Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KEPERAWATAN KELAUTAN

(TENGGELAM)

Disusun Oleh :

1. Nurliana (714. 6. 2. 0533)


2. A. Khairil Fajri (714. 6. 2. 0545)
3. Fitrul Faizin (714. 6. 2. 05 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP

2017
1. DEFINISI
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam
cairan dan cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru.
Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung
maupun karena ada faktor-faktor lain seperti korban dalam keadaan mabuk atau
dibawah pengaruh obat, atau bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa
pembunuhan (Wilianto, 2012). Hampir tenggelam (near drowning) adalah
keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam tetapi tidak terjadi kematian
(Onyekwelu, 2008).
Near drowning didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang masih bertahan
hidup setelah mengalami sufokasi (kekurangan napas) akibat tenggelam dalam
air atau cairan lain. Sedangkan drowning sendiri didefinisikan sebagai kematian
sekunder karena asfiksia (sesak nafas) saat tenggelam dalam cairan, biasanya air,
dalam 24 jam setelah kejadian (Banerjee dalam Rauuf (2008).
Drowning (tenggelam) adalah masuknya cairan ke dalam saluran napas yang
mengakibatkan gangguan pertukaran udara di alveoli dan dapat terjadi mati
lemas (Arif Mansjoer, 2000).
Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan
akibat terendam dalam media yang cair. Konsensus terbaru menyatakan definisi
terbaru dari tenggelam harus mencakup kasus fatal dan non fatal. Dampak
tenggelam dapat berupa kematian, morbiditas, dan non morbiditas. Ada juga
konsensus yang menyatakan bahwa istilah basah, kering, aktif, pasif, diam, dan
menengah seharusnya tidak digunakan lagi.
Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran
nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian.
Definisi tenggelam mengacu pada adanya cairan yang masuk hingga menutupi
lubang hidung dan mulut, sehingga tidak terbatas pada kasus tenggelam di
kolam renang, atau perairan seperti sungai, laut, dan danau saja, tetapi juga pada
kondisi terbenamnya tubuh dalam selokan atau kubangan dimana bagian wajah
berada di bawah permukaan air (Putra, 2014).
2. ETIOLOGI

a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan

b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan

c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang.

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah :
A. Klasifikasi Tenggelama. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
1. Typical Drawning
Yaitu keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan
korban saat korban tenggelam.
2. Atypical Drawning
Dry Drowning
Yaitu keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang
masuk ke dalam saluran pernapasan.
Immersion Syndrom
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air
dingin ( suhu < 20C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal
yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari
pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah
koroner dan sirkulasi serebaral.
Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit
jantung khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang
mengalami trauma kepala saat masuk ke air.
Delayed Dead
Yaitu keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari
24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
B. Klasifikasi Berdasarkan Kondisi Kejadian
a. Tenggelam ( Drowing )
Yaitu suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah
yang banyak sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan
saluran nafas atas tepatnya bagian apiglotis akan mengalami spasme
yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta hanya dapat
dilalui oleh udara yang sangat sedikit.

b.Hampir Tenggelam ( Near Drowing )

Yaitu suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan


membatukkan air keluar.

4. MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala yang sering muncul ialah tanda dan gejala sistem
kardiorespiratori dan neurologi. Distres respiratori awalnya tidak terlihat, hanya
terlihat adanya perpanjangan nilai RR tanpa hipoksemia. Pasien yang lebih
parah biasanya menunjukkan tanda hipoksemia, retraksi dinding dada, dan
suara paru abnormal. Manifestasi neurologi yang muncul seperti penurunan
kesadaran, pasien mulai meracau, iskemik-hipoksia pada sistem saraf pusat
sehingga menunjukkan tanda peningkatan ICP (Elzouki, 2012).

Sedangkan menurut sumber lain, manifestasi drowning yang muncul antara


lain:
1. Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal
sampai apneu.
2. Syanosis
3. Peningkatan edema paru
4. Kolaps sirkulasi
5. Hipoksemia
6. Asidosis
7. Timbulnya hiperkapnia
8. Lunglai
9. Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi
10. Koma dengan cedera otak yang irreversible
5. MASALAH KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi
reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoksia akibat penurunan
kadar oksigen dalam tubuh
c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan
kebocoran interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru
d. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya
suplai oksigen
e. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja
ventrikel
f. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen ke
jaringan tidak adekuat

6. PENATALAKSANAAN

Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

1. Bantuan Hidup Dasar

Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan


fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada
korban yang mengalami penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada
korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam
air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri
penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu
terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa,
penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat,
untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera
servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal
perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.

2. Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah,
yaitu:

Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada


Listen, yaitu mendengarkan suara napas
Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas
dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu
pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian
napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan
mouth to neck stoma.

Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas


bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu
sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih
disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada pemberian napas
mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 15 kali
selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5
menit, pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan.
Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan
dilanjutkan selama 1 menit, kemudian bawa korban langsung ke daratan tanpa
diberikan napas buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak
bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami
henti jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini dilakukan di atas
tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun, pemberian kompresi
intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti
dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.

Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi


air dari paru maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan
sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan
cairan regurgitasinya dikeluarkan.

3. Bantuan hidup lanjut

Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat


kejadian merupakan hal yang sangat penting karena beratnya cedera pada
sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan cermat pada saat pertolongan
diberikan.

Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera


lain juga harus dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan
berdasarkan keparahan kejadian dan evaluasi klinis. Pasien dengan gejala
respiratori, penurunan saturasi oksigen dan perubahan tingkat kesadaran perlu
untuk dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada oksigenasi, ventilasi,
dan fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi edema
serebri merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan langsung dengan
hasil akhir.

Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen


dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve
Mask) atau tabung oksigen.1 Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%.
Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan korban belum membaik, dapat
dilakukan intubasi trakeal.

Anda mungkin juga menyukai