Anda di halaman 1dari 6

Nama : Miya Noviandini

Npm : 19311219
Kelas : Manajemen Keuangan A Banjarbaru
Mata Kuliah : Komunikasi Bisnis (UTS)

1. Buat analisis mengapa hal tersebut bisa terjadi. Dikaitkan juga dengan keadaan saat ini.
Jawab :
Peristiwa lepasnya Sipadan-Ligitan dari bumi Indonesia karena kurangnya
dukungan arsip kepemilikan dua pulau tersebut menjadi pelajaran berharga bagi
pemerintah. Sehingga perlu penguatan arsip untuk pulau-pulau lainnya di Indonesia,
terutama Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tak berpenghuni. Indonesia saat itu kalah di
Mahkamah Internasional karena tidak punya satu dokumen penting yang menjadi penentu
atas kepemilikan lahan di perbatasan. indonesia kalah dalam satu jenis arsip yang
bernama administration record. Proses penyelesaian sengketa Sipadan-Ligitan kala itu
sempat melalui beberapa tahapan pengecekan arsip dari masing-masing negara dan
pemerintah kolonial pendahulunya. Pertama, dilakukan pengecekan eksistensi "Sipadan-
Ligitan" dalam berbagai peraturan yang berlaku, mulai dari Undang-Undang Dasar
(UUD), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Presiden(Perpres),dansebagainya. Yang kedua, ada treaty record. Selanjutnya, dilihat
catatan batas wilayah atau demarcation record. Baik Indonesia maupun Malaysia, sama-
sama memiliki peta yang memasukkan Sipadan-Ligitan ke dalam wilayah mereka. Yang
tidak Indonesia miliki adalah administration record. Administration record itu adalah
arsip tentang mengolah wilayahnya. Malaysia sudah mengolah (pulau-pulau) itu sejak
tahun 40-an, adanya penarikan pajak umum, pembangunan infrastruktur, dan kita tidak
punya data itu. Pemerintah kolonial Hindia Belanda pun baru dua kali menyambangi
Pulau Sipadan dan Ligitan, yakni saat mendrop barang logistik dan mengejar bajak laut
yang kabur ke wilayah ini. Alhasil, Indonesia kalah di Mahkamah Internasional, sehingga
Sipadan-Ligitan jatuh ke tangan Malaysia. Peristiwa ini sepatutnya menjadi pembelajaran
bagi pemerintah Indonesia, khususnya BNPP yang mengelola kawasan perbatasan.
Eksistensi pemerintahan di wilayah perbatasan harus dikelola dengan baik dan arsipnya
harus dijaga.
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam
pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata
memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua
negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status
quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resort
pariwisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status
quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan
pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak
boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.
Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana Sipadan dan Ligitan tiba-tiba
menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut
Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km 2 itu, siap
menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi
hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut
memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera
mengirim protes ke Kuala Lumpur meminta agar pembangunan di sana dihentikan
terlebih dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus
siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua
pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.
Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia dalam
menentukan kedaulatan di Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan suatu cara penyelesaian
sengketa secara damai, dimana Indonesia dan Malaysia memilih Mahkamah Internasional
untuk menyelesaikan sengketa ini, dasar hukum di dalam penyelesaian sengketa ini
adalah pasal 2 ayat 3 dan pasal 33 Piagam PBB. Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan
disebabkan karena adanya ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda dan
Inggris yang merupakan negara pendahulu dari Indonesia dan Malaysia di perairan timur
Pulau Borneo, sehingga pada saat Indonesia dan Malaysia berunding untuk menentukan
garis perbatasan kedua negara di Pulau Borneo, masalah ini muncul karena kedua pihak
saling mengklaim kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Berbagai pertemuan
bilateral dilakukan oleh kedua negara dalam upaya melakukan pemecahan atas sengketa
ini namun sengketa ini tidak dapat diselesaikan, sehingga kedua negara sepakat untuk
menyerahkan penyelesaian sengketa ini kepada Mahkamah Internasional. Berbagai
macam argumentasi dan bukti yuridis dikemukakan kedua pihak dalam persidangan di
Mahkamah Internasional, dan pada akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan
bahwa kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan milik Malaysia atas dasar
prinsip okupasi, dimana Malaysia dan Inggris sebagai negara pendahulu lebih banyak
melaksanakan efektifitas di Pulau Sipadan dan Ligitan.
Adanya persepsi yang berbeda antara Indonesia dan Malaysia terhadap posisi
Ambalat khususnya pada blok Ambalat dan east Ambalat yang kaya sumber daya
alam/minyak, karena batas wilayah perairan tersebut belum pernah disepakati oleh
masingmasing pihak. Isu Ambalat mengemuka karena dipicu oleh pemberian konsesi
minyak (Producion Sharing Contract atau PSC) di daerah sengketa tersebut oleh
Malaysia melalui perusahaan minyaknya (Petronas Carigali) kepada Shell perusahaan
asal Belanda pada 16 Pebruari 2005. Dasar pemberian konsesi Malaysia terhadap
Petronas karena merasa bahwa blok migas di perairan Ambalat tersebut adalah sebagai
bagian dari wilayah teritorial maritimnya. Malaysia telah mengabaikan fakta bahwa
negaranya adalah negara pantai dan bukan negara kepulauan sehingga penentuan Pulau
Sipadan dan Ligitan sebagai dasar untuk menentukan garis batas maritim dengan
menghubungkan titik atau pulau terluar sebagai titik pangkal menghitung wilayah
maritim sejauh 12 mil adalah tidak relevan karena tidak sesuai kerangka hukum
internasional yang sama-sama diakui kedua negara, yaitu UNCLOS 1982. . Indonesia
meyakini bahwa kasus Ambalat sangat berbeda dengan kasus Sipadan dan Ligitan.
Sehingga jika sampai masalah ini dibawa ke Mahkamah Internasional, dapat dipastikan
Indonesia akan memenangkan persidangan karena lemahnya dasar hukum yang dimiliki
Malaysia. Akan tetapi, penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Internasional atau ICJ
(international court of justice) harus dilandasi oleh pertimbangan yang matang, agar
kegagalan dalam kasus sengketa sebelumnya tidak terulang dan merupakan pilihan
terakhir jika diplomasi mengalami kegagalan. Malaysia dan Indonesia dalam kerangka
kerjasama regional sama-sama memiliki peluang untuk menggunakan semangat ASEAN
(The ASEAN Way) untuk menyelesaikan sengketa Ambalat. Namun kendala utama yang
dihadapi adalah belum terlembaganya mekanisme regional untuk menyelesaikan
perbedaan kepentingan yang kritis antara sesama negara anggota ASEAN terutama isu
perbatasan yang diakui merupakan salah satu isu yang krusial dalam hubungan antar
negara. Sehingga kedua negara perlu memahami kembali tujuan awal pembentukan
ASEAN yaitu untuk terciptanya hubungan harmonis antar negaranegara anggota
sehingga dapat melahirkan kawasan aman dan stabil.

2. Menurut pendapat sdr/I mengapa Negara Malaysia bisa memenangkan kasus ini di
tingkat Internasional? Apakah mereka lebih bisa melakukan komunikasi Internasional
karena mereka termasuk bagian dari Negara Persemakmuran (Koloni Inggris Raya) atau
bagaimana. Buat alasan secara ilmiah.
Jawab :
Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa
memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu
pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara
nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap
pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an.
Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan,
serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan
tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di
selat Makassar. Malaysia juga kuat dan menang dalam hal administration record, treaty
record dan demarcation record. Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia dalam
sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Keputusan yang dibacakan Ketua
Pengadilan Gilbert Guillaume di Gedung MI di Den Haag, Belanda diambil melalui
pemungutan suara. Mahkamah Internasional menerima argumentasi Indonesia bahwa
Pulau Sipadan dan Ligitan tidak pernah masuk dalam Kesultanan Sulu seperti yang
diklaim Malaysia. Di sisi lain, MI juga mengakui klaim-klaim Malaysia bahwa mereka
telah melakukan administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau yang
terletak di sebelah timur Kalimantan itu. Keputusan tersebut bersifat mengikat bagi
Indonesia dan Malaysia. Kedua negara bertetangga itu juga tidak dapat lagi mengajukan
banding. Proses penyelesaian sengketa di MI memasuki tahap akhir pada 3 hingga 12
Juni 2002. Pada kesempatan itu, pemegang kuasa hukum Indonesia menyampaikan
argumentasi lisan yang dilanjutkan pemaparan argumentasi yuridis. Sebelumnya anggota
delegasi Indonesia Amris Hasan mengakui argumen Malaysia memang lebih kuat.
Menurutnya, Negeri Jiran diuntungkan dengan alasan change of title atau rantai
kepemilikan dan argumen effectivités (effective occupation) yang menyatakan kedua
pulau itu lebih banyak dikelola orang Malaysia. Mahkamah Internasional juga
memandang situasi Pulau Sipadan-Ligitan lebih stabil di bawah pengaturan pemerintahan
Malaysia.

3. GNP/Pendapatan Nasional Malaysia sekitar 11.000 USD/kapita/tahun = 3x GNP


Indonesia. Kenapa Indonesia tertinggal jauh dari Malaysia setelah sama-sama merdeka?
Padahal sama-sama membangun setelah perang Dunia II. Buat analisis ilmiah, seperti
diketahui bahwa Malaysia menggunakan sistem Dwi Kewarganegaraan dan punya dua
bahasa nasional (English dan Melayu).
Jawab :
Memang tidak bisa dibandingkan secara imbang dengan negara tersebut. Apalagi
Indonesia sendiri menjadi kepulauan dan penduduk terbesar di dunia. Sementara
Malaysia dari jumlah penduduk jauh di bawah Indonesia yakni sekitar 30 jutaan. Namun
jika dilihat secara objektif, tertinggalnya Indonesia dari negara tersebut karena
pemerintah tidak konsisten menjalankan strategi industrialisasi. Padahal negara itu, sejak
1970-an konsisten melakukan industrialisasi. Indonesia hanya melakukan strategi ini dari
sejak awal 80-akhir 90 kesininya Indonesia hilang prespektif industrialisasi. Tidak ada
grand desain, blueprint dan peta jalan. Sudah hampir tidak ada prespektif itu. Seperti
diketahui, Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai negara kelas menengah bawah
atau lower middle income. Peringkat per 1 Juli ini turun dibandingkan sebelumnya, di
mana Indonesia sudah menjadi negara berpendapatan menengah atas. Mengutip laporan
Bank Dunia, assessment terkini mencatat GNI per kapita Indonesia tahun 2020 turun
menjadi USD 3.870. Tahun lalu, Indonesia berada di level atas untuk negara
berpendapatan menengah atas dengan (GNI) atau pendapatan nasional bruto sebesar USD
4.050 per kapita. Pertumbuhan ekonomi Malaysia meroket 14,2% pada kuartal III-
2022, secara tahunan (year-on-year/yoy).Hampir tiga kali lipat dari pencapaian Indonesia
sebesar 5,72% pada kuartal yang sama. Mengapa? Usut punya usut, hal ini sebagian besar
terjadi karena efek statistik semata, dimana pada kuartal yang sama 2021 lalu, Negeri
Jiran tidak tumbuh dan malah kontraksi alias minus 4,5%. Ini mengakibatkan,
pertambahan aktivitas ekonomi yang tak seberapa pada kuartal III tahun ini mampu
memicu angka besar laju pertumbuhan ekonominya. Adapun Indonesia, meskipun
tumbuh di bawah Malaysia tahun ini, membukukan kinerja ekonomi yang lebih baik
tahun lalu. Pada kuartal III 2021, perekonomian RI tumbuh 3,51%. Pada dasarnya,
struktur ekonomi Indoneisa dan negara tetangga ini sama, dimana konsumsi dan ekspor
menjadi penopang laju pertumbuhan. Kedua negara sama sama
menikmati booming harga komoditas, khususnya minyak kelapa sawit. Kendati bukan
yang terbaik di antara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN)-kalah juga dari Vietnam yang
tumbuh 13,67%, Indonesia cukup mentereng dijajaran elit perekonomian dunia. Gubernur
Bank Negara Malaysia Nor Shamsiah Mohd Yunus mengatakan melesatnya pertumbuhan
ekonomi Malaysia didorong oleh meningkatnya permintaan domestik dan ekspor yang
kuat.

4. Bagaimana seharusnya Bangsa Indonesia bersikap dalam hal ini? Apakah ada hal yang
kurang pas atau bagaimana menurut sdr/i. Buat alasan dari segi keilmuan, atau bagaimana
jika dilihat dari segi komunikasi bisnis.
Jawab :
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, sebagai negara
berkembang sangat diperlukan pembangunan diberbagai sektor untuk mengejar
ketertinggalan dari Negara-negara yang sudah menjadi negara maju. Sebelum melakukan
pembangunan, Pemerintah harus dapat mengatasi permasalahan yang terjadi, dengan
jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 267 juta jiwa sering kali menjadi faktor
utama timbulnya permasalahan. Indonesia setidaknya memerlukan pertumbuhan ekonomi
rata-rata sebesar 6 persen per tahun agar bisa keluar dari jebakan negara pendapatan
menengah (middle income trap) sebelum 2045, atau 100 tahun Indonesia merdeka.
Pertumbuhan di lima persen tidak cukup bagi Indonesia untuk menjadi negara dengan
pendapatan perkapita yang tinggi. Salah satu kunci untuk menggenjot pertumbuhan
ekonomi 6 persen per tahun adalah peningkatan produktivitas. Kendati demikian, tingkat
produktivitas ekonomi Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain di kawasan
ASEAN. Guna mengatasi hal tersebut, Indonesia membutuhkan strategi transformasi
ekonomi yang baik. Transformasi salah satunya dilakukan dengan memperbarui sumber
daya dan motor penggerak ekonomi. Kita juga perlu untuk menemukan sumber daya dan
sektor yang baik yang mampu mendukung pertumbuhan produktivitas ekonomi di
Indonesia. Tantangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi cukup besar. Industrialisasi
yang kerap menjadi motor utama pertumbuhan, kini semakin berkuang kekuatannya
dalam mendorong transformasi struktural. Guru Besar Harvard University Prof. Dani
Rodrik menilai, daya serap tenaga kerja di sektor industri sudah berkurang di hampir
semua negara berkembang. Diperlukan model pembangunan baru yang lebih sesuai
menghadapi situasi saat ini. “Strategi pertumbuhan ekonomi itu, harus berfokus pada
penciptaan pekerjaan berkualitas. Salah satu yang bisa dikaji untuk menjadi model
pembangunan baru adalah goods-job development model. Model ini, kata berfokus pada
peningkatan kualitas pekerjaan di sektor kecil dan menengah, menghubungkan kebijakan
pelatihan dengan industri, subsidi upah, serta pelayanan usaha yang fleksibel. Senada
Prof. Rodrik, Guru Besar Cape Town University Prof. Haroon Bhorat menekankan
pentingnya dukungan terhadap perusahaan mikro dan survivalist firm, atau perusahaan
yang berada di ambang batas tidak memilii akses terhadap infrastruktur pada fasilitas
dasar penyimpanan dan logistik. Meski berada di ambang batas, perusahaan ini umumnya
banyak menyerap tenaga kerka. Selain itu, sektor jasa juga perlu diptimalkan perannya
dalam transformasi struktural melalui peningkatan keahlian dari para pekerja di sektor
tersebut. Perwakilan Bank Dunia Maria Monica Wiharja menyampaikan, penciptaan
lapangan kerja yang baik bisa dicapai melalui percepatan pertumbuhan produktivitas di
semua sektor, melakukan transisi agar pekerja bisa beralih ke sektor yang menciptakan
pekerjaan kelas menengah, membangun angkatan kelas kerja menengah, serta
memfasilitasi pembelajaran dan dukungan terhadap kelompok pekerja tertentu.
Sedangkan dalam hal menghadapi sengketa adalah perlu dilakukan melakukan
pengendalian yang efektif di wilayah perbatasan untuk menegakkan kedaulatan Indonesia
di wilayah tersebut.
Mahkamah Internasional memutuskan memberikan kekuasaan pulau Sipadan dan
Ligitan ke negara Malaysia atas dasar pengendalian efektif ( effective occupation ) yang
dilakukan Malaysia atas wilayah itu. Oleh karena itu untuk mencegah wilayah lain
diklaim oleh negara tetangga, maka wilayah perbatasan harus dikendalikan dengan
efektif, baik berupa pembangunan maupun patroli penjagaan perbatasan.Pengendalian
atau okupasi yang bdapat dilakukan untuk menunjukkan kedaulatan atas wilayah
perbatasan ini antara lain adalah dengan membangun pos perbatasan dan pos penjagaan.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo dengan memperbaiki pos
perbatasan di Entikong, Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia dan di
Motaain, Nusa Tenggara Timur yang berbatasan dengan Timor Leste. Selain itu perlu
juga dilakukan patroli rutin di wilayah perbatasan, terutama wilayah yang banyak dilalui
orang atau kapal asing dan wilayah yang diklaim negara lain.Patroli ini berfungsi
menunjukkan kedaulatan Indonesia atas wilayah tersebut. Patroli ini misalnya adalah
penghadangan kapal nelayan penangkap ikan negara asing oleh TNI AL. Bila patroli dan
pembangunan pos perbatasan tidak dilakukan oleh pemerintah Indonesia, maka wilayah
perbatasan akan rawan diklaim negara lain.Rakyat dapat membantu pemerintah
mengakkan kedaulatan dengan melaporkan pelanggaran perbatasan seperti penangkapan
ikan ilegal, kepada pemerintah. Selain itu rakyat juga perlu melakukan yang
menunjukkan bahwa wilayah tersebut masih di bawah naungan Indonesia, misalnya
dengan mengibarkan bendera Merah Putih atau dengan menggunakan mata uang rupiah
dalam transaksi sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai