1
Apostasi di gereja bersifat tidak kentara. Sesuatu yang nyata tetapi tidak kelihatan. Gereja
jarang membicarakan atau membahasnya, baik dalam kotbah maupun seminar, tetapi
peristiwanya sering terjadi, apalagi di era globalisasi ini.
menyatakan bahwa kekristenan pada masa kini makin akomodatif dan kompromi terkait
doktrin.2Lebih lanjut Seet menyatakan,
Everywhere in the world today we are witnessing a dangerous ongoing phenomenon
of Christian leaders, churches, and theological institutions moving away from their
doctrinal position. This phenomenon is also known as departing from the faith, or
apostasy.3
Di dalam survey Barna tahun 2015, didapati fakta bahwa 4 dari 10 orang Amerika yang ke
gereja memutuskan untuk tidak lagi mengunjungi gereja.4Di Indonesia sendiri memang tidak
pernah diadakan survey menyangkut apostasi atau murtad di kalangan orang Kristen. Namun
demikian, dalam kehidupan bergereja, bukan sebuah rahasia jika di antara jemaat Tuhan ada
yang meninggalkan gereja atau imannya untuk alasan menikah beda agama, pekerjaan,
tekanan masyarakat atau alasan yang lain. Apakah ini merupakan bukti adanya apostasi di
gereja Tuhan masa kini?
Bagaimana gereja Tuhan atau orang percaya masa kini harus bersikap terhadap fenomena di
atas? Tentu saja ini bergantung pada konsep apostasi yang dianut oleh orang Krtisten atau
gereja. Menyangkut apostasi ada dua pandangan di dalam kekristenan. Pertama tentu saja
kelompok yang meyakini bahwa orang Kristen bisa murtad. Dan yang kedua, kelompok
1Pemakaian artikel tah di sini dimaksudkan agar para pembaca melakukan refleksi pribadi tatkala
membaca makalah ini. KBBI menyatakan bahwa tah adalah kata tanya untuk bertanya pada diri
sendiri. KBBI (Jakarta: Gramedia, 2008) 1374.
2Preventive Measure Against Apostasy The Burning Bush 5/2 (July 1999) 93.
3Ibid.
4Www.barna.org. Kamis, 12 Maret 2015, 20. 45.
1
Alkitab. Hal ini tentu saja tidak mengherankan mengingat bahwa Alkitab sering berbicara
baik tentang apostasi maupun pemeliharaan orang kudus. Ayat-ayat tersebut tentu tidak bisa
diabaikan begitu saja, khususnya ayat-ayat yang mengindikasikan adanya apostasi. Robert A.
Peterson dalam bukunya yang berjudul Our Secure Salvation: Preservation and Apostasy,
sesudah memberikan ayat-ayat dari PB tentang apostasi menyatakan:
Surely, these numerous passages deserve our attention. To ignore them is to close our
ears to vital message from Gods Word.5
Berlandaskan pada fenomena terkait isu apostasi dan fakta bahwa Alkitab juga
berbicara tentang apostasi maka melalui tulisan ini penulis ingin mengajak pembaca untuk
melihat konsep apostasi secara mendalam sebelum mengambil keputusan untuk mendukung
kelompok pertama atau kedua. Mengingat bahwa dari sejumlah ayat-ayat Alkitab yang
berbicara tentang apostasi, sebagian besar didominasi oleh tulisan Paulus maka dalam tulisan
ini, penelitian apostasi akan difokuskan pada surat-surat Paulus.
Mengingat keterbatasan ruang dan waktu maka konsep apostasi Paulus akan dilihat
dengan jalan membandingkan teori apostasi Kristen yang ada dengan eksegesis salah satu
ayat Paulus yang berbicara kemungkinan apostasi, yakni Roma 11: 22.
Sesudah
mendapatkan hasil perbandingan, hasil tersebut akan didiskusikan dengan beberapa ayat dari
tulisan Paulus yang tampaknya berkontradiksi dengan hasil eksegesis Roma 11: 22.
APOSTASI
Apa itu apostasi?
Dengan kata lain, ketika seseorang tidak lagi berpegang pada keyakinan-keyakinan agamanya
ia berada dalam apostasi. Scot McKnight dan Hauna Ondrey dalam buku mereka yang
5Robert A. Peterson, Our Secure Salvation: Preservation and Apostasy (Phillipsburg: P&R, 2009) 9.
6KBBI 82.
2
berjudul Finding Faith, Losing Faith menghubungkan konsep apostasi ini dengan
pertobatan.7
Seseorang yang murtad dari agamanya mengalami pertobatan versi agama barunya dan
pertobatannya dalam agama barunya adalah apostasi dari agama lamanya. Konsep apostasi
ini tentu jauh dari konsep apostasi Alkitab. Apostasi dalam tulisan ini tidak mengacu konsep
apostasi tersebut.
Apa yang dimaksud apostasi menurut Alkitab? Apostasi berasal dari kata , he
apostasia, a standing away from. Kata ini digunakan untuk mengekpresikan tindakan
meninggalkan iman.8 Kata ini muncul baik dalam PL maupun PB dalam konteks yang
berbeda-beda. Di dalam PL digunakan dalam konteks pemberontakankepada Allah dan
penyembahan berhala. Di dalam PB, kata ini digunakan dalam konteks peringatan terkait
kehidupan spiritual, guru palsu, maupun tentang akhir zaman.9 Apostasi dalam kerangka pikir
seperti ini yang akan menjadi acuan dalam tulisan ini.
TEORI APOSTASI
Apa saja sebenarnya teori apostasi? Thomas R. Schreiner dan Ardel B. Caneday mencatat 5
teori apostasi dari sudut pandang peringatan-peringatan dan jaminan.10
1. Loss of Salvation View
7Scot McKnight & Hauna Ondrey, Finding Faith, Losing Faith (Waco: Baylor University, 2008) 1-5.
8Dwight M. Pratt, Apostasy dalam The International Standard Bible Encyclopedia (J. Orr, Ed.; Albany: Ages
Software, 1999).
9Ibid.
10Dalam tulisan ini, teori-teori apostasi hanya akan disebutkan dan dijelaskan secara sekilas
mengingat keterbatasan ruang dan tujuan utama penulisan makalah. Pembaca disarankan membaca
perbandingan dan diskusi utuh teori-teori tersebut dalam buku The Race Set Before Us. Thomas R.
Schreiner & Ardel B. Caneday. The Race Set Before Us (Downers Grove: InterVarsity Press, 2001)
21-45.
3
Pandangan yang pertama ini menyatakan bahwa peringatan dan teguran terkait
apostasi yang ada di Alkitab mengindikasikan bahwa orang-orang percaya dapat dan
kadang-kadang meninggalkan iman mereka yang berujung pada kehilangan
keselamatan yang telah mereka miliki. Pandangan ini sering juga disebut pandangan
Wesleyan. John Wesley dan I Howard Marshall melandaskan pandangan ini pada
penggunaan peringatan Paulus dalam Roma 11: 22 (Sebab itu perhatikanlah
kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang
telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahanNya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga) untuk menafsirkan Roma 8: 28-29
(Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari
semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan
gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak
saudara). Scot McKnight sepakat dengan pandangan ini dan memperkuat dengan
penggaliannya terhadap Ibrani 2: 1-4; 3: 7 4: 13; 10: 19-39; dan 12: 1-29.
memasuki kerajaan Surga walaupun tidak mewarisi kerajaan itu sebagai upahnya
(membedakan antara entering the kingdom of God dengan inheriting the kingdom of
God). Ayat-ayat Alkitab yang digunakan adalah I Kor 3: 14 dan Kor 6: 9-10.
seseorang benar-benar Kristen dan itu terbukti serta teruji dalam hidupnya maka ia
tidak akan kehilangan keselamatan. Peringatan dan teguran akan menjadi panggilan
untuk retropeksi dan intropeksi dalam kaitan menguji diri untuk mengetahui apakah
seseorang telah diselamatkan atau belum.
Seseorang
sudah selamat atau belum tergantung responnya terhadap peringatan dan teguran
Alkitab. Para pendukung pandangan ini memakai II Kor 13: 5 dan Efs 2: 10 serta
beberapa ayat yang lain untuk mendukung pandangannya.
kontradiksi antara peringatan Alkitab dan janji Allah untuk menjamin keselamatan
umat-Nya.
Dari kelima pandangan tentang apostasi di atas, manakah yang merupakan atau mendekati
konsep Paulus tentang apostasi? Hal tersebut akan terlihat dalam eksegesis Roma 11: 22
berikut ini.
EKSEGESIS ROMA 11: 22
Paulus banyak membicarakan apostasi dalam surat-surat-nya. Tentu dengan
konteks yang berbeda-beda.
suratnya. Entah dalam kaitan dengan pemeliharaan maupun peringatan.11 Apa sebenarnya
konsep Paulus?
Pertama-tama akan dilihat konteks dari Roma 11: 22, kemudian akan
ditelaah teks itu sendiri dan pada akhirnya disimpulkan makna sebenarnya dari teks ini terkait
apostasi.
Konteks
Pemahaman Roma 11: 22 harus diletakkan dalam kerangka yang lebih besar yakni konteks
dunia tempat Paulus dan orang-orang percaya Roma hidup. Setidaknya Paulus dan para
pembacanya hidup dalam dua dunia, yakni Romawi-Helenis dan Yahudi. 12 Di dalam dua
dunia tersebut ada 3 budaya yang bertemu dalam kekristenan, yakni budaya Yahudi, Yunani,
dan Romawi.
identitasnya sendiri. Bukan indentitas Yahudi atau non-yahudi (gentile) melainkan identitas
Kristen atau pengikut Kristus. Namun demikian identitas tersebut dalam pembentukannya
tidak lepas dari konteks budaya pada saat itu. Ini berarti dalam membaca tulisan Paulus,
seseorang harus mengingat konteks budaya tersebut. Patrick Gray menyatakan:
Attempting to articulate the new faith, Paul and his readers are engaged in the
process of creating a distinctively Christian identity. But was not creation ex nihilo.
Although novel claims about Jesus function as a common denominator, Christian
identity is formed from preeexisting elements in the cultural contexs of those who has
converted, Jew and Gentile alike.13
Jadi ketika Paulus menulis suratnya, termasuk surat Roma, Paulus mempertimbangkan
konteks Yahudi maupun non-Yahudi dengan posisi identitas yang berbeda (kaum penjajah
dan kaum terjajah). Para pembaca Paulus masa kini harus mempertimbangkan hal ini dalam
menafsirkan Roma 11: 22.
Hal lain yangperlu dipertimbangkan menyangkut konteks Roma 11: 22 adalah bentuk surat
Roma yang merupakan diatribe (sebuah bentuk pidato yang berisi kalimat-kalimat yang tajam
untuk membawa maksud dan tujuan pidato) yang bersifat umum(common and public).14 Di
dalam diatribe terdapat pertanyaan retorik, apostrope, dialog imajiner, personifikasi, dan
berbicara dalam karakter tertentu. Dan hal ini yang tampak dalam Roma 8-11. 15 Untuk
mencapai diatribe yang seperti ini setidaknya Paulus harus memahami penerima suratnya,
12Patrick Gray, Opening Pauls Letters (Grand Rapids: Baker, 2012) 22.
13Ibid. 23.
14Thomas H. Tobin, Pauls Rhetoric in Its Contexs (Peabody: Hendrickson, 2004) 88-89.
15Ibid. 320.
10
dirinya, dan dunia mereka. Dan itu yang dilakukan Paulus seperti yang tampak dalam Roma
1-2.16 Itu sebabnya tidak mengherankan Paulus bisa membawa para pembacanya untuk
memahami diri mereka dengan kacamata Paulus sebagaimana ciri khas diatribe. Oleh
karena itu Roma 11: 22 harus dipahami sebagai sikap melihat diri dari kacamata orang lain.
Ini berarti Paulus memahami kondisi penerima suratnya saat memberikan peringatan dan
turut menjadi bagian mereka.
Teks ini juga perlu dipahami sebagai bagian dari sejarah keselamatan. Roma 9-11 merupakan
kisah kronologis. Roma 9: 6-29 berbicara masa lalu Israel, 9: 30 10: 21 berbicara masa
kini, dan pasal 11 berbicara masa depan. Bruce W. Longenecker sesudah menjelaskan bahwa
Roma 9: 4-5 memberikan jalan untuk memahami masa lalu, sekarang dan akan datang Israel,
menyatakan:
In this way, in Romans the story of Israel touches on all basic points in overarching
drama salvation history by means of a covenant linearity in which God is proving
faithful to chosen people even throughout the surprising twist and turns of salvation
history (i.e., Has Gods word failed? By no means! [9: 6].17
Ini membuktikan bahwa teks ini harus dipahami secara utuh sebagai bagian dari karya tuntas
Alla hterhadap umat perjanjian-Nya baik Israel maupun orang Kristen. Dengan kata lain
semangat yang ada dalam teks ini adalah kesetiaan Allah serta ketuntasan karya-Nya, dan
bukan prasyarat apalagi ancaman. Di dalamnya ada kepastian dan bukan ketidak-pastian.
Terkait konteks, yang juga harus dipahami adalah fakta bahwa teks ini bagian dari klimaks
atau puncak argumen Paulus.
klimaks dari argumen Paulus.
bagian dari rencana besar Allah di mana Allah tidak menolak umat-Nya. 18 Oleh karena itu,
teks ini harus dipahami sebagai upaya Allah membawa kembali umat-Nya, yakni Israel dan
bukan persoalan menceraikan umat-Nya.
Jadi berdasarkan konteks, Roma 11: 22 harus ditafsirkan dengan mempertimbangkan budaya
(khususnya isu identitas), sikap dan posisi Paulus, sejarah keselamatan dan ketuntasannya,
serta tujuan besar Allah.
Teks
Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan
atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap
dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga. Apa sesungguhnya makna
teks ini?
Pertama, ayat ini harus dipahami sebagai bagian dari metafora pohon zaitun atau lebih
tepatnya penjelasan dari metafora tersebut. Metafora adalah cara menjelaskan sesuatu yang
tidak dikenal baik utuh maupun sebagian dengan menggunakan sesuatu yang sudah dikenal. 19
Oleh karena metafora tidak dapat secara sempurna menjelaskan konsep yang dimaksud,
umumnya, sebuah metafora membutuhkan penjelasan tambahan.Ayat ini merupakan
penjelasan untuk menolong pembaca lebih memahami maksud dan tujuan Paulus
menggunakan metafora pohon zaitun. David J. Williams menyatakan bahwa metafora ini
digunakan untuk menyatukan (incorporation) kaum Gentile ke dalam Israel of God.20Hal
yang sama dikemukan oleh Longenecker. Longenecker menyatakan bahwa melalui ayat ini
orang percaya non-Yahudi/kaum gentile sebagai covenant linearity ditegaskan sebagai
organic linearity.21Jadi peringatan dalam ayat ini bukan untuk mengancam namun untuk
menunjukkan kesatuan dan kesetaraan.
Kedua, penekanan ayat ini adalah kata kemurahan Allah yang sampai tiga kali
diulang. Ada penegasan tentang anugrah dan kemurahan Allah. John D. Harvey menyatakan
bahwa fokus pasal 11 ini adalah memang anugerah dan kemurahan Allah. 22 Ini berarti,
sekalipun ada pernyataan kekerasan-Nya namun sebenarnya penekanannya pada kemurahan
hati-Nya dan bukan kekerasan-Nya. N. T Wright memiliki pandangan yang berbeda namun
jika dipahami lebih dalam memiliki tujuan yang sama. Ia menyatakan,
Some people imagine God to be always severe, always cross, always ready to find
fault. Such people urgently need to discover just how kind and gracious God has been
in Jesus the Messiah, and how this grace is theirs for the asking. But other people
sometimes imagine that God is simply kind and generous in a sense which would rule
out his ever rebuking or warning anyone about anything. Such people urgently need
to discover just how much God hates evil in all its destructive and damaging ways,
and how firmly he confronts, and ultimately rejects, those who persist in perpetrating
it. The Roman Christians needed to learn this double lesson in the very first Christian
generation. Many Christians and churches still need to learn it today.23
Bagi N. T Wright kekerasan Allah dan kemurahan Allah memiliki kesejajaran dalam ayat ini
dan perlu diresponi dengan tepat. Respon yang tepat inilah yang dikatakan sama dengan
pandangan Harvey. Baik Wright maupun Harvey sama-sama melihat bahwa tujuan ayat ini
adalah positif dan bukan negatif. Bukan membuang tapi memeluk. Mencangkokkan bukan
memotong.
Ketiga, Paulus pada bagian akhir ayat ini menyatakan kamu pun akan dipotong juga.
Bagian ini tidak bisa sekedar dilihat sebagai kemungkinan apostasi. Frase tersebut harus
13
dilihat sebagai bagian dari inklusi kaum gentile oleh anugrah Allah yang diposisikan sejajar
dengan kaum Israel.24 Hal yang sama dikatakan oleh Douglas Moo:
But now, at the turn of the ages, God extends his grace and invites Gentiles to join his
people on an equal footing with Jews.25
Dengan kata lain frase ini berbicara tentang cara Allah membawa baik kaum sisa/remnant
Israel dan orang Kristen dari kaum gentile dibawa menuju kekekalan. 26 Ini berarti peringatan
ini adalah sebuah dorongan agar orang percaya hidup dalam kemurahan Allah. Chrispin
dalam tafsirannya menyatakan:
The fruit of salvation borne through the Gentile branches is based on the same root of
faith in the promise of God. Paul warns that if unbelieving Israel was cut off, then
Gentiles should not continue in unbelief but show repentant faith in Christ in order
to also experience the fruit of salvation in their own lives. 27
Hal yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama dinyatakan oleh Robert A. Peterson. Ia
menyatakan bahwa frase kamu pun akan dipotong juga memang menunjukkan bagaimana
Allah membuang yang tidak menghargai kemurahan Allah namun bukan personal atau orang
Kristen non-Yahudi sebagai penerima surat melainkan lebih kepada kelompok etnis.28
Dengan kata lain Peterson sepakat bahwa frase ini tidak bicara akan kemungkinan apostasi
dari orang percaya secara personal.
24Tobin, Pauls Rhetoric367.
25D. J. Moo, The NIV Application Commentary: Romans (Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House,
2000)371.
26Bandingkan dengan pernyataan I. H. Marshal yang sekalipun percaya bahwa Paulus tidak
menyangkal kemungkinan apostasi namu dalam ayat ini ia tidak berbicara hal tersebut melainkan
mengkonfirmasi tentang metode Allah membawa umat-Nya ke Surga. I. H. Marshall, Kept by Power
of God (Minneapolis: 1969) 103.
27G. Chrispin, The Bible Panorama : Enjoying the Whole Bible with a Chapter-by-Chapter Guide (Leominster:
Day One Publications, 2005)485.
Kesimpulan
Berdasarkan konteks dan teks di atas dapat disimpulkan:
1. Sikap bukan masalah. Paulus tidak sedang berbicara tentang masalah apostasi atau
kemurtadan yang telah, sedang atau akan terjadi namun ia lebih mengajak para
pembacanya yang ia pahami dan empati -memiliki pergumulan dan beban yang samauntuk melihat bagaimana karya Allah terhadap diri mereka dan orang Kristen Yahudi
dan bagaimana sepatutnya bersikap. Paulus lebih menyoroti bagaimana sepatutnya
orang Kristen non-Yahudi bersikap terhadap karya Allah terhadap diri mereka, orang
Kristen Yahudi dan orang Yahudi.
2. Identitas Umat Allah. Paulus tidak sedang membandingkan umat Allah Yahudi
dengan non-Yahudi. Sebaliknya justru Paulus sedang mengajak orang Kristen Roma
yang sebagian besar non-Yahudi untuk melihat bahwa di dalam Kristus mereka
memiliki identitas yang sama dengan umat Allah Yahudi seperti dirinya yang dikasihi
Allah dan dirindukan Allah kembali kepada Allah.
3. Kisahmu dalam kisah kita. Paulus mengajak orang Roma untuk melihat bahwa hidup
mereka adalah bagian dari sejarah keselamatan di mana kemurahan Allah menjadi
pusatnya.
kemurahan-Nya secara proporsional dan memilih terus hidup dalam kemurahan Allah
yang memiliki rencan besar untuk kaum pilihannya. Sudah seharusnya orang Kristen
Roma memahami bahwa kisah hidup mereka adalah bagian dari kisah hidup bersama
umat Allah lainnya.
4. Pemeliharaan Allah bukan ancaman atau pengandaian. Sekalipun di dalamnya ada
kalimat bernuansa mengancam sesungguhnya bukan dimaksudkan sebagai ancaman
atau pengandaian jika hal itu terjadi namun lebih terarah kepada bagaimana
kemurahan Allah berkarya dalam diri orang percaya yang menuntun mereka kepada
keselamatan yang pasti seperti yang telah dijanjikan-Nya.
15
Jadi dapat disimpulkan bahwa melalui eksegesis Roma 11: 22, terlihat jelas bahwa Paulus
tidak menganjarkan apostasi. Peringatan apostasi digunakan Paulus untuk mendorong umat Allah
melihat karya kemurahan Allah yang menuntun mereka sampai kepada surga yang mulia secara utuh
dan menyeluruh. Dan pada akhirnya memberi respon yang tepat sehingga rencana besar Allah dalam
hidup mereka dan kaum pilihan Allah lainnya terwujud. Ini berarti pandangan Paulus tentang apostasi
selaras dengan teori apostasi Schreiner dan Caneday, Gods Means Salvation View.
diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: "Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya" dan
"Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.")
Roma 8: 13
Bagi beberapa orang yang memakai ayat ini sebagai landasan mengajarkan apostasi
Paulus, perlu memahami bahwa ayat ini dituliskan Paulus bukan dalam kerangka apostasi
16
melainkan justru dalam kerangka pemeliharaan Allah. Hal ini tampak jelas tatkala melihat
keseluruhan pasal 8. Peterson menyatakan bahwa ayat ini tidak mungkin digunakan untuk
menyatakan Paulus pro apostasi, mengingat dalam pasal yang sama di ayat 1-4 dan 28-39,
Paulus berbicara kuat tentang jaminan pemeliharaan orang percaya.29
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah ayat 14. Di situ dengan jelas dinyatakan bahwa
Roh Kudus memimpin orang percaya untuk memampukan orang percaya tidak lagi hidup
dalam ketidak-benaran. Jadi mungkinkah yang dipimpin Roh Allah gagal? Jika ayat 13
digunakan untuk mendukung apostasi maka bagaimana menjelaskan ayat 14.
William
17
applied to the unsaved (e.g., Rom. 1:28; Titus 1:16). Here Paul was not addressing
the issue of salvation, nor for that matter was even the prize specifically in mind.
Rather, he seemed concerned with continuance in the race.31
Hal ini akan makin terlihat jika pembaca melihat ayat 1 dari pasal 9 ini. Paulus mengawali
pasal ini dengan menyebut dan memberi tekanan dirinya sebagai rasul dan buah
pekerjaan/pelayanannya.
kerasulan dan pelayanannya bukan persoalan keselamatan dirinya atau orang-orang yang
dilayaninya.32
II Timotius 2: 17-19
Ayat ini jelas berbicara tentang penyesatan dan erat hubungannya dengan apostasi.
Pertanyaan penting di sini adalah apakah Himeneus dan Filetus dapat digolongkan sebagai
orang yang murtad/apostasi. Bisa ya bisa tidak. Ya. Karena secara literal jelas mereka
bagian dari gereja Tuhan yang dilayani Timotius saat itu. Mereka tentu orang yang dikenal
percaya Yesus dan mengajarkan ajaran Yesus versi mereka. Mereka dikatakan murtad karena
mereka keluar dari ajaran yang sehat yang menuntun kepada iman. Artinya, dari sudut
pandang agama mereka memang mengalami murtad. Murtad dalam definisi KBBI dan
McKnight & Ondrey.Tidak.
menentukan mereka percaya adalah komunitas bukan Tuhan. Tak ada seorang pun yang tahu
apakah benar-benar mereka mengalami perjumpaan dengan Kristus. Hal ini selaras dengan
31J. F. Walvoord & R. B. Zuck, The Bible Knowledge Commentary (Wheaton: Victor Books, 1985)
525.
32Bandingkan dengan pandangan Judith M. Gundry dalam buku Our Secure Salvation tulisan Robert
A. Peterson tentang kata adokimos kata asli dari ditolak atau diskualifikasi. Peterson, Our Secure
128.
18
apa yang dinyatakan dalam I Yohanes 2: 19 tentang antikris. Memang ia berasal dari kita tapi
tidak sungguh-sungguh dari kita. Jadi bagiamana mungkin Himeneus dan Filetus disebut
murtad/apostasi jika mereka tidak pernah benar-benar menjadi Kristen Sejati.
Hal tersebut di atas makin nyata dengan pernyataan Paulus di ayat 19 dengan
penekanan yang keras. "Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya" dan "Setiap orang yang
menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan."
Paulus, dengan melihat kejahatan Himeneus dan Filetus dan kecenderungan mereka melawan
Tuhan serta ketidak-sediaan mereka bertobat, Paulus menggolongkan mereka sebagai yang
bukan milik Tuhan. L. O. Richard menulis demikian:
The image is of a seal with two inscriptions. On one side it reads God knows those
who are His. Only God can look into the human heart and recognize true faith in
Jesus. But on the other side, the seal reads Everyone who confesses the name of the
Lord must turn away from wickedness. We cant see into another persons heart. But
we should be able to see the commitment to holiness that results when Christ really
has taken up residence in a life.33
Baik Roma 8: 13, I Korintus 9: 27, dan II Timotius 2: 17-19 tidak dapat membuktikan
adanya apostasi dalam pengajaran Paulus. Keberadaan peringatan atau kisah yang tampak
mengarah kepada apostasi memiliki konteks masing-masing dan tidak dimaksudkan untuk
mengajarkan apostasi versi Paulus.
mungkin dapat dipahami secara tuntas dan terbuka untuk pemahaman yang berbeda. Oleh
karena itu, sebagai penutup penulis ingin kembali mengajak pembaca kepada judul makalah
ini Apostasi Versi Paulus: Adatah? dengan tujuan mendorong pembaca untuk mempelajari
apostasi dalam surat-surat Paulus lebih dalam dan mengambil posisi yang tepat perihal
apostasi sambil terus berusaha menjawab tantangan apostasi yang terjadi di lingkungan
Kristen hari ini.
33L. O. Richards, The Bible Readers Companion (Wheaton: Victor Books, 1991) 842.
19