Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ANALISIS PUTUSAN SINDAPAN & LIGITAN

(INDONESIA V. MALAYSIA, ICJ,2002)


MATA KULIAH HUKUM INTERNASIONAL PUBLIK

DISUSUN OLEH :
Nama : Aulya Sajhnna Vanesza
NPM : 2206825321
Kelas : Paralel

Fakultas Hukum Universitas Indonesia


Depok

0
Pulau Sidapan dan Pulau Ligitan merupakan pulau yang terletak pada perbatasan dua
negara yaitu Indonesia dan Malaysia. Lebih tepatnya berada di Kawasan Sabah, Malaysia dan
tak jauh dari Pulau Kalimantan, Indonesia. Karena hal tersebut terjadi persengketaan wilayah
yang membawa kasus sengketa tersebut untuk diselesaikan oleh Mahkamah Peradilan
Internasional atau Internasional Court Justice ( ICJ ). Terjadinya sengketa antar dua negara
ini dimulai ketikatahun 1967, Malaysia dan Indonesia meng klaim pulau tersebut merupakan
masuk ke dalam batas wilayah masing – masing dari negara mereka. Dan terjadi kesepakatan
antar kedua belah pihak negara dengan memasukan pulau Sidapan dan pulau Ligitan
termasuk dalam Status Quo yang dapat diartikan sebagai kedua pulau tersebut tidak memiliki
kepemilikan baik dari negara siapapun sampai adanya keputusan lebih lanjut. 1 Malaysia telah
menganggap dengan adanya Status Quo tersebut dipegang oleh Negarannya, maka dari itu
Malaysia sudah berencana akan membangun tempat pariwisata baik di Pulau Sidapan
maupun Pulau Ligitan. Sedangkan, dari Indonesia menganggap bahwa seharusnya dengan
adanya Status Quo tersebut maka seharusnya tidak boleh ada aktivitas apapun yang
dijalankan pada kedua pulau tersebut sampai persengketaan berakhir. Karena adanya
perbedaan pandangan, Indonesia tidak menerima perbuatan Malaysia yang malah
membangun banyak bangunan di kedua pulau tersebut, sampai di tahun kedua Malaysia
memasukan Pulau Sidapan dan Pulau Ligitan masuk kedalam peta negaranya alias meng
klaim miliknya padahal belum ada putusan lebih lanjut dalam mengatur hal tersebut.

Awalnya Malaysia menolak untuk membawa kasus sengketa ini pada jalur hukum, namun
akhirnya tepatnya pada 2 November 1998 baik negara Malaysia maupun Indonesia
menyetujui untuk membawa masalah persengketaan ini pada ICJ. 2 Setelah melalu proses
yang panjang tanggal 17 Desember 2002 keluarlah keputusan dari ICJ yang meliputi voting
yang dimenangkan oleh Malaysia dengan meperoleh suara 16 Hakim, sedangkan Indonesia
hanya memperoleh 1 suara Hakim.3 Dari total 17 Hakim, Indonesia mengalami kekalahan
telak dengan hanya mendapatkan 1 suara karena dalam argumennya Indonesia sendiri banyak
yang ditolak karena kurangnya kepastian dari argumen yang disampaikan pihak Indonesia.
Beberapa argumen diantaranya yang ditolak yaitu seperti :

1
O.C. Kaligis. Sengketa Sipadan-Ligitan : Mengapa Kita Kalah?. Jakarta : O.C Kaligis &
Associates. 2003. Hal. 187
2
Perjanjian ini dapat diakses di Indonesia meratifikasi Special Agreement pada tangga] 4 Mei
1998, sementara Malaysia meraiifikasi pada tanggal 24 April 1998. Perjanjian ini kemudian
disampaikan oleh kedua negara ke MI pada tanggal 2 Nopember 1998.
3
ICJ.2002.International Court Of Justice : Soverignty over Pulau Ligitan dan Pulau Sidapan
(Indonesia/Malaysia). Diakses pada 25 November 2023.https://www.icj-cij.org/en/case/102.
1
1. “Indonesia menegaskan bahwa klaimnya atas kedaulatan atas pulau-pulau tersebut
terutama didasarkan pada hak konvensional, Konvensi 1891 antara Inggris Raya dan
Belanda.” Dimana dalam pengajuan argumen ini Pengadilan merasa bahwa sebuah
bentuk Kartografi tidak bertentangan dengan kasus ini.4
2. “Indonesia bahwa menyatakan ia mempertahankan hak atas pulau-pulau itu sebagai
penerus Belanda, yang diduga memperolehnya melalui kontrak yang dibuat dengan
Sultan Bulungan, pemegang hak asli dan Malaysia menyatakan bahwa mereka telah
memperoleh kedaulatan atas pulau Ligitan dan Sipadan menyusul serangkaian dugaan
pengalihan gelar yang awalnya dipegang oleh mantan kedaulatan, Sultan Sulu, bahwa
gelar tersebut diduga telah diserahkan pada gilirannya ke Spanyol, ke Amerika
Serikat, ke Britania Raya atas nama Negara Bagian Kalimantan Utara, ke Britania
Raya dan terakhir ke Malaysia.” Kedua argumen ini juga ditolak oleh Pengadilan.5
3. “Keberadaan angkatan laut Belanda dan Indonesia secara terus menerus di sekitar
Ligitan dan Sipadan. Ditambahkan, perairan di sekitar pulau tersebut secara
tradisional dimanfaatkan oleh nelayan Indonesia.” Argumen ini ditolak dikarenakan
dianggap sebagai asusmsi pribadi. 6
4. “Malaysia mengutip antara lain tindakan yang diambil oleh otoritas Kalimantan
Utara untuk mengatur dan mengontrol pengumpulan telur penyu di Ligitan dan
Sipadan, suatu kegiatan yang memiliki signifikansi ekonomi di daerah tersebut pada
saat itu. Mereka mengandalkan Ordonansi Pelestarian Penyu tahun 1917 dan
menyatakan bahwa Ordonansi tersebut “[telah] diterapkan setidaknya hingga tahun
1950-an” di wilayah dua pulau yang disengketakan. Ini lebih jauh memunculkan fakta
bahwa otoritas koloni Kalimantan Utara telah membangun sebuah mercusuar di
Sipadan pada tahun 1962 dan satu lagi di Ligitan pada tahun 1963, bahwa mercusuar
tersebut masih ada dan telah dipelihara oleh otoritas Malaysia sejak
kemerdekaannya.”7
5. Mahkamah mencatat bahwa tidak ada satu pun bukti yang meyakinkan kalau pulau-
pulau Sipadan dan Ligitan dan pulaupulau lain seperti Mabul, merupakan wilayah
yang dipersengketakan oleh Inggris dan Belanda pada saat Konvensi 1891 dibuat.

4
ibid
5
ibid
6
ibid
7
ICJ.2002.International Court Of Justice : Soverignty over Pulau Ligitan dan Pulau Sidapan
(Indonesia/Malaysia). Diakses pada 25 November 2023.https://www.icj-cij.org/en/case/102.
2
Atas dasar tersebut Mahkamah tidak dapat menerima bahwa garis batas yang disetujui
tersebut terus dilanjutkan dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa di laut
sebelah timur Pulau Sebatik dimana konsekuensinya Pulau Ligitan dan Sipadan
berada dibawah kedaulatan Belanda 8
6. Mahkamah juga berpendapat bahwa batasan di dalam Pembukaan Konvensi 1891
sulit untuk diterapkan mengingat saat itu letak kedua pulau tidak begitu banyak
diketahui, sebagaimana juga dimaklumi oleh Indonesia dalam Kasus Sengketa
Indonesia-Malaysia dan Malaysia, dan bukan menjadi sengketa antara Belanda
dengan Inggris 9
7. Mahkamah juga menyimpulkan bahwa teks Pasal 4 Konvensi 1891, apabila dibaca
sesuai dengan konteks, objek dan maksudnya bahwa Konvensi tidak dapat ditafsirkan
sebagai menetapkan “allocation line” yang menentukan kedaulatan atas pulau-pulau
yang terdapat di wilayah laut sebelah timur Pulau Sebatik. Pasal 4 Konvensi hanya
menentukan batas-batas wilayah Belanda dan Inggris sampai dengan pantai timur
Pulau Sebatik 10
8. Mahkamah berpendapat bahwa “travaux preparatoires” sebelum Konvensi 1891 serta
hal-hal yang berkaitan dengan Konvensi tidak dapat mendukung interpretasi
Indonesia bahwa Konvensi 1891 bukan hanya mengatur perbatasan darat tetapi juga
mengatur “allocation line” di luar pantai timur Pulau Sebatik 11
9. Mahkamah menolak klaim Indonesia atas Pulau Sipadan dan Ligitan yang didasarkan
pada “treaty based title” Konvensi 1891. Mahkamah juga berpendapat bahwa
hubungan antara Belanda dengan Kesultanan Bulungan diatur berdasarkan
serangkaian perjanjian. Perjanjian tanggal 12 November 1850 dan 2 Juni 1878
mengatur masalah batas wilayah Kesultanan Bulungan. Batas ini mencapai bagian
utara melewati garis yang sudah disetujui Belanda dan Inggris berdasarkan Konvensi
1891, termasuk Pulau Tarakan, Nunukan, sebagaian Pulau Sebatik dan beberapa
pulau kecil di sekitarnya yang terletak di selatan garis 4 10’ LU. Hal ini tidak berlaku
bagi Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Mahkamah juga menolak argumentasi
Indonesia bahwa Indonesia mewarisi kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan dari

8
ibid
9
ibid
10
ibid
11
ibid
3
Belanda Dapat disimpulkan dalam putusan ICJ 2002, Indonesia tidak berhak
dalam klaim kedau pulau berdasarkan perjanjian 1891. 12

Kesimpulan Mahkamah Internasional atas pertanyaan pertama adalah Indonesia tidak


berhak atas kedua pulau berdasarkan perjanjian 1891. Jika ditafsirkan berdasarkan pasal IV
dan perjanjian 1891 maka tidak dapat menjadi dasar pemberian kedaulatan jika ingin
diamasukan kedalam peta Indonesia. Sehingga ICJ berkesimpulan bahwa Malaysia
seharusnya juga tida berhak atas kedua pulau tersebut tanpa gangguan pewarisan
atauuniterrupted series of transfers of title) dari pemilik aslinya, Sultan Sulu. 13 ICJ juga
berpendapat jika Inggris sebagai penjajah Malaysia dapat lebih effectivities dari Belanda
sebagai penjajah dari Indonseia, sekalipun Indonesia telah merdeka.Bukti akan effectivites
yang disampaikan dalam argumen Malaysia pun menjadi poin penting dalam penentuan
kedaulatan. Walaupun sedikit ditemukan bukti dari pihak malaysia tetapi banyak jumlah
14
tindakan legislative, administrative dan quasi-judisial. Yang pada akhirnya tepat pada 17
Desember 2002 ICJ mengeluarkan putusan mengenai sengketa Indonesia – Malaysia
dalamPulau Sidapan dan Pulau Ligitan yang mana kedua pulau tersebut sejak dahulu sudah
diadministrasikan oleh inggris yang diikutin oleh Malaysia, hal ini dikenal dengan
prisi[ effectivies.

Dalam Penyelesaian sengketa mengenai batas wilayah Indonesia dan Malaysia pasca
putusan Mahkamah Internasional tentang Sipadan dan Ligitan perlu ditindak lanjuti oleh
kedua negara, karena belum ada kesepakatan yang di capai. Hal yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menyerahkan penyelesaian sengketa melalui
pihak ke tiga (mediasi). Sebagai contoh salah satu negara yaitu Filipina dapat menjadi
mediator oleh karena negara tersebut memiliki wilayah laut yang berdampingan dengan
daerah sengketa dan sudah menyelesaikan kesepakatan batas wilayah lautnya dengan
Indonesia dan Malaysia. Dan juga permasalahan sengketa ini dapat diselesaikan melalui
Mahkamah Arbitrase, Dewan Tinggi Asean, Peradilan Ad Hoc maupun Mahkamah
Internasional.15 Yang mana hasil akhirnya persetujuan melalui perjanjian bilateral dimana

12
ibid
13
http://nasional.kompas.com/read/2012/01/27/16220080/
RIMalaysia.Sepakat.Selesaikan.Masalah.Perbatasan [09/12/2016]
14
ibid
15
John G.Butcher, The International Court of Justice and the Territorial Dispute between
Indonesia and Malaysia in the Sulawesi Sea, dalam “Contemporary Southeast Asia Journal
Vol. 35 No. 2”, 2013.
4
penyelesaian akan secara adil yang secara teknis dapat ditarik garis lurus yang membagi dua
wilayah zona ekonomi eksklusif di laut Sulawesi ditarik secara diagonal dari ujung Barat
Laut di Pulau Sebatik hingga kearah Tenggara dan penarikan Landas Kontinen yang sangat
sulit akan lebih baik apabila dilakukan pengembangan eksplorasi bersama antara Indonesia
dan Malaysia di daerah sengketa.16

Dalam hukum internasional dikenal prinsip “uti possidetis juris” yang dapat diartikan
sebagai batas wilayah dilam suatu negara mengikuti wilayah atau batasan wilayah kekuasaan
penjajan sebelumnya.17 Maka dari itu Indonesia menganggap bahwa memang pulau tersebut
masuk kedalam wilayah Belanda saat dahulu Belanda berkuasa di Nusantara. Pembuktian
dari kedaulatan Belanda atas pulau tersebut sampai pada arbitrasi internasional dimana ada
tokoh Max Hubber sebagai arbitrator tunggal. Yang mana keputusan ini juga dianggap
sebagai keputusan arbitrase yang sangat terkenal.18

Dengan adanya sengketa yang terjadi antara Negara Indonesia dan Malaysia seharusnya
menjadi peringatan serius bagi Indonesia. Karena Indonesia kaya akan pulau bahkan
beradarkan fakta ditemukan 17.506 Pulau sehingga rawan sekali mudah di klaim oleh negara
lain apalagi bila berbatasan dengan negara lain tentunya akan seperti pada lepasnya Pulau
Sidapan dan Pulau Ligitan yang menajdi sengketa permasalahan pada pembahasan kali ini.
Banyaknya pulau tersebut banyak yang tak berpenghuni dan tak bernama. Permasalahan
Indonesia dan Malaysia pun tidak sampai situ tetapi masih banyak kebudayaan Indonesia
yang di klain Malaysia seperti Tari Bali, Alat musik angklung dan masih banyak lagi, bahkan
beberapa pulai yang telah di klain secara illegal oleh Malaysia.

Sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi rasa nasionalime, sudah
seharusnya kita peduli dengan kebudayaan negeri kita sendiri agar tidak terjadi perampasan
kebudayaan yang sudah banyak terjadi sampai saat ini. Kita perlu mempertahankan apa yang
seharusnya dimiliki oleh negara kita, tak hanya sebagai tugas warga negara tetapi juga peran
pemerintah sangat penting dalam menangani masalah ini dengan bertindak cepat dalam
menangangi masalah. Lebih tepatnya seharusnya pemerintah memiliki penanganan yang
lebih serius menyangkut mengenai batas wilayah, beserta pulau – pulau yang memiliki

16
Asri Salleh, Che Hamdan Che Mohd Rali, Kamaruzaman Jusoff, Malaysia’s Policy
Towards its 1963-2008 Teritorial Disputes “Journal of Law and Conflict Resolution Vol. 1(5),
Oktober 2009.
17
ibid
18
ibid
5
perbatasan langsung dengan negara lain. Jika dilihat dari kasus sengketa Pulau Sidapan dan
Pulau Ligitan saja pemerintah telah mengeluarkan dana Lebih dari 16 Miliar untuk
memperjuangkan haknya sebagai Pulau Indonesia. Walaupun kita memiliki lebih dari
puluhan ribu pulau tapi dengan kehilangan satu pulau saja dapat mengancam integritas
wilayah negara Indonesia itu sendiri maka hal ini harus dianggap penting baik bagi warga
negara maupun pemerintah Indonesia.19 Hal ini juga berdampak pada pertanggung jawaban
pemerintah dalam menjaga eksistensi keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh Indonesia yaitu dengan membuat peta
yang memadai dalam deposit sekjen PBB yang mana mengingat pentingnya kejelasan akan
posisi batas – batas wilayah terutama batas laut yang tidak dapat diukur secara jelas karena
tidak memiliki daratan.20 Hal ini dilakukan agar Indonesia memiliki kekuatan hukum
internasional dalam pengakuan terkait identifikasi pulau pulau terluar yang termasuk dalam
wilayah Indonesia tertutama yang berbatasan pada negara lain.

ibid
19

Arsana, I. M. A. (2007). Batas Maritim Antar Negara. Yogyakarta: Gadjah Mada university
20

Pers.
6

Anda mungkin juga menyukai