Oleh :
Rahmi Mardeli (102120026)
Dela Rohmedeska (102120027)
Nisya Ovirianda (102120030)
Oris Sandhy R H S (102121039)
Pembimbing :
dr. H. Indra Faisal, M.H., Sp. FM
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan nikmat
dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas refarat ini.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad
shalallahu ‘alaihiwasallam, yang telah membawa manusia dari zaman jahiliah ke
alam yang penuh ilmu pengetahuan ini.
Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan Allah
subhanahuwata’ala, penulis dapat menyelesaikan tugas refarat yang berjudul
“PERANAN SIDIK BIBIR (Cheiloscopy) DALAM IDENTIFIKASI JENIS
KELAMIN”. Dalam penyusunan referat ini, penulis mendapatkan beberapa
hambatan serta kesulitan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hal
tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
refarat ini, terutama kepada dr. H. Indra Faisal, M.H., Sp.FM selaku
pembimbing. Semoga segala bantuan yang penulis terima akan mendapat balasan
yang setimpal dari Allah subhanahuwata’ala.
Adapun penulisan tugas refarat ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Kedokteran Forensik
di Rumah Sakit Raja Ahmad Tabib.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritikdan
saran yang ditujukan untuk membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Identifikasi Forensik................................................................................4
1. Definisi Identifikasi Forensik.............................................................4
2. Metodologi Identifikasi Forensik........................................................5
3. Sumber Identifikasi Forensik..............................................................7
B. Sidik Bibir................................................................................................9
1. Definisi Sidik Bibir.............................................................................9
2. Sejarah Sidik Bibir............................................................................10
3. Anatomi Bibir...................................................................................11
4. Histologi Bibir..................................................................................13
5. Pertumbuhan dan Perkembangan Bibir............................................14
6. Klasifikasi Sidik Bibir.......................................................................15
7. Metode Pengambilan Sidik Bibir......................................................18
8. Metode Pengamatan Sidik Bibir.......................................................23
9. Identifikasi Jenis Kelamin dari Sidik Bibir.......................................24
BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan.................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kegiatan kedokteran gigi forensik adalah pemeriksaan dan evaluasi terhadap gigi,
rahang, serta jaringan rongga mulut. Dalam proses identifikasi di kedokteran gigi
pemeriksaan gigi geligi, pemeriksaan DNA, bite mark, palatoscopy, dan banyak
forensik yaitu cheiloscopy. Cheiloscopy berasal dari kata cheilos yang berarti bibir
identifikasi forensik dengan melihat pola dan alur kerutan pada permukaaan
mukosa bibir. Cheiloscopy pertama kali dikenalkan oleh seorang antropolog yang
pada pola dan alur sidik bibir yang tidak akan sama dengan individu lainnya
(Bharati S, 2015).
Sidik bibir merupakan suatu pola berupa celah atau fisur yang terdapat pada
1
2
individu karena memiliki sifat yang unik dan stabil meskipun usia bertambah.
Sidik bibir telah lama digunakan sebagai salah satu metode identifikasi individu
karena bersifat personal, unik, dan khas pada seseorang. Penentuan identitas
identifikasi primer seperti pemeriksaan sidik jari, DNA, gigi, dan metode
Sidik bibir terbentuk pada saat permukaan bibir bersentuhan dengan suatu
permukaan lain, misalnya dalam suatu kasus criminal, sidik bibir sering
ditemukan pada gelas kaca, surat cinta, baju, dan beberapa objek lain pada tempat
kejadian perkara. Sidik bibir yang terdapat pada permukaan tersebut bisa
dibandingkan dengan sidik bibir tersangka atau pun korban, sehingga hasil
pemeriksaan sidik bibir tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti
pada tahun 1961. Penelitian ini bermula ketika ditemukannya jejas bibir yang
tertinggal di pintu kaca pada tempat kejadian suatu kasus pembunuhan. Penelitian
penggunaan sidik bibir sebagai metode identifikasi sangat sederhana, murah, dan
3
sidik bibir yaitu dapat menentukan jenis kelamin. Perbedaan pola sidik bibir
antara laki-laki dan perempuan berhubungan erat dengan jenis kelamin seseorang
(Qomariah, 2016).
Beberapa riset telah membuktikan, bahwasanya pola sidik bibir ini dapat
Tsuchihashi bentuk alur pola bibir yang dihasilkan berdasarkan penelitian terdapat
pola garis vertikal lebih umum dijumpai pada perempuan dan pola berpotongan
lebih banyak dijumpai pada laki-laki. Pola sidik bibir juga erat kaitannya dengan
suku bangsa, dinyatakan bahwa ada perbedaan signifikan antara bangsa Melayu,
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sidik bibir dapat dijadikan sebagai alat bukti identifikasi
forensic ?
forensic ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sidik bibir dapat dijadikan sebagai alat bukti
identifikasi forensik.
identifikasi forensic.
forensic
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Identifikasi Forensik
penyidik untuk menentukan identitas seseorang yang disebut juga sebagai proses
pengenalan jati diri yang pertama kali diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon
pelaku tindakan kriminal. Saat ini proses identifikasi telah dimanfaatkan untuk
seseorang dapat dinyatakan bebas dari hukuman. Proses ini juga sangat diperlukan
baik yang disebabkan oleh alam (gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir)
maupun ulah manusia (kecelakaan darat, udara, laut, kebakaran hutan serta
berjalannya sistem pengadilan. Istilah forensik (for the courts) sendiri berarti
manusia sangatlah penting baik untuk alasan hukum maupun kemanusiaan. Proses
manusia atau bukan, jati diri mayat, penyebab kematian, dan perkiraan waktu
Identifikasi akan menjadi lebih sulit jika mayat sudah tidak dapat
dikenali lagi, misalnya pada korban bencana alam, kecelakaan yang menewaskan
ditemukan mungkin tidak lengkap. Pada kasus seperti ini, dokter diharapkan dapat
memberikan penjelasan kepada penyidik dalam hal perkiraan saat kematian, usia,
jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh (Yudianto,
2019).
disesuaikan. Antemortem Data biasanya didapat dari sanak keluarga dan teman-
teman dekat. Yang merupakan Antemortem Data adalah informasi pribadi secara
umum/informasi sosial (nama, usia, alamat tempat tinggal, tempat bekerja, status
7
pernikahan dan sebagainya), gambaran fisik (tinggi dan berat badan, warna mata
dan rambut), riwayat kesehatan dan gigi (penyakit, fraktur, gigi yang hilang, dan
mahkota gigi), ciri khas (kebiasaan, skar, tanda lahir dan tato), pakaian dan benda-
benda lain yang terakhir kali dipakai, serta hal-hal yang diduga berhubungan
Metodologi ini biasa dipakai pada mayat yang masih utuh pada
manusia yang tidak utuh lagi pada komunitas yang tidak terbatas seperti misalnya
pada kasus mutilasi ataupun bencana massal. Yang merupakan Postmortem Data
adalah informasi umum tentang sisa tubuh (rentang usia, jenis kelamin, tinggi),
fakta-fakta medis dan dental (tanda fraktur lama, bekas operasi, kondisi gigi,
sidik jari, DNA, pakaian dan benda-benda lain yang ditemukan bersama/dekat sisa
tubuh, informasi tambahan, seperti: dimana dan bagaimana sisa tubuh ditemukan
diperlukan Antemortem Data yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga,
para saksi, dokter, dokter gigi, ataupun dari laporan/data tertulis seperti rekam
medis, surat keterangan kepolisian, sidik jari, dan fotograf (Yudianto, 2019).
rumit. Metode yang sederhana misalnya dengan cara visual (mengamati profil luar
tubuh dan wajah), kepemilikan identitas yang masih melekat pada tubuh mayat
(misalnya: pakaian, perhiasan, tato, dll) serta dokumentasi seperti foto diri, foto
ilmiah, yaitu pemeriksaan sidik jari, serologi, odontologi, antropologi, dan biologi
yang hasilnya lebih spesifik pada seseorang. Metodologi selanjutnya adalah teknik
menjadi sulit jika foto korban tidak ada atau jelek kualitasnya, serta apabila
Dalam mengidentifikasi suatu mayat, ada beberapa sumber dan data yang
Dokumen seperti KTP, SIM, paspor, dan kartu identitas lainnya juga
Gigi setiap orang memiliki bentuk yang khas, sehingga dapat dipakai
pembusukan.
X-Ray yang paling baik untuk dibandingkan dengan AMD adalah foto
DNA yang didapat dari darah, rambut, cairan semen, gigi, dan
Sisa tulang yang diperiksa dapat menentukan usia, tinggi badan, jenis
ditentukan.
Sidik bibir adalah suatu pola dan alur yang khas berupa garis dan fisur
yang ada di zona transisi bibir manusia yaitu antara mukosa labial pada bagian
dalamnya dan kulit pada bagian luarnya dan peneliti kemudian menamakan alur
pada sidik bibir dengan sebutan “figura linearum labiorum rubrorum”. Sidik bibir
sudah ada sejak kita lahir yang sampai saat ini belum diketahui dengan pasti
kapan pembentukannya, namun ada yang berpendapat bahwa sidik bibir terbentuk
pada minggu keenam kehidupan intrauterine dan sudah dapat diidentifikasi saat
bayi berusia empat bulan. Sejak saat itu polanya tidak berubah bahkan setelah
Cheiloscopy berasal dari kata cheilos yang berarti bibir dan e skopein
dengan melihat pola dan alur kerutan pada permukaan mukosa bibir yang
bahwa karakteristik dari sidik bibir sama khasnya dengan sidik jari yang dimiliki
setiap individu.
perampokan pada tahun yang sama. Suzuki pada tahun 1967 membuat detail
identifikasi dengan menggunakan sidik bibir yakni dengan melihat warna dan
kepada 107 keluarga Jepang dengan melihat sulci laborium yaitu celah atau fisur
pada permukaan bibir dan mereka menyatakan bahwa susunan garis-garis pada
bibir manusia adalah individual dan unik setiap manusia (Reddy, 2011).
kembar yang secara fisik sama dan tidak dapat dibedakan namun, memiliki sidik
bibir yang berbeda. Cotton pada tahun 1981 melaporkan dalam bukunya berjudul
pentingnya sidik bibir dalam mengidentifikasi personal. Oleh karena itu, dari
seluruh penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa sidik bibir dapat dijadikan
3. Anatomi Bibir
memiliki variasi dalam bentuk dan warna. Bibir dalam keseharian memiliki peran
penting antara lain berbicara, minum, menghisap, meniup, dan sebagainya. Pada
tubuh yang terbakar sering dijumpai bibir tertutup rapat bila sudah meninggal
sebelum api membakar tubuh mereka, tetapi akan ditemukan bibir terbuka lebar
pada kasus terbakar hidup-hidup. Dalam kekerasan pada bayi sering ditemukan
membentuk gerbang mulut, terdiri dari bibir bagian atas dan bibir bagian bawah.
Bibir luar ditutupi oleh jaringan kulit, sedangkan bagian dalam ditutupi oleh
bagian mukosa mulut. Bagian luar dan dalam tersebut perbatasan pada zona
transisi atau vermilion zone. Zona transisi ini memliki warna merah karena banyak
karakteristik khas yang dimiliki individu. Perbatasan dari vermilion zone dan kulit
bagian dari cavum oris, mulai dari perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh
vermilion saja. Bibir terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, vermilion, dan mukosa.
13
Bibir bagian atas disusun oleh tiga unit, yaitu dua lateral dan satu medial. Cuspid
bow adalah proyeksi kebawah dari unit philtrum yang memberi bentuk bibir
dengan khas. Bagian tengah dari vermilion bibir atas lebih menonjol yang disebut
bibir. Proyeksi linier tipis yang memberi batas bibir atas dan bawah secara
melingkar pada batas kutaneus dan vermilion disebut white roll. Bibir bagian
bawah memiliki satu unit yaitu bagian mental crease yang memisahkan bibir
N. mentalis. Inervasi motorik bibir berasal dari syaraf kranialis VII N. facialis.
oris dan musculus levator labii. Ramus mandibularis terdapat N. facialis yang
Otot bibir terdiri dari kelompok otot sfingter bibir (orbicularis oris)
dan otot dilator yang terdiri dari satu seri otot kecil yang menyebar keluar dari
bibir. Fungsi otot sfingter bibir adalah untuk merapatkan bibir, sedangkan fungsi
4. Histologi Bibir
adalah mukosa labial. Diantara dua jaringan ini terdapat zona bibir yang berwarna
merah disebut dengan vermilion zone. Bibir memiliki striated muscle pada bagian
intinya yang merupakan bagian daripada otot ekspresi wajah. Vermilion zone
khususnya pada daerah sudut mulut walaupun sangat jarang. Karena vermilion
zone juga kurang dukungan kalenjar lendir maka dibutuhkan kelembaban dengan
air liur oleh lidah untuk mencegah kekeringan pada bibir. Epitel daripada
vermilion zone adalah epitel berkeratin yang tipis dan tranlusen. Jaringan ikat
papilla daripada lamina propria relative panjang dan sempit, serta mengandung
sebasea dan keringat. Kemudian pada tepi vermilion yang merupakan peralihan
antara kulit dan membran mukosa, bibir berubah menjadi kulit yang sangat tipis
tanpa rambut, dengan epidermis yang transparan (Verghese dkk, 2010). Lapisan
tengah bibir dan di dalam lamina propria. Serat elastin ini mengikat erat membran
mukosa sehingga mencegah terbentuknya lipatan mukosa yang dapat tergigit saat
15
gigi geligi atas dan bawah berkontak. Warna merah yang ada pada vermilion zone
didapat dari pembuluh darah yang dekat ke permukaan serta epitel diatas nya yang
tipis dan translusen. Perbatasan antara vermilion zone dan mukosa labial disebut
dengan intermediate zone. Daerah ini memiliki lapisan granular yang sedikit dan
Bagian dalam bibir meliputi mukosa yang tersusun atas epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk, terletak di atas jaringan ikat lamina propria dengan
papilla yang tinggi. Bagian epidermis dari tepian vermilion bibir yang transparan
serta dermis yang memiliki banyak pleksus pembuluh darah membuat bibir
dan ketujuh. Pada minggu ini tonjolan maksila bertambah terus ukurannya.
Bersamaan dengan itu, tonjolan maksila ini tumbuh kearah medial sehingga
mendesak tonjolan hidung kearah garis tengah. Selanjutnya, celah antara tonjolan
hidung medial dan tonjolan maksila hilang sehingga keduanya bersatu. Oleh
karena itu, bibir atas dibentuk oleh tonjolan hidung medial dan kedua tonjolan
maksila tersebut. Tonjolan hidung lateral tidak ikut dalam pembentukan bibir atas.
Bibir bawah dan rahang bawah dibentuk dari tonjolan mandibular yang menyatu
dengan bibir bawah. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan maksila yang juga
lebih cepat dibandingkan mandibula. Saat embrio berusia sekitar tujuh sampai
16
delapan minggu, mandibula masih terlihat lebih kecil dan terletak lebih
maksimal. Ketika embrio berusia sembilan minggu, kepala sudah terangkat dan
Dengan demikian posisi maksila dan mandibula akan sejajar begitu juga dengan
dengan tajam dan mencapai laju minimalnya mencapai masa pubertas. Menurut
penelitian yang telah dilakukan, pertumbuhan bibir akan melambat saat individu
berusia 16 tahun hingga akhirnya berhenti dan stabil. Laju pertumbuhannya dua
tahun lebih cepat pada anak perempuan dibanding anak laki-laki (Rebecca, 2018).
sidik bibir, namun belum ada kesepakatan mengenai pola sidik bibir yang
b. Klasifiaksi Renaud
Renaud membagi bibir menjadi kanan dan kiri, dan setiap alur
kapital untuk kanan (R), kiri (L), dan huruf kecil sesuai topologi alur kemudian
bagian bibir bawah huruf kecil untuk kanan (r), kiri (l), dan huruf kapital untuk
topologi alurnya. Dalam hal ini Renaud membagi pola tersebut menjadi 10
a. Vertikal penuh
c. Bifurkasi lengkap
e. Percabangan lengkap
g. Bentuk reticular
i. Horizontal
tidak signifikan.
d. Klasifikasi Afcharbayat
a. Metode Lipstik
single motion. Dalam teknik single motion dibutuhkan beberapa alat dan bahan
20
antara lain, lipstik, selotip transparan, gunting, kertas putih polos, kaca pembesar
Gambar 7.1 Alat dan Bahan yang digunakan dalam Metode Lipstik (Atmaji
dkk, 2013)
menggunakan metode lipstik dilakukan dengan cara lipstik dioleskan pada bibir
subjek secara merata, kemudian selotip ditempelkan pada bibir yang telah diolesi
lipstik, lalu ditekan secara perlahan, setelah itu selotip ditarik satu arah dari kanan
bahan cetak kedokteran gigi dapat menggunakan bahan cetak seperti alginat, dan
alginat memeberikan hasil yang cukup detail sehingga mudah dianalisa dan dapat
bertahan lama. Dalam metode ini dibutuhkan alat dan bahan antara lain, rubber
bowl, spatula, alginat, dan sendok cetak perorangan (Atmaji dkk, 2013).
Gambar 7.3 Alat dan Bahan yang digunakan dalam Metode Bahan Cetak
Alginate (Atmaji dkk, 2013)
bibir subjek, setelah alginat agak mengeras sendok cetak diangkat, dan akhirnya
didapatkan cetakan negatif dari sidik bibir, setelah itu cetakan tersebut diisi
dengan bahan cetak lain yaitu polyvinyl siloxane. Vorghese melaporkan bahwa
cetakan sidik bibir yang sangat detail. Dalam metode ini dibutuhkan alat dan
bahan antara lain mangkuk karet, spatula, polyvinyl siloxane, dan sendok cetak
perorangan (custom tray), vaseline dan aplicating gun (Atmaji dkk, 2013).
24
Gambar 7.5 Alat dan Bahan yang digunakan dalam Metode Bahan Cetak
siloxane dilakukan dengan cara bibir pasien diolesi vaseline, kemudian bahan
light body dioleskan keseluruh permukaan bibir dengan menggunakan alat bantu
applicating gun, lalu sendok cetak perorangan yang telah diisi dengan
menggunakan heavy body ditekankan ke bibir yang telah terolesi light body,
kemudian ditunggu sampai 15-20 menit, setelah agak mengeras sendok cetak
diangkat dan akhirnya didapatkan cetakan negatif sidik bibir, setelah itu cetakan
c. Metode Fotografi
foto digital lebih sering digunakan karena hasilnya dapat dilihat secara langsung
25
sehingga pengambilan foto dapat diulang jika hasilnya kurang bagus. Selain itu,
hasil foto dapat dilakukan perbaikan kualitas gambar (Atmaji dkk, 2013).
bibir ke sebuah kertas, kemudian kertas yang telah terdapat sidik bibir laten
tersebut ditaburkan bubuk sidik jari, lalu diratakan dengan menggunakan kuas
sampai terlihat sidik bibir yang menempel pada kertas tersebut (Atmaji dkk,
2013).
dilakukan pengamatan yang lebih mendetail, terlihat bahwa pola sidik bibir
bukanlah sebuah pola tunggal, tetapi gabungan dari beberapa pola. Untuk itu,
Tsuchihashi menyarankan agar pola sidik bibir dibagi menjadi empat kuadran
Pada metode ini dibuat garis horizontal untuk memisahkan bibir atas
dan bibir bawah, selanjutnya dibuat garis vertical pada median bibir untuk
memisahkan belahan bibir sebelah kiri dan kanan. Kedua garis ini tegak lurus satu
sama lain. Dengan demikian, sidik bibir terbagi menjadi 4 kuadran. Penamaan
kuadran-kuadran tersebut dimulai dari kuadran pertama, yaitu sebelah kanan atas,
26
kuadran kedua pada sebelah kiri atas, kuadran ketiga adalah sebelah kiri bawah,
Terdapat dua metode pencatatan pola sidik bibir yang muncul pada
tiap-tiap kuadran sehingga dalam satu kuadran didapatkan lebih dari satu pola
sidik bibir. Metode ini adalah metode yang disarankan oleh Tsuchihashi untuk
identifikasi individu yang spesifik. Metode kedua mencatat pola dominan yang
muncul ditiap-tiap kuadran. Jadi, dalam satu kuadran terdapat satu pola sidik bibir
dominan. Metode ini digunakan oleh beberapa peneliti untuk melihat hubungan
mendukung pengidentifikasi dari suatu korban dapat berupa identitas biologis atau
non biologis. Identitas non biologis dapat berupa kartu tanda penduduk, surat izin
belulang, gigi-geligi, darah, sidik jari, rambut, profil DNA, dan identitas pada
Pola sidik bibir bersifat stabil dan tidak mengalami perubahan oleh
perbedaan iklim atau adanya penyakit disekitar mulut. Kondisi bibir dalam
keadaan terbuka, tersenyum, dan mengecup tetap menghasilkan pola yang unik
pada setiap individu. Hal ini tidak mengalami perubahan walaupun individu
mengalami trauma, penyakit, serta perawatan bedah yang bisa mengubah bentuk
dan warna bibir. Meskipun masih kontroversi, pola sidik bibir masih dapat
27
untuk mengidentifikasi jenis kelamin individu. Pola garis vertikal lebih umum
ditemukan pada perempuan dan pola berpotongan lebih banyak ditemukan pada
Identifikasi sidik bibir lebih mudah dilakukan pada kelompok usia 21-40
tahun karena perubahan usia dapat memengaruhi ukuran dan bentuk bibir
sehingga dapat mengubah bentuk pola sidik bibir yang dihasilkan. Tidak ada
satupun pola sidik bibir yang memiliki kesamaan, sehingga pengelompokan dapat
dilakukan lebih mudah. Variasi juga ditemukan untuk membedakan jenis kelamin
Pola bibir tipe I merupakan pola sidik bibir yang paling banyak muncul
pada kelompok jenis kelamin pria dan tipe IV banyak ditemukan pada jenis
kelamin wanita. Pola tipe III paling sedikit muncul pada jenis kelamin wanita,
sedangkan pola tipe V paling sedikit dijumpai pada jenis kelamin pria dengan
KESIMPULAN
1. Sidik bibir terbentuk pada saat permukaan bibir bersentuhan dengan suatu
permukaan lain, misalnya dalam suatu kasus criminal, sidik bibir sering
ditemukan pada gelas kaca, surat cinta, baju, dan beberapa objek lain pada
tersebut bisa dibandingkan dengan sidik bibir tersangka atau pun korban,
2. Beberapa riset telah membuktikan, bahwasanya pola sidik bibir ini dapat
Pola sidik bibir juga erat kaitannya dengan suku bangsa, dinyatakan bahwa
sidik bibir, namun belum ada kesepakatan mengenai pola sidik bibir yang
29
DAFTAR PUSTAKA
Adamu LH, Taura MG, Hamman WO, Ojo SA, Dahiru AU, dan Sadeeq AA.
(2015). Study of Lip Prints Types among Nigerians. J Comparative
Human Bio.
Atmaji M, Mindya Yuni, dan Atmadja DS. (2013). Metode pengambilan Sidik
Bibir untuk kepentingan Identifikasi Individu. Jurnal PDGI vol. 62, no.3.
Berrios JZ, Garcia MC, Mojica JM, Mujica A, Penalver MG, Jaure JLF, dkk.
(2013). Cheiloscopy as a Tool for Human Identification. Attoneys
General’s Office Magazine.
Domiaty MAE, Al-Gaidi SA, Elavat AA, Safwat MD, dan Galal SA. (2010).
Morphological Patterns of Lip Prints in Saudi Arabia at Al Madinah Al
Monawarah Province. Forensic Science Int.
Rebecca. (2018). Sidik Bibir sebagai Sarana Identifikasi dalam Kedokteran gigi
forensik pada Etnis Batak Toba. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Singh, N.N, V R Brave, dan Shally K. (2010). Natural Dyes versus Lysochrome
Dyes in Cheiloscopy: A Comparative Evolution. Journal of Forensic
Dental Sciences vol.2.
Valerio, Alfa Agung. (2018). Perbandingan Bentuk Pola Sidik Bibir antara Suku
Asli Mentawai dan Suku Campuran Mentawai. Diploma Thesis.
Universitas Andalas.
Verghese AJ, Somasekar M, dan Babu RU. (2010). Original Research Paper: A
Study of Lip Prints Types among The People of Kerala. J Indian Acad
Forensic Med.