kasus secepatnya LSM akan mengambil langkah lebih
lanjut untuk menangani kasus tersebut, jika di perlukan pananganan hukum maka
kasus tersebut akan di bawa dan ditangani oleh bagian advokasi yang tengah
bekerja sama dengan lembaga bantuan hukum tertentu yang telah bekerjasama
dengan Arus Pelangi. Setiap kasus yang ada akan ditangani hingga selesai oleh
lembaga Arus Pelangi.
Selain itu Arus Pelangi juga menyiapkan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam memfasilitasi penyelesaian penanganan masalah, misalnya
dengan membuka layanan konseling langsung bagi L.G.B.T yang bermasalah,
bagi yang baru pertama kali dating ke Arus Pelangi mereka dapat menghubungi
lewat telepon atau mengirim email lewat website resmi milik Arus Pelangi,
mereka dapat berkonsultasi melalui telepon atau hanya sebatas konsultasi
berkirim email biasanya dari sana mereka L.G.B.T akan mendapatkan informasi

113

Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati, Jakarta 1 Juni 2010.

atau bantuan yang dibutuhkan, bagi yang membutuhkan konsultasi atau bantuan
lebih lanjut Arus Pelangi Arus Pelangi memiliki tim advokasi dan mempunyai
jaringan khusus pengacara yang siap membantu dalam menangani perkara hukum,
membuka kesempatan masyarakat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
L.G.B.T dengan mengadakan acara umum seperti workshop, seminar terbuka,
atau acara-acara tahunan nasional yang mengangkat isu HAM dan L.G.B.T,
memiliki jalur penanganan ke psikolog untuk terapi trauma, juga memberikan
pelatihan sumberdaya manusia anggota-anggota Arus Pelangi dan L.G.B.T,
membuka keanggotaan arus pelangi untuk umum baik yang homoseksual maupun
heteroseksual, serta melakukan pendampingan sosial bagi L.G.B.T yang masih
dalam tahap terapi pasca trauma maupun dalam proses advokasi. Pendampingan
sosial atau kelompok sebagai usaha untuk memberdayakan masyarakat agar
mampu memenuhi kebutuhan hidup sehingga memiliki kesempatan yang lebih
besar dalam mendapatkan pekerjaan dilakukan Arus Pelangi karena komunitas
L.G.B.T termasuk kelompok komunitas marginal yang tidak bisa mendapatkan
hak karena tekanan masyarakat yang menolak adanya pilihan orientasi dan pilihan
seks yang berbeda114.
Dalam keadaan normal dan tidak membutuhkan penanganan khusus.
Proses konseling atau penanganan masalah lainnya bertempat di kantor sekretariat
Arus Pelangi itu sendiri, Misalnya saja pada kasus hukum yang tentu saja
memungkinkan untuk berpindah tempat penyelesaian seperti kantor polisi,

114

Hasil wawancara dengan Ienes Angela, Jakarta 3 Mei 2010.

pengadilan, dan lain-lain. 115 Contoh lainnya lagi untuk masalah traumatik bisa
saja pengurus mendatangi individu atau kelompok yang bersangkutan jika mereka
merasa masih tidak nyaman bertemu dengan orang banyak. Konseling ini bias
dilakukan oleh pengurus Arus Pelangi sendiri jika sifat permasalahannya masih
belum sampai tahap trauma. Namun jika korban sudah mengalami trauma
konseling akan dilakukan oleh pihak yang professional seperti psikolog.116
Usaha-usaha demikian dilakukan agar Arus Pelangi dapat mendampingi
masyarakat, kelompok, atau individu tersebut untuk menjadi bagian masyarakat
yang dapat mandiri dan dapat menyuarakan hak mereka dengan bebas setara
dengan masyarakat lain yang tidak memiliki penyimpangan seksualitas dalam
bentuk apapun tanpa ada perbedaan. Dalam pendampingan dilakukan dan
dibutuhkan program pendampingan yang dilakukan secara terus-menerus dan
berlangsung di dalamnya suatu proses pengembangan. Ini terjadi karena
kebanyakan kaum minoritas tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan hak
dirinya dan juga tidak memiliki pendidikan yang cukup baik tentang informasi
yang mereka butuhkan117 maupun apa yang harus dilakukan secara formal agar
tidak terjadi diskriminasi, kekerasan, serta memberikan kebebasan dan
kehormatan berpendapat dalam masyarakat dan mendorong terwujudnya tatanan
masyarakat yang berpendidikkan dan bernilai kesetaraan.118 Contoh berbagai

115

Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati, Jakarta 1 Juni 2010.


ibid, Jakarta 1 Juni 2010.
117
Hasil wawancara dengan Ines Angela, Jakarta 3 Mei 2010.
118
Flyer Arus Pelangi Paragraf ke 3.
116

LSM lain yang ada untuk memberikan bantuan pada masyarakat marginal tersebut
adalah : Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, dan lain-lain.
Pendampingan dan edukasi tidak hanya dilakukan pada kaum L.G.B.T
saja. Pemberian edukasi kepada masyarakat umum juga tak kalah penting
dilakukan, terutama edukasi sejak dini kepada anak-anak dan remaja. Kurangnya
pengetahuan orangtua tentang pentingnya pengenalan seksualitas dan orientasi
seksual sejak dini, serta keengganan orangtua untuk memberikan pengenalan
pengetahuan tersebut kepada para anak merupakan hambatan utama minimnya
edukasi tersebut dapat tersampaikan119.
Bagi sebagian besar warga negara Indonesia, memperbincangkan masalah
seksualitas dan orientasi seksual masih bersifat tabu dan kurang pantas untuk
diperbincangkan. Bahkan masih ada yang berpendapat bahwa memperbincangkan
hal-hal tersebut dapat membuat generasi muda menjadi bebas dan serampangan
dalam memahami kedua hal itu120. Padahal memberikan mereka edukasi tentang
seksualitas dan orientasi seksual sejak dini dapat memberikan mereka
pengetahuan baru dan tidak menyalahgunakan pengetahuan tersebut dibandingkan
jika mengetahuinya dari orang luar dan sumber-sumber yang tidak dapat
dipercaya.

Mereka diharapkan dapat lebih menghargai akan tubuh mereka

sehingga memiliki sikap dalam bergaul dan mereka tidak mudah untuk terseret ke
dalam pergaulan bebas yang tidak bertanggung jawab.

119
120

Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.


Ibid, Jakarta, 30 September 2010.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Melalui hasil penelitian serta pembahasan skripsi yang telah dilakukan
dan dijabarkan serta melalui hasil temuan lapangan yang dirangkum pada bab-bab
sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai pembahasan penelitian
ini, di antaranya adalah:

Pengendalian sosial atau tekanan masyarakat kerap dilakukan pada


kelompok atau komunitas tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan
persepsi umum masyarakat yang mayoritas karena masyarakat cenderung
memandang negatif sesuatu yang berada di luar norma umum.

Pelaku tekanan sosial mengatasnamakan ajaran agama terutama pihak


konservatif untuk melakukan tekanan sehingga mereka dengan leluasa
dapat bertindak anarkis. Hal ini dapat menjadi celah strategis bagi pihak
tertentu untuk memanfaatkan keadaan dan berlindung di balik ajaran
agama Padahal agama tidak membenarkan tindakan merugikan orang
lain.

Pelaku tekanan seringkali tidak memiliki pengetahuan yang benar-benar


cukup tentang sesuatu yang mereka protes, mulai dari apa, bagaimana, dan
mengapa mereka melakukan tekanan terhadap pihak minoritas.
80

81

Pelaku tekanan melakukan tekanan berdasarkan informasi yang mereka


terima secara turun temurun dari leluhur dan stigma negatif yang
berkembang dalam masyarakat sehingga menyebabkan masyarakat
menjadi anti terhadap objek yang mereka protes itu; dalam hal ini, objek
tekanan tadi adalah homoseksualitas yang menimbulkan homophobia.

Penyebab atau latar belakang mengapa masyarakat melakukan tekanan


terhadap L.G.B.T atau pelaku homoseksual itu secara umum dapat dibagi
menjadi tiga bagian besar, yaitu latar belakang agama dan kepercayaan,
latar belakang sejarah, latar belakang perilaku sosial lingkungan.

Strategi Penyelesaian masalah dalam menangani pangaduan yang datang


dari L.G.B.T ke Arus Pelangi terdiri atas edukasi, advokasi, mediasi, dan
terapi.

Pemerintah masih gamang dalam bersikap dan lamban jika terjadi masalah
atau kasus yang melibatkan L.G.B.T. kaum ini masih belum mendapatkan
hak dan perlakuan yang sama di mata hukum maupun di mata Negara,
seperti hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk mendapatkan
penghidupan yang layak, dan lainnya.

Aktivitas pendidikkan mengenai masalah seksualitas dan orientasi seksual


sejak dini masih sedikit sekali atau jarang dilakukan oleh para orangtua
atau sekolah. Ini dikarenakan masih banyak yang menganggap seksualitas

82
dan orientasi seksual tabu dan tidak pantas untuk dibicarakan di ranah
terbuka.

Pendidikan seks dan pendidikan orientasi seksual sudah mulai diberikan di


ranah publik seperti seminar terbuka atau symposium namun masih
bersifat pendidikan tambahan.

B. Saran
Pada bab terakhir ini penulis memberikan saran yang diharapkan dapat
berguna di masa depan baik untuk masyarakat umum maupun bagi peneliti
selanjutnya, di antaranya adalah:
Sebaiknya pendidikan tentang orientasi seksual dan seksualitas
diberikan sejak dini pada saat anak-anak dan remaja sudah
mengerti ketika diajak berbicara, dan sudah mulai mengenal
anatomi tubuh mereka.
Sebaiknya semua pihak yang masih enggan untuk membicarakan
tentang seksualitas dan orientasi seksual karena masih berpikir
jika membicarakan kedua hal tersebut adalah hal yang tabutidak
lagi menganggap persoalan seksualitas adalah hal yang tabu
untuk dibicarakan. Para orangtua hendaknya yakin dan tidak
khawatir bahwa dengan membicarakan hal tersebut mereka

83
khawatir anak-anak mereka akan lebih mudah untuk terjerumus
ke dalam pergaulan bebas yang tidak bertanggung jawab.
Karena tujuan utama pemberian edukasi sejak dini adalah agar
anak-anak dan generasi muda tidak mudah terseret pergaulan
yang terlampau bebas dan tidak bertanggung jawab, maka
kegiatan edukasi harus terus dilakukan agar generasi muda dapat
tumbuh menjadi generasi muda yang bertanggung jawab, tahu
dengan baik mana yang sebaiknya dilakukan atau tidak, sehingga
mereka menjadi lebih menghargai dan bertanggung jawab pada
tubuh mereka.
Sebaiknya pihak yang berwajib dapat lebih bersikap tegas dank
eras pada oknum-oknum yang mengatasnamakan agama saat
melakukan kekerasan sehingga

mereka tidak lagi dapat

merugikan orang lain.


Sebaiknya semua pihak memperbanyak pemberian edukasi tentang
seksualitas dan orientasi seksual.

Pemberdayagunaan L.G.B.T oleh LSM-LSM dan juga Arus


Pelangi diharapkan lebih banyak sehingga L.G.B.T mampu
memenuhi kebutuhan hidup dan dapat membela hak mereka
sendiri secara mandiri.

Semoga di masa depan skripsi ini dapat berguna bagi mereka yang
melakukan penelitian atau membutuhkan informasi mengenai
homoseksualitas dan seksualitas tanpa melakukan tindakan yang
mengurangi keahlian kompetensi praktisi ilmiah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Aam, Etal. Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial.


Jakarta: rajawali press. 2002.
Agus, Bustanuddin. Agama Dalam Kehidupan Manusia Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : rajawali press. 2006.
Arianto & Triawan, Rido. Jadi Kau Tak Merasa Bersalah: Studi Kasus
Diskriminasi Dan Kekerasan Terhadap LGBTI Jakarta: Arus
Pelangi dan Yayasan TIFA, 2008.
Arus Pelangi & Hivos. Outzine! edisi Juli 2008. Jakarta: Arus Pelangi
,2008.
Arus Pelangi & Hivos. Outzine! edisi Januari 2008. Jakarta: Arus
Pelangi ,2008.
Arus Pelangi. Outzine! edisi ke-2 Januari 2008. Jakarta: Arus Pelangi.
Arus Pelangi, Hivos. Outzine! Edisi Juli 2008. Jakarta: Arus Pelangi,
2008.
Azhari, Rama. & Kencana, Putra. Membongkar Rahasia Jaringan Cinta
Terlarang Kaum Homoseksual. Jakarta : Hujjah Press, 2008.
Budiman, Amen. Gay Pilihan Jalan Hidupku:Pengakuan seorang priayi
jawa zaman penjajahan Belanda. Semarang: mimbar,1990.
Bulletin Bulanan GAYa Nusantara. No. 37 tahun 2005. Obrolan: Topik
Kita.
Danandjaja, James, DR,. Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali,
Jakarta: UI- press, 1989
84

Davidoff ,Linda, L., Mari Juniarti, ed. Psikologi Suatu Pengantar.


Jakarta: Erlangga, 1991
De Cecco, John, P,. Homophobia: An Overview. New York: The
Haworth Press, 1984.
DebDikBud. Sejarah Kebudayaan Bali: Kajian Perkembangan dan
Dampak Pariwisata. Jakarta:DebDikBud RI, 1998
Dening, Sarah. The Mythology of Sex, USA: macmillan general
references, 1996.
Flyer Arus pelangi paragraph ke-3.
Fromm , Rich. Cinta, Seksualitas, Matriarki, Gender, Yogyakarta:
Jalasutra, 2002
Fulgurous appearance of the mask in serat centhini, Mask: The Other
Face of Humanity: Various Vision on The Role of The Mask in
Humansociety. Filiphine: rex book store:2002
Hand Out flyer AIDS Awareness Campaign Hizbut Tahrir Indonesia
edisi 1 Desember 2010.
Hasil penelitian Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia (KPA) tahun
2008-2010.
Hasil rekaman liputan pagi program berita TVOne breaking news,
Jakarta, 30 April 2010.
Hasil rekaman liputan program berita metro hari ini, Jakarta 24
september 2010.
Hasil seminar dan diskusi bahaya kanker serviks dan hubungannya
dengan seks anda bersama dokter Boyke Dian Nugraha dan
Kementrian Kesehatan RI. Jakarta 22 Maret 2010.
Http://www.GAYaNusantara.or.id.//sejarah homoseksual . Diakses
pada tanggal 15 April 2010.
Http://www.Wikipedia.co.id//kontrol sosial. diakses pada tanggal 12
Desember 2009.

Hartoyo & Adinda, Titiana. Otobiografi: Biarkan Aku Memilih


Pengakuan Gay Yang Coming Out.
Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2009.
Hidayat, Rachmat. Ilmu yang Seksis: Feminism dan Perlawanan
Terhadap Teori Sosial Maskulin. Yogyakarta: Jendela, 2004.
Horton, Paul, B,. & Hunt, Chester, L,. Sociology 6th edition. Singapore :
Mc Graw-Hill Book Co. 1984.
Jackson, Stevi & Jones, Jackie, ed., Pengantar teori-teori feminis dan
kontemporer, Yogyakarta&Bandung:Jalasutra, 2009.
James, P, Spradley. Metode Etnografi. Jogja : tiara wacana,1997.
Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1. Jakarta:
Gramedia. 1986.
Johnson, G, Allan. Human Aarrangements an Inttroduction to Sociology.
Florida, USA: harcourt brace jovanovic, Inc, 1986.
Kartono, Dra. Kartini. Patologi Sosial :jilid I. Jakarta: Rajawali, 1988.
Lembaga Al-Kitab Indonesia. Al-Kitab. Jakarta: Lembaga Al-Kitab
Indonesia: 2006
Liputan rekaman pada program berita pagi TVOne, Apa Kabar
Indonesia Pagi disiarkan secara langsung, Jakarta 26 Maret 2010.
Nasuhi, Hamid, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis,
dan Disertasi), Jakarta: CeQDA. 2007.
Narwoko, J, Dwi. Soiologi teks pengantar dan terapan. Jakarta: kencana.
2004.
Place,Michael, D,. The Harper Collins: Encyclopedia of Catholitism,
NYC: Harpercollins. Inc. 1995.

Proust, Michael. Sodom and Gomorrah: a New Translation by John


Sturrock. England: Penguin Books, 2002.
Rekaman acara siaran langsung program acara DEBAT TVOne,
Jakarta 30 Juni 2010.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Kencana. 2004.
Schaefer, Richard T,. Sociology:Brief Introduction 6th edition. NY:
McGraw Hill. 2006.
Shaw, M, Susan. &,. Lee, Janet. Womens voices, feminist visions:
classics and contemporary readings, second edition. (New York:
Mc Graw hill. 2004).
Singarimbun, Masri. Metode penelitian survai. Jakarta: LP3ES.1989.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
1994.
Spencer, Collin. Sejarah homoseksualitas. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
2004.
Sunarto, Katmanto. Pengantar sosiologi. Jakarta : LP-FEUI.2004.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi penelitian. Jakarta: rajawali. 1991.
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer: Edisi Lengkap, Cetakan
Pertama Jakarta: Gramedia Press, 2006
UII .Al-Araf 80-84 . yogya: 1995.

Yayasan Jurnal Perempuan, Hak-hak Asasi Perempuan Sebuah


Panduan Konvensi-konvensi Utama PBB Tentang Hak Asasi
Perempuan, Jakarta: YJP, 2001.
Zuhaili , Wahbah ,.Prof ,.Dr, dkk. Tafsirul Wajiz. Jakarta : Gema
Insani. 2007.

NARA SUMBER
Lembaga Swadaya Masyarakat Arus Pelangi.
Soe Tjen Marching, Feminis, Penulis dan pianis.
Dr. Boyke Dian Nugraha, pakar Ginekolog dan Seksolog.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Sosial Republik Indonesia.
Komisi Penanggulangan HIV/AIDS.

DOKUMENTASI DAN LAMPIRAN

G1: AP dancer dalam kegiatan seni yang diikuti Arus Pelangi,


gambar kedua diskusi Arus pelangi di Universitas Atmajaya.

G2: Diskusi Arus pelangi di Universitas Atmajaya.

G3: IDAHO di Bunderan HI 2009.

G4: Seminar nasionar kanker serviks dan bahayanya pada seks anda bersama Dr.
Boyke dian nugraha dan kementrian kesehatan RI 2010.

G5: PERNAS Waria 2, pemutaran film pendek Illy Christian (L.G.B.T film
documenter).

G6: Pemutaran film pendek Illy Christian (L.G.B.T film documenter).

G7 & G8: gambar pertama sebelah


kiri atas Soe Tjen Marching (sebelah kiri) dan penulis (berkerudung), gambar
pertama sebelah kanan atas Soe Tjen Marching dan penulis di gedung L.P.M.J.
Jakarta 2010.

G 9: gambar kedua bawah seminar nasional bahaya kanker serviks dan


dampaknya pada kehidupan seks anda 2010 di UIN Jakarta.

G10: Pertemuan dengan APC 2009.

G11: L.G.B.T memperingati hari HAM dengan aksi damai.

G12: Aksi damai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam memperingati hari
AIDS sedunia tanggal 1 Desember 2010 di bunderan Hotel Indonesia.

G13: Aksi damai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam memperingati hari AIDS
sedunia tanggal 1 Desember 2010 di bunderan Hotel Indonesia.

G1: Bagan susunan keorganisasian Arus Pelangi

Anda mungkin juga menyukai