Anda di halaman 1dari 49

 Pertolongan pertama dalam

kegawatdaruratan merupakan pertolongan


secara cepat dan bersifat sementara waktu
yang diberikan pada seseorang yang
menderita luka atau terserang penyakit
mendadak. Pertolongan ini menggunakan
fasilitas dan peralatan yang tersedia pada
saat itu dan di tempat yang dibutuhkan.
 Pada korban dengan kasus tenggelam
pertolongan pertama merupakan tindakan wajib
yang harus dilakukan segera mengingat pada
kondisi tenggelam seseorang akan kehilangan
pola nafas yang adekuat karena dalam hitungan
jam korban tenggelam akan mengalami
hipoksemia, yang selanjutnya akan mengalami
anoksia susunan syaraf pusat, hingga terjadi
kegagalan resusitasi dan jika tidak segera
diberikan pertolongan akan menimbulkan
kematian dalam 24 jam setelah kejadian.
 Dalam hal ini, maka pertolongan
kegawatdaruratan dengan pasien tenggelam
harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk
menghindari terjadinya kolaps pada alveolus,
lobus atas atau unit paru yang lebih besar.
 Penatalaksanaan tindakan kegawatdaruratan ini
tentunya harus dilakukan secara benar dengan
tujuan untuk mencegah kondisi korban lebih
buruk, mempertahankan hidup serta untuk
peningkatan pemulihan.
 Tenggelam ( Drawning ) adalah kematian yang
disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam
pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau
sebagian tubuh ke dalam cairan.
 Definisi baru menyatakan bahwa tenggelam
merupakan proses yang dihasilkan dari
kerusakan tractus respiratorius primer dari
adanya penumpukkan dalam medium cair.
Definisi implicit adalah bahwa adanya cairan
yang timbul dalam jalan nafas korban. Hasilnya
dapat termasuk menghambat morbiditas atau
kematian.
 Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau
kecacatan. Menurut Kongres Tenggelam
Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu
kejadian berupa gangguan respirasi akibat
tenggelam atau terendam oleh cairan.
 Menurut Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam
(drowning) adalah kematian karena asfiksia
pada penderita yang tenggelam.
 Istilah lain, near drowning adalah untuk
penderita tenggelam yang selamat dari
episode akut dan merupakan berisiko besar
mengalami disfungsi organ berat dengan
mortalitas tinggi.
 Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara
tenggelam di air tawar dan air laut.
 Pada tenggelam di air tawar, plasma darah
mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut
adalah hipertonik.
 Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari
alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia
intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum,
dan hemolisis intravaskular.
 Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia,
hemokonsentrasi dan hipertonis
 Jadi yang di maksud dengan tenggelam adalah
suatu istilah dari suatu keadaan yang
disebabkan karena seseorang menghirup air
atau cairan ke paru-paru sehingga
menghambat/mencegah udara yang
mengandung oksigen untuk sampai dan
berhubungan dengan bagian depan permukaan
alveolus di paru-paru,dimana bagian ini
merupakan bagian penting yang berfunsi untuk
pertukaran gas di paru-paru dan proses
oksigenisasi darah.
 Terganggunya kemampuan fisik akibat
pengaruh obat-obatan
 Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok,
cedera, atau kelelahan
 Ketidakmampuan akibat penyakit akut
ketika berenang
 Koma
 Peningkatan edema paru
 Kolaps sirkulasi
 Hipoksemia
 Asidosis
 Timbulnya hiperkapnia
 Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian
tenggelam terutama dengan usia 18-24 tahun
 Kurang pengawasan terhadap anak terutama
yang berusia 5 tahun ke bawah
 Tidak memakai pelampung ketika menjadi
penumpang angkutan air
 Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus
kuat dan air yang sangat dalam
 Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain
dengan tujuan membunuh,kekerasan atau
permainan di luar batas.
 Ensefalopati Hipoksik
 Tenggelam sekunder
 Pneumonia aspirasi
 Fibrosis interstisial pulmoner
 Disritmia ventricular
 Gagal Ginjal
 Nekrosis pancreas
 Infeksi
 Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
 Typical Drawning
Yaitu keadaan dimana cairan masuk ke dalam
saluran pernapasan korban saat korban
tenggelam.
 Atypical Drawning
▪ Dry Drowning
Yaitu keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada
cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan.
▪ Immersion Syndrom
Terjadi terutama pada anak-anak yang
tiba-tiba terjun ke dalam air dingin ( suhu
< 20°C ) yang menyebabkan terpicunya
reflex vagal yang menyebabkan apneu,
bradikardia, dan vasokonstriksi dari
pembuluh darah kapiler dan
menyebabkan terhentinya aliran darah
koroner dan sirkulasi serebaral.
▪ Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang
menderita epilepsy atau penyakit
jantung khususnya coronary
atheroma, hipertensi atau peminum
yang mengalami trauma kepala saat
masuk ke air.
 Delayed Dead
Yaitu keadaan dimana seorang korban
masih hidup setelah lebih dari 24 jam
setelah diselamatkan dari suatu episode
tenggelam.
 Tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita akan meneguk
air dalam jumlah yang banyak sehingga air masuk ke
dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas
tepatnya bagian apiglotis akan mengalami spasme
yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup
serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat
sedikit.
 Hampir Tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita masih bernafas
dan membatukkan air keluar.
 Perubahan Pada Paru-Paru
 Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban
tenggelam dan 80 – 90% pada korban hampir
tenggelam.
 Jumlah dan komposisi aspirat dapat
mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi
lambung, organism pathogen, bahan kimia
toksisk dan bahan asing lain dapat member
cedera pada paru dan atau menimbulkan
obstruksi jalan nafas.
 Perubahan Pada Kardiovaskuler
 Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang
menunjukkan bradikardi berat.
 Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis
saat berenang di air dingin atau karena hipoksia.
 Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang
terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar
akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial
(PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa.
 Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
 Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat
mempengaruhi semua organ tetapi penyebab
kesakitan dan kematian terutama terjadi karena
iskemi otak.
 Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi,
hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra
kranial akibat edema serebral.
 Kesadaran korban yang tenggelam dapat
mengalami penurunan.
 Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3 menit
setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak
irreversibel mulai terjadi 4 – 10 menit setelah
anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan
kembali setelah 8 – 10 menit anoksia.
 Penderita yang tetap koma selama selang waktu
tertentu tapi kemudian bangun dalam
 Perubahan Pada Ginjal
 Fungsi ginjal penderita tenggelam yang
telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi
albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria.
 Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan
tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia
berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah
ke ginjal.
 Perubahan Cairan dan Elektrolit
 Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian
besar cairan tetapi selalu menelan banyak cairan.
 Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang
diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan
perubahan keadaan cairan dan elektrolit.
 Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan
elektrolit dan perubahancairan karena tingginya
kadar Na dan Osmolaritasnya.
 Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi
setelah aspirasi air laut yang banyak.
 Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat
mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia.
 Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan
jaringan akibat hipoksia yang luas.
 Penanganan pada korban tenggelam dibagi
dalam tiga tahap, yaitu:
1. Bantuan Hidup Dasar
 Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus
dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan
napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban
yang mengalami penurunan kesadaran.
 Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat
dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air.
 Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah
mengamankan diri penyelamat lalu korban,
karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak
perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan
korban.
 Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun
dengan alat bantu apung, seperti ban
penyelamat, untuk membawa korban ke daratan
sambil melakukan penyelamatan.
 Cedera servikal biasanya jarang pada korban
tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu
dipertimbangkan pada korban dengan luka
yang berat.
2. Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini,
yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:
 Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada
 Listen, yaitu mendengarkan suara napas
 Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan
napas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar
dan tidak bernapas dengan normal setelah
pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu
pemberian napas buatan dengan rasio 30:2.
 Terdapat tiga cara pemberian napas buatan,
yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth
to mask, dan mouth to neck stoma.
 Penanganan utama untuk korban tenggelam
adalah pemberian napas bantuan untuk
mengurangi hipoksemia.
 Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5
kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut
ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk
menutup hidung korban pada pemberian napas
mulut ke mulut.
 Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga
10 – 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika
korban tidak sadar dan tenggelam selama <5
menit, pernapasan buatan dilanjutkan sambil
menarik korban ke daratan.
 Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5
menit, pemberian napas buatan dilanjutkan
selama 1 menit, kemudian bawa korban
langsung ke daratan tanpa diberikan napas
buatan.
 Selama proses pemberian napas, regurgitasi
dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru
maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi,
namun jangan sampai menghalangi tindakan
ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan
dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
3. Bantuan hidup lanjut
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam
yaitu pemberian oksigen dengan tekanan
lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan
BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1
Oksigen yang diberikan memiliki saturasi
100%. Jika setelah pemberian oksigen ini,
keadaan korban belum membaik, dapat
dilakukan intubasi trakeal.
 Prinsip pertolongan di air :
1) Raih ( dengan atau tanpa alat ).
2) Lempar ( alat apung ).
3) Dayung ( atau menggunakan perahu
mendekati penderita ).
4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih
dan menggunakan alat apung ).
 Penanganan Korban
a. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air
dengan cara teraman.
b. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong
mempertahankan posisi kepala, leher dan tulang
punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan
untuk menggunakan papan spinal dalam air, atau
bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum
menaikan penderita ke darat.
c. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak
ada maka upayakan untuk memberikan nafas awal
secepat mungkin dan berikan bantuan nafas
sepanjang perjalanan.
d. Upayakan wajah penderita menghadap ke
atas.
e. Sampai di darat atau perahu lakukan
penilaian dini dan RJP bila perlu.
f. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.
g. jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti
pakaian basah dan selimuti.
h. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang
ada.
i. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.
 Pengkajian
1) Kaji adanya respirasi spontan
2) Kaji tingkat kesadaran
3) Kaji suhu inti tubuh
 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif
3) Perubahan perfusi jaringan otak
4) Pola nafas tidak efektif
5) Penurunan curah jantung
6) Kelebihan volume cairan
7) Resiko tinggi cedera
8) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
 Intervensi Keperawatan
1) Buat dan pertahankan jalan napas yang paten.
a. Hisap dan jalan napas seperlunya
b. Pasang selang nasogastrik (untuk mencegah
aspirasi muntahan)
2) Pantau dan catat respons anak terhadap terapi oksigen
a. Lakukan pengkajian pernapasan (frekuensinya
tergantung pada keadaan)
b. Pantau penggunaan ventilator dan alat respirasi
lainnya.
c. Pantau tekanan vena sentral (CVP) dan jalur
arteri
d. Pantau penggunaan pernapasan tekanan positif
intermiten (IPPB) atau tekanan akhir ekspiratori positif
(PEEP)
3) Pantau dan catat tingkat fungsi
neurologik anak
a. Lakukan pengkajian neurologik
(frekuensinya tergantung status)
b. Observasi dan catat tanda-tanda TIK
(letargi,peningkatan tekanan darah,
penurunan frekuensi napas,
peningkatan denyut apeks, pupil
dilatasi)
4) Pantau dan pertahankan keseimbangan
cairan
a. Catat asupan dan haluaran
b. Jaga kepatenan dan lakukan
perawatan kateter Foley
c. Pertahankan restriksi cairan dengan
adanya edema serebri
5) Pantau dan pertahankan pengaturan suhu
homeostatik (penurunan dan kebutuhan
oksigen)
a. Pantau suhu
b. Sediakan kasur pendingin (mencegah
menggigil)
c. Berikan antipiretik
6) Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang
adekuat
a. Kaji kemampuan anak untuk
mendapatkan asupan nutrisi melalui
selang nasogastrik atau oral (NG po)
b. Kaji kapasitas anak untuk mentolerir
makanan melalui selang nasogastrik
atau per-oral ( periksa adanya sisa dan
muntah )
 c. Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi
7) Observasi dan catat tanda-tanda
komplikasi
a. Pantau respons anak terhadap tata
cara terapi fisik
b. Pantau respons terapeutik anak dan
efek samping dari pengobatan
 Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait
erat dengan masalah pernapasan dan kardiovaskuler
yang penanganannya memerlukan penyokong
kehidupan jantung dasar dengan menunjang respirasi
dan sirkulasi korban dari luar melalui resusitasi, dan
mencegah insufisiensi.
 Korban dikatakan hampir tenggelam apabila korban
dapat bertahan hidup dalam 24 jam pertama. Apabila
tidak dilakukan penanganan segera maka sebagian
besar pasien mengalami kerusakan organ yang
multipel dimana otak merupakan organ yang sangat
peka dalam hal ini.
 Patofisiologi korban hampir tenggelam
sangat tergantung kepada jumlah dan sifat
cairan yang terhisap serta lamanya
hipoksemia terjadi. Oleh sebab itu, tindakan
di luar rumah sakit atau di tempat kejadian
tenggelam menentukan hasil tindakan di
rumah sakit dan prognosa selanjutnya.
 Untuk pengelolaan, korban hampir
tenggelam dikategorikan berdasarkan status
neurologis. Kategori A dan B biasanya
membutuhkan perawatan medis supportif
sedangkan penderita yang termasuk dalam
kategori C membutuhkan tindakan untuk
mempertahankan kehidupan dan perawatan
intensif. Juga harus dicari dan ditangani
trauma yang timbul, seperti masalah kejang

Anda mungkin juga menyukai