Kelas C
Kelompok 1
Kurnia Firda Azizah 2121020063
Nurmahlika 2121020082
Rio Pradana Saputra 2121020099
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan muamalah merupakan persoalan yang senantiasa aktual di
tengah-tengah masyarakat. Karena ia berkembang sesuai dengan perkembangan
dan peradaban pengetahuan dan kebutuhan manusia itu sendiri. Dengan demikian
persoalan muamalah suatu hal yang pokok dan menjadi tujuan penting agama
Islam dalam memperbaiki kehidupan manusia. Atas dasar itulah hukum
muamalah diturunkan oleh Allah dalam bentuk global dan umum saja dengan
mengemukakan prinsip dan norma antara sesama manusia. Manusia kapanpun
dan di manapun harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT, sekalipun dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala aktivitas
manusia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Dengan kata lain,
dalam Islam tidak ada pemisahan antara amal dunia dan amal akhirat, sebab
sekecil apapun aktivitas manusia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah
SWT agar kelak selamat di akhirat.1 Islam adalah agama yang sempurna
(komprehensif) yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik akidah, ibadah,
akhlak, maupun muamalah2. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan
keharmonisaan hubungan manusia dengan Khaliq-Nya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa Saja Pembagian Fiqih Muamalah?
2. Bagaimana Asas Hukum Muamalah dalam Islam?
1
Rachmat Syafei,Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001),h. 15.
2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah (Fiqh Muamalah), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012), h. 5.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Teori
1.1 Pembagian Muamalah
Menurut Ibn 'Abidin, fiqh muamalah terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
a. Mu'awadlah Maliyah (Hukum Kebendaan),
b. Munakahat (Hukum Perkawinan),
c. Muhasanat (Hukum Acara),
d. Amanat dan 'Aryah (pinjaman),
e. Tirkah (Harta Peninggalan).3
Ibn 'Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan muamalah secara
luas sehingga munakahat termasuk salah satu bagian fiqh muamalah, padahal
munakahat diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh munakahat. Demikian
pula tirkat, harta peninggalan atau warisan, juga termasuk bagian fiqh muamalah,
padahal tirkak sudah dijelaskan dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh mawaris.
Al-Fikri dalam kitabnya, "Al-Muamalah al-Madiyah wa al-Adabiyak,
menyatakan bahwa muamalah dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :4
1. Al-Muamalah al-madiyah adalah muamalah yang mengkaji objeknya
sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah adalah
muamalah bersifat kebendaan karena objek figh muamalah adalah benda
yang halal, haram dan syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang
memadaratkan dan benda yang mendatangkan kemaslahatan bagi manusia,
serta segi-segi yang lainnya.
2. Al-Mu'amalah al-adabiyak ialah muamalah yang ditinjau dari segi cara
tukar-menukar benda yang bersumber dari panca manusia, yang unsur
penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban kewajiban, misalnya jujur,
hasud, dengki, dendam.
3
Lihat Nana Masduki, dalam; Fiqih Muamalah Madiyah, (diktat), IAIN, Sunan Gunung Djati,
Bandung 1987 hlm. 4.
4
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada : 2016) cet. 10, hal, 4
2
Muamalah madiyah yang dimaksud al Fikri ialah aturan-aturan yang
ditinjau dari segi objeknya. Oleh karena itu, jual beli benda bagi Muslim bukan
hanya sekadar memperoleh untung yang sebesar besarnya, tetapi secara vertikal
bertujuan untuk memperoleh ridha Allah dan secara horizontal bertujuan untuk
memperoleh keun tungan sehingga benda-benda yang diperjualbelikan akan
senantiasa dirujukkan kepada aturan aturan Allah. Benda-benda yang haram
diperjualbelikan menurut syara' tidak akan diperjualbelikan, karena tujuan jual beli
bukan semata ingin memperoleh keuntungan, tetapi juga nidha Allah.
Muamalah al-adabiyak ialah aturan-aturan Allah yang wajib diikuti dilihat
dari segi subjeknya. Muamalah Adabiyah ini berkisar pada keridhaan kedua belah
pihak, ijab kabul, dusta, menipu, dan yang lainnya.
Pembagian muamalah di atas dilakukan atas dasar kepentingan teoretis
semata-mata sebab dalam praktiknya, kedua bagian muamalah tersebut tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Pembagian lain Fikih Muamalah dilakukan oleh Ghufron A. Mas’adi
yang membanginya menjadi:
1. Hukum benda yang meliputi tiga pokok kajian utama; konsep harta (al-
mâl), konsep hak (al-huqûq), dan konsep kepemilikan (al-milkiyyah).
2. Konsep umum akad (al-‘uqûd)
3. Akad-akad khusus, seperti jual beli, sewa-menyewa, penanggungan, gadai,
obligasi, ATM, dan sebagainya.
3
2) Konsep umum akad, membahas tentang pengertian akad dan tasharruf,
unsur-unsur akad dan syariat masing-masing unsur, dan macam-macam
akad.
3) Aneka macam akad khusus membahas tentang berbagai macam
transaksi muamalah seperti berikut:
a. jual beli (al-bai’ at tijârah)
b. gadai (rahn)
c. jaminan dan tanggungan (kafâlah dan dhamân)
d. pemindahan hutang (hiwalah)
e. perseroan atau perkongsian(asy-syirkah)
f. perseoran harta dan tenaga (al-mudhârabah)
g. sewa menyewa (al-ijârah)
4
d. Asas Manfaah (tabadulul manafi’) berarti bahwa segala bentuk kegiatan
muamalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bagi pihak yang
terlibat, asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta’awun (tolong
menolong/ gotong royong) atau mu’awanah (saling percaya) sehingga asas
ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam
masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluannya masing-masing
dalam rangka kesejahteraan bersama.Asas manfaah adalah kelanjutan dari
prinsip pemilikan dalam hukum Islam yang menyatakan bahwa segala yang
dilangit dan di bumi pada hakikatnya adalah milik Allah swt, dengan
demikian manusia bukanlah pemilik yang berhak sepenuhnya atas harta
yang ada di bumi ini, melainkan hanya sebagai pemilik hak
memanfaatkannya.
e. Asas Antaradhin atau suka sama suka menyatakan bahwa setiap bentuk
muamalat antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan
masing-masing, Kerelaan disini dapat berarti kerelaan melakukan suatu
bentuk muamalat, maupun kerelaan dalam arti kerelaan dalam menerima
dan atau menyerahkan harta yag dijadikan obyek perikatan dan bentuk
muamalat lainnya.
f. Asas Adamul Gharar berarti bahwa pada setiap bentuk muamalat tidak
boleh ada gharar atau tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu
pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya sehingga mengakibatkan
hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi.
g. Kebebasan Membuat Akad/ kontrak merupakan prinsip hukum yang
menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa
terikat pada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang-undang
syariah dan memasukkan klausul apa saja dalam akad yang dibuatnya itu
sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta bersama
dengan jalan batil.
h. al Musawah, asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya
bahwa setiap pihak pelaku muamalah berkedudukan sama.
5
i. Ash shiddiq, dalam Islam manusia diperintahkan untuk menjunjung
kejujuran dan kebenaran, jika dalam bermuamalah kejujuran dan kebenaran
tidak dikedepankan, maka akan berpengaruh terhadap keabsahan
perjanjian. Perjanjan yang didalamnya terdapat unsur kebohongan menjadi
batal atau tidak sah.5
Ulama fikih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah
diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya. Dengan
demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang
sepanjang belum/tidak ditemukan nash yang secara sharih melarangnya. Berbeda
dengan ibadah, hukum asalnya adalah dilarang. Kita tidak bisa melakukan sebuah
ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang memerintahkannya, ibadah kepada
Allah tidak bisa dilakukan jika tidak terdapat syariat dari-Nya.
Pokok dari kegiatan muamalah hukumnya mubah (boleh). Kegiatan
transaksi apapun hukumnya halal, selama tidak ada nash yang mengharamkannya.
Berbeda dengan ibadah, yang pokoknya hukumnya haram, tidak boleh
menjalankan suatu ibadah yang tidak ada tuntunan syari’ahnya.
B. Analisis Teori
Perilaku Ekonomi Dalam Bingkai Antara Al-Mu’amalah
Al-Maddiyah Dan Al-Mu’amalah Al-Adabiyah
5
Abdul Munib, ‘’Hukum Islam dan Muamalah’’, jurnal Penelitian dan Pemikiran
Islam.Vol.5.No.1, Februari 2018. Hal. 74.
6
yang dirugikan. Dengan kata lain, perilaku ekonomi yang sesuai dengan Syari’ah.
Berkaitan dengan perilaku manusia dalam aktivitas ekonomi, penulis mencoba
membahas perilaku manusia yang berkaitan dengan materi (al-Mu’amalah al-
Maddiyah) dan perilaku manusia yang berkaitan dengan sikap kesopan santunan
diantara manusia (al-Mu’amalah al-Adabiyah).
Dalam makalah ini penulis ingin membahas perilaku manusia terutama
pelaku ekonomi dalam kerangka perilaku al-Mu’amalah al-Maddiyah dan al-
Mu’amalah al-Adabiyah. Saya tidak bermaksud untuk menyajikan seluruh macam-
macam al-Mu’amalah termasuk syarat dan rukunnya, tetapi saya akan menyajikan
beberapa macam al-Mu’amalah saja dan kemudian lebih menekankan rahasia-
rahasia dan hikmah yang terkandung serta kemaslahatan dibalik apa yang telah
disyari’atkan oleh Allah terutama yang berkenaan dengan kehidupan sosial-
ekonomi masyarakat.6
Al-Mu’amalah Al-Maddiyah
Al-Mu’amalah al-Maddiyah, yaitu suatu pergaulan yang terjadi antar
manusia yang berkaitan dengan materi atau yang porosnya berada diatas sesuatu
yang bersifat materiil seperti jual beli barang dan jasa maupun jual beli di pasar
modal. dan yang merupakan pertukaran harta benda dan kemanfaatan antara
manusia melalui akad atau transaksi.
Al-Mu’amalah Al-Adabiyah
Al-Mu’amalah al-Adabiyah yaitu suatu pergaulan antar manusia yang
penekanannya kepada perilaku, sikap dan tindakan yang bersumber dari lisan dan
anggota badan yang dasarnya adalah kesopanan dan berperadaban supaya bisa
tercipta masyarakat madany. Misalnya jujur, benar dalam ucapan, tindakan,
melakukan kesaksian apa adanya dan benar, menjauhkan diri dari berbohong dalam
ucapan, tindakan, kesaksian palsu, sumpah bukan karena Allah, sumpah-sumpah
bohong. Meninggalkan perkataan dan perbuatan jahat dan keji, menjaga dan
6
Fikri, Aly. Al-Mu’amalat al-Maddiyah wa al-Adabiyah(Kairo: Mustafa al-Banyal Halaby,1946)
Vol. 1-3
7
menyimpan rahasia dan tidak menyebarkannya, tidak pernah memata-matai, tidak
menggosip, tidak mengadu domba, tidak menfitnah dan tidak berburuk sangka.
Menjaga perilaku yang beradab dan berakhlak dalam mempergauli
manusia, meninggalkan sifat nifak (tidak munafik), riya’, bohong, menjaga
amanah, tidak berkhianat, menepati janji, menjaga keikhlasan dalam beramal,
mempergauli manusia dengan baik dan Mujamalah, mengadakan Islah diantara
manusia, menjaga kasih sayang dan toleransi antar manusia, suka memberi maaf,
tidak suka marah dan berkelahi, apalagi berdebat yang tidak ada
gunanya.Pendeknya al-Mu’amalah al-Adabiyah berkaitan dengan bagaimana
mempergauli manusia secara baik sehingga bisa tercipta apa yang dinamakan
masyarakat madany atau civil society.
8
Kegiatan usaha atau kewirausahaan (entrepreneurship) inilah yang
menurut para pakar ekonomi merupakan kunci utama dari proses pertumbuhan
ekonomi. Karena begitu penting arti jual beli bagi pertumbuhan ekonomi yang
berarti meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran rakyat, sampai
Nabi (saw) sendiri mengatakan bahwa 9/10 dari rizki Allah yang beredar di
bumi ini berasal dari kegiatan usaha jual beli dan perdagangan termasuk
aktivitas bisnis dan industri. Tambahan lagi bahwa kewirausahaan di dalam
bisnis dan perdagangan secara spesifik sangat dianjurkan dalam ekonomi
Islam, bahkan kedudukan yang tinggi patut diberikan kepada pedagang,
usahawan yang tulus, jujur, amanah dan benar. Pengusaha semacam itulah
yang akan mendapatkan status dan kedudukan yang tinggi di hari pembalasan
kelak. Hal ini mengandung pengertian bahwa untuk memperoleh keuntungan
tidak boleh dengan cara menipu, menimbun barang dengan harapan kalau
harga tinggi baru dijual, juga menggunakan uang palsu dalam melakukan
transaksi perdaganagan, sebab ini merupakan kezaliman.
2. Al-Ijarah atau sewa yang artinya penjualan atau pengambil alihan manfaat
sesuatu kepada orang lain dengan membayar sesuatu sebagai pengganti
misalnya uang sewa.
Teori ekonomi mengenai distribusi merupakan suatu teori yang
menetapkan harga jasa produksi. Setiap faktor produksi mempunyai nilai jasa
atau harga yang harus dibayarkan, misalnya sebagai tenaga kerja ia
memperoleh upah atau gaji, sebagai pengusaha ia memperoleh laba atau
keuntungan, sebagai pemodal ia memperoleh bunga, sebagai pemilik tanah ia
memperoleh uang sewa. Kita telah sepakat bahwa pekerja harus menerima
upah atau gaji dari apa yang telah ia kerjakan, tetapi berapakah harga yang
layak dibayarkan kepada tenaga kerja sangat tergantung pada pasar tenaga
kerja yang di dalam sistem ekonomi konvensional dikenal dengan teori produk
marginal dari tenaga kerja (marginal product of labor), dimana selama hasil
bersih tenaga kerja lebih besar dari tariff upah yang majikan bayarkan, maka
majikan akan terus memperkerjakan tenaga kerja tambahan sampai pada batas
9
dimana majikan mau membayar tariff upah nominal sama dengan nilai produk
marginal dari tenaga kerja (value of the marginal product of labor).
Jadi produk marginal tenaga kerja merupakan tambahan keuntungan
dari output yang dihasilkan dari memperkerjakan tambahan satu unit tenaga
kerja. Jika seandainya upah tenaga kerja tadi tidak layak untuk memenuhi
kebutuhan hidup tenaga kerja, majikan tidak bertanggung jawab atas hal itu.
Dalam ekonomi Islam tentu upah yang layak bukanlah suatu konsesi,
tetapi merupakan suatu keharusan dan hak asasi yang dapat dipaksakan oleh
negara. Kalau upah yang layak sudah menjadi keharusan maka penetapan upah
dan perumusan teori produk marginal tenaga kerja perlu disesuaikan dengan
tepat dengan berpedoman kepada Shari’ah.
Untuk itu harus ada saling pengertian antara majikan dan buruh
sehingga keduanya bisa memperoleh manfaat dari kegiatan ekonomi yang
pada akhirnya jika tingkat produktivitas tinggi, maka output yang dihasilkan
akan tinggi dan ini berarti terjadi pertumbuhan ekonomi, tanpa ada yang
merasa tertindas.
10
2. Bersikap amanah
Jika semua pelaku ekonomi bersikap amanah, maka tidak akan ada
eksploitasi sumber daya ekonomi yang berlebihan, baik terhadap sumber daya
alam maupun sumber daya manusia, sehingga yang ada nanti adalah penyebaran
rahmat Tuhan kepada semua makhluk bahkan kepada pelestarian alam itu
sendiri. Dengan demikian baik majikan maupun buruh mengetahui hak
kewajubannya masing-masing tidak ada yang merasa dirugikan.
3. Menepati janji dan tidak berkhianat
Dalam suatu transaksi bisnis kalau sudah kontrak ditekan, maka tidak ada
kata berkhianat atau tidak menepati janji. Pengingkaran terhadap kontrak yang
telah sepakati bisa menyebabkan kekacauan. Dalam hal ini termasuk aturan main
yang telah ditetapkan oleh negara dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam
menarik penanaman modal baik dalam negeri maupun luar negeri.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA