Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nadya Ramadhani

Kelas : XI IPA 1

Ma.Pel : PPKn

Tugas Portofolio Bab 6


Mari Menganalisis Kasus

Indonesia pernah mengalami persengketaan dengan Malaysia yang berkaitan dengan


hak penguasaan atau kepemilikan atas pulau Sipadan dan Ligitan, serta perselisihan
di Blok Ambalat.

1. Coba kalian uraikan kronologi terjadi persengketaan tersebut, baik yang


berkaitan dengan pulau Sipadan dan Ligitan maupun di Blok Ambalat.
Jawab :
a) Sengketa pulau Sipadan dan Ligitan
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun
1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-
masing negara ternyata memasukkan Pulau sipadan dan pulau ligitan ke
dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar sipadan dan
ligitan dinyatakan dalam keadaan status quo akan tetapi ternyata pengertian
ini berbeda. Malaysia malah membangun resort di sana, ini gara-gara di dua
pulau kecil yang terletak di laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas
sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km² itu kini siap menanti wisatawan.
Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20
buah dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut
memadai tapi pemerintah Indonesia yang juga merasa pemilik pulau-pulau itu
segera mengirim protes ke Kuala Lumpur.
Pada tahun 1976, traktat persahabatan dan kerja sama di Asia tenggara
atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT
pertama ASEAN di Pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan
membentuk dewan tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang
terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak
beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim Pulau
Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa
kepulauan spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina
Vietnam, China, dan Taiwan.
Pada 1997 kedua belah pihak sepakat menempuh jalan hukum yaitu
dengan menyerahkan sengketa tersebut kepada mahkamah internasional.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui dewan tinggi
ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian
melunak. dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober
1996, presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut
yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg.
Keputusan ini didasarkan pada fakta bahwa Inggris Raya dan Malaysia
lebih banyak berperan membangun kedua pulau tersebut daripada Belanda
dan Indonesia.

b) Perselisihan di Blok Ambalat.


Persoalan klaim diketahui setelah pada tahun 1967 dilakukan
pertemuan teknis pertama kali mengenai hukum laut antara Indonesia dan
Malaysia. Kedua belah pihak bersepakat (kecuali sipadan dan ligitan
diberlakukan sebagai keadaan status quo) pada tanggal 27 Oktober 1969
dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang
disebut sebagai perjanjian Tapal batas kontinental Indonesia-Malaysia, kedua
negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 november 1969.
Akan tetapi pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru
mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan yang secara sepihak
membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukkan blok maritim
ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10’ arah
utara melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak
mengakui klaim itu, merujuk pada perjanjian tapal batas kontinental
Indonesia-Malaysia tahun 1969 dan persetujuan tapal batas laut Indonesi dan
Malaysia tahun 1970.
Tak hanya Indonesia, peta tersebut juga diprotes oleh Filipina,
Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas
perebutan wilayah negara lain. Aksi sepihak Malaysia ini diikuti dengan
penangkapan nelayan Indonesia pada wilayah-wilayah yang diklaim.
Berdasarkan klaim batas wilayah yang tercantum dalam peta tahun
1979 tersebut, Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y
(ND6) dan Blok Z (ND7). Adapun Blok Y merupakan blok yang tumpang
tindih dengan wilayah konsesi minyak yang diklaim Indonesia. Sementara
Blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan wilayah yang diklaim
Filipina. Pada 16 Februari 2005, Malaysia memberikan konsesi minyak di
kedua blok tersebut kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda,
Shell. Kapal-kapal patroli Malaysia pun diketahui berulang kali melintasi
batas wilayah Indonesia dengan alasan area tersebut merupakan bagian dari
wilayah Malaysia. Klaim sepihak dan beragam tindakan provokasi ini
berdampak pada peningkatan eskalasi hubungan kedua negara.
Akhirnya, pada tahun 2009, pemimpin kedua negara, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad
Badawi mengambil langkah politik untuk meredakan ketegangan akibat
Ambalat. Masing-masing pihak menjelaskan landasan hukum klaim atas
Ambalat. Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur
penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan
dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada tahun 2002. Malaysia
berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona
ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri. Namun, alasan ini ditolak
pemerintah Indonesia yang menegaskan bahwa rezim penetapan batas landas
kontinen mempunyai ketentuan khusus yang menyebut keberadaan pulau-
pulau yang relatif kecil tidak akan diakui sebagai titik ukur landas kontinen.
Selain itu, Malaysia adalah negara pantai (coastal state) dan bukan
negara kepulauan (archipelagic state) sehingga tidak bisa menarik garis
pangkal dari Pulau Sipadan dan Ligitan. Klaim Malaysia tersebut
bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut atau UNCLOS 1982 yang sama-
sama diratifikasi oleh Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan konvensi ini,
Ambalat diakui sebagai wilayah Indonesia.

2. Apakah persengketaan tersebut dapat mengancam keutuhan wilayah Negara


kita? Berikan alasanmu.
Jawab :
Tentu saja persengketaan tersebut dapat mengancam keutuhan wilayah
Negara kita, karena dengan jatuhnya sebagian wilayah atau teritorial suatu
negara ke negara lain maka akan mengurangi sebagian wilayah yang dikuasai
negara. Belum lagi potensi kekayaan alam yang berada di wilayah tersebut
(minyak, gas, pariwisata, penduduk potensial dll) , maka dari itu hal tersebut
akan mengurangi pendapatan negara serta kualitas dan kuantitas penduduk.
Pulau tersebut dulunya merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia.
Namun sebaiknya dari kasus ini kita tidak meratapi namun menjadikannya
sebagai pelajaran kejadian sengketa Pulau sipadan dan pulau ligitan harus
dipahami sebagai wahana intropeksi untuk kesatuan nusantara di masa depan,
dengan memberdayakan masyarakat Indonesia tanpa kecuali, termasuk
memberikan penghargaan segala hal yang dimiliki warga masyarakat
perbatasan. Apabila daerah-daerah tersebut dipelihara sebagai kekayaan, dan
bukan sebagai hal yang marginal, niscaya persatuan dan kesatuan yang
tertuang dari filsafat kenusantaraan akan tercipta dan terjaga secara abadi.

3. Apa saja yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi persengketaan


tersebut? Bagaimana hasilnya?
Jawab :
Konflik Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau sipadan dan ligitan telah
berlangsung cukup lama yakni sejak tahun 1967 dan dibicarakan secara
bersama-sama pada tahun 1969 dalam perkembangannya dapat mengganggu
hubungan baik kedua negara dan bahkan dapat menjadi pemicu konflik
terbuka yang dapat mengganggu perdamaian dan keamanan di kawasan Asia
tenggara oleh karena itu keputusan kedua belah pihak untuk membawa kasus
tersebut ke mahkamah internasional merupakan jalan yang terbaik dan patut
mendapatkan penghargaan dari dunia internasional.

4. Bagaimana perasaanmu ketika tahu bahwa pada akhirnya pulau Sipadan dan
Ligitan lepas ke tangan Malaysia?
Jawab :
Tentu saja kecewa. Namun, sebaiknya dari kasus ini kita tidak meratapi terlalu
lama namun menjadikannya sebagai pelajaran. upaya untuk memenangkan
kedua Pulau dalam perebutan dengan Malaysia juga telah diupayakan
semaksimal mungkin namun hasilnya tidak sesuai maka harus diterima
dengan jiwa besar dan dilandasi oleh keinginan untuk membangun hubungan
internasional dengan negara lain secara baik dan beradab.

5. Apa penyebab lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia?


Jawab :
Kesalahan Indonesia adalah tidak adanya administration record yang mana
dalam dokumen tersebut menuliskan data tentang mengolahan wilayah
(Indonesia tidak pernah memasukkan Pulau sipadan dan ligitan ke dalam
wilayah Indonesia). Sedangkan Malaysia memiliki dokumen tersebut dan
telah mengelola kedua pulau sejak tahun 40an saat dijajah oleh Inggris, seperti
adanya penarikan pajak umum dan pembangunan infrastruktur. Sementara
pemerintah Hindia Belanda yang saat itu menjajah Indonesia hanya memiliki
bukti singgah namun tidak melakukan apapun. Karena inilah, pada akhirnya
Indonesia harus merelakan kedua pulau ke tangan Malaysia.

6. Apa yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia, baik pemerintah maupun
rakyat Indonesia agar peristiwa lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan
Malaysia tidak terulang kembali?
Jawab :
Pemeliharaan atas konsep integralistik negara ini harus di sebar
luaskan kepada warga masyarakat seluruh Indonesia, dengan cara negara
mengajak partisipasi warga masyarakat dengan penuh kepercayaan, yakni
dengan memberikan kesejahteraan dengan seadil-adilnya, sesuai apa yang
diamanatkan oleh Pancasila dan konstitusi UUD 1945. Selain itu perlu juga
dilakukan patroli rutin, dilakukan pengendalian yang efektif di wilayah
perbatasan untuk menegakkan kedaulatan Indonesia di wilayah tersebut,
terutama wilayah yang banyak dilalui orang atau kapal asing dan wilayah
yang diklaim negara lain.

Anda mungkin juga menyukai