Anda di halaman 1dari 43

PENCEGAHAN DAN TERAPI

PADA PENYAKIT HIPERTENSI


Disusun dalam Rangka Tugas Sistem Kardiovaskuler I

Disusun oleh : Kelompok 1


JONO KURNIANTO ANIS SRIWATI

MOH. AINUL YAQIN HADI NUR IMAM CAHYADI

MOH. FAUZI ULFATUL RISKA

NUR FARIDA A. KHAIRIL FAJRI

PURNOMO AJI FITRUL FAISIN

YULIAWATI MOH. YONI

SUSANTO DIANA NORMA ISLAMI

FAJRUL AKBAR

UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


1
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr.Wb

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya

kami dapat menyelesaikan tugas Makalah ini.

Solawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan keharibaan

Rosulullah SAW, seluruh keluarga, sahabat serta orang yang menjalankan sunnahnya

dengan kerendahan hati yang sebenarnya. Kami berharap Makalah ini dapat

memberikan pelajaran dan gambaran kepada para pembaca agar lebih mengerti dan

memahami cara-cara pencegahan dan pengobatan hipertensi, yang mana sesuai dengan

Makalah kami yang berjudul PENCEGAHAN DAN TERAPI PADA HIPERTENSI.

Kami sadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka kritik dan

saran akan sangat berguna untuk perbaikan dan pembenaan Makalah ini. Semoga

Makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

Wassalamu alaikum Wr.Wb

Sumenep, 04-April-2015

2
3
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar............................................................................. i

2. Daftar Isi....................................................................................... ii

3. Bab 1 Pendahuluan

1.1.........................................................................................Latar

Belakang.......................................................................... 1
1.2.........................................................................................Rumusan

Masalah........................................................................... 3
1.3.........................................................................................Tujuan

.........................................................................................3
1.4.........................................................................................Manfaat

.........................................................................................3

4. Bab 2 Pembahasan

2.1.........................................................................................Terapi Anti

Hipertensi........................................................................ 4
2.1.1 Pengertian............................................................ 4
2.1.2 Obat Anti Hipertensi............................................ 5
2.1.3 Mekanisme Kerja................................................ 5
2.1.4 Efek Samping...................................................... 6
2.2.........................................................................................Pencegaha

n Primer, Sekunder dan Tersier Hipertensi...................... 32


2.2.1 Pencegahan Hipertensi Secara Primer................. 32
2.2.2 Pencegahan Hipertensi Secara Sekunder............ 34
2.2.3 Pencegahan Hipertensi Secara Tersier................. 35

5. Bab 3 Penutup

3.1.........................................................................................Kesimpula

n....................................................................................... 36

4
3.2.........................................................................................Saran

.........................................................................................36
6. Daftar Pustaka.............................................................................. 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan
penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat
dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang
sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan
terpadu. Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan
mortalitasnya (kematian) yang tinggi.

Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi


dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai penelitian telah
menghubungkan antara berbagai faktor resiko terhadap timbulnya hipertensi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka


kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai
penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8 28,6 %
penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi.
(http://www.smallcrab.com/kesehatan/25-healthy/87-faktor-risiko-terjadinya-
hipertensi, di peroleh tanggal 28 Mei 2009). Saat ini terdapat adanya
kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan
adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan resiko penyakit
hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga, merokok,
alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya.

Ditinjau perbandingan antara perempuan dan laki-laki, ternyata perempuan


lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan

5
angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk perempuan. Prevalensi di
Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di
Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% perempuan.

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan


ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun
akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya.

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam


dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme
timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui
peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan
diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga
kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada
hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang
berpengaruh.

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf


simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress
menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal
ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang
diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi
hipertensi.

Obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai indeks massa


tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan
salah satu faktor resiko terhadap timbulnya hipertensi.

Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung


dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari
penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang

6
atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin
plasma yang rendah.

Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap


hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik
selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka resiko
timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka
resiko timbulnya hipertensi juga akan bertambah.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan atau


kerusakan pada pembuluh darah turut berperan pada penyakit hipertensi. Faktor- 4
faktor tersebut antara lain merokok, asam lemak jenuh dan tingginya kolesterol
dalam darah.

Selain faktor-faktor tersebut di atas, faktor lain yang mempengaruhi


terjadinya hipertensi antara lain alkohol, gangguan mekanisme pompa natrium
(yang mengatur jumlah cairan tubuh), faktorrenin-angiotensin-aldosteron
(hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah).

Penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor


sehingga dari seluruh faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih
berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh
karena itulah maka pencegahan penyakit hipertensi yang antara lain dapat
dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalah sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana terapi antihipertensi ?
(Definisi, jenis, indikasi, kontraindikasi, dan mekanisme kerja).
1.2.2 Bagaimana Tentang pencegahan hipertensi ?
( Primer, Sekunder, danTersier ).
1.3 Tujuan
Untuk lebih mengetahui mengenai terapi anithipertensi dari definisi
hingga jenis pengobatannya.

1.4 Manfaat

7
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Memberikan informasi mengenai terapi antihipertensi
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan gambaran mengenai terapi antihipertensi dan
pencegahannya.

8
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TERAPI ANTIHIPERTENSI


2.1.1 Pengertian
Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
Hipertensi adalah suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah
melebihi normal.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg.
Untuk mempermudah pembelajaran dan penanganan, hipertensi dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan etiologinya
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-100
Hipertensi tingkat 2 >160 >100
(Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII,
2003)

Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi esensial dan


hipertensi sekunder:

1. Hipertensi esensial/hipertensi primer/hipertensi idiopatik adalah


hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas, lebih dari 90% kasus
merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya meliputi faktor genetik
(kepekaan terhadap natrium, stress, dll) dan faktor lingkungan (gaya
hidup, stress emosi, dll)

2. Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus. Dapat berupa hipertensi


kardiovaskuler (peningkatan resistensi perifer akibat aterosklerosis),
hipertensi ginjal (oklusi arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal),
hipertensi endokrin (feokromositoma dan sindrom Conn) dan hipertensi
neurogenik (akibat lesi saraf, menyebabkan gangguan di pusat kontrol,
baroreseptor atau penurunan aliran darah ke otak).

9
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas
dan mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah
mungkin yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas
hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor resiko kardio vascular
lainnya.

Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH)


telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke,
iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.

2.1.2 Obat Antihipertensi

Obat antihipertensi dikelompokkan menjadi :

1. Diuretik : Diuretik tiazid, Loop Diuretik, dll


2. Antiadrenergik : antiadrenergik sentral, antriadrenergik perifer, bloker alfa
dan beta.
3. Vasodilator : penghambat ACE, Bloker pintu masuk kalsium, dan
Vasodilator langsung.

2.1.3 Mekanisme kerja


Obat hipertensi dan cara kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
Meningkatkan pengeluaran air dalam tubuh : Diuretika
Memperlambat kerja jantung : Beta-blokers
Memperlebar pembuluh : Vasodilator
langsung(di/hidralazim,minoxidil),antagonis kalsium,penghambat ACE dan AT II-
blocker
Menstimulasi SSP : alfa-2 agonis sentral seperti kronidin dan
moxonidin,metil-dopa,guanfanin dan resepin.
Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni
Alfa-1-blockers:derivate quinazolin (prazosin, doxasosin, terazosin, alfuzosin,
tamsulozin), ketanserin (ketansin), dan urapidil (ebrantil).
Alfa-1 dan 2-blockers : fentolamin,
Beta blockers : propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,timolol,
dll.
Alfa/beta-blockers: labetolol dan carvedilol (Eu-cardic).
2.1.4 Efek samping

10
Secara Umum
Praktis semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti
hidung mampat (akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia
(kecuali fasodilator langsung : justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan
penglihatan, dan lambung-usus (mual, diare), ada kalanya impotensi (terutama
obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat sementara yang hilang dalam
waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan cara pentakaran
menyelinap, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan. Dengan demikin, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu
pula obat sebaiknya diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan
mendadak mencapai puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian
terapi pun tidak boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk
mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect).

Secara Khusus
Lebih serius adalah sejumlah besar efek samping khusus, antara lain:
Hipotensi ortostatis, yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh tegak (= ortho,
Lat.) daripada dalam keadaan berbaring, dapat terjadi pada terutama simpatolitika.
Depresi, terutama pada obat-obat yang bekerja sentral, khususnya reserpin
dan metildopa, juga pada beta-blockers yang bersifat lipofil, antara lain propra-
nolol, alprenolol, dan metoprolol.
Retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau terjadinya
udema, anatra lain antagonis Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin. Efek samping
ini dapat diatasi degan kombinasi bersama suatu deuretikum.
Penurunan ratio HDL: LDL. Sejumlah obat mempengaruhi metabolisme
lipida secara buruk, yakni menurunkan kadar kolesterol-HDL plasma yang
dianggap sebagai faktor-pelindung terhadap penyakit jantung-pembuluh. Atau,
juga meningkatkan kolesterol-LDL yang dianggap sebagai faktor risiko bagi PJP.
Sifat ini telah dipastikan pada diuretika (kelompok thiazida dan klortalidon) dan
pada beta-blockers, khususnya obat-obat yang tak kardioselektif atau tak
memiliki ISA.
Diuretik

11
Obat ini menghasilkan peningkatan aliran urine (diuresis) dengan
menghambat reabsorpsi natrium dan air dari tubulus ginjal. Diuretik mempunyai
efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini
menyebabkan penurunan volum cairan dan merendahkan tekanan darah.
Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium di golongkan sebagai diuretik
yang tidak menahan kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik
hemat kalium. Enam kategori diuretik yang efektif untuk menghilangkan air dan
natrium adalah
1. Tiazid dan seperti-tiazid
2. Diuretik kuat
3. Diuretik hemat kalium
4. Penghambat anhidrase karbonik
5. Diuretik osmotik
6. Diuretik mercurial
Penjelasan masing-masing obat di atas adalah ssebagai berikut :
Diuretik Tiazid : menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars
asendens ansa Henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium
mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
Macam-macam obat diuretik Tiazid :
1. Hidroklorotiazid (misal Hydrodiuril)
Mekanisme kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi natrium dan
klorida dalam pars asenden ansa henle tebal dan awal tubulus distal.
Hilangnya K+, Na+, dan Cl- menyebabkan peningkatan pengeluaran urine
3kali. Hilangnya natrium menyebabkan penurunanan GFR.
Indikasi : obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema kronik,
hiperkalsiuria idiopatik digunakan untuk menurunkan pengeluaran urine
pada diabetes insipidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorbsi
dalam nefron proksimal, hanya berefek pada diet rendah-garam).
Kontraindikasi : wanita hamil (kecuali jelas diindikasikan untuk edema
patologi). Anuria.

Dosis : Awal: 12,5.


Maksimal: 25.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 25mg; 50mg

12
Efek samping : hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemia, hiperurisemia,
hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan penurunan aliran plasenta, alergi
sulfonamide, gangguan saluran cerna.

Loop diuretik : lebih poten dibanding tiazid dan harus digunakan dengan
hati-hati untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat menyebabkan
hipoglikemia, sehingga kadar kalium harus dipantau ketat.
Macam-macam obat Loop diuretik :
1. Furosemid (lasix)
Mekanisme Kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi klorida dalam
pars asenden ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urine.
Indikasi : diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan
kedaruratan hipertensi. Juga edema paru dan untuk mengeluarkan banyak
cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan kadar kalium serum.
Kontraindikasi : anuria, kekurangan elektrolit biasa.
Dosis : - biasa: Awal: 20 (1x)
Maksimal: 80
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 40mg
Lepas lambat : Awal: 30 (1x)
Maksimal: 60.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 30mg
Efek samping : hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hipotensi,
hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide,
hipomagnesemia, alkalosis, hipokloremik, hipovolemia.

13
2. Asam Etakrinat (ethacrynat)
Mekanisme kerja : -
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Kontraindikasi : -
Efek samping : paling ototoksi, lebih banyak gangguan saluran cerna, kecil
kemungkinan menyebabkan alkalosisseperti furosemid.
Dosis : -

3. Bumetanit (bumex)
Mekanisme Kerja : Paling poten.
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Kontraindikasi : -
Efek Samping : serupa dengan furosemid. Ototoksisitas belum pernah
dilaporkan. Dosis besar dapat menyebabkan mialgia berat.
Dosis : -

Diuretik Hemat Kalium : meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil


mennekan kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan diuretik boros-
kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium.
Macam-macam obat diuretik Hemat Kalium :
1. Amilorid (midamor)
Mekanisme kerja: secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ dan
menurunkan sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi : digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat-K +
mengurangi efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
Kontaindikasi : -
Dosis: Awal: 5 (1x).
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 5 mg.
Efek samping : hiperkalemi, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan
diabetes mellitus dapat mengalami intoleransi glukosa.
2. Spironolakton (mis. Aldactone)
Mekanisme kerja : antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan retensi
Na+). Juga memiliki kerja serupa dengan amilorid.

14
Indikasi : digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung
kongesif), sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga digunakan untuk mengobati
atau mendiagnosis hiperaldosteronisme
Kontraindikasi : anuria, insufisiensi ginjal berat, hiperkalemia. Hindari
pada pasien diabetes.
Dosis : Awal: 25 (1x).
Maksimal: 100.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 25mg; 100mg
Efek samping : seperti amilorid. Juga menyebabkan ketidakseimbangan
endokrin (jerawat, kulit berminyak, hirsutisme, ginekomastia).

3. Triamterin (Dyrenium)
Mekanisme Kerja : secara lanngsung menghambat rabsorpsi Na+ serta
sekresi K+ dan H+ dalam tubulus koligentis.
Indikasi : tidak digunakan unuk hiperaldoteronisme. Lain-lain seperti
spironolakton.
Kontraindikasi : -
Efek samping : dapat menyebabkan urine mmenjadi biru dan menurunkan
aliran darah ginjal. Lain-lain seperti amilorid.

Diuretik osmotik : menarik air ke urine, tanpa mengganggu sekresi atau


absorpsi ion dalam ginjal.
Macam-macam obat diuretik Osmotik :
1. Manitol (mis. Resectisol)
Mekanisme Kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air.
Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi : gagal ginjal akut, glaukoma sudut tertutup akut, edema otak, untuk
menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.
Kontraindikasi : gagal jantung, hipertensi, edema paru karena peningkatan
sementara tekanan darah.
Efek Samping : sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia,
letargi, kebingungan dan nyeri dada.
Antiadrenergik
Antagonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang
jantung (reseptor 1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah periver
(reseptor 1). Pada pasien hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan

15
menghambat pelepasan agonis adrenergik atau melakukan antagonisasi
reseptor adrenergik.
Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik dibagi menjadi
antiadrenergik sentral dan periver. Antiadrenergik sentral mencegah
aliran keluar simoatis (adrenergik) dari otak dengan mengaktifkan reseptor 2
penghambat. Dengan mengurangi aliran keluar simpatis, obat- obat ini
menguatkan dominan parasimpatis. Jadi, efek-efek yang tak diinginkan
menyerupai kerja parasimpatis. Antiadrenergik periver mencegah pelesapsan
norepinefrin dari terminal saraf periver (mis. Yang terkhir di jantung) obat-
obat ini mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.

Anti-adrenergi sentral
1. Klonidin (catapers)
Mekanisme kerja : bekerja di otak sebagai agonis adrenergik-2 yang
menyebabkan penurunan aktifitas sistem syaraf simpatis (penurunan
frekuensi jantung, curah jantung dan tekanan darah)
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : hipersensitifitas terhadap klonidin
Dosis : Awal: 0,075.
Maksimal: 0,6.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 0,75mg; 0,,15mg
Efek samping : ruam, mengantuk, mulut kering, konstipasi, sakit kepala,
gangguan ejakulasi. Hipertensi balik bila dilakukan mendadak. Untuk
membatasi toksisitas, mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan perlahan.

2. Metil dopa (aldomet)


Mekanisme kerja : seperti klonidin juga, disintesis menjadi metil norepi
nefrin yang bekerja sebagai neurotransmiter palsu simpatomimetik lemah
yang menurunkan aliran keluar simpatis dari SSP.
Indikasi : seperti klonidin. Untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil
Kontra indikasi : jika terjadi tanda-tanda gagal jantung ( disebabkan retensi
cairan akibat aliran darah ginjal menurun), hentikan obat. Dikontra
indikasikan untuk pasien fungsi hepar buruk.
Dosis : Awal: 250.
Maksimal: 1000.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 125mg; 150mg

16
Efek samping : mulut kering, sedasi, hipotensi ortostatik ringan. Beberapa
pasien mengalami impotensi, gangguan psikis, mimpi buruk, gerakan
infoluntar, atau hepatotoksisitas.

3. Guanabenz (wytensin)
Mekanisme kerja : seperti klonidin. Juga mengosongkan simpanan
norepinefrin pada terminal syaraf adrenergik perifer.
Indikasi : hipertensi ringan sampai ringan
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 0,5.
Maksimal: 2.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1mg
Efek samping : mulut kering, segrasi, hipertensi balik lebih jarang.

Anti-adrenergik perifer
1. Reserpin (serpasil)
Mekanisme kerja : sebagian mengosongkan simpanan katekolamin pada
sistem syaraf perifer dan mungkin pada SSP. Menurunkan resistensi perier
total, frekuensi jantung, dan curah jantung.
Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak
dianjurkan lagi pada kelainan psikiatri
Kontra indikasi : karena dominan para simpatik, dikontra indikasikan
pada pasien dengan gagl jantung kongestif, asma, bronkitis, penyakit ulkus
peptikum. Pasien dengan riwayat keluarga depresi.
Dosis : Awal: 0,05.
Maksimal: 0,25.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 0.1 mg; 0,25 mg
Efek samping : dominan parasimpatik(bradikardi, diare, brankokonstriksi,
peningkatan sekresi), penurunan kontraktilitas dan curah jantung, hipotensi
postural (mengosongkan norepinefrin sehingga menghambat faso
konstriksi ), ulkus peptikum, sedasi dan depresi bunuh diri, gangguan
ejakulasi, ginekomastia. Resiko hiperten balik rendah karena durasi kerja
lama.

17
2. Guanetidin (esimel)
Mekanisme kerja : ditempatkan kedalam ujung saraf adrengik. Awalnya
melepaskan norepinetrin (meningkatkan tekanan darah dan frekwensi
jantung), lalu mengosongkan noretinefrin dari terminal dan menggangu
pelepasannya. Kemudian tidak terjadi refllek takikardi karena kosongnya
norepinamin.
Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan.
Kontraindikasi : pasien dengan fokromositoma akan mengalami hipertensi
berat.
Dosis : Awal: 10.
Maksimal: 50.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg
Efek samping : peningkatan awal frekwensi jantung dan tekanan darah
(disebabkan pelepasan norepinefrin). Hipotensi ortostatik dan saat istirahat.
Brakikardi, menrunnya curah jantung, dispnea pada pasien PPOM, kongesti
hidung berat. Tidak ada depresi (penetrasi SSP sedikit).

3. Guanadriel (hylorel)
Mekaniosme kerja : seperti guanetidin, tapi bekerja lebih cepat, melepaskan
norepinefrin pada awalnya (peningkatan sementara tekanan darah), dan
mempunyai aktifitas SSP sedikit.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal:10.
Maksimal: 50.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg
Efek samping : seperti guanetidin, tetapi kurang berat.

4. Pargilin (eutonyl)
Mekanisme kerja : menghambat monoamin oksidase dalam saraf
adrenergik. Menghambat pelepasan norepinefrin.
Indikasi : karena efek BERBAHAYA, obat ini merupakan obat anti
hipertensi pilihan terakhir.
Kontra indikasi : karena pargilin meningkatkan aktifitas simpatis,
berbahaya bila diberikan simpatomimetik lansung atau antikolinergik dalam
2 minggu pargyline.
Dosis : -

18
Efek samping : efek yang mengancam jiwa (stroke, frisis hipertensi, infark
miokardial, aritmia) dapat terjadi bila diminum bersama makanan (produk
fermentasi, keju) dan obat-obat (pil diet, obat-obat flu) yang mengandung
simpatomimetik.

Blockers alfa dan beta bersaing dengan agonis endogen memperebutkan


reseptor adrenergik. Penempatan reseptor 1 oleh antagonis menghambat
vasekonstriksi dan penempatan reseptor 1 mencegah perangsangan adrenergik
pada jantung.
Blockers 1 atau 1 selektif sekarang menggantikan blocker nonspesifik,
karena efek yang tidak diinginkan lebih sedikit. Beberapa blocker memiliki
aktivitas simpatomimetik intriksi (bekerja sebagai agonis lemah pada beberapa
reseptor adrenergik). Obat-obat ini merangsang reseptor 2, yang menurunkan
kemungkinan timbaulnya hipertensi balik (reflek simpatis untuk menurunkan
tekanan darah). Reseptor 2 yang diaktifkan melebarkan arteri-arteri sentral besar
yang menyimpan cadangan darah.
Macam-macam bloker alfa dan beta :
1. Prazosin (minipress)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri
maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 0,5 (1x).
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama
mendadak dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi
diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa
terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi
seksual dan letargi.

2. Terazosin (Hytrin)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri
maupun vena.

19
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama
mendadak dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi
diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa
terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi
seksual dan letargi.

3. Doxazosin (cardura)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri
maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama
mendadak dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi
diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa
terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi
seksual dan letargi.

4. Labetalol (mis. trandate)


Mekanisme kerja : memblok 1, 1 dan 2. Mencapai tekanan darah yang
lebih rendah (1) tanpa refeleks takikardi (blokade 1).
Indikasi : hipertensi.
Kontr indikasi : pada pasien dengan asma atau bradikardi efek.
Dosis : Awal: 100.
Maksimal: 300.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 100 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung. Kelelahan, impoten,
diare, mati rasa, hipotensi ortostatik.

5. Atenolol (tenormin)

20
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik 1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan pelepasan renin. Efek
bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor
2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 25.
Maksimal: 100.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

6. Betaksolol (kerlole)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik 1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan pelepasan renin. Efek
bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor
2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : -
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

21
7. Karteolol (cartlol)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik 1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan pelepasan renin. Efek
bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor
2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 2,5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 2-3x.
Sediaan : tablet 5 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

8. Penbutolol (levatol)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik 1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan pelepasan renin. Efek
bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor
2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : -
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

9. Metaprolol (lopressor)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik 1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan pelepasan renin. Efek
bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor
2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : - biasa : Awal: 50.
Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg
- Lepas lambat : Awal: 100.

22
Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 100 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

10. Asebutolol (sectral)


Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktifitas sintatonimetik juga
aktifitas pemblokan 1.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 200.
Maksimal: 800.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 200 mg, tablet 400 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

11. Esmolol (brevibloc)


Mekanisme kerja : serupa dengan atenolol (tidak ada aktifitas
simpatonimetik).
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : -
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
12. Propanolol (mis. Inderal)
Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik 1 dan . Menurunkan
2

frekwensi jantung dan curah jantung dan pelepasan renin. Bronkokonstriksi


melalui antagonisme reseptor 2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 40.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg, 40 mg
Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat
antagonisme reseptor 2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek
terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

23
13. Nadolol (corgard)
Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik 1 dan . Menurunkan
2

frekwensi jantung dan curah jantung dan pelepasan renin. Bronkokonstriksi


melalui antagonisme reseptor 2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 20.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 40 mg, 80 mg
Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat
antagonisme reseptor 2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek
terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

14. Timolol (blokadren)


Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik 1 dan . Menurunkan
2

frekwensi jantung dan curah jantung dan pelepasan renin. Bronkokonstriksi


melalui antagonisme reseptor 2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 20.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg, 20 mg
Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat
antagonisme reseptor 2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek
terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

15. Pindolol (visken)


Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktifitas simpatomimetik intrinsik
juga aktifitas pemblokan 1 dan 2.
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal
jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 5(1x).

24
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
Efek samping : aktivitas simpatomimetik Intrinsik menurunkan
kemungkinan hipertensi balik (dengan mendilatasi arteri besar melalui 2).
Atau bronkospasme.

25
Vasodilator

Tabel terdahulu menyajikan obat-obatan yang menyebabkan fase dilatasi dengan


memblok vasokonstriksi yang di perantarai oleh a1. Vasedilatasi juga dapat
diinduksi dengan menghambat vasokonstriktor endogen lain atau dengan
mengaktifkan jalur vasodilatasi. Contoh vasodilator anatra lain:
Penghambat angiotensin convertin enzyme (ACE) menekan sintesis
angiotensis II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat ACE dapat
menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh.
Contoh obat:
1. Kaptopril (Capoten).
Mekanisme kerja: Menghambat ACE pada paru-paru, yang
mengurangi sintesis vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan aldosteron,
mengakibatkan natrioresis. Dapat merangsang produksi vasodilator
(bradikinin, prostaglandin).
Indikasi: Hipertensi. Terutama berguna untuk hipertensi dengan rennin
tinggi. Obat yang disuplai untuk pasien hipertensi nefropati diabetic karena
kadar glukosa tidak dipengaruhi. Gagal jantung digunakan dengan diuretik
digitalis.
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 25.
Maksimal: 100.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 12,5mg; 25mg; 50mg
Efek samping: Semua penghambat ACE: dosis pertama hipotensi, pusing,
proteinuri, ruam, takikardi, sakit kepala. Kaptopril jarang menyebabkan
agranulosikosis atau neutropeni.

2. Lisinopril (missal: Prinivil).


Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril
Indikasi : sama dengan kaptopril
Kontraindikasi : sama dengan kaptopril
Dosis : Awal: 5.
Maksimal: 20.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg, 20mg
Efek samping : sama dengan kaptopril.

26
3. Ramipril (Altase)
Benazepril (Lotensin).
Fosinopril.
Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril
Indikasi : sama dengan kaptopril
Kontraindikasi : sama dengan kaptopril
Dosis : Ramipril (Altase) : Awal: 1,25.
Maksimal: 5.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1,25mg; 2,5mg, 5mg
Benazepril (Lotensin) : Awal: 10.
Maksimal: 20.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10mg
Fosinopril. : Awal: 10.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 10mg
Efek samping : sama dengan kaptopril.

4. Enalapril (Vasotec).
Mekanisme Kerja : dikonversi menjadi asam enaloprilat yang bekerja seperti
kaptopril.
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat dan hipertensi renovaskuler, gagal
jantung (diuretic dan digitalis).
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 5.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg
Efek Samping : -
Blockers pintu masuk kalsium mencegah influks kalsium kedalam sel-sel otot
dinding pembuluh darah. Otot polos memutuhkan influks kalsium ekstra sel untuk
kontraksinya. Blokade influk kalsium mencegah kontraksi, yang menyenbabkan
vasodilatasi. Otot polos juga menyebabkan propulsi pada saluran cerna.
Penghambatan propulsi oleh blockers saluran kalsium menyebabkab konstipasi,
efek samping yang tercapai pada terapi blockers saluran kalsium. Otot jantung dan
jaringan penghantar tergantung pada influks natrium cepat dan influk kalsium
lamabat melalui saluarn-saluran yang terpisah untuk kontraksinya. Saluran
kalsium lambat terutama penting pada nodus S-A dan A-V. Blokade saluran-

27
saluran ini memperlambat jantung. Kontraksi otot skelet diinduksi oleh influks
cepat natrium, yang memicu pelepasan kalsium dari retikulim sarkoplasma.
Karena sel-sel ini tidak membutuhkan kalsium ekstrasel untuk kontraksinya,
blockers saluran kalisum tidak mempengaruhi otot skelet.
Contoh Obat :
1. Verapamil (isopten)
Mekanisme Kerja : memblok influks kalsium. Mendilatasi arteriol perifer,
menurunkan beban akhir. Memperlambat nodus A-V, mencegah irama
reentrant, melindungi miokardium selama iskemia singkat. Mempunyai
aktivitas pemblokan adrenergik alfa.
Indikasi : mengurangi frekuensi angina dan kebutuhan nitrat. Obat terpilih
untuk takikardi supraventrikular paroksismal akut. Memperlambat respon
ventrikel terhadap fibrilasi atrium. Hipertensi.
Kontraindikasi : pasien dengan digitalis atau bloker B4. Blok nodus A-V, sick
sinus sindrom, syok kardiogenik, gagal jantung, hipotensi..
Dosis : Awal: 80.
Maksimal: 320.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 80 mg
Efek samping : konstipasi, hipotensi, bradikardi, edema, gagal jantung
kongestif, blok nodus A-V, gangguan saluran cerna, pusing.

2. Diltiazen (cardizem)
Mekanisme Kerja : penurunan frekuensi jantung kurang nyata. Menurunkan
beban akhir dengan mendilatasi arteri perifer. Meningkatkan pasokan oksigen
ke miokardium ddengan mencegah spasme arteri koroner yang diindiksi
saraf simpatis.
Indikasi : mengurangi episode angina. Meningkatkan toleransi latihan anti-
angina stable. Juga digunakan sebagai anti hipertensi.
Kontraindikasi : blok nodus A-V sick sinus sindrom, hipotensi serta kongesti
paru.
Dosis : - biasa : Awal: 90.
Maksimal: 360.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 30mg, 60mg
- Lepas lambat : Awal: 180.
Maksimal: 360.
Frekuensi pemberian: 2x.

28
Sediaan : tablet 90mg, 180mg
Efek samping : edema, sakit kepala, pusing, astenia, mual, ruam.

3. Nifedipin (Procardia)
Mekanisme kerja : vasodilatasi perifer lebih poten. Sedikit depresi nodus.
Tidak mendilatasi arteri koroner. Menyebabkan reflek peningkatan frekuensi
dan curah jantung.
Indikasi : angina stable dan vvarian, hipertensi.
Kontraindikasi : hipotensi.
Dosis : - biasa : Awal: 15.
Maksimal: 30.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg
- Retard : Awal: 20.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10mg, 20mg
- Oros : Awal: 30.
Maksimal: 30.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 30mg
Efek samping : edema perifer , pusing, mual, hipotensi, infark miokard,
reflek takikardi edema paru.

4. Nikardipin (cardene)
Mekanisme Kerja : serupa dengan nifedifin
Indikasi : angina stable, kronik. Hipertensi.
Kontraindikasi : hipotensi
Dosis : - biasa : Awal: 60.
Maksimal: 120.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 20mg
- Lepas lambat : Awal: 80.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 40mg
Efek samping edema perifer, palpitasi, angina, pusing, sakit kepala,
kemerahan, astenia.

5. Isradipin (dynacric)

29
Mekanisme Kerja : secara selektif menghambat kontraksi otot polos vaskuler
dan konduksi nodus S-A dengan sedikit efek kontraktilitas jantung atau
konduksi nodus A-V.
Indikasi : angina hipertensi.
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 2,5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 2,5mg
Efek samping : takikardi, sakit kepala, edema perifer, dan kemerahan.

6. Nimodipin (nimotop)
Mekanisme Kerja : bloker pintu masuk kalsium dengan efek paling besar
pada vasodilatasi arteri serebral.
Indikasi : mengurangi kerusakan SSP yang disebabkan oleh vasospasme
setelah perdarahan subaraknoid.
Kontraindikasi : -
Efek samping : karsinogenik dan teratogenik pada hewan percobaan. Paling
sering sakit kepala dan diare.

7. Bepridil (vascor)
Mekanisme kerja : sedikit vasodilatasi. Mengurangi frekuensi dan
kontraktilitas. Memperlambat konduksi.
Indikasi : angina, bila obat lain gagal. Tidak diindikasikan untuk hipertensi.
Kontraindikasi : pernah aritmia ventrikel.
Dosis : -
Efek samping : takikardi, ventrikel, aritmia, sakit kepala, mual, pusing.

8. Felodipin (plendil)
Mekanisme Kerja : cakupan efek masih diteliti.
Indikasi : hipertensi.
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg
Efek samping : edema perifer, kemerahan, sakit kepala, pusing.

30
Vasodilator langsung merelaksasi sel-sel otot polos yang mengelilingi
pembuluh darah dengan mekanisme yang belum jelas, tetapi mungkin melibatkan
pembentukan nitrik oksida oleh indotel vaskular.
Obat jenis ini merupakan obat yang poten terutama jika dikombinasi dengan
beta-bloker dan tiazid.

Penting: hati-hati terhadap bahaya penurunan tekanan darah yang sangat cepat.

Diazoksid juga digunakan melalui injeksi intravena pada keadaan


kedaruratan hipertensi; tapi pada anak bukan merupakan terapi lini
pertama.

Hidralazin yang diberikan secara oral merupakan tambahan yang


berguna pada antihipertensi lain, namun jika digunakan secara tunggal
dapat menyebabkan takikardia dan retensi cairan. Kejadian efek samping
dapat dikurangi jika dosis dipertahankan dibawah 100 mg per hari, tetapi
perlu diduga adanya lupus eritematosus sistemik jika terjadi penurunan
berat badan, artritis atau penyakit lain yang tidak dapat dijelaskan.

Natrium nitroprusid diberikan melalui infus intravena untuk


mengendalikan krisis hipertensi berat jika diperlukan terapi parenteral.

Pada anak, pada dosis rendah obat ini mengurangi resistensi vaskular sistemik
dan meningkatkan curah jantung. Pada dosis tinggi dapat menyebabkan hipotensi
berlebihan. Oleh karena itu pemantauan tekanan darah harus dilakukan secara
terus-menerus. Natrium nitroprusid dapat digunakan untuk pengendalian hipotensi
paradoks sesudah pembedahan koarktasio aorta.

Minoksidil hanya digunakan sebagai terapi cadangan untuk


hipertensi berat yang resisten terhadap obat lain. Vasodilatasi disertai
dengan peningkatan curah jantung dan takikardia, dan pasien dapat
mengalami retensi cairan. Oleh karena itu, harus ditambahkan beta-bloker
dan diuretika (biasanya furosemid dosis tinggi). Obat ini tidak cocok
diberikan pada wanita karena menimbulkan hipertrikosis.

31
Prazosin, doksazosin, dan terazosin (2.3.3) memiliki sifat
menghambat reseptor alfa dan vasodilator.

Iloprost diindikasikan untuk hipertensi paru dan harus digunakan


di bawah pengawasan dokter spesialis.

BERAPROST

Indikasi:

hipertensi paru primer; perbaikan tukak, nyeri dan rasa dingin yang disebabkan
oleh oklusi arteri kronik.

Peringatan:

meningkatkan risiko perdarahan pada kondisi menstruasi; pengobatan sebaiknya


dihentikan jika terjadi efek samping yang bermakna secara klinis; lansia;
menyusui; anak

Interaksi:

meningkatkan risiko perdarahan pada penggunaan bersama dengan antikoagulan


(misal warfarin), antiplatelet (misal asetosal, tiklopidin), fibrinolitik (misal
urokinase); peningkatan efek penurunan tekanan darah pada penggunaan bersama
dengan golongan prostaglandin I2.
Kontraindikasi:

perdarahan; kehamilan

Efek Samping:

perdarahan, syok, pneumonia interstisial, gangguan fungsi hati, angina pektoris,


infark miokard, reaksi hipersensitivitas, sakit kepala,pusing, hot flushes, diare,
mual, nyeri abdomen, anoreksia, peningkatan bilirubin, AST, ALT, LDH,
trigliserida.
Dosis:

hipertensi paru primer: dosis awal, 60 mcg sehari dalam 3 dosis terbagi, sesudah
makan, dapat ditingkatkan hingga maksimum 180 mcg sehari dalam 3-4 dosis

32
terbagi; perbaikan tukak, nyeri dan rasa dingin yang disebabkan oleh oklusi arteri
kronik: Dewasa, dosis lazim 120 mcg sehari dalam 3 dosis terbagi.

HIDRALAZIN HIDROKLORIDA

Indikasi:

hipertensi sedang hingga berat (sebagai terapi tambahan); gagal jantung (dengan
nitrat kerja panjang, tapi kombinasi ini sering tidak dapat ditoleransi); krisis
hipertensi (sebagai terapi alternatif pada kehamilan).

Peringatan:

gangguan fungsi hati ; gangguan fungsi ginjal ; penyakit arteri koroner (dapat
menyebabkan angina, hindari penggunaannya setelah infark miokard, tunggu
hingga stabil), penyakit serebrovaskular; kadang, menyebabkan penurunan
tekanan darah terlalu cepat walaupun pada dosis rendah; kehamilan ; menyusui.

Interaksi:

lihat lampiran 1 (hidralazin)

Kontraindikasi:

lupus eritematosus sistemik idiopatik, takikardia berat, gagal jantung curah tinggi,
insufisiensi miokard akibat obstruksi mekanik, cor pulmonale, aneurism aorta,
porfiria.
Efek Samping:

takikardi, palpitasi, wajah memerah, hipotensi, retensi cairan, gangguan saluran


cerna, sakit kepala, pusing, sindroma seperti lupus eritematosus sistemik setelah
penggunaan jangka panjang dengan dosis lebih dari 100 mg per hari (atau dengan
dosis yang lebih rendah pada wanita dan individu dengan asetilator lambat);
jarang terjadi: kulit kemerahan, demam, neuritis perifer, polineuritis, parestesia,
artralgia, mialgia, lakrimasi yang meningkat, kongesti nasal, dispnea, agitasi,
ansietas, anoreksia; ada laporan gangguan darah (termasuk leukopenia,
trombositopenia, anemia hemolitik), abnormalitas fungsi hati, jaundice, kreatinin
plasma meningkat, proteinuria dan hematuria.

33
Dosis:

Oral, hipertensi, 25 mg dua kali sehari, dapat ditingkatkan hingga maksimal 50


mg dua kali sehari; gagal jantung (dosis awal dilakukan di rumah sakit) 25 mg 3-4
kali sehari, jika diperlukan dosis dapat ditingkatkan setiap 2 hari; dosis penunjang
lazim 50-75 mg empat kali sehari; Injeksi intravena lambat, hipertensi dengan
komplikasi ginjal dan krisis hipertensi, 5-10 mg diencerkan dengan 10 mL NaCl
0,9%; dapat diulangi setelah 20-30 menit (lihat peringatan); Infus intravena,
hipertensi dengan komplikasi ginjal dan krisis hipertensi, dosis awal 200-300
mcg/menit; dosis penunjang 50-150 mcg/menit.

ILOPROST

Indikasi:

hipertensi paru primer atau sekunder yang disebabkan penyakit jaringan ikat
(connective tissue disease) atau akibat obat, pada tahap sedang sampai berat.
Sebagai tambahan, pengobatan hipertensi paru yang disebabkan
tromboembolisme paru kronik yang tidak bisa dilakukan pembedahan

Peringatan:

hipertensi paru tidak stabil dengan gagal jantung kanan yang lanjut; hipotensi
(jangan dimulai pemberian obat jika tekanan sistolik di bawah 85 mg Hg), infeksi
paru akut, kerusakan hati, gagal ginjal yang memerlukan dialisis.

Interaksi:

heparin, kumarin, asam asetilsalisilat, AINS, tiklodipin, klopidogrel dan


glikoprotein IIb/IIIa antagonis (absiksimab, eftifibatid dan tirofiban).

Kontraindikasi:

kehamilan dan menyusui akan meningkatkan resiko pendarahan (tukak lambung


aktif, trauma, perdarahan intrakranial), angina tidak stabil atau penyakit jantung
koroner berat, infark miokard dalam 6 bulan terakhir, gagal jantung dekompensasi
(kecuali jika di bawah pengawasan dokter), aritmia berat, kongesti paru, kejadian
serebrovaskular dalam 3 bulan terakhir (serangan iskemik transien atau stroke),

34
hipertensi paru akibat penyakit oklusif vena, kelainan katup jantung kongenital
atau yang didapat dengan gejala klinis fungsi miokard yang relevan namun tidak
terkait dengan hipertensi paru, hipersensitif.

Efek Samping:

sangat umum: sakit kepala, vasodilatasi, peningkatan batuk, mual, nyeri


rahang/trismus; umum: pusing, hipotensi, sinkop, dispnea, diare, muntah, iritasi
mulut dan lidah, ruam kulit, nyeri punggung; frekuensi tidak diketahui:
hipersensitivitas, bronkospasme/wheezing, disgeusia

Dosis:

melalui inhalasi: 2,55 mcg, 69 kali sehari, dapat ditambah tergantung respon
dan tolerabilitas.

MINOKSIDIL

Indikasi:

hipertensi berat, sebagai tambahan pada terapi diuretika dan beta-bloker

Peringatan:

lihat keterangan diatas; angina; setelah infark miokard (tunggu hingga stabil);
dosis rendah pada pasien dialisis; porfiria; kehamilan.

Interaksi:

lihat lampiran 1 (minoksidil)

Kontraindikasi:

feokromositoma

Efek Samping:

retensi cairan dan natrium, berat badan meningkat, edema perifer, takikardi,
hipertrikosis, peningkatan kreatinin yang reversibel; kadang-kadang, gangguan
saluran cerna, payudara menegang, kulit kemerahan.

35
36
Dosis:

Dosis awal 5 mg (lansia, 2,5 mg), dalam 1-2 dosis, ditingkatkan menjadi 5-10 mg
setiap 3 hari atau lebih; maksimal 50 mg sehari.

NATRIUM NITROPRUSID

Indikasi:

krisis hipertensi, untuk mendapatkan penurunan tekanan darah yang terkontrol


pada anestesi; gagal jantung kronik atau akut.

Peringatan:

hipotiroidism, hiponatremia, penyakit jantung iskemik, sirkulasi serebral yang


terganggu, lansia, hipotermia, monitor tekanan darah dan kadar sianida dalam
darah, jika terapi berlangsung lebih dari 3 hari, juga perlu dimonitor kadar
tiosianat dalam darah; hindari penghentian secara mendadak - hentikan infus
selama 15-30 menit; gangguan fungsi hati (lampiran 2), gangguan fungsi ginjal
(lampiran 3); kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5)

Interaksi:

lihat lampiran 1 (nitroprusid)

Kontraindikasi:

defisiensi vitamin B12 berat, atropi optik Leber; hipertensi sekunder


Efek Samping:

disebabkan oleh pengurangan tekanan darah yang terjadi secara cepat (kurangi
kecepatan infus): sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, nyeri lambung,
berkeringat, palpitasi, rasa was-was, rasa tidak nyaman pada bagian retrosternal;
jarang terjadi: penurunan jumlah platelet, flebitis transien akut.

Dosis:

37
Krisis hipertensi, secara infus intravena, dosis awal 0,5-1,5 mcg/kg bb/menit,
kemudian ditingkatkan bertahap 500 nanogram/kg bb/menit setiap 5 menit dalam
kisaran 0,5-8 mcg/kg bb/menit (dosis lebih rendah jika sudah mendapat
antihipertensi lain); penggunaan dihentikan jika dalam 10 menit, respons tidak
memuaskan dengan dosis maksimal. Telah digunakan dosis awal lebih rendah 300
nanogram/kg bb/menit; Menjaga tekanan darah diastolik 30-40% lebih rendah
dari sebelum terapi, 20-400 mcg/menit (dosis lebih rendah untuk pasien yang
sudah mendapat antihipertensi lain); Mengontrol hipotensi saat pembedahan,
dengan infus intravena, maksimal 1,5 mcg/kg bb/menit; Gagal jantung, dengan
infus intravena, dosis awal 10-15 mcg/menit, ditingkatkan setiap 5-10 menit
sesuai kebutuhan; dosis lazim 10-200 mcg/menit, maksimal 3 hari.

2.2 PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, TERSIER


HIPERTENSI
Pencegahan hipertensi dilakukan untuk mengurangi terjadinya komplikasi
yang tidak diinginkan. Pencegahan hipertensi dapat dilakukan sebelum, selama,
ataupun sesudah terjadi insiden hipertensi.

Pencegahan Hipertensi secara Premordial

Pencegahan hipertensi secara premordial yaitu upaya pencegahan munculnya


faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya faktor yang
menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya hipertensi mendapat
dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor lainnya, misalnya
menciptakan kondisi sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu
kebiasaan yang kurang baik dan masyarakat mampu bersikap positif terhadap
bukan perokok, merubah pola konsumsi masyarakat yang sering mengonsumsi
makanan cepat saji.

2.2.1 Pencegahan Hipertensi secara Primer

Pencegahan hipertensi secara primer dilakukan dengan pencegahan


terhadap faktor risiko yang tampak pada individu atau masyarakat. Sasaran pada

38
orang sehat yang berisiko tinggi dengan usaha peningkatan derajat kesehatan
yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal
dan menghindari faktor resiko timbulnya hipertensi.

Pencegahan primer penyebab hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi/menghindari setiap perilaku yang memperbesar resiko, yaitu


menurunkan berat badan bagi yang kelebihan berat badan dan kegemukan,
menghindari meminum minuman beralkohol, mengurangi/membatasi asupan
natrium/garam, berhenti merokok bagi perokok, mengurangi/menghindari
makanan yang mengandung makanan yang berlemak dan kolesterol tinggi

2. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu melakukan


olahraga secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, jalan kaki,
berlari, naik sepeda, berenang, dan lain-lain, diet rendah lemak dan
memperbanyak mengonsumsi buah-buahan dan sayuran, mengendalikan stres
dan emosi.
3. Tidur yang cukup, antara 6-8 jam per hari
4. mengurangi makanan berkolesterol tinggi dan perbanyak perbanyak
aktifitas fisik untuk mengurangi berat badan. Berdasarkan penelitian oleh
Clinical and Public Health Advisory from the National High Blood Pressure
Education Program Amerika Serikat bahwa penurunan berat badan sebesar
4,4 kg dapat menurunkan tekanan darah sampai dengan 7.0 mmHg dan
aerobik selama 30 menit setiap hari bisa menurunkan tekanan darah sampai
4.05 mmHg.
5. Kurangi konsumsi alcohol.
6. Konsumsi Minyak ikan. Telah diketahui bahwa peningkatan konsumsi
minyak ikan yang mengandung Asam Lemak (omega-3) dapat menurunkan
tekanan darah secara signifikan terutama bagi mereka yang menderita
diabetes.
7. Suplai kalsium, meskipun hanya menurunkan sedikit tekanan darah
tapi kalsium juga cukup membantu.

2.2.2 Pencegahan Hipertensi secara Sekunder

39
Sasaran utama adalah pada mereka terkena penyakit hipertensi melalui
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan mencegah proses
penyakit lebih lanjut dan timbulnya komplikasi.

Pencegahan bagi mereka yang terancam dan menderita hipertensi adalah sebagai
berikut:

1. Pola makanam yamg sehat


2. Mengurangi garam dan natrium di diet anda
3. Fisik Aktif
4. Mengurangi Akohol Intake

5. Berhenti Merokok

Pemeriksaan berkala

1. Pemeriksaan/pengukuran tekanan darah secara berkala oleh dokter


secara teratur merupakan cara untuk mengetahui apakah kita menderita
hipertensi atau tidak.

2. Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau


tanpa obat-obatan anti hipertensi.

Pengobatan/perawatan

1. Pengobatan yang segera sangat penting dilakukan sehingga


penyakit hipertensi dapat segera dikendalikan.

2. Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkolesterolemia,


diabetes melitus dan lain-lain.

3. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas


hidup penderita tidak menurun.

4. Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi, baik


tungggal maupun majemuk.

40
5. Memperkecil efek samping pengobatan.

6. Menghindari faktor resiko penyebab hipertensi seperti yang


disebutkan di atas.

7. Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes melitus, kelainan


pada ginjal, hipertiroid, dan sebagainya yang dapat memperberat
kerusakan organ.

2.2.3 Pencegahan Hipertensi secara Tersier

Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
cacat/kelumpuhan dan kematian karena penyakit hipertensi.

Pencegahan tersier penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga


kualitas hidup penderita tidak menurun.

2. Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak


menimbulkan kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan
stroke dan kelumpuhan anggota badan. Memulihkan kerusakan organ
dengan obat antihipertensi

41
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang
mana dapat dihadapi baik itu dibeberapa negara yang ada didunia maupun di
Indonesia. Dengan pola hidup sehat kita bisa terhindar dari penyakit hipertensi.

Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya


interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai penelitian
telah menghubungkan antara berbagai faktor resiko terhadap timbulnya hipertensi.

Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit


degeneratif, seperti gagal jantung congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler.
Hipertensi disebut silent killer karena sifatnya asimptomatik dan setelah
beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Pencegahan
hipertensi dapat dilakukan dengan pencegahan primer, sekunder dan tersier, dan
juga melalui terapi antihipertensi yang dilaksanakan secara teratur dengan
kepatuhan penderita yang baik.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun baik secara
langsung atau tidak langsung untuk kesempurnaan makalah ini dan untuk
kebaikan bersama. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekeliruan untuk itu kami menerima saran dan kritik anda guna
menyusun makalah yang lebih baik.

42
DAFTAR PUSTAKA

( Sugiri, http ://www. smallcrab. com/ kesehatan/25- healthy/87- faktor-


risiko terjadinya-hipertensi, di akses tanggal 10 juni 2014).
Http://www.news-medical.net/health/Rheumatic-Fever Diagnosis
%28Indonesian%29.aspx. Diakses tanggal 10 juni 2014).
Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet edisi baru, Jakarta : Gramedia.
Depkes, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT
HIPERTENSI. 2006
Goodman, Cathrine Cavallaro .1998. Pathology Implication for The
Physical Therapist. US : W. B. Saunders company
Ruhyanuddin, Faqih. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem KARDIOVASKULER. Malang : UMM Press
Stump, Kathleen Mahan, Sylvia Escoot. 1996. Krauses Food, Nutrition, &
Diet Therapy. 9th edition. W. B. Saunders Company
http://fkmutu.blogspot.com/, diakses tanggal 10 juni 2014
http://www.psychologymania.com/2012/10/pencegahan-
hipertensi.html, diakses tanggal 10 juni 2014

43

Anda mungkin juga menyukai