Anda di halaman 1dari 8

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER MORAL FUNDAMENTAL

Pemikiran Teologi Moral Menurut Charles E. Curran

Dosen Pengampu:

Dr. Yohanes Benny Suwito

Stefanus Sutrisno

INSTITUTUM THEOLOGICUM IOANNIS MARIAE VIANNEY SURABAYANUM


2021
Pengantar
Teologi moral membedakan antara teologi moral fundamental dengan teologi moral k
husus. Teologi moral sendiri merupakan upaya refleksi iman yang mengarahkan diri kepada
Tuhan. Oleh karena itu, teologi moral fundamental memperlakukan aspek-aspek yang umum
bagi semua bidang kehidupan dan aktivitas manusia, sedangkan teologi moral khusus memba
has bidang-bidang tertentu dari upaya moral. Berkaitan dengan upaya refleksi iman, maka
hidup di sini menunjuk pada suatu tindakan manusia yang merupakan jawaban terhadap
rencana Allah.
Teologi moral Katolik secara khas memiliki hubungan mendasar dengan iman kepada
Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu, kekhasan iman Kristiani berhadapan dengan Allah
yang mengundang manusia untuk bersatu dan masuk pada persekutuan cinta-Nya yang
menyelamatkan. Tanggapan manusia akan udangan Tuhan inilah yang selalu berhubungan
dengan moral, karena iman Kristiani meyakini bahwa hanya pada Kristuslah kebenaran
diterima dan itu ada dengan cara mengikuti Kristus, dan bersatu dengan-Nya.

Pada dasarnya sebagain besar pengembangan teologi moral merujuk pada sepuluh
perintah Allah, tetapi lebih jauh lagi bahwa teologi moral berkembang tradisi Dominikan
khusunya Thomas Aquinas. Thomas Mengembangkan teologi moral pada tatanan hukum
kodrat, karena hukum pertama-tama adalah selalu diarahkan pada hukum kodrat manusia.
Penggunaan hukum kodrat menurut Thomas Aquinas tidaklah semulus yang dibayakan,
karena pada kenyataannya banyak teologi yang juga masih mengkritisi penggunaan hukum
kodrat dalam teologi moral. Tokoh yang mengkritis tersebut adalah Charles E. Curran. Dalam
karya Curran sebagian besar memiliki pandangan yang khusus terhadap tanggapan
penggunaan hukum kodrat dalam teologi moral. Curran merupakan teolog besar, namun
pengajarannya di hentikan oleh Vatikan karena sebagain karyanya tidak sesuai dengan ajaran
Gereja. Berangkat dari pemahaman teologi moral yang dalam masanya selalu memiliki
kekhasannya masing-masing, maka penulis hendak menelusuri pokok pemikiran Curran
terlebih dalam karyanya di bidang teologi moral.

Biografi dan Karya Charles E Curran


Charles E. Curran lahir 30 Maret 1934, di Rochester, New York. Ia adalah seorang
pastor yang ditahbiskan pada tahun 1958, dan merupakan profesor teologi moral. teolog yang
pernah mengajar di Catholic University of America, Washington, DC, asisten profesor, 1965-
67, profesor asosiasi, 1967-71, profesor teologi moral, 1971-89; Southern Methodist
University. Karya-karyanya cukup banyak yakni Christian Morality Today: The Renewal of

1
Moral Theology, Fides (Notre Dame, IN), 1966. A New Look at Christian Morality, Fides
(Notre Dame, IN), 1968. (Editor) Absolutes in Moral Theology? Corpus Books (Washington,
DC), 1968. (With Robert E. Hunt and others) Dissent in and for the Church: Theologians
and Humanae Vitae, Sheed & Ward (New York, NY), 1969, dan masih banyak lagi karyanya
yang berbicara seputar teologi moral.1
Dengan karyanya yang begitu banyaknya, tidaklah membuat dirinya bertahan dalam
mengajarkan teologi kepada umat, dikarenakan ia tidak taat pada Magisterium Gereja.
Kepausan akan memberhentikan proses mengajar seorang teolog apabila ia melanggar
Magisterium, yaitu tentang hak atas perbedaan pendapat umum dari Magisterium biasa,
seperti perkawinan sakramental tidak dapat diceraikan, aborsi, euthanasia, masturbasi,
kontrasepsi buatan, hubungan pranikah dan tindakan homoseksual. Hal ini tercantum dengan
cukup hati-hati agar tidak disangkal karena bagaimana pun hal ini berhubungan dengan
hukum kodrat, namun Curran berbeda pendapat tentang hukum kodrat. Oleh karena itu, sejak
25 Juli 1986 kepausan memberhentikannya agar ia tidak lagi mengajarkan apa pun kepada
umat.2 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ia adalah bagian dari teolog “revisionis”
yang pada intinya menunjuk pada penalaran yang dipakai oleh para teolog moral yang
menyimpang dengan arus ajaran Gereja, terkhusus yang dinyatakan dalam Magisterium.

Pendekatan kritis terhadap Hukum Kodrat


Sejak Gereja mengeluarkan ajaran yang kontroversial yang menentang penggunaan
alat kontrasepsi buatan dalam bentuk apapun yang dalam terbitan Humane Vitae no. 11 dan
14. Dalam isi Ensiklik tersebut, argumentasi yang paling disinggung adalah untuk
menegaskan dilarangnya penggunaan alat kontrasepsi dalam hubungan suami-istri. Ensiklik
tersebut dengan jelas mengutuk alat kontrasepsi yang berlandaskan pada hukum kodrat yang
dilampirkan dengan lengkap oleh Gereja.3 Hal ini seperti halnya dalam tema-tema yang
dikembangkan oleh para teolog Revisionis tentang hukum kodrat. Charles Curran termasuk
orang yang mengkritisi hukum kodrat, yakni ajaran Santo Thomas tentang hukum kodrat,
yang dianggapnya ambigu. Hukum kodrat dianggap ambigu karena di satu sisi menekankan
peranan yang dimainkan rasio dalam menyusun hukum kodrat, di sisi lain, karena pengaruh

1
Biografi Charles E. Curran, https://www.encyclopedia.com/arts/educational-magazines/curran-charles-e-1934,
diakses 4 September 2021, pukul 14.35 WIB.
2
Vatikan.va, Dokumen Charles Curran, https://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc
_con_cfaith_doc_19860725_carlo-curran_en.html, diakses 4 September 2021, pukul 14.30 WIB.
3
James Likoedis, “How Humanae Vitae Continues to Be Subverted?” dalam The Wanderer, issue of January
24, 2002.

2
Ulpian seorang pengacara Romawi yang wafat pada 228, yang cenderung “mengidentifikasi
tuntutan-tuntutan hukum kodrat dengan suatu proses biologis dan cenderung membawa pada
pengertian fisik dari hukum kodrat.4 Selain itu, ia juga menolak penilaian moral pada
tindakan hanya dengan mempertimbangkan tindakan itu pada dirinya sendiri, tanpa
memperhitungkan motif dan situasi yang menyertai. Dengan begitu, ia pun menolak adanya
norma-norma yang khas kritiani yang mengakui bahwa iman kristiani memberikan motif-
motif dan intensi-intensi untuk bertindak secara moral yang secara spesifik kristiani sehingga
tidak perlu menetapkan keberadaan norma-norma yang menunjukkan jenis-jenis dari pilihan-
pilihan dan tindakan-tindakan yang khas kristiani sebagai yang berbeda dari yang lain dan
satu-satunya.
Moral Seksualitas dalam Gereja Katolik
Ajaran moral Gereja dalam menanggapi Moral seksual dan perkawinan tetaplah
berpegang pada model pendekatan legalistik hukum kodrat. Hal ini dapat dilihat dalam
dokumen deklarasi tentang Etika Seksual yang diterbitkan oleh Kongregasi untuk ajaran iman
pada tahun 1975. Selai itu, terdapat juga Surat kepada para Uskup Gereja Katolik tentang
Reksa Pastoral untuk Kaum Homoseks yang dipromulgasikan pada th. 1986; dan Instruksi
tentang Hidup Manusia dan Martabat Prokreasi (Donum Vitae) yang dipromulgasikan pada
th. 1987.5 Ketiga dokumen tersebut, penilaian moral dideduksi dari prinsip-prinsip dasar yang
dapat dipahami oleh akal budi, yang berasal dari tatanan hukum ilahi dan hukum kodrat.
Berkaitan dengan hal ini, Charles Curran memberikan evalusi kritis, yakni tekanan diberikan
bukan pada pribadi manusia, tetapi pada kodrat kemampuan seksual yang diciptakan Allah
untuk dua tujuan, yakni tujuan prokreasi dan tujuan unitif.6
Hukum Kodrat relalatif oleh Realitas Dosa
Curran mengkritisi argumen hukum kodrat sebagai sebuah argumen yang parsial
karena menurutnya tidak diletakakna dalam bingkai dalam sejarah keselamatan kristiani yang
holistik. Hukum kodrat memang diakui sebagai sebuah sumber etis lain dari Kitab Suci dan
Tradisi Suci, dan karenanya menjadi justifikasi untuk menetapkan sikap Gereja atas masalah-
masalah etis yang sifatnya umum. Akan tetapi, hukum kodrat dimengerti oleh Paus Paulus VI
sebagai sumber entitas yang integral dalam kemanusiaan kita serta kemudian dilengkapi

4
Xaverius Chandra, Bahan Ajar Moral Fundamental, Surabaya: UKWMS, 2015, 21.
5
Laurentius Tarpin, Moral Katolik Menghadapi Tantangan Jaman, Studia Philosophica et Theologica, Vol. 8
No. 2, Oktober 2008, 197.
6
Berkaitan dengan Moral seksualitas dalam Gereja Katolik, Charles Curran memberikan evaluasi kritis dalam b
ukunya The Living Tradition of Catholic Moral Theology, Notre Dane, University of Notre Dame 1992, 27-57.

3
dengan adikodrati. Argumen hukum kodrat dalam Humanae Vitae kurang meletakkan
prespektif hukum kodrat dalam seluruh sejarah keselamatan.7
Pandangan Curran terhadapa hukum kodrat ini harus dimengerti juga secara relatif
dalam paham soteriologi Kristiani yang sarat dengan pembahasan moral tentang ‘pengaruh
dosa’ dalam kodrat manusia. Oleh karena itu, situasi kedosaan yang merasuk sampai ke
kodrat terdalam manusia dapat mempengaruhi putusan moral seseorang. Maka, hukum kodrat
tidak lepas dari pengaruh dosa ini sehingga juga dapat saja salah dan karenanya tak boleh
dimutlakkan sebagai kebenaran penuh.8 Dengan demikian, apa yang menjadi ‘kodrat’
kemanusiaan sangat relatif sifatnya dan karenanya dalam situasi kedosaan ini, seorang
Krsistiani dapat didorong untuk mengadopsi tindakan yang tidak akan dipilih seorang saat
ada dalam ketidak-berdosaan.9

Hukum Kodrat sebagai sistem filosofis yang tidak monolitik


Keberatan Curran atas absolutisasi argumen hukum kodrat dalam Humane Vitae juga
berangkat dari keasadaran bahwa refleksi tentang hukum kodrat tidak pernah berasal dari satu
saja sistem filosofis. Istilah ‘hukum’ sendiri memiliki nuansa berbeda pada masanya. Maka,
bila saat ini kata ‘hukum’ dimengerti dalam bingkai legal, Thomas Aquinas malah
memaksudkannya sebagai ‘ordering of reason.’10 Sementara itu, hukum kodrat juga
berkembang dalam sejarah dan dalam pemikiran beragam tokoh yang berbeda – bukan hanya
dalam gagasan Thomas Aquinas. Kerangka sejarah ini perlu untuk melihat perkembangan
bagaimana dan kapan sifat unitif dan prokreatif dalam tiap hubungan seksual dimasukkan
menjadi ‘hukum kodrat’.
Pendekatan Kekhasan Metodologi Alternatif Charles Curran
Teori hukum kodrat seharusnya tetap memegang dua nilai poko dalam teologi moral,
yakni menjadi bukti adanya sumber pengetahuan dan kebijaksanaan etis yang juga dibagikan
oleh Kristianitas dalam kemanusiaan dan menjadi fakta bahwa moralitas tidaklah bisa hanya
menjadi ikatan subjektif bagi seorang individu.11 Dalam menopang kepentingan tersebut,
Curran bahwa kita tidak harus berpegang pada teori hukum kodrat sebagai dikutip dalam
Humanae Vitae. Curran mengusulkan untuk menggunakan pendekatan Personalisme,
pendekatan lain yang rasional-komunitarian, dan metodologi transendental. Ketiga

7
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 124-125.
8
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 122-123.
9
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 124.
10
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 126.
11
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 134-135.

4
pendekatan ini bagi Curran dapat menolakabsolut dalam ensiklik Humanae Vitae yang ditulis
oleh Paus yang sangat mengutuk begitu saja jenis kontrasepsi buatan.
Personalisme merupakan upaya yang melihat tindakan dalam pengertian dan
prespektif pelaku saat melakukan tindakan tersebut. Pendekatan personalis Curran ini
terinspirasi dari personalisme Wojtyla. Menurut Curran dengan menggunakan metode
personalis dapat memberi pertimbangan obyektif sesuai situasi pribadi-pelaku sehingga
dalam situasi tertentu kontrasepsi buatan dapat dibenarkan;12

Rasional-komunitarian merupakan model pendekatan yang melihat pribadi sebagai


agen moral yang memberikan respon terhadap jaringan-relasi di sekitarnya, yang menuntut
tanggung-jawab diri. Tanggungjawab diri ini tumbuh dari gerakan dan proses sosial untuk
merespon dan menjadi seorang yang dapat diandalkan dalam sebuah komunitas universal. 13
Dengan demikian, demi relasi pernikahan dan keluraga yang bertanggungjawab, pasangan
suami-istri dapat dengan suara hati jernih memilih kontrasepsi buatan.

Metodologi Transendental Pendekatan ini berhutang pada gagasan Joseph Marechal,


yang kemudian dikembangakan dalam banyak bentuk oleh Lonergan, Rahner dan Emerich
Coreth. Pendekatan transendental ini berusaha melampaui obyek yang diketahui dari struktur
manusia dalam proses mengetahui sesuatu. Etika transendental Lonergan meletakkan tekanan
pada ‘proses mengetahui dan membuat pertimbangan dari apa yang ia ketahui tentang
dunianya’. Nilai moral bukanlah hak milik intrinsik dari tindakan atau obyek yang ada di luar
diri saya. Subyek moral, sebaliknya harus msauk dalam dirinya dan memeriksa struktur dari
proses mengetahui dan memutuskan. Kriterianya pemeriksaannya dalam etika Kristiani jelas:
apakah saya mampu menjawab panggilan inisiatif Allah, Sang Kasih itu, dengan iman?

Kesimpulan

Pemikiran Charles E Curran dianggap menentang ajaran Gereja atau Magisterium


Gereja, salah satunya adalah penolakannya terhadap pemakaian hukum kodrat sebagai dasar
dalam pembuatan Humanae Vitae. Curran dinggap teolog “revisionis” karena pemikirannya
bertentangan dengan Gereja dan ia berusaha membuat kritik hukum kodrat terhadap ajaran
Gereja. Menanggapi Humanae Vitae no. 11 dan 12 tentang penggunaan alat kontrasepsi
buatan, Curran menganggap bahwa dasar hukum kodrat ditempatkan dalam Ensiklik ini
adalah salah. Oleh karena itu, ia menanggapi dengan menggunakan pendekatan metodologi
12
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 158-159.
13
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 159.

5
alternatif personalis, rasionalis-komunitarian, dan metodologi transendental. Dengan
pendekatan ketiga ini, Curran mengdasari dalam metodologi transendental, di mana
keputusan untuk mengambil kontrasepsi buatan sungguh berangkat dari kesadaran untuk
menjawab Kristus yang menebus dan membebaskan manusia, maka kontrasepsi buatan
menemukan pembenarannya dan tidak harus selalu menjadi yang ‘instrinsik jahat’.
menurutnya pertimbangan transendental ini jauh lebih baik dibandingkan dengan pendekatan
argumen hukum kodrat yang melihat aspek fisik dan biologi manusia dalam kesamaannya
dengan hewan? Dengan pemikiran Curran yang melegalkan alat kontrasepsi ini membawa
pertanyaan mendasar bagi penulis, karena bagaimanapun juga penggunaan alat kontrasepsi
ini perlu dikritis dan tidaklah tepat apabila didasari pada tanggapan akan kasih Kristus.

6
Sumber Pustaka :

Curran, Charles E., Catholic Moral Theology in the United States: A History, Washington: G
eorgetown University Press, 2008.

-----------------------, Directions in Fundamental Moral Theology, University of Notre Dame


Press, Notre Dame 1986.

-----------------------, The Living Tradition of Catholic Moral Theology, Notre Dane, Universit
y of Notre Dame 1992.

Encyclopedia.com, Biografi Charles E. Curran,


https://www.encyclopedia.com/arts/educational-magazines/curran-charles-e-1934,
diakses 4 September 2021, pukul 14.35 WIB.

Likoedis, James, “How Humanae Vitae Continues to Be Subverted?” dalam The Wanderer,
issue of January 24, 2002.

Laurentius Tarpin, Moral Katolik Menghadapi Tantangan Jaman, Studia Philosophica et


Theologica, Vol. 8 No. 2, Oktober 2008.

Vatikan.va, Dokumen Charles Curran,


https://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc_con_cfaith_d
oc_19860725_carlo-curran_en.html, diakses 4 September 2021, pukul 14.30 WIB.

Xaverius Chandra, Bahan Ajar Moral Fundamental, Surabaya: UKWMS, 2015.

Anda mungkin juga menyukai