Anda di halaman 1dari 8

A..

Sengketa lepasnya pulau sipadan dan ligitan

Sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan timbulnya perbedaan pendapat, pertengkaran, maupun
pembantahan. Pada umumnya yang menjadi dasar dari pertengkaran adalah perebutan suatu daerah
atau wilayah . Sengketa Internasional yang dihadapi oleh Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh
perebutan hak kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang berada.Sengketa pulau Sipadan dan
Ligitan merupakan persoalan konflik yang bermuara dari persengketaan dua negara terhadap suatu
wilayah, yang mana klaim terhadap wilayah tersebut dilandasi oleh tujuan memperoleh keuntungan dan
penguatan negara melalui penambahan wilayah. Indonesia dan Malaysia menghadapi sengketa wilayah
ini selama 33 tahun, yakni sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 2002. Pada Desember 2002,
Mahkamah Internasional memutuskan untuk memberikan hak kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau
Ligitan kepada Malaysia. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang menerapkan pula
metode historis dan analisis interpretatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi kepustakaan (library research). Dalam penelitian ini digunakan alat pengumpulan data
dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable-variabel yang terkait dengan pokok
permasalahan baik berupa buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya yang dikumpulkan dan diolah
berdasarkan klasifikasi masalahnya. Data-data yang mendukung penelitian ini akan dikonseptualisasikan,
digeneralisasikan, dan dianalisis dengan menggunakan kerangka pemikiran yang ada. Perundingan
bilateral yang ditempuh sebagai upaya penyelesaian melalui jalur politik diplomasi, menjadi tidak efektif
ketika Indonesia dan Malaysia memiliki tujuan yang saling bertentangan dan tidak dapat di
kompromikan. Ketidakefektifan dan kebuntuan perundingan bilateral ini membuka jalan bagi
penyelesaian melalui jalur hukum melalui Mahkamah Internasional. Penyelesaian sengketa ini ke
Mahkamah Internasional adalah jalan damai yang ditempuh oleh kedua negara untuk menyelesaikan
sengketa mereka yang sudah cukup lama. Keputusan Mahkamah Internasional yang sejauh ini sejak
Inggris menyerahkan kedua pulau tersebut kepada Malaysia, Malaysia telah memenangkan Malaysia,
menggunakan asas effectivitee atau pengelolaan efektif karena membangun mercusuar, memungut
pajak penyu, menerbitkan ordonansi perlindungan burung, dan membangun pariwisata Sipadan- Ligitan.
Banyaknya wilayah perbatasan yang dimiliki Indonesia, ke depan harus mampu di kelola tidak hanya
melalui pendekatan hankam namun juga menggunakan pendekatan pembangunan ekonomi wilayah
perbatasan.

1.Penyelesaian masalah yg dilakukan pemerintah

upaya yang dapat dilakukan Indonesia dalam menyelesaikan adanya duplikasi (overlapping) klaim di
wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Laut Sulawesi utamanya jalur diplomasi,
MIHL/ITLOS, upaya politik hukum dengan cara damai. Dua upaya lainnya yang dapat dilakukan
sebagai alternatif adalah dengan cara membiarkan sengketa tidak Berpolitik, karena sangat erat
dengan suatu perumusan kebijakan politik yang nantinya akan dijadikan sebagai pedoman oleh
Pemerintah dalam menentukan arah kebijakan politiknya dalam membawa negara Indonesia ke arah
yang lebih baik dan mempunyai kedudukan yang dihormati di dunia internasional. Persoalan
kebijakan yang menyangkut teritorial suatu negara perlu adanya ketegasan kebijakan Pemerintah
agar wilayah negaranya aman dari ancaman gangguan permasalahan perbatasan darat maupun laut
dengan negara lain. Apabila ditelusuri lebih lanjut mengenai lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dari
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia justru dari peran aktor-aktor politik baik sebagai
eksekutif maupun legislatif.16 Peran aktor-aktor politik dalam lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan tidak
berjalan dengan baik dan sinergi, karena saling menyalahkan setelah Indonesia mengalami kekalahan
dalam sidang di Mahkamah Internasional yang menyebabkan akhirnya Pulau Sipadan-Ligitan jatuh ke
dalam bagian dari wilayah Malaysia. Sejak masa Pemerintahan Presiden Soeharto hingga
Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, persoalan Pulau Sipadan-Ligitan hanya dipandang
sebagai permasalahan hukum dan pada kenyataannya Indonesia tidak mempunyai cukup bukti yang
dihadirkan selama proses yang panjang selama persidangan di Mahkamah Internasional.17Sengketa
kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan apabila dibawa dalam permasalahan hukum ke Mahkamah
Internasional, maka seharusnya Indonesia harusbanyak meratifikasi dasar-dasar hukum yang akan
dijadikan sebagai alat bukti kepada Hakim agar dapat dipercaya dan dapat dijadikan bahan
pertimbangan oleh Hakim dalam masa persidangan masalah sengketa yang melibatkan kedua negara
dalam memperebutkan Pulau Sipadan-Ligitan.

2.Opini

Mengacu pada rangkaian proses negoisasi yang dijalankan kedua negara sejak tahun 1969
dapat dinyatakan bahwa perundingan bilateral antara kedua negara ternyata tidak efektif
untuk menyelesaikan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan. Kerangka penyelesaian secara politis
akhirnya mengalami kebuntuan dan pada tanggal 2 November 1998, proses perundingan
bilateral dihentikan. Sengketa Pulau Sipadan - Ligitan kemudian diselesaikan oleh kedua
negara melalui jalur internasional. Dengan perubahan model penyelesaian sengketa tersebut
maka perundingan bilateral antara Indonesia dan Malaysia menjadi tidak efektif atau gagal
untuk mencari solusi terbaik. Di dalam kasus sengketa antara Indonesia dan Malaysia ini,
perundingan bilateral diadakan untuk mencari solusi atas sengketa kepemilikan Pulau
SipadanLigitan. Namun, tujuan yang paling penting dalam perundingan tersebut adalah
memenangkan klaim kedaulatan teritorial atas Pulau Sipadan-Ligitan. Perundingan dilakukan
sebelum kedua negara membuat suatu kebijakan politik untuk menentukan sikap atas
sengketa Pulau Sipadan-Ligitan agar dapat masuk ke dalam wilayah teritorial masing-masing
antara Indonesia dengan Malaysia. Perundingan antara Indonesia dan Malaysia menjadi tidak
efektif ketika kedua negara yang bersengketa memiliki tujuan yang bertentangan dan tidak
dapat dikompromikan. Klaim kedaulatan teritorial dari Indonesia atas Pulau Sipadan-Ligitan
ditentang oleh Malaysia dan sebaliknya klaim Malaysia atas Pulau Sipadan-Ligitan ditolak
Indonesia.124 Karena kedua negara tersebut saling klaim kepemilikan atas Pulau Sipadan-
Ligitan, maka pelaksanaan pembuatan kebijkan politik oleh kedua negara yang dijadikan alat
atau dasar dalam pengambilan keputusan untuk negara masing-masing tidak terlaksana.
Sementara itu, perundingan antara Indonesia dan Malaysia untuk mencari solusi dalam
sengketa Pulau Sipadan-Ligitan ini tidak efektif karena kedua negara mempertahankan
argumentasinya masing-masing.125 Indonesia dan Malaysia sejak awal mengadakan
pembahasan atas sengketa ini tidak pernah menyepakati kompromi yang akan merugikan
kepentingan negaranya. Akibatnya, perundingan yang dilaksanakan.
B.Sengketa di pulau sebatik

1.secara aktual dapat ditemukan di wilayah perbatasan di Pulau Sebatik. Masyarakat yang
tinggal di wilayah perbatasan, baik yang tinggal di wilayah hukum Indonesia maupun di wilayah
hukum Malaysia, sebagian besar masih berkerabat. Oleh karena itu, dalam keseharian mereka
saling berhubungan dengan sebuah perbatasan yang semata-mata hanya membagi kawasan
secara geografis. Perbatasan pada awalnya adalah sebuah pengertian dan konsep yang bersifat
geografis-spasial. Ia baru menjadi konsep sosial ketika pembicaraan bergeser kepada
masyarakat yang menjadi penghuni atau melintasi kawasan perbatasan.Problem perbatasan
dalam konsep geografisspasial jauh lebih sederhana karena problem tersebut dengan mudah
dapat diselesaikan manakala negara-negara yang saling berbatasan sudah saling menyetujui
mengenai garis perbatasan tersebut. Permasalahan justru muncul ketika perbatasan dilihat
dalam perspektif sosial karena sejak itulah perbatasan yang bersifat konvensionnal mencair.
Pulau Sebatik sebagai Basis PertahananKeamanan
wilayah perbatasan menjadi perhatian setiap pemerintah yang wilayah negaranya berbatasan
langsung dengan negara lain. Penanganan perbatasan negara pada hakikatnya merupakan
bagian dari upaya perwujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan geografi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan (Sabarno, 2003).Menurut penelitian dari Departeman
Kelautan dan Perikanan, terdapat beberapa isu penting berkaitan dengan kawasan perbatasan.

1. Kesenjangan ekonomi dengan negara tetangga yang semakin tajam dari waktu ke waktu.

2. Pergeseran batas wilayah negara (termasuk patok-patok) yang cenderung merugikan


kepentingan ekonomi dan membahayakan kedaulatan RI (misalnya kasus Sipadan–Ligitan yang
telah lepas atau kasus P. Miangas di Kep. Satal–Sulut yang rawan sengketa).

3. Semakin maraknya illegal fishing, illegal logging, illegal labour, dan berbagai penyelundupan
lainnya dari kota-kota perbatasan (misalnya Nunukan–Malaysia, Tahuna–Davao, Batam–
Singapura, dan Dumai–Malaysia), yang mengakibatkan hilangnya potensi devisa RI yang cukup
besar
4. Pelayanan prasarana dan sarana wilayah pada pulau-pulau kecil pada kawasan perbatasan
laut masih sangat terbatas sehingga kawasan tersebut menjadi relatif terisolir.
5. Potensi ekonomi pulau-pulau kecil pada kawasan perbatasan belum dikembangkan secara
optimal, misalnya potensi pengembangan sektor-sektor unggulan.
Ketegangan menyangkut garis perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia menempatkan
Pulau Sebatik sebagai kawasan yang sangat strategis sebagai basis pertahanan. Dengan kata lain
Pulau Sebatik merupakan “gardu penjagaan” paling depan dalam memantau wilayah perbatasan
dengan Malaysia.Seperti, Perbatasan Angkatan Darat (AD) di Gunung Menangis, Aji Kuning, dan
Balan Siku. Selain itu juga terdapat Pos Polisi Air dan Udara (Polairud) di Desa Bukit Aru Indah.2
yang lebih penting adalah bahwa di dalam pulau-pulau tersebut dan kawasan sekitarnya
ternyata terkandungsumber daya alam yang luar biasa, utamanya minyak, gas alam, ikan,
rumput laut, dan sumber daya mineral. Mengingat kandungan kekayaan yang terdapat di
kawasan Sebatik, berbagai upaya dilakukan oleh negara tetangga untuk menguasai kawasan
tersebut.
1.Penyelesaian masalah yg dilakukan pemerintah
Mahkamah Internasional menjadikan keberadaan masyarakat lokal di kedua pulau tersebut
sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan hak kepemilikan (title) kedua pulau itu.
Dengan kata lain Mahkamah Internasional menjadikan “penguasaan efektif” secara terus-
menerus kedua pulau itu sebagai dasar untuk memutuskan perkara, dan ternyata terbukti
bahwa Malaysialah yang selama ini secara terus-menerus melakukan penguasaan efektif dengan
melibatkan masyarakat lokal

2.Opini

Kondisi semacam ini dalam beberapa hal merugikan pihak Indonesia karena dalam keseharian
harus mengeluarkan valuta asing hanya untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari yang mestinya
dapat dipenuhi oleh dirinyasendiri. Hubungan yang bersifat informal tersebut harus ditingkatkan
menjadi hubungan yang bersifat formal antarkedua negara melalui sebuah otoritas otonom di
kawasan tersebut. Pihak Tawau dapat diwakili oleh Pemerintah Kota Tawau, sedangkan pihak
Sebatik diwakili oleh pemerintah Sebatik. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, perlu
dibentuk pemerintah otonom terlebih dahulu di Sebatik, berupa kabupaten atau pemerintah
kota.
harus ada standardisasi pembangunan pos lintas batas untuk mendukung sistem pertahanan
dan keamanan di pulaupulau kecil perbatasan. hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mewujudkan program tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan kemakmuran dan keamanan.
2. Perencanaan pembangunan yang komprehensif dan terpadu

C.Sengketa di blok ambalat


Ambalat adalah blok laut seluas 15.235 kelimeter persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau
Selamt Makassar di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan
Kalimantan Timur, Indonesia. Blok Ambalat menjadi obyek sengketa berkepanjangan antar
Indonesia dan Malaysia. Sumber sengketa bukan hanya karena soal kepemilikan wilayah suatu
negara, tetapi juga masalah yang lebih serius karena di Blok Ambalat mengandung minyak dan
gas yang jika dimanfaatkan secara maksimal dapat bertahan hingga tiga puluh tahun ke depan.

Potensi sumber daya minyak yang besar ini tentu saja tidak akan dilepaskan begitu saja oleh
Malaysia. Berdasarkan peta yang mereka buat tahun 1979, Blok Ambalat masuk dalam wilayah
Malaysia. Dasar ini yang akan dipakai Malaysia untuk merebut Blok Ambalat dengan
memasukkannya sengketa perbatasan ini ke pengadilan arbitrase internasional.Wilayah
perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional,
karena di wilayah tersebut tumbuh dan berkembang interaksi antar masyarakat dari kedua
negara bertetangga, yang dapat berdampak positif maupun negatif dalam perkembangan
selanjutnya. Menurut pakar Hukum Internasional Indonesia, Hasyim Djalal, Blok Ambalat
merupakan kelanjutan dari wilayah Kalimantan Timur. Hal ini sesuai dengan aturan landas
kontinen dalam UNCLOS tahun 1982, dimana dikatakan landas kontinen suatu negara kepulauan
meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak
di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran aut
tepi landas kontinen atau 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur.
Bahkan lebar landas kontinennya bisa mencapai 350 mil laut. Sehubungan dengan telah
diratifikasinya UNCLOS tahun 1982, Malaysia sebagai salah satu negara pesert konvensi
diwajibkan untuk menyampaikan penetapan batas-batas landas kontinennya kepada Komisi
batas Landas kontinnen PBB. Namun hingga kini Malaysia tidak pernah melakukannya sehingga
secara juridis Peta 1979 tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan klaim terhadap
beberapa negara di kawasan Asia pasifik, termasuk Indonesia. Berbeda dengan kasus sengketa
wilayah antara Indonesia dengan Malaysia mengenai kepemilikan atas Pulau Sipadan dan
Ligitan, pada kasus sengketa Blok Ambalat yang terletak di Laut Sulawesi, sesuai dengan UNCLOS
1982 dimana Malaysia ikut meratifikasinya, maka dengan mengacu kepada panduan hukumnya,
sudah jelas bahwa Indonesia memiliki kedaulatan yang sah atas Blok Ambalat. Namun berhasil
atau tidaknya penyelesaian sengketa Blok Ambalat ini tergantung dari bagaimana kelihaian dan
kepiawaian Diplomat Indonesia dalam beradu argumentasi dengan pihak Malaysia dalam
perundingan yang sudah, sedang dan akan dilakukan di meja perundingan. Penyelesaian
sengketa melalui konfrontasi bersenjata semaksimal mugkin dihindari karena akan merugikan
kedua belah pihak, yang tidak saja secara politik sebagai akibat langsung konfrontasi, tetapi juga
di bidang ekonomi dan sosial. Secara politik, citra kedua negara akan tercoreng, paling tidak
diantara negaranegara ASEAN. Kedua negara termasuk pelopor berdirinya ASEAN, dimana
ASEAN didirikan sebagai sarana resolusi konflik, maka cara-cara penyelesaian konflik yang
konfrontatif dapat menjatuhkan citra kedua negara .

1.Penyelesaian masalah yg dilakukan pemerintah

Penyelesaian Sengketa Antara Indonesia Dan Malaysia Terkait Pengklaiman Blok Ambalat

a. Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Internasional

1. Prinsip Itikad Baik


Dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa
antarnegara. Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak dalam
menyelesaikan sengketanya. Tidak heran jika prinsip ini dicantumkan sebagai prinsip pertama
(awal) yang termuat dalam Manila Declaration (Section 1 paragraph 1).
Dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini tercermin dalam dua tahap. Pertama, prinsip itikad
baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yang dapat memengaruhi hubungan baik
antarnegara. Kedua, prinsip ini disyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan
sengketanya melalui cara-cara penyelesaian sengketa yang dikenal dalam hukum internasional,
yaitu negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau cara-cara lain yang dipilih para
pihak (Adolf, 2004:15).

2.Prinsip-prinsip Hukum Internasional tentang Kedaulatan Kemerdekaan, dan Integritas Wilayah


Negara Negara Prinsip ini mensyaratkan negara-negara yang bersengketa untuk terus menaati
dan melaksanakan kewajiban internasionalnya dalam berhubungan satu sama lainnya
berdasarkan prinsip-prinsip fundamental integritas wilayah negar-negara.

Sengketa Perbatasan antara Indonesia dan Malaysia sering kali terjadi, terutama di kawasan
perbatasan maritim. Sengketa Ambalat di laut Sulawesi merupakan salah satu contoh sengketa
perbatasan maritim yang belum selesai hingga saat ini. Sengketa Ambalat mencuat sedikit
banyak adalah pengaruh atas kemenangan Malaysia atas Sipadan dan Ligitan, dimana hakim
Mahkamah Internasional memberikan kemenangan atas Sipadan dan Ligitan dengan alasan
penguasaan efektif (effective occupancy) di wilayah tersebut. Kemenangan Malaysia atas
Sipadan dan Ligitan, membuat Malaysia semakin berani mengklaim kawasan maritim lain di
Indonesia,dengan peta unilateral 1979 yang dibuat oleh Malaysia, mereka kembali mengklaim
kawasan lain di Indonesia, salah satunya yaitu Ambalat.Ambalat yang ditenggarai memiliki
kandungan minyak dan gas bumi yang berlimpah merupakan salah satu tujuan Malaysia untuk
menguasai Ambalat. Pemerintah Indonesia tentu tidak tinggal diam dan segera mengambil
langkah-langkah untuk menyelesaiakan permasalahan ini,pemerintah Indonesia melakukan
beberpa pendekatan seperti pendekatan secara hukum,politik,dan kedekatan wilayah untuk
mengklaim Ambalat sebagai bagian dari wilayah Indonesia.

a.Strategi Deplu

Departemen Luar negeri berfungsi sebagai juru bieara kenegaraan dengan pemerintah
Malaysia. Bisa dikatakan bahwa Deplu memikul beban yang cukup berat, karena setiap bentuk
negoisasi dapat berpengaruh terhadap hasil keputusan. Deplu menekankan pada soft diplomacy
yaitu eara penyelesaian masalah secara halus tetapi tetap mennpertahankan misi dengan kuat
tanpa· merendahkan harga diri bangsa Indonesia. Posisi Indonesia terhadap Malaysia dapat
dikatakan kuat karena berdasarkan kententuan-ketentuan hukum intemasional yang berlaku.
Walaupun Malaysia bisa dikategorikan sebagai negara yang tetap pada pendiriannya. Negoisasi
telah berjalan dan memang cukup alot dan kedua negara terus pada pendiriannya. Staf Divlsi
Perjanjian Luar Negeri memberikan pemyataan bahwa Deplu akan terus mengemban tanggung
jawab sebaik mung kin untuk mempertahankan kedaulatan negara.

b. Strategi TNI AL
Tentara Nasionallndonesia Angkatan Laut (TNI AL) merupakan komponen utama pertahanan'
negara yang berfungsi sebagai penegak hukum di laut. Meneakup menjaga kedaulatan negara
dan integritas wilayah NKRI, mmepertahankan stabilitas keamanan dilaut, melindungi
sumberdaya alam dari berbagai bentuk gangguan dan pelanggran

hukum di wilayah perairan yuridiksi nasional Indonesia. Strategi yang dilakukan oleh TNI AL yaitu
menggelar operasi yang dikategorikan sebagai tindakan preventif (pencegahan) dan represif
(tindakan). TNI AL mel/hat masalah konflik Ambalat ini lebih dari sisi pertahanan kedaulatan.
Berbeda dengan deplu, TNI AL cenderung lebih keras bahkan menurut wawancara yang
dilakukan dengan Kepala Biro Hukum dan Keamanan Mayor Kresno Bintoro, menyatakan bahwa
"tidak akan membiarkan sejengkallaut pun terambil", walaupun memang perang sangat-sangat
dihindari. Gelar operasi pun dilancarkan pada wilayah perbatasan untuk menjaga agar kapal
Malaysia tidak melanggar kedaulatan Indonesia.

c. Strategi DKP

Dalam hal ini DKP lebih berfungsi sebagai badan yang mengatur mengenai pengelolaan pulau-
pulau Indonesia, termasuk pulau-pulau kecildan terluar Indonesia. Sebenamya konflik yang
terjadi baik mengenai blok Ambalat maupun Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan implikasi dari
lambannya pemerintah Indonesia mengatur masalah pengelolaan sektor perikanan khususnya.
Menurut Kasubdit Identifikasi Potensi Pulau -Pulau Kecil, solusi yang dapat diberikan dalam
penyelesaian konflik Ambalat adalah :
1. Tertib administrasi pemerintahan, pemerintah seharusnya seeara detail dan jelas memasukan
seluruh bagian yang masuk wilayah Indonesia dengan setiap keterangan mengenai data
Demografi dan data Statistik dari keseluruhan pulaupulau tersebut.

2. Memberikan nama atau toponim (penamaan untuk unsur-unsur geografis) pada semua pulau-
pulau yang ada dalam wilayah Indonesia.

2.Opini

Sengketa Ambalat sebaiknya diselesaikan melalui jalur diplomatik. Penyelesaian dengan cara
frontal melalui peperangan dinilai bukan jurus tepat.

1. Pemerintah Indonesia hendaknya lebih peduli dan memperhatikan wilayah perbatasan


dengan menjadikan halaman depan atau beranda dari rumah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Pemerintah lebih baik menyegerakan Pembentukan badan khusus yang berfungsi mengatur
dan menyelesaikan pennasalahan perbatasan. Sehingga RUU perbatasan bisa segera
terselesaikan.
3. Pemberdayaan pulau-pulau yang ada di Indonesia khususnya pulau-pulau perbatasan yang
rawan akan pelanggaran kedaulatan negara.
4. Tertib administrasi pemerintahan, pemerintah seharusnya harus secara detail dan jelas
memasukan mana saja bag ian yang masuk wilayah Indonesia dengan setiap keteragan
mengenai data Demografi dan data Statistik dari keseluruhan pulau-pulau tersebut.
5. Memberikan nama unsur-unsur geografis pada pulau-pulau yang belum bemama.

Daftar pusaka

Sengketa lepasnya pulau sipadan dan ligitan

-https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220623140958-106-812663/sejarah-
sengketa-pulau-sipadan-ligitan-antara-ri-dan-malaysia

-https://media.neliti.com/media/publications/35700-ID-implikasi-yuridis-lepasnya-
pulau-sipadan-dan-ligitan-terhadap-zona-ekonomi-ekskl.pdf

Sengketa di pulau sebatik

-https://jurnal.unpad.ac.id/sosioglobal/article/view/23933/pdf

Sengketa di blok ambalat

-https://journal.ipb.ac.id/index.php/bulekokan/article/view/2711/1695

Anda mungkin juga menyukai