Disusun oleh:
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan keridloan-Nya makalah ini dapat terselesaikan. Terimakasih kami ucapkan
kepada dosen pembimbing untuk mata kuliah perekonomian Indonesia, bapak Y.
Sutomo. Dimana selama ini telah banyak memberi arahan dan bimbingan kepada
kami. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih pula pada pihak-pihak lain yang
karya tulisnya kami jadikan referensi dalam proses pembuatan makalah ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Sama halnya dengan makalah ini
yang masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami menerima dengan sepenuh
hati saran maupun kritik yang konstruktif dari pembaca agar kedepannya kami
dapat memperbaiki dan membuat makalah lain yang lebih baik.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar..................................................................................................................
2
Daftar
Isi............................................................................................................................ 3
Bab 1
Pendahuluan............................................................................................................
4
Latar Belakang
Masalah.................................................................................................... 4
Permasalahan..............................................................................................................
....... 5
Tujuan........................................................................................................................
........ 5
Bab II Landasan
Teori....................................................................................................... 6
Bab III
Pembahasan.......................................................................................................... 7
Bab IV
Penutup................................................................................................................. 12
Kesimpulan................................................................................................................
......... 12
Saran...........................................................................................................................
........ 12
Daftar
Pustaka.................................................................................................................... 1
3
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu rahmat yang patut disyukuri dari kemerdekaan bangsa Indonesia adalah
tetap tegaknya kesatuan bangsa dalam kemajemukan dan kebhinnekaan.
Kemerdekaan tidak hanya diisi dengan semboyan-semboyan persatuan, melainkan
telah pula diwujudkan dengan kemajuan fisik. Tampak pula bahwa kian muncul
kesadaran yang meluas bahwa daerah harus lebih diberdayakan dengan
memberikan peluang dan keleluasaan untuk menata dirinya sendiri. Kesadaran
tersebut juga tercermin dari tekad pemerintah untuk mempercepat pembangunan
di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Ketika otonomi daerah dicanangkan oleh pemerintah pusat tanggal 1 januari 2001,
banyak yang mempertanyakan apakah otomatis akan terjadi perubahan paradigma
yang mendasar dan bersifat struktural. Pasalnya, “lagu “ yang berkumandang
diseluruh profinsi kabupaten dan kota di Indonesia adalah sentralisasi yang
dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia
(Kuncoro, 1995). Sentralisasi birokrasi maupun konsentrasi geografis aktivitas
bisnis kearah pusat kekuasaan dan modal menjadi keniscayaan. Tak pelak,
pembangunanpun bias ke kawasan barat iIndonesia, khususnya jawa dan daerah
metropolitan.
Salah satu fenomena paling mencolok dari hubungan antara sistem pemda dengan
pembangunan adalah ketergantungan pemda yang tinggi terhadap pemerintah
pusat. Pembangunan di daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat
ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari
pembangunan juga semakin besar. Ketergantungan fiskal terlihat dari relatif
rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat.
Otonomi daerah sekarang bukan hanya sekedar tuntutan politis, tetapi sudah
menjadi tuntutan zaman yang tidak terelakkan. Pada akhirnya, keberhasilan
pembangunan memang akan lebih bermakna jika bisa dinikmati oleh seluruh
lapisan masyarakat di tanah air.
2. Permasalahan
3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
LANDASAN TEORI
Dalam mendukung penjabaran pada judul makalah ini, maka makalah ini
diperkuat oleh landasan teori sebagai berikut:
Menurut KBBI, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Hakikat Otonomi
Hakikat otonomi adalah mengembangkan manusia-manusia Indonesia yang
otonom, yang memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi-potensi terbaik
yang dimiliki setiap individu secara optimal. Oleh karena itu, penguatan otonomi
daerah harus membuka kesempatan yang sama dan seluas-luasnya bagi setiap
pelaku dalam rambu-rambu yang disepakati bersama sebagai jaminan
terselenggaranya social order.
Definisi otonomi daerah sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.”
BAB III
PEMBAHASAN
2. Trend Desentralisasi
Salah satu pilar yang harus ditegakkan dalam mengembangkan otonomi daerah
yang lebih nyata adalah aspek pembiayaan. Tanpa keseimbangan pemberian
otonomi antara tugas dan tanggung jawab dengan aspek pendanaanya, maka
esensi otonomi menjadi kabur.
Di sinilah salah satu masalah utama dari pemberdayaan daerah dalam upaya
pemerataan pembangunan. Profil hubungan keuangan pusat-daerah hingga kini
menujukan cengkeraman pemeritah pusat yang teramat kuat atas pemeritah
daerah. Tanpa adanya perubahan yang cukup mendasar dalam pola hubungan
keuangan pusat-daerah, agak sulit mebayangkan terjadinya perbaikan
ketimpangan pembagunan antardaerah.
Meskipun disadari masih terbuka peluang yang cukup besar dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah, namun tampaknya untuk mengakselerasikan proses
pembangunan di daerah mutlak memerlukan pengaturan kembali dalam hubungan
keuangan pusat-daerah.
Dari paparan diatas, sangat kentara betapa tuntutan otonomi daerah dan
perimbangan keuangan pusat-daerah saling terkait satu sama lain, ibarat dua sisi
dari satu koin.
3. Otonomi Daerah
Bagi Badan Standardisasi Nasional, boleh jadi yang menjadi concern adalah
standardisasi pada tingkat nasional. Jika demikian halnya, hendaknya
standardisasi yang diterapkan lebih bersifat memacu kulitas dan melindungi
konsumen serta masyarakat ketimbang sebagai prasyarat yang ketat. Adapun
untuk standardisasi yang berada pada tingkat propinsi dan kabupaten, lebih
diarahkan untuk kegiatan-kegiatan daerah yang ruang lingkup dan dampaknya
lebih terbtas (non-traded).
a. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka
pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas
lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah
pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi
masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih
banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat.
Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah
serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Dengan
melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat
sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cenderung lebih mengerti
keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya dari
pada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang
dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian
penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu,
maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras miskin tersebut untuk
membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat.
Selain itu, denga system otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil
kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, tanpa harus melewati prosedur
di tingkat pusat.
b. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-
oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan
Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada
kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang
dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya,
atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang
Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system
otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih sulit mengawasi jalannya
pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem. Otonomi daerah
membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat
memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi
pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul
persaingan bisnis antar daerah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan
ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin
gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah pendapatannya kurang akan
tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah sangat
mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu “Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
Tidak semua daerah memiliki kemampuan dan potensi yang sama dalam
melaksanakan kebijakan otonomi daerah dan dalam menghadapi persaingan
bebas. Adalah tugas pemerintah pusat untuk membantu mengembangkan daerah-
daerah yang belum mampu “berdiri sendiri”. Dengan begitu, diharapkan
globalisasi akan memberikan dampak baik yang lebih merata dari
terjadinya expansion and dispersion of wealth, bukannya concentration of wealth.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/19470904/Otonomi-Daerah