Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KELAINAN MALOKLUSI DENTAL I

“Pemeriksaan Klinis Ekstra Oral dan Intra


Oral”

1. Tri Fitria Nabila 201911171 6. Yustisi Dwinda P 201911177


2. Vina Herawati 201911172 7. Zahro R F 201911178
3. Tri Lanang W 201911173 8. Zendra Rio M 201911179
4. Vyra Annisa 201911174 9. Zhene A 201911180
5. Yemima Baby R 201911175 10. Farhany Sefina K 201911181

Disusun oleh kelompok 3:


Kelas: F/ Semester IV
Fasilitator:
drg. Samson D, SpOrt

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta kasih karunia-Nya sehingga kami mendapatkan
kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan tugas yang ada tepat tepat pada
waktunya. Judul dari makalah yang telah kami susun ini adalah “Pemeriksaan
Klinis Ekstra Oral dan Intra Oral”.
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah KELAINAN MALOKLUSI
DENTAL I mengenai tahapan dalam pemeriksaan klinis ekstra oral dan intra oral
yang mana dengan tugas ini kami mahasiswa/i dapat mengetahui lebih jauh dan
menguasai semua pencapaian akhir materi yang diharapkan oleh para dosen.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersama-
sama membantu dan mengerjakan makalah ini sehingga bisa terselesaikan dengan
baik. Dan juga kepada semua pihak yang telah membagi sebagian dari
pengetahuannya sehingga makalah ini bisa terlengkapi.
Kami berharap, dengan adanya makalah ini, materi tahapan dalam
pemeriksaan klinis ekstra oral dan intra oral menjadi lebih mudah dipahami dan
dimengerti secara lebih mendalam. Semoga makalah kami bisa menjadi salah satu
sarana atau media untuk mempelajari dan mempermudah pembaca yang ingin
mempelajari topik pembahasan dari makalah yang telah kami susun.

Jakarta, 25 Maret 2021

Kelompok 3/Kelas F

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
Latar Belakang............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5


2.1 Pemeriksaan Ekstra Oral ...................................................... 5
2.1.1 Analisis Frontal .......................................................... 6

2.1.2 Analisis Wajah Simetris ............................................. 9


2.1.3 Analisis Wajah Seimbang........................................... 16
2.1.4 Analisis Profil ............................................................. 16

2.2 Pemeriksaan Intra Oral ......................................................... 19


2.2.1 Kebersihan Rongga Mulut.......................................... 19
2.2.2 Pemeriksaan Frenulum ............................................... 20

2.2.3 Pemeriksaan Lidah ..................................................... 20


2.2.4 Pemeriksaan Palatum ................................................. 20
2.2.5 Pemeriksaan Tonsil .................................................... 21

2.2.6 Pemeriksaan Garis Tengah Lengkung Gigi ................ 21


BAB III PENUTUP ................................................................................. 23
3.1 Kesimpulan .......................................................................... 23

3.2 Saran .................................................................................... 24


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam keperawatan gigi, diagnosis dapat diartikan sebagai analisis dari


penyebab dan sifat dari suatu masalah dan atau situasi atau suatu pernyataan
mengenai solusinya. Miller memperkenalkan suatu konsep dari Diagnosis
Keperawatan Gigi (Dental Hygiene Diagnosis) sebagai “bentuk yang tepat untuk
mengambarkan ekspresi dari kemampuan pembuatan keputusan dan penilaian dari
perawatan gigi”. Diagnosis adalah suatu proses berpikir kritis berdasarkan data-data
klinis klien yang dianalisa dan ditandai oleh sebuah pernyatan diagnose atau bisa
disebut anamnesis. Mengunakan teori kebutuhan manusia sebagai kerangka kerja
konsepnya Diagnosa Keperawatan Gigi adalah suatu identifikasi dari tidak
terpenuhinya kebutuhan manusia dari pasien yang berhubungan dengan perawatan
gigi.

Diagnosa keperawatan gigi menurut Darby and Walsh (2005) dibuat oleh
seorang perawat gigi professional yang mempunyai lisensi dengan mengidentifikasi
faktor-faktor aktual maupun potensial dari ketidakterpenuhinya kebutuhan manusia
dari pasien. Agar bisa menegakkan suatu diagnosis yang sudah kita dapatkan
berdasarkan anamnesis, kita perlu melakukan pemeriksaan, untuk mengetahui
apakah diagnosa yang kita dapatkan sudah tepat. Penegakkan diagnosis dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan klinis kepada pasien. Pemeriksaan klinis itu sendiri
terbagi menjadi pemeriksaan klinis ekstra oral dan pemeriksaan klinis intra oral.
Dalam makalah kami kali ini, kami akan menjelaskan secara lebih mendalam
mengenai pemeriksaan klinis ekstra oral dan intra oral tersebut.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Ekstra Oral


Pemeriksaan umum harus dimulai segera setelah pasien datang pertama kali
ke klinik. Penilaian umum pasien dilakukan. Dokter harus mengamati gaya
berjalan, postur, dan fisik pasien. Tinggi dan berat badan dicatat untuk menilai
pertumbuhan dan perkembangan fisik pasien. Cara berjalan yang tidak normal
dapat terjadi karena kelainan otot saraf yang mendasari. Postur tubuh yang tidak
normal juga dapat menyebabkan maloklusi.1
Ada dua tujuan pemeriksaan klinis ortodontik:
1) Mengevaluasi dan mendokumentasikan kesehatan mulut, fungsi rahang,
proporsi wajah, dan karakteristik senyuman.
2) Memutuskan catatan diagnostik mana yang diperlukan.2

Penilaian pasien harus dimulai dengan pemeriksaan fitur wajah karena


perawatan ortodontik dapat berdampak pada jaringan lunak wajah. Meskipun
sejumlah pengukuran absolut dapat dilakukan, penilaian wajah yang komprehensif
melibatkan melihat keseimbangan dan harmoni antara bagian-bagian komponen
wajah dan memperhatikan area ketidakharmonisan. Pemeriksaan ekstraoral harus
dimulai saat pasien memasuki ruangan dan penting untuk melihat wajah dan
jaringan lunak baik secara pasif maupun dalam keadaan animasi. Setelah berada di
kursi gigi, pasien harus diminta untuk duduk dan wajah diperiksa dari depan dan
dalam profil, dalam posisi postur kepala yang wajar. 3

Postur kepala alami/ Natural Head Posture (NHP) adalah posisi yang secara
alami membawa kepala pasien dan oleh karena itu paling relevan untuk menilai
hubungan kerangka dan deformitas wajah. Ini ditentukan secara fisiologis daripada
anatomis dan bervariasi antar individu, namun itu relatif konstan untuk setiap
individu (Moorrees & Keane, 1958). Dengan demikian, NHP harus digunakan jika

5
memungkinkan untuk menilai pasien ortodontik. Pasien diminta untuk duduk tegak
dan melihat lurus ke depan ke suatu titik setinggi mata di kejauhan. Ini bisa berupa
titik di dinding di depan mereka, atau cermin agar mereka bisa melihat ke mata
mereka sendiri. Idealnya, NHP juga harus digunakan saat mengambil foto rontgen
tengkorak lateral, sehingga pemeriksaan klinis lebih akurat terkait dengan data
sefalometri.3

2.1.1 Analisis Frontal


Langkah pertama dalam menganalisis proporsi wajah adalah memeriksa
wajah dalam tampilan frontal. Telinga atau mata rendah yang jaraknya sangat jauh
(hipertelorisme) dapat menunjukkan adanya sindrom atau mikroform anomali
kraniofasial. Sebelum munculnya radiografi sefalometri, dokter gigi dan ortodontik
sering menggunakan pengukuran antropometri (yaitu, pengukuran yang dilakukan
langsung selama pemeriksaan klinis) untuk membantu menentukan proporsi wajah
(Gambar 1.1). 2

Gambar 1.1 Pengukuran wajah untuk analisis antropometri dilakukan dengan


(A) Kaliper Busur (B) Kaliper Lurus.2

Hubungan proporsional tinggi dan lebar wajah (indeks wajah) menetapkan


tipe wajah keseluruhan dan proporsi dasar wajah. Penting untuk diingat bahwa
tinggi wajah tidak dapat dievaluasi kecuali lebar wajah diketahui, dan lebar wajah
tidak dievaluasi saat analisis radiografi sefalometri lateral. Nilai normal untuk

6
indeks wajah dan proporsi lain yang mungkin berguna secara klinis ditunjukkan
pada Tabel 1.1.2

Tabel 1.1 Indeks Wajah (Dewasa Muda).2

Bentuk wajah dinilai dengan indeks wajah logika morfo yang diberikan oleh Martin
dan Saller (1957) sebagai:1
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑟𝑓𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖𝑠 (𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑛𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑔𝑛𝑎𝑡ℎ𝑖𝑜𝑛)
I= 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝐵𝑖𝑧𝑦𝑔𝑜𝑚𝑎𝑡𝑖𝑐 (𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑧𝑦𝑔𝑜𝑚𝑎)

Ada beberapa jenis wajah, yaitu:1


1) Hypereuryprosopic (wajah rendah x - 78,9).
2) Kerangka Euryprosopic (79.0 – 83).
3) Kerangka wajah rata-rata mesoprosopik (84.0 - 87.9).
4) Leptoprosopik (Tinggi wajah 88.0 - 92.9).
5) Iskeleton hiperleptoprosopik (93,0 – x).

7
Gambar 1.2 Euryprosopicface.1

Gambar 1.3 Wajah mesoprosopik.1

Gambar 1.4 Wajah Leptoprosopik.1

8
Jenis morfologi wajah memiliki hubungan tertentu dengan bentuk lengkung
gigi, misalnya jenis wajah neuryprosopic memiliki lengkungan persegi luas, garis
batas berkerumun dalam kasus seperti itu harus dirawat dengan ekspansi. Di sisi
lain, tipe wajah leptoprosopik seringkali memiliki lengkungan basel apikal yang
sempit. Oleh karena itu, ekstraksi lebih disukai daripada pemuaian. 1

2.1.2 Analisis Wajah Simetris


Tampak depan wajah harus dinilai secara vertikal dan melintang, dengan
perhatian diberikan pada adanya asimetri. Selain itu, hubungan bibir di dalam wajah
diperiksa secara detail.1 Pada tampilan depan, seseorang mencari simetri bilateral
pada seperlima wajah dan untuk proporsionalitas lebar mata, hidung, dan mulut
(Gambar 1.5).2

Gambar 1.5 Proporsi wajah dan simetri pada bidang frontal. Wajah
proporsional yang ideal dapat dibagi menjadi seperlima tengah, medial, dan
lateral. Pemisahan mata dan lebar mata, yang harus sama, menentukan perlima
tengah dan medial. Hidung dan dagu harus dipusatkan di tengah kelima, dengan
lebar hidung sama atau sedikit lebih lebar dari kelima tengah. Jarak antarpupiler
(garis putus-putus) harus sama dengan lebar mulut.2

Hubungan vertikal normal adalah hubungan di mana jarak antara glabella


dan subnasale sama dengan jarak dari subnasale ke sisi bawah dagu (Gambar 1.6).

9
Tinggi wajah bawah yang berkurang dikaitkan dengan gigitan dalam sementara
peningkatan tinggi wajah bagian bawah terlihat pada gigitan terbuka anterior. 1

Gambar 1.6 Evaluasi proporsi wajah.1

Prognosis estetik suatu kasus ortodontik ditentukan oleh profilnya, yang


selanjutnya dipengaruhi oleh bentuk dahi dan hidung. Agar wajah selaras, tinggi
dahi (jarak dari garis rambut ke glabella) harus sepanjang sepertiga tengah
(glabella-ke-subnasale) dan sepertiga bawah (subnasale-ke-menton), yaitu masing-
masing ini adalah sepertiga dari total tinggi wajah (Gambar 1.6). Dasar gigi lebih
prognatik dalam kasus dengan dahi yang curam, dibandingkan dengan dahi yang
rata. Bentuk dan posisi hidung menentukan penampilan estetika wajah dan oleh
karena itu penting dalam prognosis suatu kasus.1

Secara vertikal, permukaan dibagi menjadi tiga bagian, dengan dimensi ini
kira-kira berjarak sama. Setiap perbedaan dalam aturan sepertiga ini akan
memberikan indikasi ketidakharmonisan dalam proporsi wajah dan di mana
letaknya. Relevansi tertentu adalah peningkatan atau penurunan tinggi wajah
bagian bawah. Sepertiga bagian bawah wajah dapat dibagi lagi menjadi tiga, dengan
bibir atas jatuh ke sepertiga atas dan bibir bawah menjadi dua pertiga bagian bawah
(Gambar 1.7).3

10
Gambar 1.7 Wajah dapat dibagi menjadi tiga bagian. Wajah bagian atas
memanjang dari garis rambut atau bagian atas dahi (trichion) ke pangkal dahi di
antara alis (glabellar). Midface memanjang dari pangkal dahi ke pangkal hidung
(subnasale). Wajah bagian bawah memanjang dari pangkal hidung ke bawah dagu
(menton). Sepertiga bagian bawah wajah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian,
dengan bibir atas di sepertiga bagian atas dan bibir bawah di dua pertiga bagian
bawah.3

1) Hubungan bibir
Hubungan bibir juga harus dievaluasi dari tampilan frontal (Gambar 1.8):
a) Bibir yang kompeten bersatu saat istirahat;
b) Bibir yang berpotensi kompeten terlepas saat istirahat, tetapi hal ini
disebabkan oleh gangguan fisik, seperti bibir bawah berada di
belakang gigi seri atas; dan
c) Bibir yang tidak kompeten terlepas saat istirahat dan membutuhkan
aktivitas otot yang berlebihan untuk mendapatkan penutup bibir.
Inkompetensi bibir sering terjadi pada anak-anak pra-remaja dan
kompetensi meningkat seiring bertambahnya usia karena pertumbuhan
vertikal jaringan lunak, terutama pada laki-laki (Mamandras, 1988).

11
Gambar 1.8 Bibir kompeten (kiri), berpotensi kompeten (tengah) dan tidak
kompeten (kanan).3

2) Pertunjukan gigi seri saat istirahat


Pada remaja dan dewasa muda, 3 sampai 4mm dari gigi seri rahang atas
harus ditampilkan saat istirahat (Gambar 1.9). Secara umum, gigi seri
perempuan cenderung menunjukkan gigi seri atas lebih banyak daripada
laki-laki, dengan jumlah gigi seri yang menurun seiring bertambahnya usia
pada kedua jenis kelamin. Penampilan gigi seri yang meningkat biasanya
disebabkan oleh peningkatan tinggi dentoalveolar rahang atas anterior atau
kelebihan vertikal rahang atas. Kadang-kadang karena bibir atas yang
pendek. Panjang bibir atas rata-rata adalah 22mm pada pria dewasa dan
20mm pada wanita.
3) Gigi seri terlihat saat tersenyum
Idealnya 75 sampai 100% gigi seri rahang atas harus terlihat saat tersenyum
(Gambar 1.8), tetapi ini juga berkurang seiring bertambahnya usia.
Beberapa tampilan gingiva dapat diterima, meskipun tampilan berlebihan
atau 'senyum kenyal' dianggap tidak menarik (Gambar 1.9). Estetika
senyum juga merupakan komponen penting dari perencanaan perawatan
ortodontik dan harus dinilai secara formal.

12
Gambar 1.9 Gigi seri atas normal ditunjukkan saat istirahat (atas) dan saat
tersenyum (tengah). Peningkatan gigi seri atas yang ditunjukkan saat
tersenyum (panel bawah).3

Proporsi melintang dari wajah harus membagi kira-kira menjadi seperlima


(Gambar 1.10). Tidak ada wajah yang benar-benar simetris, namun asimetri wajah
yang signifikan dan tingkat kemunculannya harus diperhatikan. Ini dapat dilakukan
dengan menilai pasien dari depan dan juga dari belakang dan atas, melihat ke bawah
wajah (Gambar 1.11). Posisi relatif dari setiap garis tengah gigi ke dasar gigi yang
relevan harus dicatat.3

13
Gambar 1.10 Proporsi wajah melintang harus membagi kira-kira menjadi
seperlima (masing-masing lebar mata).3

Gambar 1.11 Asimetri wajah dilihat dari atas dan belakang.3

Wajah bagian bawah yang asimetris sangat umum pada maloklusi kelas III
dengan prognatisme mandibula. Asimetri mandibula dideskripsikan terutama dari
dua jenis (Obwegeser &Makek, 1986):3
1) Hiperplasia hemimandibular
Ditandai dengan pembesaran mandibula tiga dimensi, yang berakhir pada
simfisis. Ada peningkatan tinggi di sisi yang terkena, biasanya disertai
dengan cant yang ditandai pada bidang oklusal. Ini bisa dilihat dengan
meminta pasien menggigit spatula lidah kayu.

14
2) Perpanjangan hemimandibular
Ditandai dengan perpindahan horizontal dari rahang bawah dan titik dagu
ke arah sisi yang tidak terpengaruh. Biasanya ada pergeseran garis tengah
yang nyata dan gigitan silang di sisi kontralateral, tetapi tidak ada cant
oklusal.

Terakhir, wajah dalam tampilan frontal harus diperiksa dari perspektif


sepertiga wajah vertikal. Seniman periode Renaisans, terutama da Vinci dan Durer,
menetapkan proporsi untuk menggambar wajah manusia yang secara anatomis
benar (Gambar 1.12).2

Gambar 1.12 Proporsi wajah vertikal pada tampilan frontal (A) dan lateral
(B) paling baik dievaluasi dalam konteks sepertiga wajah, yang menurut para
seniman Renaisans memiliki tinggi yang sama pada wajah yang proporsional
dengan baik. Pada orang Kaukasia modern, sepertiga wajah bagian bawah
seringkali sedikit lebih panjang daripada sepertiga bagian tengah. Sepertiga
bagian bawah juga termasuk sepertiga: Mulut harus sepertiga dari jarak antara
pangkal hidung dan dagu.1

15
2.1.3 Analisis Wajah Seimbang
Asimetri akan mudah dikenali bila dilihat dari depan muka pasien, dapat
dikenali asimetri rahang terhadap muka secara keseluruhan. Penyebab tidak
simetri:4
- Variasi biologis.
- Patologis.
- Kelainan kongenital.

Gambar. Wajah yang seimbang4

2.1.4 Analisis Profil


Bentuk Kepala
- Dolikosefalik: panjang, sempit (indeks ≤ 0,75).
- Mesosefalik: bentuk rata-rata (indeks 0,76-0,79).
- Brakisefalik: lebar dan pendek (indeks ≥ 0,80).5

Lebar Kepala

Indeks Sefalik = X 100

Panjang Kepala

16
a. Pola Mesosefalik
Pola ini sering dikaitkan dengan
kelas I oklusi karena pasien ini
ditandai dengan hubungan maksila
dan mandibula relatif normal yang
menghasilkan keseimbangan wajah
yang baik.5
Gambar. Mesosefalik5

b. Pola dolichosefalik
Pola ini biasanya dengan wajah
panjang dan otot lemah karena
kecendrungan untuk pertumbuhan
vertikal. Oklusi molar sering kelas I
variasi divisi 1.

Gambar. Dolikosefalik5

c. Pola Brachisefalik

Wajah pendek dan lebar,


mandibula persegi. Pasien dengan
pola brachysefalik sering dikaitkan
dengan kelas II, divisi II maloklusi.
Pertumbuhan mandibula pasien ini ke
depan daripada ke bawah. Akibatnya,
pasien biasanya menunjukan overbite
anterior berlebihan dan dagu yang
kuat.5
Gambar. Brachisefalik5

17
Tujuan pemeriksaan profil:6
- Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital.
- Evaluasi bibir dan letak insisif.
Evaluasi proporsi wajah dan sudut mandibula Tipe profil terbagi
menjadi 3, yaitu:
- Lurus.
- Cembung: mengarah ke maloklusi kelas II.
- Cekung: mengarah ke maloklusi kelas III.

Profil wajah diperiksa dengan melihat pasien dari samping. Profil wajah
membantu dalam mendiagnosis penyimpangan dalam hubungan maksila-
mandibula. Profil diilai dengan menggabungkan dua garis berikut:6
- Garis yang terhubung dari dahi dan jaringan lunak titik A (titik
terdalam di lengkung bibir atas).
- Garis yang menghubungkan titik A dan jaringan lunka pogonion
(titik paling anterior dagu).
Berdasarkan hubungan diantara dua garis, terdapat 3 jenis profil yaitu:
- Straight profile (profil lurus): Dua garis membentuk garis lurus.
- Convex profil (profil cembung): Dua garis membentuk sudut
cekung terhadap jaringan. Jenis profil ini terjadi sebagai akibat
maksila prognatik atau mandibula retrognatik seperti yang terlihat
dalam kelas II, divisi 1 maloklusi.
- Concave profil (profil cekung): Dua garis membentuk sudut
cembung terhadap jaringan. Tipe ini dikaitkan dengan mandibula
prognasi atau maksila retrognasi seperti dalam kelas III maloklusi.

Gambar. Bentuk profil wajah6

18
Penentuan wajah pasien adalah penting dalam prediksi pertumbuhan
serta dalam rencana perawatan. Oleh karena itu salah satu penilaian pertama
yang diperlukan untuk diagnosis kraniofasial akurat adalah klasifikasi dari tipe
wajah pasien.6

2.2 Pemeriksaan Intra Oral


Pemeriksaan intra oral yaitu pemeriksaan dari bagian rongga mulut yang
meliputi mukosa dan gigi. Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan cara memeriksa
keadaan mulut secara menyeluruh untuk melihat kelainan mukosa dari pipi, bibir,
lidah, palatum, gusi dan gigi. Cara pemeriksaan gigi geligi dimulai dari kwadran
kanan atas kemudian kiri atas, kiri bawah dan terakhir kwadran kanan bawah. Kode
kwadran untuk gigi tetap sebagai berikut:5
• Kwadran 1; Kwadran kanan atas.
• Kwadran 2; kwadran kiri atas.
• Kwadran 3; kwadran kiri bawah.
• Kwadran 4; kwadran kanan bawah.

Kode kwadran untuk gigi susu sebagai berikut:


• Kwadran 5; kwadran kanan atas.
• Kwadran 6; kwadran kiri atas.
• Kwadran 7; kwadran kiri bawah.
• Kwadran 8; kwadran kanan bawah.

2.2.1 Kebersihan Rongga Mulut


Oral hygiene atau kebersihan mulut seseorang dapat ditentukan melalui
Indeks OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified). Indeks merupakan suatu angka
yang menunjukan keadaan klinis yang didapat pada waktu dilakukan pemeriksaan
dengan cara mengukur luas dari permukaan gigi yang ditutupi oleh plak maupun
kalkulus. Pasien yang kebersihan mulutnya kurang baik, kemungkinan besar
kebersihan mulutnya akan lebih parah selama perawatan ortodonti dilakukan. Oleh

19
karena itu, motivasi kebersihan mulut perlu diberikan sebelum perawatan
ortodontik dilakukan. Oral hygiene tergolong baik apabila tidak ada kalkulus, tidak
ada peradangan pada jaringan gingiva, dan kondisi gigi geligi baik. Sedangkan oral
hygiene tergolong buruk apabila ada akumulasi plak atau kalkulus.7

2.2.2 Pemeriksaan Frenulum


Pemeriksaan frenulum dilakukan untuk mengetahui posisi perlekatannya
(insersio) pada marginal gingiva serta ketebalannya, apakah akan mengganggu
pengucapan kata-kata tertentu dan apakah akan mengganggu pemakaian plat
ortodontik yang akan dipasang.8
1. Frenulum labii superior: normal/ tinggi/ rendah, tebal/ tipis.
2. Frenulum labii inferior: normal/ tinggi/ rendah, tebal/ tipis.
3. Frenulum lingualis: normal/ tinggi/ rendah, tebal/ tipis.

2.2.3 Pemeriksaan Lidah


Saat melakukan pemeriksaan, keadaan lidah bisa bermcam-macam, yaitu
normal, macroglossia,microglossia. Pasien yang mempunyai lidah besar ditandai
oleh:8
➢ Ukuran lidah tampak besar dibandingkan ukuran lengkung giginya.
➢ Dalam keadaan relaks membuka mulut, lidah tampak luber menutupi
permukaan oklusal gigi-gigi bawah.
➢ Pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat tekanan permukaan lingual
mahkota gigi (tongue of identation).
➢ Gigi-gigi tampak renggang-renggang (general diastema).

2.2.4 Pemeriksaan Palatum


Dalam melakukan pemeriksaan palatum, hal yang dilihat antara lain
adalah tinggi atau rendahnya palatum, serta lebar atau sempitnya palatum. Pasien
dengan pertumbuhan rahang atas ke lateral kurang (kontraksi) biasanya
palatumnya tinggi sempit, sedangkan untuk pertumbuhan berlebihan (distraksi)

20
biasanya mempunyai palatum rendah lebar. Jika ada kelainan lainnya seperti
adanya peradangan, tumor, torus, palatoschisis, dan sebagainya maka hal tersebut
harus dicatat.7

Pemeriksaan pada palatum dilakukan dengan cara memakai kaca


mulutno.yang diletakkan secara vertikal pada dasar palatum. Palatum termasuk
dalam apabila lebih dari ½ kaca mulut berada dalam mulut. Palatum dikatakan
sedang apabila ½ kaca mulut berada dalam mulut. Sedangkan palatum dikatakan
dangkal apabila kurang dari ½ kaca mulut berada dalam mulut. 7

2.2.5 Pemeriksaan Tonsil


Tonsil terbagi pada 3 tempat yaitu Tonsil Palatina. Tonsil Lingualis, dan Tonsil
Pharingea. Lalu, Tonsil juga terbagi menjadi 3 kondisi yaitu Normal, Inflamasi,
Hypertrophy. Pemeriksaan Tonsil dilakukan dengan menekan lidah pasien dengan kaca
mulut, jika dicurigai adanya kelainan yang serius pasien dikonsulkan ke dokter ahli THT
sebelum dipasangi alat ortodontik.9

2.2.6 Pemeriksaan Garis Tengah Lengkung Gigi


Asimetri wajah adalah kejadian yang normal untuk terjadi pada manusia.
Asimetri wajah pertama kali diobservasi oleh seniman Yunani dan ia menyatakan
bahwa simetri wajah juga memilik batasan nilai yang normal. Asimetri dalam
batasan nilai yang normal dikenali dengan istilah asimetri normal bukan simetris
karena pengertian simetris adalah kedua sisi sama persis maupun dalam ukuran, bentuk,
atau posisi landmark.10

Asimetri wajah merupakan ketidakseimbangan yang terjadi pada wajah


dalam hal ukuran, bentuk dan posisi pada sisi kiri dan kanan. Asimetri wajah
terjadi akibat adanya diskrepansi pada masa pembentukan tulang atau malposisi
pada tulang kraniofasial. Selain itu, asimetri wajah juga dapat disebabkan karena

21
ketidakseimbangan perkembangan jaringan lunak wajah. Bentuk dari lengkung
gigi rahang atas dan rahang bawah terbagi menjadi enam yaitu:

1. Parabola
Kaki lengkung (dari P1 sampai M2 kanan dan kiri) beberbentuk garis lurus divergen
ke posterior dengan posisi gigi M2 merupakan terusan kaki lengkung, sedangkan
puncak lengkung (C–C) berbentuk garis lengkung (curved).

2. Setengah elips
Kaki lengkung berbentuk garis lengkung konvergen ke posterior ditandai oleh
posisi gigi M2 mulai berbelok kearah median line, sedangkan puncak lengkung juga
merupakan garis lengkung (curved).

3. Trapeziod
Kaki lengkung merupakan garis lurus divergen ke posterior dan puncak lengkung
merupakan garis datar di anterior dari gigi C–C.

4. U-form
Kaki lengkung merupakan garis lurus sejajar ke posterior, sedangkan puncak
lengkung merupakan garis lengkung.

5. V-form
Puncak lengkung merupakan garis lurus devergen ke posterior, tetapi puncak
lengkung merupakan garis menyudut ke anterior ditandai dengan posisi gigi I2
masih merupakan terusan kaki lengkung lurus konvergen ke anterior.

6. Setengah lingkaran
Kaki lengkung dan puncak lengkung merupakan garis lengkung merupakan
bagian dari setengah lingkaran. Ini biasanya dijumpai pada akhir periode gigi
desidui sampai awal periode gigi campuran (mixed dentition).10

22
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Sebelum melakukan perawatan ortodonti perlu diketahui lebih dahulu
diagnosis suatu maloklusi. Untuk menentukan diagnosis suatu maloklusi perlu
dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk mendapatkan data menyeluruh tentang
pasien yang akan dirawat dan seberapa jauh terjadi penyimpangan dari keadaan
normal. Data yang perlu diketahui meliputi keinginan pasien untuk perawatn
ortodonti, riwayau kesehatan umum, riwayat kesehatan gigi, pemeriksaan
ekstraoral dan intraoral, hubungan rahang dan geligi dalam tiga bidang orientasi
baik secara langsung maupun tidak langsung (misalnya, dari model studi) serta
pemeriksaan pada jaringan lunak.

Pemeriksaan umum dimulai saat pasien datang pertama kali ke klinik.


Pemeriksaan klinis terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan ekstra oral dan intra
oral. Pemeriksaan ekstra oral adalah pemeriksaan fitur wajah, diantaranya ada
analisa frontal (tipe wajah / tinggi dan lebarnya wajah menggunakan pengukuran
antropometri), analisa wajah simetris (dinilai secara vertikal dan melintang) analisa
wajah seimbang, dan analisa profil. Sedangkan pemeriksaan intra oral adalah
pemeriksaan dari bagian rongga mulut yang meliputi mukosa dan gigi. Pemeriksaan
intra oral akan memeriksa keadaan mulut secara menyeluruh untuk melihat
kelainan mukosa dari pipi, bibir, lidah, palatum, gusi dan gigi.

23
3.2 SARAN
Kami berharap, makalah ini bisa membantu para pembaca dalam
mengetahui tentang pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. Semoga apa yang sudah
kami lampirkan bisa menjadi media dalam memperdalam topik pemeriksaan ekstra
oral dan intra oral. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
kata yang secara tidak sengaja kurang berkenan di hati para pembaca sekalian.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Singh G. Textbook of Orthodontics. 2nd Ed. New Delhi: Jaypee; 2007. p.


67-8,70.
2. Proffit WR, Fields HW, Larson BE, Sarver DM. Contemporary
Orthodontics. 6th Ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p. 150-4.
3. Cobourne MT, DiBiase AT. Handbook of Orthodontics. Philadelphia:
Elsevier; 2010. p. 126-33.
4. Bhalajhi Sundaresa Iyyer. Orthodontics the Art and Science. 3rd Ed. New
Delhi: Arya (MEDI) Publishing House. 2006
5. Profit WR, and Fields, HW. 2000. Contemporary Orthodontics, 3rd Ed.
Mosby, Philladelpia, p. 145-294
6. Rahardjo Pambudi. 2011. Diagnosis Ortodontik. Surabaya: Airlanggan
University Press.
7. Proffit WR, Fielsd HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 6th Ed.
Missouri: Moesby Elsevier, 2019: 149-152.
8. Ardhana W. Prosedur Pemeriksaan Ortodontik. Yogyakarta: FKG
Universitas Gadjah Mada. 2009: 14-15.
http://wayanardhana.staff.ugm.ac.id/materi_orto1_pem.pdf
9. Wayan Ardana. Ortodonsia I Prosedur Pemeriksaan Ortodontik.
Yogyakarta: FKG Universitas Gajah Mada. 2009:14-16
10. Dewi NA, et all. Pemeriksaan Ekstraoral dan Intraoral. Yogyakarta:
FKG UGM. 2015:1-2

25

Anda mungkin juga menyukai