DISUSUN OLEH :
PIERRE DIMAS NURCAHYANTO (XII 5/31)
A. LATAR BELAKANG
Sengketa antara Indonesia dan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
memiliki akar sejarah yang rumit. Pada masa kolonial, terutama ketika wilayah tersebut berada
di bawah kekuasaan Kesultanan Sulu, Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dianggap sebagai
bagian dari wilayah tersebut. Namun, setelah ditetapkannya Perjanjian Madrid pada tahun
1885, sejumlah batas wilayah kolonial di Asia Tenggara diatur, dan Pulau Sipadan dan Pulau
Ligitan menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Sulu, yang kemudian menjadi bagian dari
Hindia Belanda setelah Indonesia meraih kemerdekaannya pada tahun 1945. Sengketa terkait
batas wilayah pun muncul.
Indonesia mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan seharusnya menjadi
bagian dari wilayahnya, merujuk pada prinsip uti possidetis juris, yaitu prinsip bahwa batas
wilayah kolonial yang ada saat kemerdekaan seharusnya dipertahankan. Pada saat
pembentukan Malaysia pada tahun 1963, Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan menjadi bagian dari
wilayah Malaysia. Indonesia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pembentukan Malaysia
dan menegaskan klaimnya terhadap Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Sengketa ini kemudian
diajukan ke Pengadilan Internasional (International Court of Justice/ICJ) pada tahun 1998. Pada
tahun 2002, ICJ mengeluarkan keputusan yang menetapkan bahwa kedua pulau tersebut berada
di bawah kedaulatan Malaysia. Putusan tersebut didasarkan pada interpretasi terhadap sejarah
dan dokumen hukum yang ada.
• Klaim Indonesia
Indonesia berpendapat bahwa Pulau Sebatik (pulau yang berdekatan dengan pulau
Sipadan dan Pulau Ligitan), dengan garis lokasi “Lintang Utara mengarah ke laut
Timur 4°10”, seharusnya membagi wilayah antara Malaysia dan Indonesia. Namun,
mahkamah internasional menolak klaim ini.
Indonesia mencita-citakan kedaulatan Pulau Sipadan & Ligitan dari perjanjian di
zaman penjajahan Belanda dan Inggris tahun 1891, tetapi mahkamah internasional
menilai perjanjian tersebut kurang jelas dan dianggap ingin membatasi garis laut,
tidak mengalokasikan kedua pulau ke Indonesia.
Klaim bahwa Sipadan dan Ligitan dimiliki oleh Sultan Bulungan tidak didukung oleh
bukti kuat dan juga ditolak oleh mahkamah internasional.
• Klaim Malaysia
Malaysia mengklaim hak atas kedua pulau berdasarkan transaksi sejarah dengan Sultan
Sulu hingga Inggris, yang akhirnya diserahkan kepada Malaysia. Meskipun Indonesia
memiliki klaim serupa, hal ini tidak mendapat pengakuan.
Malaysia berpendapat bahwa penguasaan damai dan berkesinambungan sejak tahun
1878 oleh Inggris dan kemudian Malaysia, bersamaan dengan kelalaian (inactivity)
Belanda dan Indonesia, memberikan hak kepemilikan atas kedua pulau sesuai hukum
internasional “daluwarsa prescription”.
Klaim bahwa perjanjian 1981 tidak mendukung klaim Indonesia karena hanya
mengatur batas daratan wilayah Borneo dan tidak mencakup kepulauan yang terpisah
dari Pulau Borneo
Dampak sengketa ini mencakup tegangnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan
Malaysia. Meskipun kedua negara berkomitmen menjaga hubungan bilateral, isu ini tetap
menjadi sumber ketidaksetujuan di tingkat diplomatik. Sengketa ini juga mempengaruhi
hubungan bilateral dan kerjasama di berbagai bidang. Secara ekonomi, potensi pariwisata dan
pemanfaatan sumber daya alam di Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi terhambat. Keputusan
ICJ meningkatkan kredibilitas lembaga tersebut tetapi mencemarkan nama kedua negara di
mata internasional.
C. Keputusan Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia
Proses penyelesaian kasus Sipadan dan Ligitan memakan waktu yang cukup lama, dimulai dari
pemeriksaan oleh Mahkamah Internasional (MI) pada November 1998. Persidangan terbagi
menjadi dua sesi, yakni Argumentasi Tertulis dan Argumentasi Lisan.
Argumentasi tertulis dilakukan dalam beberapa tahap, seperti penyampaian dasar klaim
(memorial) pada November 1999, jawaban (Concert Memorial) pada Agustus 2000, dan reply
pada Maret 2001. Sesi lisan berlangsung pada 3-12 Juni 2002.
4) Internasional
Keterlibatan International Court of Justice (ICJ) dalam menyelesaikan sengketa ini
meningkatkan kredibilitas ICJ itu sendiri, dan juga Keputusan ICJ yang netral membuat
kedua negara dapat menerima Keputusan tersebut dengan lapang dada. Kejadian ini juga
dapat mencemarkan nama kedua negara yang terlibat dimata international, yang juga dapat
mengakibatkan kerugian dari berbagai macam aspek.
E. KESIMPULAN
Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia memiliki akar sejarah
kompleks, dimulai dari masa kolonial hingga era kemerdekaan. Klaim terhadap kedua pulau ini
berkaitan dengan Perjanjian Madrid 1885 dan prinsip uti possidetis juris. Konflik mencapai
puncaknya saat pembentukan Malaysia pada 1963, diikuti oleh tindakan unilateral Malaysia
terkait pulau-pulau tersebut.
Proses penyelesaian sengketa ini melibatkan International Court of Justice (ICJ) pada tahun
1998. Setelah serangkaian proses pemeriksaan dan persidangan, pada 17 Desember 2002, ICJ
memutuskan bahwa kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan berada di tangan Malaysia.
Keputusan ini didasarkan pada evaluasi bukti-bukti effective occupation dari kedua belah
pihak.
Sebagai pelajaran, sengketa ini menyoroti pentingnya diplomasi, dialog, dan perawatan bukti
kepemilikan yang kuat dalam menangani perbedaan teritorial. Meskipun keputusan ICJ
dianggap netral, dampaknya masih terasa dalam berbagai aspek hubungan bilateral dan
pemanfaatan sumber daya alam di wilayah terkait.
F. GLOSARIUM
International Court of Justice :
Pengadilan internasional yang menyelesaikan sengketa antara negara dan memberikan
pendapat hukum mengenai masalah hukum internasional
Mahkamah Internasional :
Pengadilan internasional yang menangani kasus-kasus yang melibatkan individu atau
negara
Negosiasi:
proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara
satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain
Bilateral :
Jenis kerjasama yang terjadi antara dua negara atau pihak.
Sengketa :
Perselisihan atau konflik antara dua pihak atau lebih
Resort :
tempat peristirahatan atau wisata.
G. Referensi
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/19/180000269/bentuk-kerja-sama-
internasional-bilateral-regional-multilateral?page=all
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6556403/contoh-kerja-sama-bilateral-
regional-multilateral-indonesia-dengan-negara-lain
https://www.liputan6.com/hot/read/5161934/bilateral-adalah-bentuk-kerja-sama-
internasional-kenali-tujuan-dan-hubungannya