Anda di halaman 1dari 5

Pertanyaan:

Shalom,

Berdasarkan penjelasan di atas, maka apakah bisa dikatakan bahwa:

1. Orang Protestan dan Gereja Protestan adalah bidah?


2. Orang Orthodox dan Gereja Orthodox adalah bidah?
3. Orang Protestan dan Gereja Protestan adalah skisma?
4. Orang Orthodox dan Gereja Orthodox adalah skisma?

Terima kasih sebelumnya.

Salam dalam Kasih Kristus,


Wirawan

Jawaban:
Shalom Wirawan,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang bidah dan skisma. Untuk menjawab hal ini, maka saya
ingin mengutip definisi dari beberapa dokumen Gereja:

1) Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2089) mengatakan “Ketidakpercayaan berarti tidak


menghiraukan kebenaran yang diwahyukan atau menolak dengan sengaja untuk menerimanya.
“Disebut bidah kalau menyangkal atau meragu-ragukan dengan tegas suatu kebenaran yang
sebenarnya harus diimani dengan sikap iman ilahi dan katolik, sesudah penerimaan Sakramen
Pembaptisan; disebut murtad kalau menyangkal iman-kepercayaan kristiani secara menyeluruh;
disebut skisma kalau menolak ketaklukan kepada Sri Paus atau persekutuan dengan anggota-
anggota Gereja yang takluk kepadanya” (CIC, can. 751).“

2) Kitab Hukum Kanonik 751 mengatakan “Yang disebut bidaah (heresis) ialah menyangkal
atau meragukan dengan membandel suatu kebenaran yang harus diimani dengan sikap iman
ilahi dan katolik sesudah penerimaan sakramen baptis; kemurtadan (apostasia) ialah
menyangkal iman kristiani secara menyeluruh; skisma (schisma) ialah menolak ketaklukan
kepada Paus atau persekutuan dengan anggota-anggota Gereja yang takluk kepadanya.“

3) KGK, 817 mengatakan “Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awal mula telah
timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak
dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas
lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya
dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak” (UR 3).
Perpecahan-perpecahan yang melukai kesatuan Tubuh Kristus (perlu dibedakan di sini bidah,
apostasi, dan skisma)., tidak terjadi tanpa dosa manusia:“Di mana ada dosa, di situ ada
keaneka-ragaman, di situ ada perpecahan, sekte-sekte dan pertengkaran. Di mana ada
kebajikan, di situ ada kesepakatan, di situ ada kesatuan; karena itu semua umat beriman bersatu
hati dan bersatu jiwa” (Origenes, hom. in Ezech. 9,1).“

Dari beberapa definisi di atas, maka kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

1) Skisma (schism) dan bidah (heresy) adalah dosa individual yang benar-benar mengeraskan
hati, yang melukai persatuan Gereja dan juga menolak apa yang seharusnya dipercayai oleh umat
beriman. Walaupun banyak orang memberikan beberapa gereja label ini karena alasan sejarah,
namun secara prinsip (in the proper sense of the word), dosa skisma dan bidah adalah dosa
individual. Hal ini dapat dilihat dari definisi di atas, dimana dikatakan “setelah menerima
pembaptisan“. Penerimaan baptisan adalah secara individual bukan secara organisasi. Karena
baptisan hanya diterima di dalam konteks kekristenan, maka kita tidak dapat mengatakan kepada
umat Muslim atau Hindu, atau Budha bahwa mereka skismatik dan bidat, karena mereka tidak
pernah menerima baptisan.

2) Wirawan mengajukan pertanyaan apakah gereja Protestan dan gereja Ortodox adalah skisma
dan bidaah. Kalau kita mengacu kepada pengertian di atas, maka kita harus melihat secara
individual, bukan kepada institusi. Untuk menjawab ini, kita harus mendefinisikan perkataan
“setelah menerima pembatisan (post-baptismal)“. Apakah yang dimaksudkan di sini adalah
semua baptisan yang sah/valid (dengan form, matter, intention yang benar), termasuk baptisan
yang dilakukan oleh gereja-gereja lain – gereja Ortodox dan gereja-gereja Protestan? Atau,
apakah baptisan di sini adalah baptisan yang dilakukan oleh Gereja Katolik?

a) Kalau kita mengasumsikan bahwa post baptismal (setelah pembaptisan) adalah baptisan yang
sah, maka kita sebenarnya membuat semua orang yang dibaptis secara sah mempunyai posisi dan
situasi dengan umat Katolik yang tergabung dalam Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan
apostolik, yang ada (subsist) di dalam Gereja Katolik. Padahal kita tahu, bahwa mereka yang
telah dibaptis secara sah namun berada di luar Tubuh Mistik Kristus bukanlah tergabung secara
penuh dalam Gereja Katolik. Oleh karena itu, saya pikir, baptisan sah di sini adalah baptisan
yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Konsili Vatikan II menjelaskan:

“Gereja tahu, bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka (catatan dari saya:
berhubungan bukanlah menjadi anggota secara penuh), yang karena dibabtis mengemban nama
kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya (catatan dari saya: heresy/bidah) atau
tidak memelihara kesatuan persekutuan dibawah Pengganti Petrus (catatan dari saya: schism /
skisma)[28]. Sebab memang banyaklah yang menghormati Kitab suci sebagai tolak ukur iman
dan kehidupan, menunjukkan semangat keagamaan yang sejati, penuh kasih beriman akan Allah
Bapa yang mahakuasa dan akan Kristus, Putera Allah dan Penyelamat[29], ditandai oleh babtis
yang menghubungkan mereka dengan Kristus, bahkan mengakui dan menerima sakramen-
sakramen lainnya juga di Gereja-Gereja atau jemaat-jemaat gerejani mereka sendiri. Banyak
pula diantara mereka yang mempunyai Uskup-uskup, merayakan Ekaristi suci, dan memelihara
hormat bakti kepada Santa Perawan Bunda Allah[30]. Selain itu ada persekutuan doa-doa dan
kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang
memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya diantara mereka dengan melimpahkan
anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa dikalangan mereka
hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus
keinginan dan kegiatan, supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara
damai dipersatukan dalam satu kawanan dibawah satu Gembala[31].. Untuk mencapai tujuan
itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para
puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih
cemerlang bersinar pada wajah Gereja.” (LG, 15)

Dari sini kita melihat bahwa walaupun umat Kristen dipersatukan dengan Sakramen Baptis,
namun tidak semua menjadi bagian penuh dalam Tubuh Mistik Kristus (lihat pembahasan
tentang Tubuh Mistik Kristus – silakan klik). Oleh karena itu baptisan yang sah (valid) yang
dilakukan oleh gereja-gereja lain tidak menjadikan orang yang terbaptis menjadi anggota penuh
dari Gereja Katolik. Oleh karena itu, agak sulit untuk mengaplikasikan bidah dan skismatik
kepada mereka gereja-gereja lain, karena mereka memang tidak pernah masuk secara penuh
dalam Gereja Katolik, yang menjadi kondisi untuk skisma dan bidah.

b) Dari pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa post-baptismal (setelah baptisan) di
dalam KGK, 2089 merujuk kepada baptisan yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Kitab Hukum
Kanonik, 751 mengatakan “Yang disebut bidaah (heresis) ialah menyangkal atau meragukan
dengan membandel suatu kebenaran yang harus diimani dengan sikap iman ilahi dan katolik
sesudah penerimaan sakramen baptis; kemurtadan (apostasia) ialah menyangkal iman kristiani
secara menyeluruh; skisma (schisma) ialah menolak ketaklukan kepada Paus atau persekutuan
dengan anggota-anggota Gereja yang takluk kepadanya.“

Kalau kita melihat buku “A Text and Commentary – The Code of Canon Law” commissioned by
The Canon Law Society of Amerika, maka mereka memberikan keterangan pada kan. 751, yang
mengartikan bahwa “Sakramen Baptis” mengacu kepada baptisan Katolik atau setelah seseorang
diterima menjadi umat Gereja Katolik (misal: tanpa dibaptis, karena telah menerima baptisan sah
dari gereja lain). Lebih lanjut dikatakan bahwa katekumen dan anggota gereja-gereja lain dan
komunitas-komunitas gerejawi (ecclesial communities) tidak termasuk di dalamnya.

3) Kita harus juga membedakan antara orang-orang yang memang sebelumnya menjadi anggota
gereja Katolik secara penuh – namun memisahkan diri atau menolak iman Katolik -, dan orang-
orang yang dibesarkan beberapa generasi setelah skisma dan bidah. Untuk kategori pertama,
yang memang sebelumnya berada dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik dan kemudian
memisahkan diri dari Tubuh Mistik Kristus sebenarnya telah mengambil resiko kehilangan
keselamatan, karena dengan sadar mereka telah memisahkan diri dan memutuskan untuk tidak
mengikuti dogma yang seharusnya dipercaya dengan iman Ilahi dan Katolik. Namun perpecahan
yang telah berabad-abad membuat umat Kristen yang terpisah dari Gereja Katolik tidak
sepenuhnya dapat dipersalahkan, karena mereka telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan
non-Katolik dan tidak pernah masuk di dalam kawanan Gereja Katolik. Lebih lanjut konsili
Vatikan II mengatakan:

“Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awalmula telah timbul berbagai
perpecahan[15]], yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak di hukum[16]].
Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya,
dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja
katolik, yang seringnya karena kesalahan orang- orang di kedua belah pihak. Tetapi mereka,
yang sekarang lahir dan di besarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak
dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja katolik merangkul
mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih. Sebab mereka itu, yang
beriman akan Kristus dan dibaptis secara sah, berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja
katolik, baik perihal ajaran dan ada kalanya juga dalam tata-tertib, maupun mengenai tata-
susunan Gereja, persekutuan gerejawi yang sepenuhnya terhalang oleh cukup banyak hambatan,
diantaranya ada yang memang agak berat. Gerakan ekumenis bertujuan mengatasi hambatan-
hambatan itu. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman,
mereka disaturagakan dalam Kristus[17]]. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat
menyandang nama kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja katolik diakui selaku
saudara-saudari dalam Tuhan[18]].” (unitatis Redintegratio, 3)

Cardinal Ratzinger dalam bukunya “The Meaning of Christian Brotherhood, pp. 87-88”
mengatakan:

“The difficulty in the way of giving an answer is a profound one. Ultimately it is due to the fact
that there is no appropriate category in Catholic thought for the phenomenon of Protestantism
today (one could say the same of the relationship to the separated churches of the East). It is
obvious that the old category of ‘heresy’ is no longer of any value. Heresy, for Scripture and the
early Church, includes the idea of a personal decision against the unity of the Church, and
heresy’s characteristic is pertinacia, the obstinacy of him who persists in his own private
way. This, however, cannot be regarded as an appropriate description of the spiritual situation of
the Protestant Christian. In the course of a now centuries-old history, Protestantism has made an
important contribution to the realization of Christian faith, fulfilling a positive function in the
development of the Christian message and, above all, often giving rise to a sincere and profound
faith in the individual non-Catholic Christian, whose separation from the Catholic affirmation
has nothing to do with the pertinacia characteristic of heresy. Perhaps we may here invert a
saying of St. Augustine’s: that an old schism becomes a heresy. The very passage of time alters
the character of a division, so that an old division is something essentially different from a new
one. Something that was once rightly condemned as heresy cannot later simply become true, but
it can gradually develop its own positive ecclesial nature, with which the individual is presented
as his church and in which he lives as a believer, not as a heretic. This organization of one
group, however, ultimately has an effect on the whole. The conclusion is inescapable, then:
Protestantism today is something different from heresy in the traditional sense, a phenomenon
whose true theological place has not yet been determined.”

Dari text Cardinal Ratzinger, terlihat bahwa dia membedakan orang yang pada awalnya memang
melakukan skisma dan bidah dengan orang yang memang telah dibesarkan dalam lingkungan
tersebut selama berabad-abad.

4) Jadi kesimpulannya, cukup sulit untuk mengaplikasikan kata skismatik dan bidat kepada
anggota gereja Protestan dan gereja Ortodoks. Konsili Vatikan II menggunakan kata “kesatuan
penuh” dan “tidak dalam kesatuan penuh.” (lih. KGK, 817) Lebih lanjut KGK, 818 mengatakan
“Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan dibesarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat
itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja Katolik
merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih… Sungguhpun
begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disatu-ragakan
dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan
tepat pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan” (UR
3).”

a) Kalau kita mau menghubungkan hal ini dengan pengertian bidah dan skisma secara luas, maka
kita dapat melihatnya dalam konteks material heresy dan formal heresy. Material heresy
adalah penyangkalan tanpa disengaja/ tanpa pengetahuan penuh, atau dengan niat baik,
sedangkan formal heresy adalah penyangkalan yang dilakukan dengan disengaja dan dengan
pengetahuan penuh. Saya pribadi percaya bahwa banyak dari antara anggota-anggota gereja
Protestan dan Ortodoks masuk dalam kategori material heresy, dimana kalau mereka dijelaskan
dengan baik akan ajaran yang sebenarnya dari Gereja Katolik, maka mereka akan dapat
menerimanya dan kembali kepada pangkuan Gereja Katolik. Kalaupun ada yang tidak mau
menerima, maka kita serahkan kepada Tuhan, karena Tuhan yang tahu secara persis motivasi
yang mendasari keputusan mereka.

b) Dan tentu saja Gereja Katolik dengan gereja Ortodoks mempunyai hubungan yang lebih dekat
dibandingkan dengan gereja Protestant. Dikatakan “Sudah berabad-abad lamanya Gereja-
Gereja Timur dan Barat menempuh perjalanan masing-masing, namun tetap berhubungan
karena persekutuan persaudaraan dalam iman dan kehidupan sakramental. Sementara itu
berdasarkan persetujuan Takhta di Roma ikut memainkan peranan, bila antara Gereja-Gereja
itu timbul sengketa tentang iman dan tata-tertib. Konsili suci – diantara hal-hal lain yang
penting sekali – berkenan mengingatkan kepada segenap umat beriman, bahwa di Timur
banyaklah Gereja-Gereja khusus atau setempat yang berkembang dengan subur. Diantaranya
yang terpenting ialah Gereja-Gereja patriarkal. Cukup banyak diantaranya membanggakan
para Rasul sendiri sebagai asal-usulnya. Maka dari itu di kalangan Gereja-Gereja Timur telah
dan masih tetap diutamakan usaha yang istimewa untuk melestarikan hubungan -hubungan
kekerabatan dalam persekutuan iman dan cinta kasih, yang harus tetap terjalin antara Gereja-
Gereja setempat, bagaikan antra saudari.” (UR, 14).

Sudah selayaknya kita memandang seluruh umat Kristen sebagai saudara di dalam
Kristus. Bahwa memang ada perbedaan ajaran, memang itu adalah suatu kenyataan pahit dan
menyedihkan yang harus kita terima. Menjadi tantangan bagi kita, umat Katolik, agar dapat
merangkul mereka dengan penuh kasih. Kita dapat berdialog dengan mereka tentang perbedaan
ajaran tanpa menyembunyikan dan mengaburkan kebenaran, namun harus tetap didasari
semangat kasih. Intinya adalah, kita tidak dapat mentolerir ajaran yang salah, karena kita tidak
dapat mengaburkan kebenaran. Namun, kita harus mengasihi orang-orang yang percaya akan
ajaran yang berbeda dengan apa yang dipercayai oleh Gereja Katolik.

http://www.katolisitas.org/apakah-gereja-gereja-non-katolik-adalah-bidah-dan-skisma/

Anda mungkin juga menyukai