DEFINISI
Drowning atau tenggelam didefinisikan sebagai masuknya cairan yang cukup banyak
ke dalam saluran nafas atau paru-paru. Dalam kasus tenggelam, terendamnya seluruh tubuh
dalam cairan tidak diperlukan. Yang diperlukan adalah adanya cukup cairan yang menutupi
lubang hidung dan mulut sehingga kasus tenggelam tidak hanya terbatas pada perairan yang
dalam seperti laut, sungai, danau, atau kolam renang, tetapi mungkin pula terbenam dalam
kubangan atau selokan di mana hanya bagian muka yang berada di bawah permukaan air.
Pengertian terbaru yang diadopsi World Health Organization (WHO) tahun 2002
menyatakan bahwa tenggelam merupakan suatu proses kejadian gangguan pernapasan akibat
tenggelam diawali dengan gangguan pernapasan baik karena jalan nafas seseorang berada di
bawah permukaan cairan (submersion) ataupun air hanya menutupi bagian wajahnya saja
(immersion).
B. EPIDEMIOLGI
Secara global, korban mati tenggelam paling sering berasal dari kelompok
anak- anak 1 –4 tahun, diikuti kelompok 5-9 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penyebab kematian yang paling sering pada kelompok usia 5-
14 tahun di negara-negara Kepulauan Pasifik adalah tenggelam. Hal ini terjadi
karena anak-anak pada kelompok usia tersebut belum memilik kemampuan
berenang dan sering lolos dari pengawasan orang tua.
C. KLASIFIKASI
Tenggelam dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, meliputi :
1. Wet Drowning
Pada tenggelam tipe basah (wet drowning) terjadi aspirasi cairan. Aspirasi 1-3
ml/kgBB air akan signifikan dengan berkurangnya pertukaran udara. Aspirasi air sampai
paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru. Air tawar bergerak dengan cepat
Pada wet drowning, yang mana terjadi inhalasi cairan, korban menahan napas
karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar O2 terjadi megap-megap, dapat terjadi
regurgitasi dan aspirasi isi lambung kemudian adanya laringospasme yang diikuti dengan
pemasukan air. Setelah itu, korban kehilangan kesadaran dan terjadi apnoe. Penderita
Tenggelam tipe kering paling banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang
banyak dibawah pengaruh obat-obatan (hipnotik sedatif) atau alkohol, dimana mereka tidak
memperlihatkan kepanikan atau usaha penyelamatan diri saat tenggelam. Selain itu, air tidak
teraspirasi masuk ke traktus respiratorius bawah atau ke lambung. Kematian terjadi secara
cepat, merupakan akibat dari refleks vagal yang dapat menyebabkan henti jantung atau
akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-tiba ke dalam hidung dan traktus
a. Secondary Drowning
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba masuk ke dalam air dingin
( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu,
bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya
Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena konsentrasi
elektrolit dalam air tawar lebih rendah dari pada konsentrasi dalam darah, maka
akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan
mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat pengenceran darah
yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepas ion kalium dari
serabut otot jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat, sehingga
terjadi gangguan keseimbangan ion K + dan Ca++ dalam serabut otot jantung.
Keadaan ini dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan
darah, yang kemudian menyebabkan terjadinya kematian akibat anoksia otak.
Kematian terjadi dalam waktu ± 5 menit.
2. Tenggelam Dalam Air Asin (hipertonik)
Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi dari pada dalam darah,
sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pumonal ke dalam interstisial paru yang
akan menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan
kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi
menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-
kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.
D. MEKANISME
1. Asfiksia
2. Spasme laring
3. Reflex vagal
4. Fibrilasi ventrikel
mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada tenggelam adalah karena inhibisi
vagal, dan spasme larynx. Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada
laboratorium, dengan kata lain kelainan yang didapatkan pada kasus tenggelam
serebri. Sebagian lagi tidak menghirup cairan (dry drowning ). Kemungkinan lain,
kematian dapat tertunda setelah episode near drowning . Kematian biasanya terjadi
Seorang perenang yang mahir sekalipun dapat menjadi lemah secara bertahap
sebagai hasil dari hipotermia dan tenggelam. Air menyerap panas lebih cepat
daripada udara. Terdapat tiga fase klinis dari hipotermia yang dimulai dengan fase
adinamik dimana terdapat kekakuan otot dan sedikit penurunan kesadaran, dan fase
paralitik yang dicirikan oleh keadaan tidak sadar yang menuntun kepada aritmia
jantung dan kematian. Fase-fase ini memiliki hubungan penting terhadap resusitasi
pada korban near drowning , sebagian besar karena fase paralitik dapat menirukan
keadaan mati.
Pada orang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah posisi,
umumnya korban akan tiga kali tenggelam, ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pada waktu pertama kali orang ”terjun” ke air oleh karena gravitasi
Oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil dari berat jenis air, korban
tetapi oleh karena tidak bisa berenang, air akan masuk tertelan dan
dari berat jenis air, dengan demikian ia akan tenggelam untuk kedua
kalinya.
Kecelakaan
terjadi di kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering
epilepsi.
Pembunuhan.
Bunuh diri.
Pada kasus korban tenggelam yang sudah membusuk, identifikasi amat sukar
atau sudah tidak diketahui tempat kejadiannya, tidak ada saksi, maka tidak
Undeterminated
E. PATOFISIOLOGI
Anak yang terbenam dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara panik
disertai berhentinya pernapasan (breath holding). 10 sampai 12% korban tenggelam dapat
langsung meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak dijumpai aspirasi air di dalam
paru. Mereka meninggal akibat asfiksia waktu tenggelam yang disebabkan spasme laring.
Spasme laring tersebut akan diikuti asfiksia dan penurunan kesadaran serta secara pasif air
masuk ke jalan napas dan paru. Akibatnya, terjadilah henti jantung dan kematian yang disertai
aspirasi cairan dan dikenal sebagai wet drowning. Kasus seperti ini 80-90%. Perubahan
patofisiologi yang diakibatkan oleh tenggelam, tergantung pada jumlah dan sifat cairan yang
terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Setiap jaringan pada tubuh mempunyai respons
yang berbeda-beda terhadap hipoksemia dan kepekaan jaringan otak merupakan organ yang
Pemeriksaan mayat yang dilakukan harus seteliti mungkin agar mekanisme kematian
dapat ditentukan