Anda di halaman 1dari 9

Kegawatdaruratan Korban Tenggelam

Definisi
Tenggelam ( Drawning ) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke
dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.
Definisi baru menyatakan bahwa tenggelam merupakan proses yang dihasilkan dari
kerusakan tractus respiratorius primer dari adanya penumpukkan dalam medium cair. Definisi
implicit adalah bahwa adanya cairan yang timbul dalam jalan nafas korban. Hasilnya dapat
termasuk menghambat morbiditas atau kematian.
Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Menurut Kongres
Tenggelam Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian berupa gangguan respirasi
akibat tenggelam atau terendam oleh cairan. Menurut Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam
(drowning) adalah kematian karena asfiksia pada penderita yang tenggelam. Istilah lain, near
drowning adalah untuk penderita tenggelam yang selamat dari episode akut dan merupakan
berisiko besar mengalami disfungsi organ berat dengan mortalitas tinggi.
Menurut ILCOR (internasional Liaison Committee on Resuscitation) tenggelam
didevinisikan sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernafasan primer akibat
submersi/imersi pada media cair. Sumersi merupakan keadaan dimana seluruh tubuh,
termasuk sistem pernafasan, berada dalam air atau cairan. Sedangkan imersi adalah keadaan
dimana terdapat air/ cairan pada sistem konduksi pernafasan yang menghambat udara masuk.
Akibat dua keadaan ini, pernafasan korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu
terjadi laringospasme. Henti nafas atau laringosspasme yang berlanjut dapat menyebabkan
hipoksia dan hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat mengalami
bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.

Ptofisiologi

Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan
terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemudian
aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan
asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan
kerusaka sistenm syaraf pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering,
namun karena aspiksia membuat relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan
menyebabkan edema paru.
Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada
tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut adalah
hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan
hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular.
Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis.
Aspirasi air yang masuk kedalam paru dpat menyebabkan vagotonia, vasokontriksi
paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan menggangu stabilitas
alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat
menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan
surfaktan, dan menghasilkan caira eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan
membran basal alveolar sehingga menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat
menyebabkan penurunan volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.
Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang
penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi,
perfusi, dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.
1. Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 90% pada korban
hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis
penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat
member cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.
2. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat.
Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena
hipoksia. Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian

besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan
asam-basa.
3. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab
kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut
akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema
serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan
kesadaran terjadi 2 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai
terjadi 4 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah
8 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian
bangun dalam
4. Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria.
Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya
hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
5. Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu
menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan
selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air
laut dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na
dan Osmolaritasnya. Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut
yang banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia
dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia
yang luas.

Etiologi
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang

Manifestasi Klinik
a. Koma
b. Peningkatan edema paru
c. Kolaps sirkulasi
d. Hipoksemia
e. Asidosis
f. Timbulnya hiperkapnia

Kondisi Umum dan Faktor Resiko Pada Kejadian Korban Tenggelam


a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24 tahun
b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah
c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam
e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan atau
permainan di luar batas.

Komplikasi
a. Ensefalopati Hipoksik
b. Tenggelam sekunder
c. Pneumonia aspirasi
d. Fibrosis interstisial pulmoner
e. Disritmia ventricular
f. Gagal Ginjal
g. Nekrosis pancreas
h. Infeksi

Klasifikasi Tenggelama. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban


1) Typical Drawning
Yaitu keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat korban
tenggelam.
2) Atypical Drawning

Dry Drowning
Yaitu keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam
saluran
pernapasan.
Immersion Syndrom
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin ( suhu <
20C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia,
dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah
koroner dan sirkulasi serebaral.
Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya
coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke
air.
Delayed Dead
Yaitu keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah
diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

Klasifikasi Berdasarkan Kondisi Kejadian


1) Tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak
sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya bagian
apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta
hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
2) Hampir Tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.

Penatalaksanaan Korban Tenggelam


Prinsip pertolongan di air :
1) Raih ( dengan atau tanpa alat ).
2) Lempar ( alat apung ).
3) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).

4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).

Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:


1. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama
pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami
penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat
korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah
mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak
perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat
harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke
daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban
tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang
berat.
2. Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:
Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada
Listen, yaitu mendengarkan suara napas
Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal
setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan
rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose,
mouth to mask, dan mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk
mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan
pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung
korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10
15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit,
pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban
tenggelam lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian
bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.

Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan
normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia.
Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2.
Namun, pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena
tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru
maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan
ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
3. Bantuan hidup lanjut
Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan
hal yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji
dengan cermat pada saat pertolongan diberikan.
Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera lain juga harus
dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan berdasarkan keparahan kejadian
dan evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori, penurunan saturasi oksigen dan
perubahan tingkat kesadaran perlu untuk dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada
oksigenasi, ventilasi, dan fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi
edema serebri merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan langsung dengan hasil
akhir.
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan
lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1
Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan
korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.

Asuhan Keperawatan Pada Korban Tenggelam


Pengkajian
1) Kaji adanya respirasi spontan
2) Kaji tingkat kesadaran
3) Kaji suhu inti tubuh
Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas

2) Bersihan jalan nafas tidak efektif


3) Perubahan perfusi jaringan otak
4) Pola nafas tidak efektif
5) Penurunan curah jantung
6) Kelebihan volume cairan
7) Resiko tinggi cedera
8) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intervensi Keperawatan
1) Buat dan pertahankan jalan napas yang paten.
a. Hisap dan jalan napas seperlunya
b. Pasang selang nasogastrik (untuk mencegah aspirasi muntahan)
2) Pantau dan catat respons anak terhadap terapi oksigen
a. Lakukan pengkajian pernapasan (frekuensinya tergantung pada keadaan)
b. Pantau penggunaan ventilator dan alat respirasi lainnya.
c. Pantau tekanan vena sentral (CVP) dan jalur arteri
d. Pantau penggunaan pernapasan tekanan positif intermiten (IPPB) atau tekanan akhir
ekspiratori posisti (PEEP)
3) Pantau dan catat tingkat fungsi neurologik anak
a. Lakukan pengkajian neurologik (frekuensinya tergantung status)
b. Observasi dan catat tanda-tanda TIK (letargi,peningkatan tekanan darah, penurunan
frekuensi napas, peningkatan denyut apeks, pupil dilatasi)
4) Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan
a. Catat asupan dan haluaran
b. Jaga kepatenan dan lakukan perawatan kateter Foley
c. Pertahankan restriksi cairan dengan adanya edema serebri
5) Pantau dan pertahankan pengaturan suhu homeostatik (penurunan dan kebutuhan oksigen)
a. Pantau suhu
b. Sediakan kasur pendingin (mencegah menggigil)
c. Berikan antipiretik
6) Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang adekuat

a. Kaji kemampuan anak untuk mendapatkan asupan nutrisi melalui selang nasogastrik atau
oral (NG po)
b. Kaji kapasitas anak untuk mentolerir makanan melalui selang nasogastrik atau per-oral
( periksa adanya sisa dan muntah )
c. Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi
7) Observasi dan catat tanda-tanda komplikasi
a. Pantau respons anak terhadap tata cara terapi fisik
b. Pantau respons terapeutik anak dan efek samping dari pengobatan

Anda mungkin juga menyukai