Anda di halaman 1dari 4

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

SEKRETARIAT GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN


Secretariat of Gender and Women's Empowerment
JI. Cikini 11/10, JAKARTA 10330
Telp.: 021-3901 002 E-mail: sgpp@kawali.org

SURAT GEMBALA KO~NSI W ~IGERE.JA lNJ)QNESlA Z()()4


Tentang
KESETARAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI SEBAGAI CITRA ALLAH

Saudari dan Saudara umat beriman yan¥ terkasih,

Kami menulis Surat Gembala ini terdorong oleh tanggung-jawab kami, setelah mendengarkan
dan belajar dari kaum perempuan, dan mengacu pada Surat Kongregasi Ajaran Iman kepada Para
Uskup tentang Kerjasama Pria dan Perempuan, tanggal 31 Juli 2004.

Dengan penuh rasa syukur kami mengakui bahwa kaum perempuan memiliki peran yang sangat
penting dalam berbagai penyelenggaraan kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat rnaupun
dalam Gereja. Dalam persatuan kasih antara perempuan dan laki-laki, Allah selalu melahirkan
generasi-generasi bam dalam kehidupan kita, mendampingi mereka dalam perkembangan
kepribadian dan iman.

Dalam sejarah manusia, kita mengenal para perempuan yang tampil sebagai pemimpin dan
pelopor. Kita mengenallbu Teresa dan Kalkuta dan para
pendiri tarekat yang hergerak dl bidang
pendidikan, kesehatan dan kemanusiaan pada umumnya. Kita juga mengenal banyak perempuan
yang menjadi pemimpin pemerintahan di berbagai negara, dan para perempuan yang berani
berada di garis terdepan dalam gerakan tanpa kekerasan untuk menolak pelanggaran-pelanggaran
terhadap Hak Azasi Manusia.

Perkembangan hidup kita, termasuk hidup beriman beserta karya-karya kita, sangat
dimungkinkan oleh peran kaum perempuan, baik yang menikah maupun tidak, termasuk para
biarawati. Mereka senantiasa mengedepankan relasi persaudaraan, kepedulian, perhatian,
pemeliharaan, dan mencari jalan bagi kesejahteraan bersama. Secara khusus kami mengucapkan
terimakasih kepada para perempuan yang melakukan semua tugasnya di tempat-tempat yang
begitu sulit dan tersembunyi.

Keprihatinan

Masih banyak perempuan yang tidak. mendapat kesempatan untuk berkarya sesuai dengan
kharisma dan kemampuan mereka. Kenyataan ini disebabkan oleh struktur sosial dan perilaku
patriarkis yang mengakibatkan pelecehan, penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
Oleh karena itu kita semua tidak. bisa berdiam diri karena kenyataan- kenyataan tersebut merusak
martabat perempuan sebagai Citra Allah.
Masih banyak kejadian baik dalam rumah tangga, masyarakat, bahkan tradisi keagamaan yang
merendahkan martabat perempuan. Masih banyak praktek kekerasan dan penipuan, seperti kawin
paksa, penganiayaan, pemerkosaan, aborsi, perdagangan perempuan dan anak untuk dijadikan

budak seks, pengemis, pengedar narkoba. Praktek-praktek kekerasan tersebut menyebabkan


perempuan semakin rentan tertular berbagai penyakit menular seksual, yang menghancurkan
hidupnya terutama HN IAIDS.

Dalam sistem ekonomi saat ini, perempuan banyak diperlakukan seperti barang dagangan dan
menjadi sasaran propaganda pola hidup konsumtif. Keterbatasan pengetahuan membuat mereka
sulit memilah dan memilih informasi yang diperoleh dari media massa, Semen tara itu, kami juga
mengamati masih ada unsur-unsur budaya yang membatasi kesempatan bagi perempuan untuk
memperoleh pendidikan. Situasi ini semakin membuat perempuan terpinggirkan.

Masih begitu banyak perempuan yang kurang memperoleh pelayanan kesehatan secara memadai.
Mereka tidak dapat menjangkau sumberdaya ekonomi untuk meningkatkan penghasilan .. Kalau
mereka bekerja, upah dan jaminan kesejahteraan sosial yang diterima sering lebih rendah.
Mereka juga lebih mudah menjadi korban pemutusan hubungan kerja, padahal mereka memikul
tanggungjawab yang besar bagi keberlangsungan hidup keluarga.

Di samping itu, terdapat banyak kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang tidak adil
karena tidak memperhatikan kepentingan perempuan. Masih banyak pula aturan dan kebijakan
yang diterapkan secara diskriminatif sehingga membatasi keterlibatan perempuan secara penuh
dalam masyarakat dan Gereja.

Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup telah berakibat langsung pada menurunnya
kesehatan kaum perempuan dan anak. Pertikaian-pertikaian bersenjata yang terjadi di berbagai
daerah telah menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan, lagi-Iagi bagi perempuan dan anak-
anak.

Keyakinan Gereja

Setelah Konsili Vatikan II, ajaran-ajaran Gereja senantiasa menekankan bahwa laki-laki dan
perempuan diciptakan setara menurut citra Allah (Bdk, Kej 1:26-27). Allah memberikan kepada
mereka tanggungjawab untuk memelihara keutuhan ciptaan-Nya, Sesuai dengan kehendak-Nya,
Iaki-laki dan perempuan diciptakan setara martabatnya walau berbeda secara biologis. Perbedaan
tersebut dikehendaki oleh Tuhan, karena mempunyai makna yang dalam dan tujuan yang khas
untuk mengembangkan kehidupan. Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi
dan memperkaya serta dipanggil untuk membangun relasi yang penuh kasih.

Kita mengenal tokoh-tokoh perempuan dalam Kitab Suci seperti Ester dan Yudit yang
memperjuangkan pembebasan bangsanya yang tertindas, serta Rut yang berani mengambil risiko
dan mengubah hidupnya yang tanpa harapan menjadi penuh harapan. Demikian juga kisah ibu
dari tujuh anak dalam Kitab Makabe, yang menunjukkan keteguhan iman kendati di bawah
ancaman pembunuhan. Mereka semua memberikan inspirasi dan teladan bagi kita. Terutama
Maria yang dipilih Allah untuk menjadi Ibu Sang Penyelamat dan menjadi teladan iman,
pengharapan dan kasih bagi kita.

Gereja meyakini laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sarna untuk: berperan
aktif dalarn proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup menggereja, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu penafsiran salah terhadap ayat-ayat Kitab Suci
khususnya yang tidakjarang dipakai untuk merendahkan perempuan (bdk. Ko13:18; IPtr 3:1; Ef
5:22-24), dan untuk: mengecualikan perempuan dan kehidupan Gereja dan masyarakat (bdk.
lKor 11:2-16; lKor 14:34-35)~perludihindari.

Kesadaran dan Perilaku Baru

Refleksi ini membuat kita sadar bahwa kita merupakan bagian dari tradisi masyarakat dan
gerejawi yang telah ikut melukai kesetaraan martabat yang mendatangkan penderitaan bagi kaum
perempuan. Kita semua, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan untuk tidak
mau melihat bahwa ada masalah dalarn relasi kita. Kita seringkali dengan tidak sengaja ikut
memupuk sikap paternalistis yang memperkuat dominasi kaum laki-laki terhadap perempuan dan
menguatkan kecenderungan perempuan menerimanya begitu saja.

Dengan kesadaran ini, kita mohon rahmat pertobatan kepada Allah, supaya baik secara pribadi
maupun bersama-sama, kita dapat mengubah sikap dan tindakan kita untuk mewujudkan
kehendak Allah yakni kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagai citra-Nya.

Marilah kita semua melaksanakan apa yang telah diputuskan dalarn Sidang Agung Gereja
Katolik Indonesia tahun 2000, yakni menjadi "Gereja yang mendengarkan". Supaya hal tersebut
dapat terwujud, kaum laki-laki antara lain perlu belajar untuk mau mendengarkan pengalaman
perempuan dengan kesungguhan hati. Tanpa kesediaan itu, semua kebijakan dan langkah yang
akan kita buat akan mengabaikan pengalaman perempuan dan memperkuat kecenderungan untuk:
merendahkan dan mendominasi mereka. Marilah kita menyebarluaskan pemahaman dan
melakukan penyadaran tentang kesetaraan antara laki-Iaki dan perempuan dalam keluarga,
masyarakat dan Gereja. Dalam hal ini Kursus Persiapan Perkawinan menjadi salah satu sarana
yang strategis.

Kami mengajak para perempuan untuk mau mengungkapkan secara terbuka pengalaman-
pengalaman anda, terlebih bila anda mengalami diskriminasi, pelecehan, kekerasan. Kami
mendukung berbagai upaya membangun solidaritas untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Marilah kita mendukung semua gerakan untuk: menghapus berbagai bentuk: eksploitasi dan
kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga. Kita dukung usaha
kaum perempuan untuk terlibat dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dalarn bidang politik,
ekonomi, budaya dan keagarnaan.
Kami mendorong anggota Gereja serta semua orang untuk menaruh kepedulian terhadap
masalah kemanusiaan ini dengan membangun solidaritas bersama kaum perempuan. Kami
amat menghargai dan ingin ikut serta dalam usaha untuk memfasilitasi penyediaan rumah
aman bagi perempuan dan anak-anak korban kekerasan tanpa memandang agama, golongan,
suku, dan aliran politik yang mereka anut.

Semoga Allah memberkati setiap langkah kita, agar kita semakin bersedia untuk bekerjasama
dengan Allah dalam mewujudkan suatu dunia bam yang penuh cinta, hormat, keadilan dan
kesetaraan.

Jakarta, 22 Desember 2004


KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
Kardinal Julius Dannaatmadja, S.J - Ketua - Mgr. Ignatius Suharyo - Sekretaris

Anda mungkin juga menyukai