Anda di halaman 1dari 15

Tugas Kelompok

Dasar – Dasar Muamalah


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Mata Kuliah : Fiqih Muamalah


Dosen Pengampu : Gatot Bintoro Putra Aji M.E. Sy.

Kelas C
Kelompok 1
Kurnia Firda Azizah 2121020063
Nurmahlika 2121020082
Rio Pradana Saputra 2121020099

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan muamalah merupakan persoalan yang senantiasa aktual di
tengah-tengah masyarakat. Karena ia berkembang sesuai dengan perkembangan
dan peradaban pengetahuan dan kebutuhan manusia itu sendiri. Dengan demikian
persoalan muamalah suatu hal yang pokok dan menjadi tujuan penting agama
Islam dalam memperbaiki kehidupan manusia. Atas dasar itulah hukum
muamalah diturunkan oleh Allah dalam bentuk global dan umum saja dengan
mengemukakan prinsip dan norma antara sesama manusia. Manusia kapanpun
dan di manapun harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT, sekalipun dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala aktivitas
manusia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Dengan kata lain,
dalam Islam tidak ada pemisahan antara amal dunia dan amal akhirat, sebab
sekecil apapun aktivitas manusia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah
SWT agar kelak selamat di akhirat.1 Islam adalah agama yang sempurna
(komprehensif) yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik akidah, ibadah,
akhlak, maupun muamalah2. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan
keharmonisaan hubungan manusia dengan Khaliq-Nya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa Saja Pembagian Fiqih Muamalah?
2. Bagaimana Asas Hukum Muamalah dalam Islam?

1
Rachmat Syafei,Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001),h. 15.
2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah (Fiqh Muamalah), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012), h. 5.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Teori
1.1 Pembagian Muamalah
Menurut Ibn 'Abidin, fiqh muamalah terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
a. Mu'awadlah Maliyah (Hukum Kebendaan),
b. Munakahat (Hukum Perkawinan),
c. Muhasanat (Hukum Acara),
d. Amanat dan 'Aryah (pinjaman),
e. Tirkah (Harta Peninggalan).3
Ibn 'Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan muamalah secara
luas sehingga munakahat termasuk salah satu bagian fiqh muamalah, padahal
munakahat diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh munakahat. Demikian
pula tirkat, harta peninggalan atau warisan, juga termasuk bagian fiqh muamalah,
padahal tirkak sudah dijelaskan dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh mawaris.
Al-Fikri dalam kitabnya, "Al-Muamalah al-Madiyah wa al-Adabiyak,
menyatakan bahwa muamalah dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :4
1. Al-Muamalah al-madiyah adalah muamalah yang mengkaji objeknya
sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah adalah
muamalah bersifat kebendaan karena objek figh muamalah adalah benda
yang halal, haram dan syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang
memadaratkan dan benda yang mendatangkan kemaslahatan bagi manusia,
serta segi-segi yang lainnya.
2. Al-Mu'amalah al-adabiyak ialah muamalah yang ditinjau dari segi cara
tukar-menukar benda yang bersumber dari panca manusia, yang unsur
penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban kewajiban, misalnya jujur,
hasud, dengki, dendam.

3
Lihat Nana Masduki, dalam; Fiqih Muamalah Madiyah, (diktat), IAIN, Sunan Gunung Djati,
Bandung 1987 hlm. 4.
4
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada : 2016) cet. 10, hal, 4

2
Muamalah madiyah yang dimaksud al Fikri ialah aturan-aturan yang
ditinjau dari segi objeknya. Oleh karena itu, jual beli benda bagi Muslim bukan
hanya sekadar memperoleh untung yang sebesar besarnya, tetapi secara vertikal
bertujuan untuk memperoleh ridha Allah dan secara horizontal bertujuan untuk
memperoleh keun tungan sehingga benda-benda yang diperjualbelikan akan
senantiasa dirujukkan kepada aturan aturan Allah. Benda-benda yang haram
diperjualbelikan menurut syara' tidak akan diperjualbelikan, karena tujuan jual beli
bukan semata ingin memperoleh keuntungan, tetapi juga nidha Allah.
Muamalah al-adabiyak ialah aturan-aturan Allah yang wajib diikuti dilihat
dari segi subjeknya. Muamalah Adabiyah ini berkisar pada keridhaan kedua belah
pihak, ijab kabul, dusta, menipu, dan yang lainnya.
Pembagian muamalah di atas dilakukan atas dasar kepentingan teoretis
semata-mata sebab dalam praktiknya, kedua bagian muamalah tersebut tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Pembagian lain Fikih Muamalah dilakukan oleh Ghufron A. Mas’adi
yang membanginya menjadi:
1. Hukum benda yang meliputi tiga pokok kajian utama; konsep harta (al-
mâl), konsep hak (al-huqûq), dan konsep kepemilikan (al-milkiyyah).
2. Konsep umum akad (al-‘uqûd)
3. Akad-akad khusus, seperti jual beli, sewa-menyewa, penanggungan, gadai,
obligasi, ATM, dan sebagainya.

1) Hukum Benda, terdiri dari:


Pertama, konsep harta (al-mâl), meliputi pembahasan tentang
pengertian harta, unsur-unsur dan pembagian jenis-jenis harta. Kedua,
konsep hak (al-huqûq), meliputi pembahasan tentang pengertian hak,
sumber hak, perlindungan dan pembatasan hak, dan pembagian jenis-
jenis hak. Ketiga, konsep tentang hak milik (al-milkiyah), meliputi
pembahasan tentang pengertian hak milik, sumber-sumber pemilikan,
dan pembagian macam-macam hak milik.

3
2) Konsep umum akad, membahas tentang pengertian akad dan tasharruf,
unsur-unsur akad dan syariat masing-masing unsur, dan macam-macam
akad.
3) Aneka macam akad khusus membahas tentang berbagai macam
transaksi muamalah seperti berikut:
a. jual beli (al-bai’ at tijârah)
b. gadai (rahn)
c. jaminan dan tanggungan (kafâlah dan dhamân)
d. pemindahan hutang (hiwalah)
e. perseroan atau perkongsian(asy-syirkah)
f. perseoran harta dan tenaga (al-mudhârabah)
g. sewa menyewa (al-ijârah)

1.2 Asas Hukum Muamalah dalam Islam


Dalam muamalah, harus dilandasi beberapa asas, karena tanpa asas ini,
suatu tindakan tidak dinamakan sebagai muamalah, Asas muamalah terdiri dari:
a. Asas ‘adalah (keadilan) atau pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan
dalam bidang muamalah yang bertujuan agar harta tidak hanya dikuasai
oleh segelintir orang saja, tetapi harus didistribusikan secara merata di
antara masyarakat, baik kaya maupun miskin, dengan dasar tujuan ini maka
dibuatlah hukum zakat, shodaqoh, infaq.
b. Asas Mu’awanah mewajibkan seluruh muslim untuk tolong menolong dan
membuat kemitraan dengan melakukan muamalah, yang dimaksud dengan
kemitraan adalah suatu startegi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama
dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
c. Asas Musyarakah menghendaki bahwa setiap bentuk muamalah kerjasama
antar pihak yang saling menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat
melainkan bagi keseluruhan masyarakat, oleh karena itu ada harta yang
dalam muamalat diperlakukan sebagai milik bersama dan sama sekali tidak
dibenarkan dimiliki perorangan.

4
d. Asas Manfaah (tabadulul manafi’) berarti bahwa segala bentuk kegiatan
muamalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bagi pihak yang
terlibat, asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta’awun (tolong
menolong/ gotong royong) atau mu’awanah (saling percaya) sehingga asas
ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam
masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluannya masing-masing
dalam rangka kesejahteraan bersama.Asas manfaah adalah kelanjutan dari
prinsip pemilikan dalam hukum Islam yang menyatakan bahwa segala yang
dilangit dan di bumi pada hakikatnya adalah milik Allah swt, dengan
demikian manusia bukanlah pemilik yang berhak sepenuhnya atas harta
yang ada di bumi ini, melainkan hanya sebagai pemilik hak
memanfaatkannya.
e. Asas Antaradhin atau suka sama suka menyatakan bahwa setiap bentuk
muamalat antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan
masing-masing, Kerelaan disini dapat berarti kerelaan melakukan suatu
bentuk muamalat, maupun kerelaan dalam arti kerelaan dalam menerima
dan atau menyerahkan harta yag dijadikan obyek perikatan dan bentuk
muamalat lainnya.
f. Asas Adamul Gharar berarti bahwa pada setiap bentuk muamalat tidak
boleh ada gharar atau tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu
pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya sehingga mengakibatkan
hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi.
g. Kebebasan Membuat Akad/ kontrak merupakan prinsip hukum yang
menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa
terikat pada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang-undang
syariah dan memasukkan klausul apa saja dalam akad yang dibuatnya itu
sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta bersama
dengan jalan batil.
h. al Musawah, asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya
bahwa setiap pihak pelaku muamalah berkedudukan sama.

5
i. Ash shiddiq, dalam Islam manusia diperintahkan untuk menjunjung
kejujuran dan kebenaran, jika dalam bermuamalah kejujuran dan kebenaran
tidak dikedepankan, maka akan berpengaruh terhadap keabsahan
perjanjian. Perjanjan yang didalamnya terdapat unsur kebohongan menjadi
batal atau tidak sah.5
Ulama fikih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah
diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya. Dengan
demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang
sepanjang belum/tidak ditemukan nash yang secara sharih melarangnya. Berbeda
dengan ibadah, hukum asalnya adalah dilarang. Kita tidak bisa melakukan sebuah
ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang memerintahkannya, ibadah kepada
Allah tidak bisa dilakukan jika tidak terdapat syariat dari-Nya.
Pokok dari kegiatan muamalah hukumnya mubah (boleh). Kegiatan
transaksi apapun hukumnya halal, selama tidak ada nash yang mengharamkannya.
Berbeda dengan ibadah, yang pokoknya hukumnya haram, tidak boleh
menjalankan suatu ibadah yang tidak ada tuntunan syari’ahnya.

B. Analisis Teori
Perilaku Ekonomi Dalam Bingkai Antara Al-Mu’amalah
Al-Maddiyah Dan Al-Mu’amalah Al-Adabiyah

Terbatasnya sumber daya ekonomi dan keinginan manusia yang tidak


terbatas, membuat manusia melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ada yang menghalalkan segala cara dalam melakukan aktivitas
ekonominya, namun tidak sedikit yang berpegang teguh kepada ajaran Islam dalam
melakukan aktivitas ekonomi sesuai dengan syari’at Islam. Ekonomi Islam
mengharuskan semua pengikut dan pelaku ekonomi untuk berperilaku sesuai
dengan ajaran Islam, sehingga diharapkan tercipta suatu lingkungan ekonomi yang
penuh dengan keadilan, kebajikan, kooperatif, saling menguntungkan dan tidak ada

5
Abdul Munib, ‘’Hukum Islam dan Muamalah’’, jurnal Penelitian dan Pemikiran
Islam.Vol.5.No.1, Februari 2018. Hal. 74.

6
yang dirugikan. Dengan kata lain, perilaku ekonomi yang sesuai dengan Syari’ah.
Berkaitan dengan perilaku manusia dalam aktivitas ekonomi, penulis mencoba
membahas perilaku manusia yang berkaitan dengan materi (al-Mu’amalah al-
Maddiyah) dan perilaku manusia yang berkaitan dengan sikap kesopan santunan
diantara manusia (al-Mu’amalah al-Adabiyah).
Dalam makalah ini penulis ingin membahas perilaku manusia terutama
pelaku ekonomi dalam kerangka perilaku al-Mu’amalah al-Maddiyah dan al-
Mu’amalah al-Adabiyah. Saya tidak bermaksud untuk menyajikan seluruh macam-
macam al-Mu’amalah termasuk syarat dan rukunnya, tetapi saya akan menyajikan
beberapa macam al-Mu’amalah saja dan kemudian lebih menekankan rahasia-
rahasia dan hikmah yang terkandung serta kemaslahatan dibalik apa yang telah
disyari’atkan oleh Allah terutama yang berkenaan dengan kehidupan sosial-
ekonomi masyarakat.6

Al-Mu’amalah Al-Maddiyah
Al-Mu’amalah al-Maddiyah, yaitu suatu pergaulan yang terjadi antar
manusia yang berkaitan dengan materi atau yang porosnya berada diatas sesuatu
yang bersifat materiil seperti jual beli barang dan jasa maupun jual beli di pasar
modal. dan yang merupakan pertukaran harta benda dan kemanfaatan antara
manusia melalui akad atau transaksi.

Al-Mu’amalah Al-Adabiyah
Al-Mu’amalah al-Adabiyah yaitu suatu pergaulan antar manusia yang
penekanannya kepada perilaku, sikap dan tindakan yang bersumber dari lisan dan
anggota badan yang dasarnya adalah kesopanan dan berperadaban supaya bisa
tercipta masyarakat madany. Misalnya jujur, benar dalam ucapan, tindakan,
melakukan kesaksian apa adanya dan benar, menjauhkan diri dari berbohong dalam
ucapan, tindakan, kesaksian palsu, sumpah bukan karena Allah, sumpah-sumpah
bohong. Meninggalkan perkataan dan perbuatan jahat dan keji, menjaga dan

6
Fikri, Aly. Al-Mu’amalat al-Maddiyah wa al-Adabiyah(Kairo: Mustafa al-Banyal Halaby,1946)
Vol. 1-3

7
menyimpan rahasia dan tidak menyebarkannya, tidak pernah memata-matai, tidak
menggosip, tidak mengadu domba, tidak menfitnah dan tidak berburuk sangka.
Menjaga perilaku yang beradab dan berakhlak dalam mempergauli
manusia, meninggalkan sifat nifak (tidak munafik), riya’, bohong, menjaga
amanah, tidak berkhianat, menepati janji, menjaga keikhlasan dalam beramal,
mempergauli manusia dengan baik dan Mujamalah, mengadakan Islah diantara
manusia, menjaga kasih sayang dan toleransi antar manusia, suka memberi maaf,
tidak suka marah dan berkelahi, apalagi berdebat yang tidak ada
gunanya.Pendeknya al-Mu’amalah al-Adabiyah berkaitan dengan bagaimana
mempergauli manusia secara baik sehingga bisa tercipta apa yang dinamakan
masyarakat madany atau civil society.

Beberapa Macam Al-Mu’amalah Al-Maddiyah


1. Al-Bay’ atau jual beli yang artinya pertukaran antara sesuatu dengan sesuatu,
atau pemindah alihan kepemilikan harta benda dengan harta benda atau dengan
sesuatu penganti misalnya uang. Di dalam ilmu ekonomi, dikatakan bahwa ada
dua motif yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan bisnis atau
usaha yaitu, motif keuntungan dan motif pencapaian prestasi. Para ahli
ekonomi sudah sejak dulu berpendapat bahwa motif dibalik pengambilan
resiko dalam melakukan kegiatan usaha atau bisnis dan industri adalah
keuntungan. Pengusaha yang berani mengambil resiko dalam melakukan
kegiatan usaha dan indusri sangat masuk akal bila menerima imbalan berupa
keuntungan dari usahanya tersebut. Karena itu, pengusaha hanya akan
melakukan kegiatan usaha, bisnis atau industri, jika ada harapan akan
memperoleh keuntungan. Dengan kata lain, keuntunganlah yang menjadi
motif dan insentif pengusaha dalam melakukan kegiatan bisnis.
Jika ini yang terjadi, maka apakah pendirian Islam dalam konteks ini?
Jawabanya ada di al-Qur’an yang menyatakan bahwa jual beli harus
dilakukan secara halal atau al-Bay’ harus halal. Al-Bay’ yang dalam bahasa
Arab artinya jual beli, transaksi bisnis atau aktivitas industri apapun jenisnya,
dimana semua itu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi yang jelas
al-bay’ melibatkan dua hal; (1) kewirausahaan (2) motif keuntungan.

8
Kegiatan usaha atau kewirausahaan (entrepreneurship) inilah yang
menurut para pakar ekonomi merupakan kunci utama dari proses pertumbuhan
ekonomi. Karena begitu penting arti jual beli bagi pertumbuhan ekonomi yang
berarti meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran rakyat, sampai
Nabi (saw) sendiri mengatakan bahwa 9/10 dari rizki Allah yang beredar di
bumi ini berasal dari kegiatan usaha jual beli dan perdagangan termasuk
aktivitas bisnis dan industri. Tambahan lagi bahwa kewirausahaan di dalam
bisnis dan perdagangan secara spesifik sangat dianjurkan dalam ekonomi
Islam, bahkan kedudukan yang tinggi patut diberikan kepada pedagang,
usahawan yang tulus, jujur, amanah dan benar. Pengusaha semacam itulah
yang akan mendapatkan status dan kedudukan yang tinggi di hari pembalasan
kelak. Hal ini mengandung pengertian bahwa untuk memperoleh keuntungan
tidak boleh dengan cara menipu, menimbun barang dengan harapan kalau
harga tinggi baru dijual, juga menggunakan uang palsu dalam melakukan
transaksi perdaganagan, sebab ini merupakan kezaliman.
2. Al-Ijarah atau sewa yang artinya penjualan atau pengambil alihan manfaat
sesuatu kepada orang lain dengan membayar sesuatu sebagai pengganti
misalnya uang sewa.
Teori ekonomi mengenai distribusi merupakan suatu teori yang
menetapkan harga jasa produksi. Setiap faktor produksi mempunyai nilai jasa
atau harga yang harus dibayarkan, misalnya sebagai tenaga kerja ia
memperoleh upah atau gaji, sebagai pengusaha ia memperoleh laba atau
keuntungan, sebagai pemodal ia memperoleh bunga, sebagai pemilik tanah ia
memperoleh uang sewa. Kita telah sepakat bahwa pekerja harus menerima
upah atau gaji dari apa yang telah ia kerjakan, tetapi berapakah harga yang
layak dibayarkan kepada tenaga kerja sangat tergantung pada pasar tenaga
kerja yang di dalam sistem ekonomi konvensional dikenal dengan teori produk
marginal dari tenaga kerja (marginal product of labor), dimana selama hasil
bersih tenaga kerja lebih besar dari tariff upah yang majikan bayarkan, maka
majikan akan terus memperkerjakan tenaga kerja tambahan sampai pada batas

9
dimana majikan mau membayar tariff upah nominal sama dengan nilai produk
marginal dari tenaga kerja (value of the marginal product of labor).
Jadi produk marginal tenaga kerja merupakan tambahan keuntungan
dari output yang dihasilkan dari memperkerjakan tambahan satu unit tenaga
kerja. Jika seandainya upah tenaga kerja tadi tidak layak untuk memenuhi
kebutuhan hidup tenaga kerja, majikan tidak bertanggung jawab atas hal itu.
Dalam ekonomi Islam tentu upah yang layak bukanlah suatu konsesi,
tetapi merupakan suatu keharusan dan hak asasi yang dapat dipaksakan oleh
negara. Kalau upah yang layak sudah menjadi keharusan maka penetapan upah
dan perumusan teori produk marginal tenaga kerja perlu disesuaikan dengan
tepat dengan berpedoman kepada Shari’ah.
Untuk itu harus ada saling pengertian antara majikan dan buruh
sehingga keduanya bisa memperoleh manfaat dari kegiatan ekonomi yang
pada akhirnya jika tingkat produktivitas tinggi, maka output yang dihasilkan
akan tinggi dan ini berarti terjadi pertumbuhan ekonomi, tanpa ada yang
merasa tertindas.

Beberapa Macam Al-Mu’amalah Al-Adabiyah


Saya tidak akan berbicara panjang lebar berkenaan dengan macam-macam
al-Mu’amalah al-Adabiyah, Karena hal ini berkaitan dengan perilaku yang bersifat
normatif, dan untuk menjadi manusia sempurna, seseorang harus bisa melakukan
al-Mu’amalah al-Adabiyah. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bersikap jujur dalam segala hal.
Kejujuran ini akan membawa perekonomian bebas dari segala korupsi,
kolusi dan nepotisme, dan ini tentu akan membuat persaingan bisnis menjadi
persaingan sehat seperti yang dianjurkan oleh Islam “fastabiqul Khairat”, sebab
tidak ada yang berbohong dan dibohongi dalam setiap melakukan transaksi
perdagangan sehingga orang tidak perlu takut melakukan kegiatan ekonomi baik
berbisnis maupun berinvestasi dan kita telah ketahui investasi membawa
pengaruh pada perekonomian, seperti penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan
ekonomi.

10
2. Bersikap amanah
Jika semua pelaku ekonomi bersikap amanah, maka tidak akan ada
eksploitasi sumber daya ekonomi yang berlebihan, baik terhadap sumber daya
alam maupun sumber daya manusia, sehingga yang ada nanti adalah penyebaran
rahmat Tuhan kepada semua makhluk bahkan kepada pelestarian alam itu
sendiri. Dengan demikian baik majikan maupun buruh mengetahui hak
kewajubannya masing-masing tidak ada yang merasa dirugikan.
3. Menepati janji dan tidak berkhianat
Dalam suatu transaksi bisnis kalau sudah kontrak ditekan, maka tidak ada
kata berkhianat atau tidak menepati janji. Pengingkaran terhadap kontrak yang
telah sepakati bisa menyebabkan kekacauan. Dalam hal ini termasuk aturan main
yang telah ditetapkan oleh negara dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam
menarik penanaman modal baik dalam negeri maupun luar negeri.

Antara Al-Mu’amalah Almaddiyah Wa Al-Adabiyah


Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua mu’amalah tersebut,
hanya saja seorang Muslim yang ingin bermu’amalah al-madddiyah harus selalu
disertai oleh al-mu’amalah al-adabiyyah. Dengan kata lain, kedua mu’amalah
tersebut merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama yang berarti antara satu
sama lain tidak mungkin dipisahkan ketika melakukan bermu’amalah.
Namun demikian ada beberapa al-mu’amalah al-adabiyyah yang tidak ada
kaitannya dengan materi seperti mu’amalah seorang anak dengan orang tuanya,
seorang murid dengan gurunya dan sebagainya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Muamalah adalah hukum-hukum Allah yang mengatur tentang hubungan,


tindakan, dan pergaulan antar manusia. Muamalah menjadi acuan umat Islam
dalam melakukan setiap aktivitas sosial. Dalam hubungan dengan manusia lainnya,
manusia dibatasi oleh syariat yang terdiri dari hak dan kewajiban. Secara umum,
muamalah mencakup dua aspek yang menjadi ruang lingkupnya. Kedua aspek ini
yakni aspek adabiyah dan madaniyah.
Aspek Adabiyah adalah segala aspek yang berkaitan dengan masalah adab
dan akhlak, seperti ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan, kejujuran,
dan sebagainya.Aspek Maddiyah mencakup segala aspek yang terkait dengan
kebendaan. Ini meliputi halal haram, syubhat untuk diperjual belikan, benda-benda
yang menimbulkan kemadharatan, dan lainnya. Dalam aspek madiyah ini
contohnya adalah al-bai (jual beli)’, ar-rahn (gadai), kafalah wad dhaman (jaminan
dan tanggungan), hiwalah (pengalihan hutang), as-syirkah (perkongsian), al-
mudharabah (perjanjian profit & loss sharing), alwakalah (perwakilan), al-ijarah
(persewaan/ pengupahan).
Apabila kita sebagai pedagang atau pelaku kegiatan ekonomi, kita harus
memperlihatkan cacat yang ada pada barang dagangan kita dan tidak menipu
pembeli, maka kita telah berbuat ihsan dalam mu’amalah. Menurut penulis kalau
al-Mu’amalah al-Maddiyah dan al-Adabiyah dilakukan oleh setiap individu dalam
menjalankan kegiatan ekonomi, maka akan tercipta sebuah system ekonomi Islam
yang ideal. Wa Allahu A’lam bi al-Sawab.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aly, Fikri. 1946. Al-Mu’amalat al-Maddiyah wa al-Adabiyah, Kairo: Mustafa al-


Banyal-Halaby
Mardani.2012. Fiqh Ekonomi Syari'ah (Fiqh Muamalah). Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Masduki, Nana. 1987. Fiqh Mu'amalatul Madiyah. Bandung: IAIN Sunan Gunung
Djati
Munib, Abdul. 2018. "Hukum Islam dan Muamalah". dalam jurnal Penelitian dan
Pemikiran Islam. Fakultas Agama Islam UIN Pamekasan.
Suhendi, Hendi. 2016. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syafei, Rahmat. 2001. Fiqh Muamalah,Bandung : Pustaka Setia
Pertanyaan Presentasi

1. Nama : Meli Novita


NPM : 2121020071
Bagaimana Pandangan Hukum Perkawinan dalam pernikahan kontrak?
Jawab :
Dalam perspektif hukum positif Indonesia, pernikahan kontrak atau kawin
kontrak merupakan perkawinan yang tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum, karena perkawinan tersebut sangat bertentangan dengan Pasal 1 dan Pasal
2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan melanggar asas hukum perjanjian
sebagaimana yang diatur dalam KHUPerdata. Dan dilihat dalam hukum Islam
pernikahan kontrak menurut Mazhab Maliki, Syafi'i, Hanafi dan Hambali
hukumnya haram dan tidak sah (batal). Imam Syafi'i mengatakan, semua nikah
yang ditentukan berlangsungnya sampai waktu yang diketahui atau yang tidak
diketahui (temporer), maka nikah tersebut tidak sah, dan tidak ada hak waris
ataupun talak antara kedua pasangan suami istri.

2. Nama : Maysa Andriani


NPM : 2121020070
Jelaskan pengertian Mu'awadlah Maliyah atau Hukum Kebendaan dan berikan
contohnya!
Jawab:
Mu'awadlah Maliyah atau yang disebut dengan Hukum Kebendaan merupakan
keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum secara langsung antara
seseorang (subjek hukum) dengan benda (objek hukum), yang melahirkan berbagai
hal kebendaan (zakelijkrecht). Hak kebendaan dalam Burgerlijk Wetboek (BW)
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Hak kebendaan yang memberikan jaminan atau zakelijk zekenheidsrecht


contohnya: gadai, hipotek, hak tanggungan, fidusia.
2. Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atau zakelijk genotsrecht
contohnya: hak milik, bezit.

Anda mungkin juga menyukai