Dosen Pengampu:
Stefanus Sutrisno
Pada dasarnya sebagain besar pengembangan teologi moral merujuk pada sepuluh
perintah Allah, tetapi lebih jauh lagi bahwa teologi moral berkembang tradisi Dominikan
khusunya Thomas Aquinas. Thomas Mengembangkan teologi moral pada tatanan hukum
kodrat, karena hukum pertama-tama adalah selalu diarahkan pada hukum kodrat manusia.
Penggunaan hukum kodrat menurut Thomas Aquinas tidaklah semulus yang dibayakan,
karena pada kenyataannya banyak teologi yang juga masih mengkritisi penggunaan hukum
kodrat dalam teologi moral. Tokoh yang mengkritis tersebut adalah Charles E. Curran. Dalam
karya Curran sebagian besar memiliki pandangan yang khusus terhadap tanggapan
penggunaan hukum kodrat dalam teologi moral. Curran merupakan teolog besar, namun
pengajarannya di hentikan oleh Vatikan karena sebagain karyanya tidak sesuai dengan ajaran
Gereja. Berangkat dari pemahaman teologi moral yang dalam masanya selalu memiliki
kekhasannya masing-masing, maka penulis hendak menelusuri pokok pemikiran Curran
terlebih dalam karyanya di bidang teologi moral.
1
Moral Theology, Fides (Notre Dame, IN), 1966. A New Look at Christian Morality, Fides
(Notre Dame, IN), 1968. (Editor) Absolutes in Moral Theology? Corpus Books (Washington,
DC), 1968. (With Robert E. Hunt and others) Dissent in and for the Church: Theologians
and Humanae Vitae, Sheed & Ward (New York, NY), 1969, dan masih banyak lagi karyanya
yang berbicara seputar teologi moral.1
Dengan karyanya yang begitu banyaknya, tidaklah membuat dirinya bertahan dalam
mengajarkan teologi kepada umat, dikarenakan ia tidak taat pada Magisterium Gereja.
Kepausan akan memberhentikan proses mengajar seorang teolog apabila ia melanggar
Magisterium, yaitu tentang hak atas perbedaan pendapat umum dari Magisterium biasa,
seperti perkawinan sakramental tidak dapat diceraikan, aborsi, euthanasia, masturbasi,
kontrasepsi buatan, hubungan pranikah dan tindakan homoseksual. Hal ini tercantum dengan
cukup hati-hati agar tidak disangkal karena bagaimana pun hal ini berhubungan dengan
hukum kodrat, namun Curran berbeda pendapat tentang hukum kodrat. Oleh karena itu, sejak
25 Juli 1986 kepausan memberhentikannya agar ia tidak lagi mengajarkan apa pun kepada
umat.2 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ia adalah bagian dari teolog “revisionis”
yang pada intinya menunjuk pada penalaran yang dipakai oleh para teolog moral yang
menyimpang dengan arus ajaran Gereja, terkhusus yang dinyatakan dalam Magisterium.
1
Biografi Charles E. Curran, https://www.encyclopedia.com/arts/educational-magazines/curran-charles-e-1934,
diakses 4 September 2021, pukul 14.35 WIB.
2
Vatikan.va, Dokumen Charles Curran, https://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc
_con_cfaith_doc_19860725_carlo-curran_en.html, diakses 4 September 2021, pukul 14.30 WIB.
3
James Likoedis, “How Humanae Vitae Continues to Be Subverted?” dalam The Wanderer, issue of January
24, 2002.
2
Ulpian seorang pengacara Romawi yang wafat pada 228, yang cenderung “mengidentifikasi
tuntutan-tuntutan hukum kodrat dengan suatu proses biologis dan cenderung membawa pada
pengertian fisik dari hukum kodrat.4 Selain itu, ia juga menolak penilaian moral pada
tindakan hanya dengan mempertimbangkan tindakan itu pada dirinya sendiri, tanpa
memperhitungkan motif dan situasi yang menyertai. Dengan begitu, ia pun menolak adanya
norma-norma yang khas kritiani yang mengakui bahwa iman kristiani memberikan motif-
motif dan intensi-intensi untuk bertindak secara moral yang secara spesifik kristiani sehingga
tidak perlu menetapkan keberadaan norma-norma yang menunjukkan jenis-jenis dari pilihan-
pilihan dan tindakan-tindakan yang khas kristiani sebagai yang berbeda dari yang lain dan
satu-satunya.
Moral Seksualitas dalam Gereja Katolik
Ajaran moral Gereja dalam menanggapi Moral seksual dan perkawinan tetaplah
berpegang pada model pendekatan legalistik hukum kodrat. Hal ini dapat dilihat dalam
dokumen deklarasi tentang Etika Seksual yang diterbitkan oleh Kongregasi untuk ajaran iman
pada tahun 1975. Selai itu, terdapat juga Surat kepada para Uskup Gereja Katolik tentang
Reksa Pastoral untuk Kaum Homoseks yang dipromulgasikan pada th. 1986; dan Instruksi
tentang Hidup Manusia dan Martabat Prokreasi (Donum Vitae) yang dipromulgasikan pada
th. 1987.5 Ketiga dokumen tersebut, penilaian moral dideduksi dari prinsip-prinsip dasar yang
dapat dipahami oleh akal budi, yang berasal dari tatanan hukum ilahi dan hukum kodrat.
Berkaitan dengan hal ini, Charles Curran memberikan evalusi kritis, yakni tekanan diberikan
bukan pada pribadi manusia, tetapi pada kodrat kemampuan seksual yang diciptakan Allah
untuk dua tujuan, yakni tujuan prokreasi dan tujuan unitif.6
Hukum Kodrat relalatif oleh Realitas Dosa
Curran mengkritisi argumen hukum kodrat sebagai sebuah argumen yang parsial
karena menurutnya tidak diletakakna dalam bingkai dalam sejarah keselamatan kristiani yang
holistik. Hukum kodrat memang diakui sebagai sebuah sumber etis lain dari Kitab Suci dan
Tradisi Suci, dan karenanya menjadi justifikasi untuk menetapkan sikap Gereja atas masalah-
masalah etis yang sifatnya umum. Akan tetapi, hukum kodrat dimengerti oleh Paus Paulus VI
sebagai sumber entitas yang integral dalam kemanusiaan kita serta kemudian dilengkapi
4
Xaverius Chandra, Bahan Ajar Moral Fundamental, Surabaya: UKWMS, 2015, 21.
5
Laurentius Tarpin, Moral Katolik Menghadapi Tantangan Jaman, Studia Philosophica et Theologica, Vol. 8
No. 2, Oktober 2008, 197.
6
Berkaitan dengan Moral seksualitas dalam Gereja Katolik, Charles Curran memberikan evaluasi kritis dalam b
ukunya The Living Tradition of Catholic Moral Theology, Notre Dane, University of Notre Dame 1992, 27-57.
3
dengan adikodrati. Argumen hukum kodrat dalam Humanae Vitae kurang meletakkan
prespektif hukum kodrat dalam seluruh sejarah keselamatan.7
Pandangan Curran terhadapa hukum kodrat ini harus dimengerti juga secara relatif
dalam paham soteriologi Kristiani yang sarat dengan pembahasan moral tentang ‘pengaruh
dosa’ dalam kodrat manusia. Oleh karena itu, situasi kedosaan yang merasuk sampai ke
kodrat terdalam manusia dapat mempengaruhi putusan moral seseorang. Maka, hukum kodrat
tidak lepas dari pengaruh dosa ini sehingga juga dapat saja salah dan karenanya tak boleh
dimutlakkan sebagai kebenaran penuh.8 Dengan demikian, apa yang menjadi ‘kodrat’
kemanusiaan sangat relatif sifatnya dan karenanya dalam situasi kedosaan ini, seorang
Krsistiani dapat didorong untuk mengadopsi tindakan yang tidak akan dipilih seorang saat
ada dalam ketidak-berdosaan.9
7
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 124-125.
8
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 122-123.
9
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 124.
10
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 126.
11
Charles E. Curran, Directions in Fundamental Moral Theology, 134-135.
4
pendekatan ini bagi Curran dapat menolakabsolut dalam ensiklik Humanae Vitae yang ditulis
oleh Paus yang sangat mengutuk begitu saja jenis kontrasepsi buatan.
Personalisme merupakan upaya yang melihat tindakan dalam pengertian dan
prespektif pelaku saat melakukan tindakan tersebut. Pendekatan personalis Curran ini
terinspirasi dari personalisme Wojtyla. Menurut Curran dengan menggunakan metode
personalis dapat memberi pertimbangan obyektif sesuai situasi pribadi-pelaku sehingga
dalam situasi tertentu kontrasepsi buatan dapat dibenarkan;12
Kesimpulan
5
alternatif personalis, rasionalis-komunitarian, dan metodologi transendental. Dengan
pendekatan ketiga ini, Curran mengdasari dalam metodologi transendental, di mana
keputusan untuk mengambil kontrasepsi buatan sungguh berangkat dari kesadaran untuk
menjawab Kristus yang menebus dan membebaskan manusia, maka kontrasepsi buatan
menemukan pembenarannya dan tidak harus selalu menjadi yang ‘instrinsik jahat’.
menurutnya pertimbangan transendental ini jauh lebih baik dibandingkan dengan pendekatan
argumen hukum kodrat yang melihat aspek fisik dan biologi manusia dalam kesamaannya
dengan hewan? Dengan pemikiran Curran yang melegalkan alat kontrasepsi ini membawa
pertanyaan mendasar bagi penulis, karena bagaimanapun juga penggunaan alat kontrasepsi
ini perlu dikritis dan tidaklah tepat apabila didasari pada tanggapan akan kasih Kristus.
6
Sumber Pustaka :
Curran, Charles E., Catholic Moral Theology in the United States: A History, Washington: G
eorgetown University Press, 2008.
-----------------------, The Living Tradition of Catholic Moral Theology, Notre Dane, Universit
y of Notre Dame 1992.
Likoedis, James, “How Humanae Vitae Continues to Be Subverted?” dalam The Wanderer,
issue of January 24, 2002.